Cinta tidak hanya membutakan mata dan hati. Namun juga, kewarasanmu.
* * *
Lia kembali membenamkan wajahnya ke dalam bantal, sesekali ia merengek lalu, mengoceh tidak karuan.
"Kenapa lagi sih?" tanya Diana menatap aneh Lia. Padahal tadi pagi, ia dengan jelas mendengar pengakuan Lia yang sudah move on, apalagi nada bicaranya juga tampak riang. Namun, sekarang malah seperti orang yang kehilangan harapan hidup.
"Arka," ujar Lia tergagap.
"Ada apa lagi? Buang ke tong sampah sana, jangan di ingat! Kalau kata dilan tu berat, seberat status jomblo yang menahun," cerocos Diana yang sangat unfaedah dan tidak membantu sama sekali.
Plak.
Sebuah bantal mendarat mulus di kepala Diana, bahkan ia masih sedikit merasa pusing akibat efek yang ditimbulkan dari tindakan lacnat sahabatnya itu.
Diana melempar tatapan tidak senang. "Kok kepala aku yang jadi korban sih."
"Salah sendiri, siapa suruh ngoceh hal yang tidak membawa manfaat sama sekali," terang Lia tak mau kalah.
Diana hanya menghembus napas pasrah, ia memilih untuk mengalah. Kurang baik apalagi coba. "Ya terus kenapa lagi sekarang?"
"Ternyata Arka adalah CEO baru di perusahaan tempatku bekerja." jelas Lia lemas.
"Apa? Serius? Gak lagi halu kan? Atau jangan-jangan kamu lagi sakit?" Diana meletakkan telapak tangannya di dahi Lia, tidak ada tanda-tanda kenaikan suhu. Semua masih normal.
Lia menepis tangan Diana. "Aku serius."
"Ya udah jalani aja, kan cuma ketemu di kantor. Don't worry lah." ucap Diana santai. "Kalau perlu resign aja dari sana."
"Gak bisa, aku baru tanda tangani perpanjangan kontrak selama lima tahun ke depan."
Diana hanya bisa menepuk bahu Lia pelan, ikut bersimpati.
"Masalahnya bukan di situ aja, dia juga penghuni apartemen di depanku." Tambah Lia dengan wajah masam.
Seketika Diana terdiam, ia kemudian tertawa. "Ampun dah, nasibmu tragis banget sih." Ujar Diana disela-sela tawa yang masih belum selesai.
"Ketawa lagi, kugebukin ni," ancam Lia. Sudah siap siaga melempar batal selanjutnya.
"Etss, tenang Bu tenang, semua bisa dibicarakan baik-baik," pinta Diana sembari membuat temeng dengan kedua tangannya.
Lia hanya menunduk lesu, di bicarakan baik-baik pun. Hatinya tetap tak mengerti, mau bagaimana lagi yang namanya perasaan, emang susah di ubah. Butuh waktu untuk mendaur ulang hati yang telah hancur.
"Eh, mau kemana?" tanya Diana ketika melihat Lia bangkit.
"Mau pulang, aku mau kerja besok, menyambung kehidupanku yang terlalu tragis," ketus Lia berlalu pergi. Ia tidak memperdulikan teriakan Diana yang terus berusaha mencegahnya.
๐ ๐ ๐
Tidak seperti biasanya, hari ini pekerjaan Lia terasa begitu berat, sungguh Lia tidak berusaha mendramatisir keadaan. Entah sudah berapa kali ia bolak-balik ke pantry hanya membuat secangkir kopi.
Mulai dari terlalu manis lah, terlalu pahit lah, kurang air lah, kurang hangat lah dan masih banyak alasan yang membuat Lia emosi tingkat tinggi.
"Dasar manusia tidak tau diri, udah bagus dibuatin, eh malah ngelunjak," ketus Lia sebelum masuk ke dalam ruangan.
"Ini pak, kopinya sesuai perintah." Ujar Lia sembari tetap memasang senyuman manis, padahal dalam hati ia ingin sekali mencampur beberapa bahan yang akan membuat manusia di hadapannya bisa diam selamanya.
"Taruh aja di sana dan ya mulai hari ini. Kamu pindah ruangan." Jelas Arka, tanpa menoleh ke arah Lia sedikitpun.
Lia sedikit heran, memang ia harus pindah ruangan kemana lagi coba. "Pindah kemana pak?"
"Ke ruangan saya lah, masak ke kantor sebelah kan gak mungkin," jawab Arka seadanya lengkap dengan eskpresi menyebalkan yang membuat Lia emosi.
"Tapi pak, kalau butuh apapun bisa hubungi saya, gak perlu ganti ruangan," bantah Lia.
"Yang bos itu kamu apa saya? Terserah saya dong. Lagipula kalau kita satu ruangan kan bagus. Saya bisa leluasa nyuruh kamu." terang Arka tak terbantahkan. "Semua kebutuhan kamu sudah saya siapkan. Jadi, selamat bekerja. Jangan coba membantah atau gaji kamu saya potong" ancam Arka di akhir kalimat.
Lia hanya bisa pasrah, mau bagaimana lagi jika sudah menyangkut gaji bukan hanya Lia namun semua karyawan pasti tidak bisa berkutik.
"Ya Tuhan, kenapa aku bisa jatuh cinta sama orang sesadis ini," jerit Lia dalam hati.
Andai saja ia tidak berusaha menjaga sikap, Lia pasti sudah menggebuk kepala Arka supaya menjadi lebih baik. Ibarat kata sih, masih dalam pantauan belum digebukin.
"Buatkan saya bahan presentasi, kita akan rapat nanti siang."
"Baik pak," Lia menggangguk, melaksanakan tugasnya.
๐ ๐ ๐
Semenjak Lia resmi menjadi pembantu, ralat maksudnya sekertaris sekaligus pembantu lebih tepatnya. Kehidupan Lia berubah 360ยฐ, tidak di kantor ataupun di apartemen, Arka selalu saja memerintah dirinya. Lihatlah keadaannya sekarang, sangat berantakan, rambutnya bahkan tampak sedikit acak-acakan.Ia menghampiri meja kasir untuk membayar pesanan Arka. Dengan langkah tergesa Lia segera kembali ke kantor. Jika tidak, gajinya pasti akan terancam."Dasar manusia sadis, gak punya moral, gak pake perasaan, dedemit, alien, makhluk jadi-jadian." Ya meski ia terus berjalan menuju ruangan Arka, ia tetap tidak berhenti melantunkan sumpah serapah meskipun hanya bisa ia ucapkan di dalam hati.Tanpa sengaja, Lia menabrak seseorang yang membuatnya tersungkur jatuh, namun untunglah ia masih bisa menyelamatkan bungkus plastik di tangan, agar isinya tidak tumpah."Punya mata gak sih!" Teriaknya ke arah Lia. Padahal jelas-
Diana yang tak berhenti tersenyum sambil cengengesan tidak jelas membuat Lia merasa sedikit geli sekaligus aneh.Lia mengibaskan tangannya beberapa kali di depan wajah Diana. "Woi, kerasukan setan ya."Diana terkejut, ia menatap kesal ke arah Lia. "Enak aja, aku masih sadar tau."Sementara Lia hanya menaikan kedua bahunya acuh, tangannya mulai berselancar mengambil salah satu makanan yang telah di siapkan Diana."Aww, sakit. Kok tanganku dipukul sih." Lia sedikit meringis."Cuci tangan dulu sono!"Lia mendelik sebentar ke arah Diana, tiba-tiba muncullah ide lincik di otak cantiknya, Perut yang sudah keroncongan tidak bisa menunggu lagi, intinya Lia harus mendapat sepotong tempe goreng untuk mengganjal rasa lapar."Eh, Rian udah datang," Diana menolehkan wajahnya mengikuti arah yang di tunjuk Lia. Nihil, tidak ada siapapun di sana, hanya ada sebuah pintu yang masi
Rasa khawatir di matamu, membuktikan bahwa, kamu masih begitu mencintaiku.Bisakah aku menyimpulkan begitu?~Arka~Di sisi lain, Diana kini tengah sibuk mengambil kotak P3K yang berada di lemari atas.Seseorang datang dari belakang dan mengambil kotak P3K yang sejak tadi berusaha di raih Diana.Diana sedikit terkejut, ia berbalik melihat orang yang sudah mengambil benda tersebut."Rian, kok kamu ada di sini?" tanya Diana heran, padahal sebelumnya ia yakin Rian tadi duduk di ruang tamu."Ya mau bagaimana lagi, masak aku di tinggal sendirian." tutur Rian seadanya.Sebenarnya, Diana tidak bermaksud meninggalkan Rian sendirian di ruang tamu. Namun, luka di tangannya tiba-tiba berdenyut nyeri yang membuat Diana memutuskan untuk mengobati lukanya terlebih dahulu.
Untuk membuat orang yang kucintai bahagia, aku tidak harus ikut bahagia bukan? ~Diana~ Diana segera ke rumah sakit begitu mengetahui bahwa Lia dan Arka di serang preman. Diana langsung berlari memeluk Lia yang ketakutan di ruang tunggu. "Lia tenanglah, Arka akan baik-baik saja." "Diana aku takut, aku takut kejadian itu terulang lagi," tutur Lia sambil terus terisak, tubuhnya masih bergetar ketakutan. "Aku ini pembawa sial Diana, aku ini pembunuh!" Diana melepas pelukan mereka kasar. "Cukup Lia! Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, kejadian itu bukan karena ulahmu, semua hanya takdir dan kamu tidak bisa menghindar." Diana memegang erat kedua tangan Lia. Ia mencoba untuk terus meyakinkan Lia bahwa apa yang terjadi memang telah di takdir kan tuhan. "Mulai hari in
Jika cinta datang hanya untuk menyakiti, tak bisakah ia pergi tanpa mengiris hati.***Diana duduk sendirian di bangku taman, ia melimpah segala rasa sedih yang di tahannya di dalam hati. Ia menangis hingga terisak pilu, tidak perduli, orang-orang yang melewati dengan tatapan bingung.Suara ponsel mengalihkan perhatian Diana, ia menghapus segera air matanya dan mengatur suaranya agar tidak terdengar serak."Iya halo," sahut Diana dengan nada riang yang dibuat-buat."Maaf Mbak, naskah novel yang anda ajukan satu bulan lalu, tidak bisa kami terima karena tidak sesuai dengan keinginan penerbit," terang suara seberang.Diana berusaha tegar, ia tidak berusaha untuk berdebat tentang naskahnya dan mengakhiri percakapan tersebut seadanya. "Tidak masalah, saya mengerti."Setelah mematikan ponselnya, Diana kini kem
Saat kamu pergi, tidak ada lagi kata 'baik-baik saja' di dalam hidupku.***FlashbackSore itu Lia tersenyum senang manatap layar ponselnya dengan tatapan berbinar, ia tampak sesekali melompat kegirangan."Aku akan segera menemui." ujar Lia penuh semangat. Senyum di wajahnya tampak begitu indah. Seindah langit senja kala itu.Lia sudah berjanji untuk bertemu Arka di sebuah jembatan dekat kampus, tak berapa lama, orang yang ia tunggu akhirnya datang. Lia langsung menyambut Arka dengan senyum terbaiknya."Hai sayang," sapa Lia, ia langsung mengandeng tangan Arka. Arka hanya diam, ia menatap dalam manik mata Lia. "Ada apa?" tanyanya ketus. Kemudian menepis tangan Lia begitu saja.Lia yang menyadari perubahan raut wajah Arka, merasa aneh sekal
Bagi orang lain, sifat setia adalah anugerah.Namun, bagiku itu sebuah kutukan!Adelia Arabella"Kita putus!" Kalimat itu terus tergiang dikepala cantiknya.Lia kembali meringkuk di atas kasur sambil mengomel hal yang tidak jelas.Sudah dua tahun ia putus dengan kekasihnya, yang bernama Arka namun, tetap saja ia tidak bisa melupakan lelaki tersebut.Perasaan yang masih tetap sama, cintanya masih saja setia. Seolah ruang hati Lia hanya dipenuhi oleh Arka.Ya.Hanya Arka yang tetap setia disana."Sudah berhenti merengek!" risih Diana dengan mata yang tetap fokus ke layar monitor, sementara jarinya sibuk menekan keyboard.Malam ini ia harus menyelesaikan naskahnya jika
Mantan itu ibaratnya sampah plastik. susah didaur ulang. Apalagi, dihilangkan dari pikiran.Deskripsi Mantan"Sampah." Jelas Diana enteng."Kedengarannya cocok, aku suka." Lia menulisnya di kertas tersebut, setelah itu, kembali menyimak cara selanjutnya."Kedua, hapus semua kontak sosmed atau apapun yang berhubungan dengan sampah(mantan), termasuk foto dan video saat kalian bersama dulu." Diana meraih ponsel Lia yang tergeletak di atas meja.Ia mulai mengotak Atik benda tersebut. Sementara Lia ia hanya bisa mendengus pasrah, seluruh hal tentang Arka, maksudnya 'sampah' akan dihapus dari ponselnya.Diana melirik ke arah Lia dengan tatapan tak percaya. Lia yang mendapat tatapan intimidasi dari Diana, hanya bisa meneguk salivanya berat."Lia, bagaimana kamu bisa melupakan Arka," Diana menghentikan ucapannya sesaat. "Maksudku 'si sampah', k
Saat kamu pergi, tidak ada lagi kata 'baik-baik saja' di dalam hidupku.***FlashbackSore itu Lia tersenyum senang manatap layar ponselnya dengan tatapan berbinar, ia tampak sesekali melompat kegirangan."Aku akan segera menemui." ujar Lia penuh semangat. Senyum di wajahnya tampak begitu indah. Seindah langit senja kala itu.Lia sudah berjanji untuk bertemu Arka di sebuah jembatan dekat kampus, tak berapa lama, orang yang ia tunggu akhirnya datang. Lia langsung menyambut Arka dengan senyum terbaiknya."Hai sayang," sapa Lia, ia langsung mengandeng tangan Arka. Arka hanya diam, ia menatap dalam manik mata Lia. "Ada apa?" tanyanya ketus. Kemudian menepis tangan Lia begitu saja.Lia yang menyadari perubahan raut wajah Arka, merasa aneh sekal
Jika cinta datang hanya untuk menyakiti, tak bisakah ia pergi tanpa mengiris hati.***Diana duduk sendirian di bangku taman, ia melimpah segala rasa sedih yang di tahannya di dalam hati. Ia menangis hingga terisak pilu, tidak perduli, orang-orang yang melewati dengan tatapan bingung.Suara ponsel mengalihkan perhatian Diana, ia menghapus segera air matanya dan mengatur suaranya agar tidak terdengar serak."Iya halo," sahut Diana dengan nada riang yang dibuat-buat."Maaf Mbak, naskah novel yang anda ajukan satu bulan lalu, tidak bisa kami terima karena tidak sesuai dengan keinginan penerbit," terang suara seberang.Diana berusaha tegar, ia tidak berusaha untuk berdebat tentang naskahnya dan mengakhiri percakapan tersebut seadanya. "Tidak masalah, saya mengerti."Setelah mematikan ponselnya, Diana kini kem
Untuk membuat orang yang kucintai bahagia, aku tidak harus ikut bahagia bukan? ~Diana~ Diana segera ke rumah sakit begitu mengetahui bahwa Lia dan Arka di serang preman. Diana langsung berlari memeluk Lia yang ketakutan di ruang tunggu. "Lia tenanglah, Arka akan baik-baik saja." "Diana aku takut, aku takut kejadian itu terulang lagi," tutur Lia sambil terus terisak, tubuhnya masih bergetar ketakutan. "Aku ini pembawa sial Diana, aku ini pembunuh!" Diana melepas pelukan mereka kasar. "Cukup Lia! Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, kejadian itu bukan karena ulahmu, semua hanya takdir dan kamu tidak bisa menghindar." Diana memegang erat kedua tangan Lia. Ia mencoba untuk terus meyakinkan Lia bahwa apa yang terjadi memang telah di takdir kan tuhan. "Mulai hari in
Rasa khawatir di matamu, membuktikan bahwa, kamu masih begitu mencintaiku.Bisakah aku menyimpulkan begitu?~Arka~Di sisi lain, Diana kini tengah sibuk mengambil kotak P3K yang berada di lemari atas.Seseorang datang dari belakang dan mengambil kotak P3K yang sejak tadi berusaha di raih Diana.Diana sedikit terkejut, ia berbalik melihat orang yang sudah mengambil benda tersebut."Rian, kok kamu ada di sini?" tanya Diana heran, padahal sebelumnya ia yakin Rian tadi duduk di ruang tamu."Ya mau bagaimana lagi, masak aku di tinggal sendirian." tutur Rian seadanya.Sebenarnya, Diana tidak bermaksud meninggalkan Rian sendirian di ruang tamu. Namun, luka di tangannya tiba-tiba berdenyut nyeri yang membuat Diana memutuskan untuk mengobati lukanya terlebih dahulu.
Diana yang tak berhenti tersenyum sambil cengengesan tidak jelas membuat Lia merasa sedikit geli sekaligus aneh.Lia mengibaskan tangannya beberapa kali di depan wajah Diana. "Woi, kerasukan setan ya."Diana terkejut, ia menatap kesal ke arah Lia. "Enak aja, aku masih sadar tau."Sementara Lia hanya menaikan kedua bahunya acuh, tangannya mulai berselancar mengambil salah satu makanan yang telah di siapkan Diana."Aww, sakit. Kok tanganku dipukul sih." Lia sedikit meringis."Cuci tangan dulu sono!"Lia mendelik sebentar ke arah Diana, tiba-tiba muncullah ide lincik di otak cantiknya, Perut yang sudah keroncongan tidak bisa menunggu lagi, intinya Lia harus mendapat sepotong tempe goreng untuk mengganjal rasa lapar."Eh, Rian udah datang," Diana menolehkan wajahnya mengikuti arah yang di tunjuk Lia. Nihil, tidak ada siapapun di sana, hanya ada sebuah pintu yang masi
Semenjak Lia resmi menjadi pembantu, ralat maksudnya sekertaris sekaligus pembantu lebih tepatnya. Kehidupan Lia berubah 360ยฐ, tidak di kantor ataupun di apartemen, Arka selalu saja memerintah dirinya. Lihatlah keadaannya sekarang, sangat berantakan, rambutnya bahkan tampak sedikit acak-acakan.Ia menghampiri meja kasir untuk membayar pesanan Arka. Dengan langkah tergesa Lia segera kembali ke kantor. Jika tidak, gajinya pasti akan terancam."Dasar manusia sadis, gak punya moral, gak pake perasaan, dedemit, alien, makhluk jadi-jadian." Ya meski ia terus berjalan menuju ruangan Arka, ia tetap tidak berhenti melantunkan sumpah serapah meskipun hanya bisa ia ucapkan di dalam hati.Tanpa sengaja, Lia menabrak seseorang yang membuatnya tersungkur jatuh, namun untunglah ia masih bisa menyelamatkan bungkus plastik di tangan, agar isinya tidak tumpah."Punya mata gak sih!" Teriaknya ke arah Lia. Padahal jelas-
Cinta tidak hanya membutakan mata dan hati. Namun juga, kewarasanmu.* * *Lia kembali membenamkan wajahnya ke dalam bantal, sesekali ia merengek lalu, mengoceh tidak karuan."Kenapa lagi sih?" tanya Diana menatap aneh Lia. Padahal tadi pagi, ia dengan jelas mendengar pengakuan Lia yang sudah move on, apalagi nada bicaranya juga tampak riang. Namun, sekarang malah seperti orang yang kehilangan harapan hidup."Arka," ujar Lia tergagap."Ada apa lagi? Buang ke tong sampah sana, jangan di ingat! Kalau kata dilan tu berat, seberat status jomblo yang menahun," cerocos Diana yang sangat unfaedah dan tidak membantu sama sekali.Plak.Sebuah bantal mendarat mulus di kepala Diana, bah
Terhitung hampir satu minggu semenjak Lia melakukan semua yang tertera di SOP yang diberikan Diana, mulai dari olahraga teratur sampai menyibukkan diri dengan berkerja yang berujung masuk IGD beberapa waktu yang lalu, untunglah segala usaha yang ia lakukan kini membawakan hasil, ya meskipun tidak sepenuhnya move on namun, Lia sudah mulai bisa melupakan Arka untuk sesaat.Pagi ini setelah selesai kramas sembari mengeringkan rambut menggunakan handuk, Lia meraih ponsel, menghubungi sahabatnya. Siapa lagi kalau bukan Diana, Lia tampak tidak sabaran untuk menceritakan hasil dari proses yang sudah ia lakukan.Sudah hampir tiga puluh menit berlalu tetapi, Lia masih begitu semangat melanjutkan obrolan, di tambah lagi hari ini adalah weekend yang artinya ia bisa menikmati jadwal libur tanpa takut dikejar waktu. Jadi, Lia bisa sepuasnya berbicara dengan Diana.Lia merasa sangat senang akhirnya ia mulai bisa berhenti mem
*Susah itu. Ketika kamu masih ingat mantan tetapi, mantan bodoh amat kamu hidup atau gak ~jlep*Setelah mencuci piring Lia berniat merebahkan tubuhnya di atas kasur namun, belum sempat bokongnya menyentuh permukaan kasur, ia sudah di tarik Diana untuk duduk."Duh, ngapain lagi sih, mau bobo cantik ini," protes Lia masam."Jangan tidur habis makan, gak baik untuk kesehatan," jelas Diana.Lia menatap Diana lama, kemudian ia memilih kembali merebahkan tubuhnya dan langsung saja di cegah Diana kembali."Iya deh, aku gak tidur dulu," ujar Lia pasrah, padahal sejak tadi ia merasa kasur tersebut telah memanggil dirinya, untuk merebahkan tubuh dengan nyaman."Oh, kasurku yang tercinta," teriak Lia dramatis. "Aku akan menunjukkan sesuatu yang membuat rasa kantukmu hilang," jelas Diana percaya diri.