~Wajah bisa berubah tapi tidak pada hatinya. Perkataan bisa hampa tapi tidak pada hatinya. Mungkinkah dia bisa mendengarkan kata hatinya meski wajah tak seindah dia?~
***
Kapten Richard mengetuk pintu lagi. Berdebar-debar hati Imaz. Mereka adalah polisi. Mereka bisa saja tahu siapa dirinya. Ia terbata-bata membuka pintunya. Tepat di hadapannya, tatapan kapten Richard sangat mengerikan."Maaf mbak mengganggu waktunya sebentar. Apa kau tau wanita yang ada di foto ini?" Kapten Richard bertanya sambil menunjukkan fotonya. Dan yang mengagetkan Imaz, ia memasang foto resmi yang pernah ia beri saat daftar santri putri pesantren benang biru.
Imaz hanya menggeleng.
"Icha, siapa?" Teriak nenek dari kamar. Ah, pertanyaan nenek membuat Ima
~Jarak memang dekat. Doa juga dekat. Tapi, hati kita saja yang sulit merekat. Sampai kapan kau menjauhi takdir dengan menjaga jarak dan doa?~ ***Hujan rintik air mengalir. Menggenangi bumi. Membasahi matahari. Membuat dunia dan seisinya tanpa malu mengalirkan air matanya. Sangat deras. Namun, mengiris hati Imaz. Sesuai gelora jiwanya yang terkikis oleh sebuah harapan. Entah, harapan itu berefleksi menjadi kenyataan atau meratap saja jadi buih penderitaan. Jujur, sangat nelangsa.Hubungan yang paling diidamkan setiap wanita adalah perhatian seorang suami. Apalah jadinya jika dalam suatu hubungan perhatian itu ia anggap sebagai percobaan? Wanita bukanlah tempat istana kemerdekaan yang tiap empat tahun sekali pergantian tahta. Laiknya bertahta pada hati seorang
~Aku yang berjuang matian-matian mendapatkan hatinya justru orang lain yang pantas bersanding dengannya. Aku hanya tempat persinggahanmu berbagi komitmen namun ternyata sekedar momen~ ***Masih melanjutkan perjalanan cinta Arman dan Irma. Pulang sekolah, Arman sudah didapati orang tuanya yang sedang rebahan di ruang tamu beralaskan tikar. Rumahnya memang sangat sederhana. Syukurnya, tidak kontrakan ataupun kos-kosan. Rumah itu jerih payah orang tuanya dari penjualan gado-gadonya. Murahan. Tidak berlantai keramik. Hanya tanah yang masih subur. Tidak memiliki jendela karena uangnya tak cukup. Bahkan kamar mandi saja tidak ada atap dan pintunya. Untungnya saja, di desa yang ia tempati tak mengenal konten dewasa sebab mereka kurang update dengan yang namanya handphone
~Kau tutupi tatapanmu. Ku tutupi perkataanku. Tapi, ku buka sandiwara untuk menjalankan pertemuanku. Sanggupkah kau merasakan getaran cinta yang hebat tanpa melihat? Sanggupkah aku menjalankannya tanpa berkata? Itulah definisi kelemahan pria dan wanita. ***Pak Jack dan Imaz saling menatap terpaku. Mereka benar-benar melupakan kalau ayah Robet pernah bertemu dengannya di ruang persidangan. Seketika itu, raut mukanya berubah. Ia berpura-pura canggung dengan Imaz."Iya pak. Saya tidak menyangka bakal ketemu bapak disini," katanya dengan ramah."Oh begitu." Ayah Robet manggut-manggut, "bapak masih ada keturunan dengan Kiyai Hasan Besari?""Tidak pak. Saya cuma ingin berziarah saja." Mereka tida
~Ada sentuhan tapi tak ada rupa. Ada perhatian tapi tak ada perkataan. Segitunya aku mengharapkan kehadiran cinta yang ada di hatimu~ ***Mereka berduyun-duyun turun dari mobil. Ayah memapah Robet sampai masuk ke dalam. Melihatnya dari belakang, Imaz tak tega. Sampai kapan ia harus menderita tanpa bisa melihat kehadiran orang-orang yang disekitarnya. Harapan sembuh harus mendapatkan donor darah golongan AB. Sementara, dirinyalah yang memiliki golongan itu. Dalam keadaan ia menjadi orang lain.Keluar dari bagasi, Imaz mengendap-endap masuk ke dalam. Bak perampok yang gila harta dan ingin mencapai target pada pengusaha kaya raya itu. Mereka sibuk mengurus Robet yang diantarkan ke kamarnya. Belum sempat ia naik tangga, ora
~Kehadiranmu mungkin buatku merasa tenang. Tapi, kehadiranku justru buatmu merasa aman~ ***Gawat! Imaz berdecak dalam hati. Kalau sampai ibu Robet mengecek satu persatu yang ada di kamar, bisa-bisa mati kutu!"Memangnya aneh bagaimana Bet?" Ibunya butuh penjelasan. Justru ibunya berpikir yang aneh malah Robet. Semenjak dia kehilangan penglihatannya, merasakan hal-hal berbau mistis. Jangan-jangan Robet berubah menjadi indigo?"Tadi ada getaran bumi. Barusan ibu ngetuk pintu, tapi ada juga yang membangunkanku," kata Robet dengan jelas.Imaz terkejut, menganga."Masak sih, Bet? Ibu tidak merasakan apa-apa. Ya kan yah?" Ibunya melempar pertanyaan pada ayah.
~Rindu itu berat. Nanti kamu gak akan kuat. Kalau salah sasaran, awas nanti tersesat~ ***Pagi hari itu, menjadi pagi yang sudah tidak ada lagi infus. Tidak ada lagi makan bubur. Tidak ada lagi oksigen. Tidak ada lagi bau obat. Yang ada koper. Udara segar. Dan Irma masih dalam genggamannya. Bersama dengan ayah Arman, mereka keluar dari kamar. Disambut pihak polisi yang siap mengikat kedua tangannya dengan borgol. Ayah Arman langsung menatapnya nanar."Pak, apakah tidak bisa mereka tinggal sebentar di rumahku. Sampai benar-benar pulih?" Ayah Arman memohon di hadapan mereka.Mereka saling menatap. Salah satu menghela napas dan menjawab, "maaf pak, kami tidak bisa. Sesuai kebijakan, jika tersangka sudah d
~Satu-satunya dia yang aku cinta juga satu-satunya dia yang telah buat aku terluka. Definisi yang mahrom berasa halal~ ***"Siapa yang lagi rindu?" Robet mengelak.Imaz mengetik, "sudahlah Gus, kalau kau rindu bilang saja.""Hey, kenapa kau tiba-tiba bangun?"Imaz mengetik, "heran saja Gus. Kenapa kau sempat-sempatnya salat tahajud?"Robet tersenyum, "karena waktu inilah yang bisa membuat aku tenang ketika berdialog dengan Allah."Imaz yang tengah duduk di belakangnya tertegun mendengarnya. Apa yang ia katakan sama dengan apa yang Imaz pikirkan. Sepertiga malam adalah waktu terbaik untuk menangkan hati dan leluasa
~Masa lalu adalah masa indah. Masa sekarang adalah masa iddah. Harapan masa depanku adalah berawal iddah menjadi mawaddah. Aku hanya ingin sakinah bersamamu~ ***Imaz mengetik, "nasi bungkus itu tadi buat aku kan?"Robet terpekur. Ia telah meninggalkan nasi bungkusnya di mobil."Haduh! Aku lupa Cha. Nasinya ketinggalan di mobil. Maafkan aku. Kau benar-benar lapar?"Imaz mencari sesuatu di youtube. Kemudian ia tekan play. Seketika itu, suara bayi menangis dengan volume paling tinggi dari youtube, membuat Robet terperanjat."Hey, kenapa kau menyalakan alarm?" Dengan muka masam. Imaz menahan senyum.Imaz mematikan youtube-nya. Ia menget
~Kau pernah menjadi raja di hatiku, ketika rindu itu menggebu. Namun, justru Allah menjadikan aku permaisurimu ketika cinta itu bertemu~ ***Pesawat jatuh terseret arus banjir di kawasan Var. Tim sar segera mengerahkan tenaganya untuk mengevakuasi korban penumpang yang ada di pesawat. Terdapat 12 yang tewas. Mereka membawa 12 mayat ke rumah sakit untuk dimandikan. Sementara yang lain denyut nadinya masih berdetak.Berita bencana badai besar di perancis sudah disiarkan diberbagai media. Berita itu terdengar juga di telinga keluarga Hilda, Robet dan Ning Fiyyah. "Ya Allah, bagaimana keadaan Hilda?" Kiyai Usman sungguh cemas. Abah Hilda sudah makin keriput. Hanya bisa duduk di kursi roda. Ditemani istrinya yang juga sudah beruban. "Semoga Hilda bisa diselamatkan yah," Umik menenangkan. Sampai di rumah sakit, 12 yang tewas dibawa ke kamar mayat. Petugas polisi menyelidik atas nama siapa
~Jika aku bukan jalanmu. Ku berhenti mengharapkanmu. Jika aku memang tercipta untukmu. Ku 'kan memilikimu. Jodoh pasti bertemu~ ***Demi menyenangkan istri tercinta, akhirnya Robet mengajaknya bulan madu di luar negeri. Tepatnya di perancis. Sebelum berangkat, Hilda menyerahkan beberapa wisata yang ingin ia kunjungi, diantaranya; menara eiffel, sungai seine, jembatan gembok cinta atau pont des arts, dinding cinta atau Le Mur des Je T’aime, mobil 2cv, musium louvre, dan Jardin du Luxemburg atau taman bunga. "Ngidamnya banyak amat," goda Robet sambil mengendarai mobil menuju bandara. Sebelumnya mereka sudah berpamitan pada orang tua. Mereka mendoakan semoga Robet dan Hilda berhasil beribadah dengan penuh cinta di malam jum'at. Mereka saling tersipu. Jantung berdetak sudah tak menentu membayangkan akan beribadah penuh cinta di malam hari. "Memang itu yang aku idamkan, sayang," kata Hilda sambil
~Kecupan punggung tanganmu. Kecupan bibirku di dahimu. Belaian tanganmu mencuci kakiku. Tatapan matamu menyibak arti kecantikanmu. Dengan besanding bersamamu di pelaminan, inilah tahap awal belajar untuk mencintaimu~ ***Selesai prosesi pernikahan, para tamu dipersilakan makan hidangan yang tersedia di kursi tamu undangan. Para tamu undangan memakannya dengan lahap. Tambah nikmat dengan diiringi sholawat banjari. Sementara mempelai putra dan putri duduk saling diam di pelaminan. "Aku memang seperti ini orangnya," kata Robet memulai perbincangan pada Hilda karena sedari tadi saling diam membisu. "Iya Gus. Aku tahu mungkin kau butuh waktu menerima pernikahan ini." Hilda memaklumi. Usai mereka menikmati hidangan makanannya, para tamu undangan dipersilakan sesi foto. Foto bersama teman-teman, kerabat dan yang paling utama adalah kedua keluarga mempelai. Selesai sesi foto, kedua m
~بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ"Barakallahu laka wabaraka 'alaika wajama'a bainakuma fi khair""Semoga Allah memberi barakah kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kamu berdua dlm kebaikan." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)~***Robet merasa ada yang mereka sembunyikan. "Bu, ayah kemana? Kok aku sama sekali tidak mendengar suaranya?" Ningsih bingung harus menjawab apa. Ia pun terpaksa menjawab seadanya. "Ayah sedang mencari makanan." "Oh, begitu." Ningsih menahan air matanya. Sultan dan pihak kepolisian membawa satpam ke kantor untuk dimintai keterangan. Saat Sultan bertemu langsung dengan geng mafia. Dengan emosi, dia menampar mereka satu persatu. "Sebenarnya, siapa kalian sampai berusaha membunuh Robet?" Pihak polisi berusaha menenangkan Sultan dengan menyuruhnya duduk. Ray sebagai ketua geng tersenyum licik. "Kau mau tau siapa kita?" Ra
~Kebahagianku adalah melihat Robet bahagia. Kesedihanku adalah melihat Robet sedih. Karena harta yang paling berharga adalah memiliki anak seperti Robet~ ---NINGSIH---- ***Hilda mencoba menelponnya, namun tak dapat dihubungi. Jadi benar ia telah memblokir nomornya. Apa dia merasa sakit hati? Air mata Hilda meleleh. Ia kemudian terisak. Kenangan bersamanya sungguhlah banyak. Ketika saat pertama kali bertemu dengan dia. Di sebuah jembatan ampera, ia tak sengaja menabraknya. Itu semua karena kecerobohannya. Bangun kesiangan. Tidak sempat sarapan. "Kau baik-baik saja?" Saga justru menanyakan keadaannya. "Iya, aku baik-baik saja. Maaf ya, aku buru-buru." Hilda meraih tasnya yang tergeletak di sampingnya. Lalu, berlari masuk ke kelasnya. Pertemuan itu ketika Saga skripsi jurusan bahasa inggris. Ia tetap lanjut kuliahnya di jurusan
~Ketika kedua kali aku mengucapkan Qobiltu, aku akan belajar untuk mencintaimu. Walau terkadang melawan hati sulit bagiku. Karena adanya keyakinan, aku percaya Allah yang memberi restu~ -----SAGA------ ***Hal yang paling dinantikan Robet adalah bisa melihat. Ketika sudah lama ia menunggu antrian, akhirnya Dokter Thomas memanggilnya juga. Ningsih dan Sultan senang melihatnya. Mereka menunggunya di depan ruang operasi sambil berdoa. Kapten Richard masih memberi pertanyaan pada geng mafia itu. Ia belum puas jika tidak ada bukti. Maka, kalau sampai hari ini ia tak menjawab jujur lagi, ia akan mencari bukti bersama anggota-anggotanya. Petugas polisi membawa Ray lagi. Ia menatapnya dengan memutar bola matanya malas. Lalu, duduk. "Ray, jangan bosan-bosan mendengar pertanyaanku jika kau tidak mau jujur," kata Kapten Richard."Apalagi yang
~Janji kita berdua yang dulu pernah kita ikrarkan untuk bersatu dalam ikatan cinta harus terpisah dalam alam berbeda. Akankah janji kedua bisa satu untuk selamanya?~ ***Sultan sudah meminta taarufan mereka selesai. Tak mau nanti kesiangan dan terlalu menunggu lama di bandara, Sultan menuntun Robet. Hilda menatapnya sangsi. Kiyai Usman juga merasa tak enak jika mengganggu keberangkatan mereka. Maka, beliau meminta maaf dan pamit langsung pulang ke rumah. Sultan menyalakan mesin mobilnya. Mobil siap melaju ke bandara. Robet siap untuk dioperasi. Mata siap untuk melihat luasnya dunia. Selama tiga bulan ini, mereka akan menetap di Singapura. Menanti keberhasilan penglihatan Robet. Masalah pekerjaan, Sultan sudah meminta Daniel menghandle-nya. Masalah jadwal pengajian, Robet sudah mencari penggantinya dari kang-kang lain yang siap mengajar. Masalah pernikahan, mereka serahkan semuanya pada Allah ta'ala. Mu
~Mencoba mengobati dengan pengganti baru. Mencoba melupakan karena dia bukan untukku. Dan mencoba mengikhlaskan walau kadang hati sering berdusta. Cinta tak salah. Tapi aku yang salah~ ***Senja membutakan segalanya dengan segala keindahannya. Ning Fiyyah dengan gesit melukisnya. Ibu Robet memotretnya. Keluarga Hilda merekam saat senja datang hingga menghilang. Mereka mengabadikan momen dengan cara masing-masing. Ketika senja menghilang, Ning Fiyyah mengucapkan terima kasih telah mengizinkan melukisnya. Robet mengucapkan terima kasih telah hadir walau dia tak bisa melihat kehadirannya. Hilda mengucapkan terima kasih sudah hadir walau sebentar. Tapi, ia yakin dia akan datang dengan segala keindahannya. Senja yang datang untuk mengindahkan, rela menghilang demi langit yang menggelapkan. Langit sudah menunjukkan kegelapannya. Keluarga Hilda memulai makan malamnya. "Hilda, besok pagi k
~ jika kau cinta, siapkan hatimu. Jika kau kecewa, siapkan akalmu. Jika sudah terlanjur sakit dan kecewa, siapkan relasi antara hati dan akalmu. Kadang punya hati tapi tak dapat memahami. Kadang punya akal tapi tak dapat berpikir~ ***Melihat kabar kematian Imaz, Irma ingin berkunjung ke makamnya. Tetapi, bagaimana bisa sedang dia di penjara. Penjaga polisi tadi langsung menarik tangan Irma. Mengisyaratkannya untuk kembali ke sel tahanan. Ia melintasi sel tahanan. Tepat di depan sel tahanan Arman, ia menghentikan langkahnya. Arman yang sedang duduk termenung di pojokan segera mendekat. Irma menatapnya nanar. "Man, apa kau sudah tau kabar tentang Imaz?" Tanya Irma menyeka air matanya. "Dia sudah ketemu?" "Iya.""Alhamdulillah.""Dan dia sudah bahagia disana." "Mereka menikah?""Imaz sudah bahagia di alam sana."Arman terperangah. Jantungnya berdetak