"Nis ... Niswah, bangun."
Alam sadarnya terasa tersedot. Dibangunkan dadakan begini, Walaupun dengan lembut tetap menyisakan pening di kepalanya. Suara kegaduhan menyita perhatiannya. Memaksanya membuka matanya."Mbak, apa yang terjadi?" Gelisah langsung menerpanya begitu melihat dokter dan suster di ranjang Deka. Dinda juga menangis. Perasaannya mulai tak enak."Maafkan mbak, Nis.... Tadi Deka masih baik-baik saja, tap-tapi tiba-tiba kejang-kejang. Mbak langsung panggil dokter."Niswah mematung. Pikirannya mencoba menerka, tapi rasanya mendadak buntu. Deka ... bukankah, tadi dia menemui anak itu ... dalam mimpinya. Bahkan mereka tertawa-tawa saling mencipratkan air, di pantai. K-kenapa jadinya begini?Niswah masing bergeming saat Dinda memeluknya. Air matanya mengalir tanpa ekspresi. Ini lebih mengejutkannya, karena beberapa hari ini, Deka sudah menunjukkan perkembangan yang signifikan.Malah lama, Bahu Niswah terguncang. Air matanySenja juga butuh istirahat. Kembali ke peraduannya setelah dua belas jam memberi kehangatan pada bumi. Cahaya keemasannya memancar dengan diselingi awan hitam. Dan saat sang mentari sempurna tenggelam, maka saat itu pula terang digantikan oleh kegelapan. Dan, apakah kita perlu kehilangan dulu untuk menyadari betapa pentingnya kehadiran 'sesuatu' itu? Ah, rasanya terlalu klise membahas hal menyebalkan itu. Penyesalan, rasa sakit, selalu datang belakangan bukan? Tentu, itu sebagai rambu pada manusia untuk berhati-hati dengan tingkah lakunya. Untuk meminimalisir yang namanya 'penyesalan' itu pastinya.Peristiwa Deka, seakan memberi tamparan pada orang dewasa akan hal tersebut. Mengajarkan bahwa selamanya keegoisan hanya akan menyakiti banyak pihak. Mengorbankan sosok yang tak seharusnya merasakannya. Terutama sekali untuk Aini. Dia benar-benar menyesali keegoisannya. Peristiwa Deka menjadi titik balik untuknya. Perempuan itu telah berjanji untuk berubah. Juga untuk Arjun, bahwa meski se
"Dia udah nikah," lanjut Niswah."Memang.""Memang bapak tidak cemburu?" tukasnya lagi."Untuk apa? Dia bukan kamu yang patut saya cemburui. Kecuali kalau itu kamu dengan Jefri, meski hanya saling mengobrol, itu sudah lebih dari cukup untuk membuat saya cemburu."Niswah meringis. Meski Arjun sudah mengatakan bahwa dirinya tidak ada perasaan apa-apa dengan Liza, jiwa perempuan Niswah tetap bersikeras untuk berburuk sangka. Tapi, demi kemarin dia melihat postingan wanita itu, tentunya lewat instagram Arjun yang dia pakai, wanita itu mengupload foto pernikahannya yang sudah terlewati."Sudah saya katakan, saya dan Liza hanya berteman biasa. Jadi untuk apa dicemburui?" Arjun berkata lagi karena Niswah tidak menyahut ucapannya tadi.Niswah salah tingkah. Salahkan saja dirinya yang gampang cemburuan. Padahal Arjun sudah menjelaskannya. Ah, perempuan kerap kali begitu. Suka membuat asumsi sendiri."Emm, bapak tidak kondangan?""Tidak. Dia
"Berhenti ganggu gue. Gak usah berlagak seolah lo punya hak atas gue. Gue udah anggap kita putus!"Bahkan usahanya meminta langsung pada orang tua gadis itu pun gagal, dan berakhir penolakan kasar dari si gadis. Zul harus menelan pil pahit itu lagi. Tanpa gula, ataupun madu. Murni pahit.Kini dibalik kaca mobilnya, Zul memandangi sang gadis yang dijemput oleh Kevin Apakah kisahnya memang benar telah berakhir sampai disini? Pemuda itu mengela napas kasar. Melajukan mobilnya dan menyalip kasar motor berikut penumpang tadi. Menyeringai tipis meski dia tidak mendengar makian sang penumpang. Dia sudah membayangkan ocehan yang bakal merepet dari bibir tipis sangat gadis. Maafkan saja, hatinya sedang kesal...Sampai di kantor, Zul mendaratkan bobot tubuhnya ke kursi kerjanya. Rautnya lesu meski masih pagi."Bujang satu ini setiap hari bawaannya pengen makan orang. Ada masalah?" Zul mendongak sekilas. Mengulas senyum tipis menanggapi perkat
"Heh? Yang benar saja? Gak mungkin. Lo baru sebulan disini, Zul. Cepet amat nggaet cewek." Irvan berucap sangsi. Reza juga menggeleng. "Jadi waktu itu kalian udah pacaran? Terus kalian marahan, sampek buat lo suka uring-uringan?" Yang lain juga melongo, tak percaya. Segitu cepatnya Zul menggaet kasir galak itu? Padahal Zul disini baru berjalan sebulan."Jangan ngayal to, Zul. Patah hati boleh, tapi berhayal jangan."Zul mendecak. "Dia pacarku. Sudah berjalan kurang lebih hampir satu tahun. Tapi, gara-gara kesalah pahaman internal, dia memutuskan pergi. Aku tidak tahu keberadaannya, tapi ternyata kami bertemu lagi disini. Dan, yah ... dia masih marah. Makanya aku berusaha memperbaiki hubungan kami."Mereka saling pandang. Antara percaya atau tidak dengan penuturan Zul. Lalu kompak menatap sangsi pada Zul. Merasa kesal, Zul memperlihatkan wallpapernya yang menampilkan fotonya dengan Della. Membuat mereka terperangah."Zul gak bohong ternyata."
Esok paginya, saat Zul hendak berangkat kerja, dia dikejutkan dengan kedatangan wanita gendut yang dulu pertama kali menyapanya saat tiba di desa ini, yups ... itu ibu Ika, tentunya dengan Ika yang terus menunduk."Sudah mau berangkat ya mas polisi?" "Iya nih, Bu. Siap-siap," sahut Zul setengah heran. Ada apa mereka pagi-pagi ke rumahnya."Oh, kebetulan sekali. Ini loh, Ika, anak ibu gak ada barengan, mau berangkat kerja. Padahal udah hampir kesiangan loh ini. Malah temannya gak tahu kemana, kok belum datang-datang juga.""Oo, mau bareng ya, Bu, ya?" Zul mulai paham arah pembicaraan."Yaaa katanya kemarin mas polisi juga kan yang barengin pas pulang sore-sore itu. Jadi, kalau hari ini dan seterusnya numpang, boleh gak mas polisi?""Gak papa, Bu. Sekalian juga berangkatnya. Toh, arahnya juga sama," timpal Zul tersenyum. Melirik pandang ke gadis yang sedari tadi tak berani mengangkat wajahnya. Benar-benar gadis desa yang pemalu."Makasih lo ini, mas p
Malam ini cerah sekali. Taburan milyaran atau bahkan trilyunan bintang menjadi sebab indahnya langit malam ini. Zul sempat mendongak singkat tadi saat hendak menutup tirai jendela kamarnya. Tapi karena selama di kota dia jarang mendapati pemandangan seindah ini, rasanya sayang kalau disia-siakan begitu saja. Akhirnya, Zul memutuskan untuk keluar.Membawa cup kopi yang masih mengepulkan asap dengan aroma khas yang menguar menyegarkan, juga tak lupa kamera kesayangan di tangannya, Zul mendaratkan pantatnya di teras depan. Meletakkan cup kopi itu di sampingnya. Lalu bersiap men-setting kameranya. Dia tertarik dengan trend baru-baru yang merekam benda-benda langit dengan cara dibuat seperti sebuah reels. Mengarahkan objek yang pas, Zul memulai rekamannya.Ini pukul setengah sembilan malam, seharusnya belum terlalu malam. Tapi nuansa di desa memang lebih sepi daripada di kota yang tak pandang jam berapapun, selalu hiruk pikuk dengan aktifitasnya yang seakan enggan berhenti.
"Apa jika aku katakan, aku tidak bisa tanpamu, kau mau memberi kesempatan lagi?" Sudahlah. Lupakan apa itu harga diri. Zul kehilangannya. Dia tidak bisa menahan perasaannya lebih lama lagi. Bahkan, ini lebih mendebarkan dari saat pertama kali mengungkapkan cinta. Rasanya tajam dan menusuk. Menyakitkan."Tidak ada yang perlu dibahas," tegas Della, memalingkan wajahnye ke arah lain. "Coba katakan, kemana kamu saat aku meminta keseriusanmu? Aku bahkan nyaris seperti pengemis yang meminta cinta tapi kamu abaikan," tambahnya dengan ketegasan nyata.Zul menunduk. Benar, kemana dirinya saat itu? Bodoh sekali, dirinya malah sibuk dengan perasaan sendiri. Mengejar wanita yang bahkan tidak mengerti akan hadirnya, dan mengabaikan yang jelas-jelas sudah menerimanya apa adanya. Rasa sakit yang dulu Della rasakan, kini berbalik menusuknya. Dengan pisau yang berkali lebih tajam."Aku minta maaf ... Aku menyesal, Dell. Sekarang, jika kamu mau, ayo menikah," ucapnya penuh harap.Kekehan sinis terdeng
Paginya diawali dengan senyum lebar. Sampai Ika dan ibunya terheran melihat keceriaan sang polisi tampan yang tidak seperti biasanya. "Pagi, bu, pagi ..."Ika dan ibunya saling pandang. Kesambet apa coba, pria tegap ini. Namun, keduanya hanya menggeleng. Zul bersiul kecil. Padahal dia sudah rapi, tapi malah duduk di teras. Pandangannya tertuju pada rumah samping. Begitu juga senyum lebar yang tak putus-putus terukir."Mas polisi, ini jadi berangkat atau tidak?" tanya ibunya Ika."Sebentar lagi, Bu." Zul menjawab dengan pandangan yang masih tertuju pada rumah samping. Kita semua tahu alasannya. Zul sengaja menunggu wanitanya keluar dulu dari tempat persembunyiannya.Tak lama, terdengar deru suara motor datang. Zul langsung beranjak dari duduknya. Tersenyum lebar. Padahal yang datang itu Kevin. Lebih aneh lagi, Zul langsung menghampiri Kevin. Menyapa pria yang sempat dianggapnya saingan itu."Butuh uang untuk isi bensin?" tawarnya tiba-tiba. Kevin menatap heran pada pria yang dia keta
Zul dan Della rencananya akan tinggal sendiri. Sekarang, mereka masih bulan madu sambil menikmati Winter di Osaka. Setelah pulang, mereka tinggal di apartemen. Zul tengah menyiapkan rumah yang akan mereka tinggali nanti. Della sendiri, kembali bekerja di perusahaan Dinda. Tentu saja setelah Dinda memintanya dengan teramat. Lagipula, potensi Della di perusahaan memang besar. Jadi, tak bukan hanya atas dasar persahabatan semata. Zul juga sudah menceritakan sesuatu yang membuatnya mengganjal dulu. Tentang dia yang pernah tertarik ape Niswah. Awalnya Zul tidak mau cerita, karena takut Della cemburu. Tapi wanita itu memaksanya. Daripada memicu perang dunia di tengah pernikahan seumur jagung mereka, Zul mengalah. Della sempat kaget dan cemburu, tapi Zul berhasil meyakinkan bahwa itu hanya perasaan lewat. Cintanya pada Della lebih besar dan segalanya. Della masih cemburu, tapi dia percaya Zul. Zul sudah membuktikan bahwa perasaan pria itu sudah sepenuhnya tertuju padanya.Hari ini, mereka m
Niswah dan Arjun yang merencanakannya. Sepasang suami istri itu tidak tahan melihat hubungan dingin dua manusia dewasa itu. Satunya terlalu tinggi ego, dan satunya yang cenderung pasrah. Dan sangat kebetulan, bertepatan dengan itu, Zul mendapat promosi. Masa mutasinya dipercepat. Dia kembali mengabdi di kantor pusat. Kinerjanya memang bagus. Hanya sempat lalai karena patah hatinya.Sebenarnya, Zul mau berpamitan pada Della. Tapi Niswah melarangnya. Wanita yang sempat singgah di hatinya itu bilang, Zul harus tegas. Sesekali Della harus disentil egonya. Dengan cara menjauhinya. Seolah Zul sudah menyerah pada perasaannya. Awalnya Zul tidak setuju. Dia takut, Della justru semakin jauh darinya. Tapi Niswah juga tak kalah memaksa. Bagaimanapun juga, dia sesama wanita. Dia tahu, apa yang ditakutkan oleh kaum wanita keras kepala. Dia cinta, hanya saja ego tinggi mengalahkan perasaannya sendiri. Niswah bahkan berani menjamin, akan menebusnya seandainya rencananya gagal. Karena Niswah juga yak
"Jangan pergi...."Jantung Della terasa berdegup kencang. Dia juga tidak ingin pergi. Tapi, keadaan sudah berbeda. Zul sudah bertunangan dengan wanitanya. Harusnya dia tak ada disini. Ini acara pentingnya.Della melepas pelukan Zul darinya. Menghindarkan wajahnya dari pandangan Zul."Pergilah," ucapnya lirih. Menahan isakan yang sebentar lagi kembali pecah."Kenapa? Kau tidak suka aku mendatangimu?" ucap Zul tanpa penekanan.Della menggeleng. Dia tidak berani menatap pandang Zul. Dia takut perasaannya semakin hancur saat sadar pria itu tidak bisa dia harapkan lagi."Kembalilah. Itu acaramu. Tak seharusnya kamu malah disini."Zul mengerutkan dahinya. Mencerna perkataan Della."Acaraku? Ini acara ki ..." Zul menghentikan ucapannya. Berdehem kecil. Lantas menarik tangan Della. Memaksa mengikuti langkah lebarnya."Zul, lepas. Kau mau membawaku kemana?" tolak Della. Zul bergeming. Dia justru mengeratkan genggamannya. Tak akan membiarkan wanita ini kabur lagi."Niatmu datang kesini untuk me
Perjalanan ke kota cukup menyita waktu. Terutama karena Della hanya menggunakan angkutan umum. Dari satu bis ke bis yang lain. Pikirannya kacau. Dia tak bisa berfikir jernih lagi. Di pikirannya hanya satu. Dia tak mau terlambat. Berharap perjodohan itu belum dilaksanakan.Sepanjang jalan Della menangis. Membuat penumpang lain melihatnya heran. Penampilannya lebih mirip gadis yang kabur dari rumah. Karena dia membawa ransel ukuran sedang untuk pakaiannya. Tak ada yang menanyainya, sungkan terlebih dahulu.Jika dipikir, Della seperti tak punya malu. Dulu, dia yang menarik ulur perasaan Zul. Sampai pria itu hanya bisa memendam lukanya dalam senyum perjuangan. Memang, Della berhak marah karena Zul yang dulu. Tapi, bukankah Zul sudah meminta maaf? Bukan hanya sekali dua kali. Bahkan sering. Zul juga menunjukkan tekad yang kuat. Bahwa dia serius dengan lamarannya untuk menikahi dirinya. Tapi egonya terlalu besar untuk memaafkan Zul. Membiarkan pria itu tersiksa dengan perasaannya. Sekarang,
Della tidak tahu, entah sampai kapan dia bisa bertahan dengan hubungan aneh ini. Dia cemburu setiap kali melihat kedekatan Zul dan Ika. Tapi dia sendiri sadar diri, yang juga dekat dengan Kevin. Egonya memang keterlaluan besarnya. Dan, ternyata itu tidak hanya berlaku untuk Ika semata. Nyatanya Della juga cemburu saat Zul dekat dengan para mahasiswi itu. Dia kesal hanya dengan melihat Zul tertawa renyah pada mereka. "Wow! Bang Zul keren!"Della mendecak. Hanya karena Zul mengangkat dua galon isi penuh secara bersamaan. Para mahasiswi itu tampak kagum. Padahal, wajar saja Zul kuat. Dia polisi yang terlatih secara fisik dan mentalnya.Della malas berada di situ. Beringsut ke belakang. Duduk di kursi kayu dekat kolam ikan. Melempar kerikil ke kolam. Yang langsung disambut para ikan, karena mengira itu makanan yang diberikan pada mereka. Yah, tipuan yang menyebalkan bagi kaum ikan."Kau tidak bermaksud membunuh mereka kan?"Della tersentak. Spontan menoleh. Kembali membuang wajah saat t
Sungguh menarik perhatian. Itulah yang Niswah dan Arjun pikirkan melihat kejadian ganjil tadi pagi. Bagaimana bisa, Della dan Zul yang mereka kenal sebagai sepasang kekasih, tapi malah berangkat kerjanya dengan pasangan yang berbeda?"Lihat kan tadi?"Arjun mengangguk. Mereka sedang menghabiskan waktu berdua. Tidak ada yang protes. Ya kali mereka mau mendemo dosen sendiri. Taruhannya nilai, uy. Yah, meskipun Arjun juga tidak akan melakukan hal selicik itu."Aneh deh. Masak kalau cuma alesan tempat kerja yang beda, mereka berangkatnya pisah sih? Mana yang dibonceng lawan jenis lagi.""Perempuan tadi bukan polisi, Nis. Dari seragamnya dia karyawan biasa.""Iya, maksudku itulah, pokoknya. Aneh aja gitu. Apa, mereka lagi ada masalah ya? dilihat juga, bang Zul sama mbak Della kayak lagi jaga jarak kan?""Mereka emang lagi ada masalah. Cuma, aku kira sudah baikan. Ternyata belum toh.""Ih, jadi pengen deketin mereka lagi loh. Mereka kan pasangan serasi. Pacaran juga udah lama. Sayang kalau
Sampai di rumah, para mahasiswa itu sudah di depan. Ada yang menyapu, ada pula yang mencabuti rumput. Zul jadi malu sendiri dengan keadaan rumahnya yang memang tidak terawat. Tidak ada waktu, juga malas. Biasalah, pria lajang yang hidup sendiri, biasanya begitu. Zul ikut bergabung bersama mereka. Hari ini, dia berangkat agak siang saja.Selesai berberes, sarapan diadakan di rumah pak lurah. Tentunya sarapan kali ini lebih ramai dengan mereka yang baru datang...Pukul setengah delapan kurang sepuluh menit, Kevin datang menjemput. Merasa heran dengan keadaan ramai rumah Della. Dia sampai bengong dan tak berani memanggil. Mahasiswi muda yang sedang berkumpul di teras. Sepertinya mereka sedang musyawarah. Tapi, demi mendengar suara motor, mereka sontak menoleh. Membuat Kevin salah tingkah karena menjadi pusat perhatian."Cari siapa, Mas?" tanya mahasiswi berjilbab krem."Oh? S-saya? Saya nyari ... Em ... Mbak Della.""Oh. Mbak Della."Gadis berjilbab krem itu menjawil temannya. "Panggil
Jika pagi yang kemarin Zul hanya sendiri, maka pagi ini dia disambut dengan keriuhan. Para mahasiswa yang antre di kamar mandinya dengan wajah kusut khas bangun tidur."Pagi, Bang."Zul mengangguk. Duduk di salah satu kursi, ikut mengantri."Duluan saja, Bang."Zul mengibaskan tangannya, pertanda tidak perlu. Nertanya tak menangkap keberadaan Arjun diantara para mahasiswa itu."Dimana dosenmu?" tanya Zul dengan suara serak parau."Oh, pak Arjun sudah bangun dari tadi, bang. Kayaknya keluar tadi. Mungkin ke masjid," terang salah satu mahasiswa dengan dagu lancip. Yang kalau tidak salah namanya Ilham.Zul tertegun. Sangat berbeda dengan dirinya. Yang hanya ke masjid jika sempat saja. Zul menyadari, dibanding dirinya, Arjun memang lebih baik. Dan sangat cocok untuk Niswah yang mempunyai background agama kuat.Tidak Zul. Ingat dengan tekadmu. Cinta lama itu sudah hilang. Kini yang terpenting adalah mendapatkan kembali hati Della untuknya.Adzan subuh berkumandang. Syukurlah antrian tidak
Keseluruhan mahasiswa KKN ada enam belas. Enam laki-laki, dan sepuluh perempuan. Delapan tinggal di kediaman lurah Yogi, dan delapan yang lainnya tinggal di dusun sebelah. Karena kebetulan rumah dinas Zul dekat dengan kediaman pak Yogi, jadi, tiga laki-laki, ditambah Arjun, akhirnya tinggal di rumah dinas Zul. Supaya lebih menjaga para kaum hawa, itu kata Arjun. Padahal, aslinya dia tidak rela kalau istrinya tinggal seatap dengan teman prianya itu. Hal yang disetujui oleh Zul, dan yang lainnya. Tentunya, Zul dengan alasan yang sama. Tak mau Della kecantol dengan salah satu anak KKN itu, atau malah anak KKn yang kecantol Della."Mas Zul sudah lama disini?" Obrolan ringan kala malam hari. Yang lain sudah tidur, mungkin lelah setelah perjalanan panjang tadi siang."Hm. Lumayan. Sudah cukup lumayan lama sih."Arjun manggut-manggut. Menyeruput hot chocolate buatannya. Berhubung dia tidak suka kopi, jadi dia membawa sendiri susu cokelat dari rumah."Istrimu, sudah berapa bulan?" Maafkan Z