~Jika berpisah adalah cara terbaik Allah untuk menjaga kesetiaan, maka pertemukanlah kami dengan misi melibatkan Allah dalam segala apapun~
***
Orang itu menjatuhkan bawaan belanjanya ketika ada polisi di depan matanya. Ia kaget dan sudah menduga kalau polisi akan datang menghampirinya."Ada keperluan apa pak polisi?" Pekik Ayah Arman.
"Maaf pak mengganggu waktunya. Kedatangan kami disini mau menanyakan beberapa hal terkait masalah Arman." Kapten Richard menjelaskan maksudnya.
"Maaf pak. Saya sudah tidak ada urusan dengannya." Ayah Arman menolak mentah-mentah.
"Masalahnya pak, Arman sekarang sedang koma. Dia butuh dampingan agar bisa sadar. Karena dia, mantan polisi, pak Robet matanya terluka."
~Dicintai adalah anugerah. Mencintai adalah keikhlasan. Level tertinggi cinta adalah ikhlas melepaskan demi kebahagiaannya. Maka, bimbinglah aku untuk melupakannya~ ***Jantung Arman dan Irma berdetak normal. Mereka menggerakkan jari jemarinya. Pihak polisi yang sehari semalam menjaga mereka, mendengar detak jantung kembali normal, segera melapor ke dokter. Mereka masuk ke kamar membunyikan alarm. Sejurus kemudian, dokter datang dan segera memeriksanya lebih lanjut. Pihak polisi menunggunya di depan.Usai salat tahajud, Imaz merapikan mukenahnya. Keluar dari mushola rumah sakit sejahtera, ia sengaja menengok keadaan Robet dari balik jendela. Ia nampak tertidur pulas. Melihatnya dari jauh seperti ini, ia sudah lega apalagi keadaannya yang baik-baik saja. Cukup menengo
~Kemarin aku sudah belajar mencintaimu. Sekarang, aku mulai belajar melupakanmu dan akan terbiasa tanpamu~***"Semoga berhasil," ucap Robet kemudian."Semoga saja. Kalau begitu, sebagian hotel yang kau berikan, aku kembalikan padamu."Robet terdiam sejenak, lalu berkata lagi, "kenapa tidak kau terima?""Itu caraku agar bisa melupakanmu."Robet tercengang mendengar perkataannya."Semoga saja aku bisa terbiasa tanpamu."Hati Robet bergetar. Setiap perkataan yang terlontar dari mulutnya entah dia mengutip darimana, ia merasa bulu kuduknya merinding. Ia tak bisa menafikan perasaan itu. Diam membisu membuat Imaz menatap terus wajahnya yang dipenuhi perban. Mungkin, ia sudah tak sudi mendengarkan ucapannya. Maka, tanpa pamit ia pergi meninggalkannya. Jika datang tanpa menyapa, apakah pergi juga tanpa pami
~Detik perpisahan di ujung pelupuk mata. Hati bergetar mendengar ketukan palu tanda bahwa kita sudah tidak ada lagi hubungan melainkan hanya seorang teman~ *** "Keputusanku bulat bu. Aku lebih memilih cerai nikah siri." Robet menjawab tak ada toleransi lagi."Baiklah, jika itu menurutmu keputusan yang baik." Ibunya hanya bisa pasrah.Di sudut ruang ICU, Arman menatap langit-langit rumah sakit. Terpekur sendirian melawan musuh hatinya. Hati bisa damai ketika menatap lekat wajah Irma, kekasih hatinya. Ia masih tidak sadarkan diri. Ia tau, cara mencintainya salah. Tapi, perlu ia ketahui, ia rela menolak seribu wanita demi satu wanita dengan seribu cara.Knop pintu berbunyi, terdengar langkah kaki seseorang tengah membukakan pintu. Perl
~Jika bertemu untuk berpisah, maka pertemuan itu hanyalah masa lalu. Namun, jika berpisah untuk bertemu, apakah itu takdir? Jika tidak kedua-duanya, apa yang bisa diharapkan?~***Melihat mereka terus adu mulut padahal punya tujuan sama, pihak pengadilan agama berpikir kalau memang perceraian adalah jalan yang tepat untuk mereka."Sudahi pertengkaran kalian, lanjutkan kehidupan kalian masing-masing dengan yang baru." Pihak pengadilan agama melerai mereka. Mereka langsung diam.Keheningan tercipta. Pihak pengadilan agama menyerahkan surat keterangan sudah nikah siri juga pernyataan cerai nikah siri."Mohon tanda tangan."Imaz mengambil pena di sebelahnya. Menyetujui surat tersebut. Berikutnya, Robet yang menanda tangani. Ayah Robet menuntunnya. Tanda tangan yang tercantum di atas kertas dan dibubuhi materai menjadi sejarah mereka berp
~Mendekatimu, jantungku berdegup tak menentu. Menjauhimu, jantungku berdegup menentu. Tentu atau tidaknya, degupanku padamu tetap sama~***Robet menggedor pintu berkali-kali seraya terus berteriak memanggil namanya."Untuk apa Gus Robet kesini? Bukankah dia tidak mencintaiku?" Gumam Imaz tercengang.Mendengar teriakan dan gedoran dari Robet, juru kunci ruang sidang yang tadinya bersantai di belakang, merasa terganggu. Ia pun menghampiri ke arah mana suara itu berasal."Ada perlu apa pak, buk?" Tanya juru kunci yang sudah ada di hadapannya."Pak, ada wanita yang berteriak minta tolong di dalam." Robet berujar panik. Juru kunci itu mengamati wajah Robet yang kedua matanya dibalut perban dan ditutupi kaca mata hitam. Kelihatan panik tapi kedua orang tuanya biasa-biasa saja."Sungguh?""Iya, pak. Coba d
~Ku berlari, kau terdiam. Ku menangis, kau tersenyum. Ku berduka, kau bahagia. Ku pergi, kau kembali. Ku meraih mimpi, kau coba tuk hentikan mimpi. Memang itulah kehidupan hitamku yang kini membisu~ ***Pasukan kapten Richard ikut membelah jalan. Mereka melihat ktp yang ia pegang. Dengan lamat-lamat, mereka pun ikut kaget kalau ktp itu ternyata milik Imaz. Ia juga mengecek denyut nadi gadis itu, sudah tak bisa diselamatkan lagi."Jadi, Imaz yang mengalami kecelakaan?" Seloroh Rasya yang langsung menebak.Kapten Richard masih tak percaya. Maka, ia segera menelpon ambulan. Mengabarkan jika ada kecelakaan di persimpangan jalan. Tidak sampai beberapa jam, ambulan datang. Petugas berbondong-bondong menggotong seorang gadis yang wajahnya sudah tak bisa dikenali lagi, penuh dengan d
~Tak mudah mencintai. Tak mudah bilang cinta. Karena selama itu kita sering menyimpan rasa. Bukan soal kita yang beda. Tapi, Tuhan saja yang masih menguji cinta kita~ ***Icha menatap cermin. Melihat wajahnya yang sangat hitam. Ia usapkan aliran air dari kran itu ke wajahnya. Warna hitam pekat yang menyelimuti wajahnya, kembali putih bersemi. Sedetik kemudian, Icha menjadi Imaz. Ya. Icha adalah Imaz. Bagian dari rencana yang pernah pak Jack katakan saat di pengadilan agama.Kembali saat di pengadilan agama, tepatnya di gubuk, pak Jack membisikkan rencananya yang merekomendasikan Imaz agar menjadi orang lain. Sekaligus melaksanakan masa iddahnya. Dengan begitu, cinta mereka semakin diuji. Seberapa besar cinta Robet terhadap dirinya. Dia yang buta, tak kenal siapa Icha.
~Wajah bisa berubah tapi tidak pada hatinya. Perkataan bisa hampa tapi tidak pada hatinya. Mungkinkah dia bisa mendengarkan kata hatinya meski wajah tak seindah dia?~ ***Kapten Richard mengetuk pintu lagi. Berdebar-debar hati Imaz. Mereka adalah polisi. Mereka bisa saja tahu siapa dirinya. Ia terbata-bata membuka pintunya. Tepat di hadapannya, tatapan kapten Richard sangat mengerikan."Maaf mbak mengganggu waktunya sebentar. Apa kau tau wanita yang ada di foto ini?" Kapten Richard bertanya sambil menunjukkan fotonya. Dan yang mengagetkan Imaz, ia memasang foto resmi yang pernah ia beri saat daftar santri putri pesantren benang biru.Imaz hanya menggeleng."Icha, siapa?" Teriak nenek dari kamar. Ah, pertanyaan nenek membuat Ima
~Kau pernah menjadi raja di hatiku, ketika rindu itu menggebu. Namun, justru Allah menjadikan aku permaisurimu ketika cinta itu bertemu~ ***Pesawat jatuh terseret arus banjir di kawasan Var. Tim sar segera mengerahkan tenaganya untuk mengevakuasi korban penumpang yang ada di pesawat. Terdapat 12 yang tewas. Mereka membawa 12 mayat ke rumah sakit untuk dimandikan. Sementara yang lain denyut nadinya masih berdetak.Berita bencana badai besar di perancis sudah disiarkan diberbagai media. Berita itu terdengar juga di telinga keluarga Hilda, Robet dan Ning Fiyyah. "Ya Allah, bagaimana keadaan Hilda?" Kiyai Usman sungguh cemas. Abah Hilda sudah makin keriput. Hanya bisa duduk di kursi roda. Ditemani istrinya yang juga sudah beruban. "Semoga Hilda bisa diselamatkan yah," Umik menenangkan. Sampai di rumah sakit, 12 yang tewas dibawa ke kamar mayat. Petugas polisi menyelidik atas nama siapa
~Jika aku bukan jalanmu. Ku berhenti mengharapkanmu. Jika aku memang tercipta untukmu. Ku 'kan memilikimu. Jodoh pasti bertemu~ ***Demi menyenangkan istri tercinta, akhirnya Robet mengajaknya bulan madu di luar negeri. Tepatnya di perancis. Sebelum berangkat, Hilda menyerahkan beberapa wisata yang ingin ia kunjungi, diantaranya; menara eiffel, sungai seine, jembatan gembok cinta atau pont des arts, dinding cinta atau Le Mur des Je T’aime, mobil 2cv, musium louvre, dan Jardin du Luxemburg atau taman bunga. "Ngidamnya banyak amat," goda Robet sambil mengendarai mobil menuju bandara. Sebelumnya mereka sudah berpamitan pada orang tua. Mereka mendoakan semoga Robet dan Hilda berhasil beribadah dengan penuh cinta di malam jum'at. Mereka saling tersipu. Jantung berdetak sudah tak menentu membayangkan akan beribadah penuh cinta di malam hari. "Memang itu yang aku idamkan, sayang," kata Hilda sambil
~Kecupan punggung tanganmu. Kecupan bibirku di dahimu. Belaian tanganmu mencuci kakiku. Tatapan matamu menyibak arti kecantikanmu. Dengan besanding bersamamu di pelaminan, inilah tahap awal belajar untuk mencintaimu~ ***Selesai prosesi pernikahan, para tamu dipersilakan makan hidangan yang tersedia di kursi tamu undangan. Para tamu undangan memakannya dengan lahap. Tambah nikmat dengan diiringi sholawat banjari. Sementara mempelai putra dan putri duduk saling diam di pelaminan. "Aku memang seperti ini orangnya," kata Robet memulai perbincangan pada Hilda karena sedari tadi saling diam membisu. "Iya Gus. Aku tahu mungkin kau butuh waktu menerima pernikahan ini." Hilda memaklumi. Usai mereka menikmati hidangan makanannya, para tamu undangan dipersilakan sesi foto. Foto bersama teman-teman, kerabat dan yang paling utama adalah kedua keluarga mempelai. Selesai sesi foto, kedua m
~بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ"Barakallahu laka wabaraka 'alaika wajama'a bainakuma fi khair""Semoga Allah memberi barakah kepadamu dan atasmu serta mengumpulkan kamu berdua dlm kebaikan." (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi)~***Robet merasa ada yang mereka sembunyikan. "Bu, ayah kemana? Kok aku sama sekali tidak mendengar suaranya?" Ningsih bingung harus menjawab apa. Ia pun terpaksa menjawab seadanya. "Ayah sedang mencari makanan." "Oh, begitu." Ningsih menahan air matanya. Sultan dan pihak kepolisian membawa satpam ke kantor untuk dimintai keterangan. Saat Sultan bertemu langsung dengan geng mafia. Dengan emosi, dia menampar mereka satu persatu. "Sebenarnya, siapa kalian sampai berusaha membunuh Robet?" Pihak polisi berusaha menenangkan Sultan dengan menyuruhnya duduk. Ray sebagai ketua geng tersenyum licik. "Kau mau tau siapa kita?" Ra
~Kebahagianku adalah melihat Robet bahagia. Kesedihanku adalah melihat Robet sedih. Karena harta yang paling berharga adalah memiliki anak seperti Robet~ ---NINGSIH---- ***Hilda mencoba menelponnya, namun tak dapat dihubungi. Jadi benar ia telah memblokir nomornya. Apa dia merasa sakit hati? Air mata Hilda meleleh. Ia kemudian terisak. Kenangan bersamanya sungguhlah banyak. Ketika saat pertama kali bertemu dengan dia. Di sebuah jembatan ampera, ia tak sengaja menabraknya. Itu semua karena kecerobohannya. Bangun kesiangan. Tidak sempat sarapan. "Kau baik-baik saja?" Saga justru menanyakan keadaannya. "Iya, aku baik-baik saja. Maaf ya, aku buru-buru." Hilda meraih tasnya yang tergeletak di sampingnya. Lalu, berlari masuk ke kelasnya. Pertemuan itu ketika Saga skripsi jurusan bahasa inggris. Ia tetap lanjut kuliahnya di jurusan
~Ketika kedua kali aku mengucapkan Qobiltu, aku akan belajar untuk mencintaimu. Walau terkadang melawan hati sulit bagiku. Karena adanya keyakinan, aku percaya Allah yang memberi restu~ -----SAGA------ ***Hal yang paling dinantikan Robet adalah bisa melihat. Ketika sudah lama ia menunggu antrian, akhirnya Dokter Thomas memanggilnya juga. Ningsih dan Sultan senang melihatnya. Mereka menunggunya di depan ruang operasi sambil berdoa. Kapten Richard masih memberi pertanyaan pada geng mafia itu. Ia belum puas jika tidak ada bukti. Maka, kalau sampai hari ini ia tak menjawab jujur lagi, ia akan mencari bukti bersama anggota-anggotanya. Petugas polisi membawa Ray lagi. Ia menatapnya dengan memutar bola matanya malas. Lalu, duduk. "Ray, jangan bosan-bosan mendengar pertanyaanku jika kau tidak mau jujur," kata Kapten Richard."Apalagi yang
~Janji kita berdua yang dulu pernah kita ikrarkan untuk bersatu dalam ikatan cinta harus terpisah dalam alam berbeda. Akankah janji kedua bisa satu untuk selamanya?~ ***Sultan sudah meminta taarufan mereka selesai. Tak mau nanti kesiangan dan terlalu menunggu lama di bandara, Sultan menuntun Robet. Hilda menatapnya sangsi. Kiyai Usman juga merasa tak enak jika mengganggu keberangkatan mereka. Maka, beliau meminta maaf dan pamit langsung pulang ke rumah. Sultan menyalakan mesin mobilnya. Mobil siap melaju ke bandara. Robet siap untuk dioperasi. Mata siap untuk melihat luasnya dunia. Selama tiga bulan ini, mereka akan menetap di Singapura. Menanti keberhasilan penglihatan Robet. Masalah pekerjaan, Sultan sudah meminta Daniel menghandle-nya. Masalah jadwal pengajian, Robet sudah mencari penggantinya dari kang-kang lain yang siap mengajar. Masalah pernikahan, mereka serahkan semuanya pada Allah ta'ala. Mu
~Mencoba mengobati dengan pengganti baru. Mencoba melupakan karena dia bukan untukku. Dan mencoba mengikhlaskan walau kadang hati sering berdusta. Cinta tak salah. Tapi aku yang salah~ ***Senja membutakan segalanya dengan segala keindahannya. Ning Fiyyah dengan gesit melukisnya. Ibu Robet memotretnya. Keluarga Hilda merekam saat senja datang hingga menghilang. Mereka mengabadikan momen dengan cara masing-masing. Ketika senja menghilang, Ning Fiyyah mengucapkan terima kasih telah mengizinkan melukisnya. Robet mengucapkan terima kasih telah hadir walau dia tak bisa melihat kehadirannya. Hilda mengucapkan terima kasih sudah hadir walau sebentar. Tapi, ia yakin dia akan datang dengan segala keindahannya. Senja yang datang untuk mengindahkan, rela menghilang demi langit yang menggelapkan. Langit sudah menunjukkan kegelapannya. Keluarga Hilda memulai makan malamnya. "Hilda, besok pagi k
~ jika kau cinta, siapkan hatimu. Jika kau kecewa, siapkan akalmu. Jika sudah terlanjur sakit dan kecewa, siapkan relasi antara hati dan akalmu. Kadang punya hati tapi tak dapat memahami. Kadang punya akal tapi tak dapat berpikir~ ***Melihat kabar kematian Imaz, Irma ingin berkunjung ke makamnya. Tetapi, bagaimana bisa sedang dia di penjara. Penjaga polisi tadi langsung menarik tangan Irma. Mengisyaratkannya untuk kembali ke sel tahanan. Ia melintasi sel tahanan. Tepat di depan sel tahanan Arman, ia menghentikan langkahnya. Arman yang sedang duduk termenung di pojokan segera mendekat. Irma menatapnya nanar. "Man, apa kau sudah tau kabar tentang Imaz?" Tanya Irma menyeka air matanya. "Dia sudah ketemu?" "Iya.""Alhamdulillah.""Dan dia sudah bahagia disana." "Mereka menikah?""Imaz sudah bahagia di alam sana."Arman terperangah. Jantungnya berdetak