Beranda / Horor / Mirror : Death Note / 37. Rahasia Cermin

Share

37. Rahasia Cermin

Penulis: Osi oktariska
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-20 07:28:33

Lorong yang kulalui tampak gelap. Bahkan aku harus berpegangan untuk mencari arah yang benar. Langkah demi langkah aku lalui dengan perasaan tidak menentu. Tali di pinggangku masih terpasang kuat. Sampai pada akhirnya di ujung lorong gelap ini ada setitik cahaya. Aku pun mendekat, karena yakin akan ada jalan di sana.

Cahaya yang awalnya hanya setitik, perlahan membesar, saat aku sudah makin dekat rupanya cahaya itu berasa dari sebuah pintu kecil. Berukuran setengah tubuhku. Sepertinya memang ini adalah jalan keluar dari tempat ini, akhirnya aku jongkok dan melewatinya.

Silau cahaya tadi membuat mataku harus terpejam, butuh waktu beberapa detik untuk menyesuaikan dengan tempat baru yang lebih terang ini. Saat aku mulai membuka mata, aku sedikit terperenyak, melihat sekitar. Ternyata aku baru saja keluar dari cermin ini dan berada kembali di rumah Daniel. Hanya saja semua tampak abu-abu. Tidak berwarna, seperti mati. Berkali-kali aku menguce

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mirror : Death Note   38. Papa?

    "Ines! Ines! Kamu baik-baik saja?" tanya sebuah suara yang sangat aku kenal. Aku mulai mengerjap dan menyesuaikan dengan cahaya lampu di atas. Kepalaku terasa sangat berat. Namun perlahan aku mampu bergerak dan kembali tersadar."Ah, syukurlah. Aku pikir kamu tidak akan sadar kembali," ujar Lee dengan wajah lega."Kim?" tanyaku sambil mencari keberadaan anak itu dan tentu ibunya."Mereka baik-baik saja. Ada di kamar, sedang beristirahat," sahut Daniel."Syukurlah." Aku mulai beranjak dibantu Lee lalu kami duduk di sofa. Daniel pergi ke dapur dan kembali lagi dengan secangkir teh hangat."Minum dulu, Ines," katanya sambil terus memperhatikanku."Terima kasih.""Ines, apa yang terjadi di sana?" tanya Lee."Benar, kami sempat kesulitan menarik mu kembali," tandas Daniel."Oh, itu. Yah, cukup sulit menemukan keluargamu, Daniel

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   39. Rumah

    Aku sedang berada di sebuah pesawat yang akan membawaku pulang ke rumah. Yah, pulang ke rumah. Kini aku punya tempat untuk dituju. Tempat yang bisa disebut rumah. Di mana ada orang-orang yang menganggap ku keluarga, dan kuanggap keluarga. Mama Irene duduk di sampingku. Papa duduk di kursi lain bersama salah satu saudara tiriku, yakni Bang Haikal. Anak pertama Papa dengan Mama Irene. Sementara anak bungsu mereka bernama Iqbal yang duduk seorang sendiri di sudut pesawat. Di telinga nya bertengger headset, kepalanya bergerak-gerak diikuti tubuhnya. Dia anak band sementara Bang Haikal lebih pendiam karena lulusan Universitas Kairo. Agamanya lebih unggul daripada kami tentunya. Maka dari itu dia lebih bisa menjaga sikap, dan juga lebih dewasa.Untungnya mereka mampu menerima kehadiranku. Bahkan tidak tampak kebencian dari kedua pria itu. Justru mereka sangat menerima ku sebagai salah satu anggota keluarga baru."Gimana rasanya akhirnya pulang l

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   40.Gangguan di Kamar Baru

    "Jadi kamu kenal sama Rangga, nduk?" tanya Papa. Kami sudah berada di meja makan, menikmati hidangan makan malam yang sudah Bu Siti dan Mama sediakan."Iya, Pah." Aku hanya berusaha bersikap senormal mungkin di depan mereka. Duduk di samping Iqbal membuat aku makin kikuk, karena sesekali dia membuatku selalu ingin memukulnya. Karena sikapnya yang mulai iseng."Tapi kenapa bagai nggak kenal, Nes?" tanya Iqbal dengan senyum tipis menggoda.Aku segera melirik ke arahnya, menunjukkan bola mata yang membulat sempurna. "Berisik! Jangan bawel!""Jadi selama satu tahun ini, Ines pergi ke Korea? Pantas nggak pernah main lagi ke rumah." Om Heri mulai membuka lagi obrolan yang justru membuat situasi di antara aku, Mama Rangga dan Rangga sendiri, sulit. Bahkan sejak tadi aku tidak mendengar satu patah kata pun keluar dari mulutnya. Dia hanya tersenyum, lalu mengangguk dan menatapku saat ada pertanyaan terlont

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   41. Rencana Liburan

    "Ines! Ines! Kamu nggak apa-apa, sayang?" Suara Papa terdengar jelas di telinga. Namun aku kesulitan membuka mata. Rasanya seluruh tubuhku terasa sakit, terutama bagian perut. Pipiku mulai ditepuk-tepuk pelan. Kini suara Mama mendominasi. Tapi aku masih enggan membuka mata."Ros ... Bangun. Rosi, bangun!" "Rangga?!" "Iya, aku Rangga. Bangun, ya. Ayo, Ros!"Perlahan mataku berusaha bergerak, sinar cahaya lampu sedikit menyilaukan, walau aku belum membuka sepenuhnya kedua bola mataku ini. Masih dalam pandangan yang buram, sosok-sosok di hadapanku mulai terlihat. Makin lama makin jelas."Papa?""....""Mama?""Iya, sayang. Syukurlah kamu sudah sadar." Mama membelai pipiku dengan mata yang sembab."Aku kenapa? Perut! Perutku!" aku segera melihat ke bagian perut. Ingatan yang aku p

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   42. Tetangga vila

    Nusa PenidaAdalah salah satu pulau yang ada di Indonesia. Letaknya ada di sebelah tenggara pulau Bali, dipisahkan oleh selat Badung. Di dekat Nusa Penida juga ada beberapa pulau kecil lainnya. Perairan pulau Nusa Penida terkenal dengan kawasan selamnya di antaranya terdapat diCrystal Bay,Manta Point, Batu Meling, Batu Lumbung, Batu Abah, Toyapakeh danMalibu Point.Bukan pertama kalinya aku menginjakkan kaki di pulau Bali, namun berada di Nusa Penida adalah pertama kalinya buatku. Mama telah menyewa home stay di dekat salah satu pantai. Dalam liburan ini, Mama sangat bersemangat. Bahkan semua akomodasi serta kebutuhan kami selama di tempat ini ditanggung oleh Mama. Papa masih sibuk dengan pekerjaan walau dari jarak jauh. Semua bisa ditangani hanya lewat sambungan telepon dan email.Home stay ini memiliki beberapa kamar. Ada dapur sekaligus ruang makan,

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   43.Teror ular

    "Mandi dulu aja sana, Nes." Aku masih sedikit terguncang saat kejadian tetangga samping kami yang ternyata bukan manusia. Memang bukan pertama kalinya aku melihat hal-hal seperti itu, tetapi tetap saja aku selalu merasa takut. Bahkan sekujur tubuhku terasa lemas sampai sekarang. Bang Haikal berusaha menenangkan ku, bahkan Iqbal terus saja mengajakku bergurau, walau tidak aku tanggapi sedikit pun. "Iya, mandi sana. Sebentar lagi malam, Nes." Iqbal menambahkan sambil mencomot camilan yang sudah kami bawa dari rumah. "Ya udah deh. Aku mandi dulu."Tanpa berpikir dua kali, aku segera masuk ke kamar. Mengambil perlengkapan mandi lalu segera keluar.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   44. Ratu Ular

    Angin berembus kencang di luar. Sampai-sampai jendela yang tadinya tertutup rapat, tertimpa sebuah batang pohon besar yang tumbang begitu saja. Jam sudah mendekati hampir tengah malam, namun kami masih berkumpul di ruang tengah dengan sedikit was-was. Iqbal dan Rangga sudah menaburkan garam kasar ke sekeliling rumah, terutama jalan keluar masuk, seperti pintu dan jendela. Menurut Bang Haikal, kemungkinan ular kembali sangat besar, karena kemunculan hewan melata tadi, sedikit aneh.Aku sudah menyeduh teh satu teko, karena kopi untuk mereka bertiga sudah habis, dan hanya meninggalkan ampas kopinya saja. Bang Haikal memerintahkan kami berjaga sampai pukul 02.00. Karena setelah jam itu, maka keadaan akan kembali terkendali. Rupanya teror di rumah beberapa hari lalu, bukan sesuatu yang biasa. Karena itu adalah awal mula teror lain akan datang, termasuk kedatangan ular tadi. Semua bersumber dari aku sendiri. Bang Haikal bilang, kalau ada orang yang sedang ingin

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   45. Masih mencintaimu

    Jam sudah menunjukkan lewat pukul 3 malam. Kejadian siluman ular tadi, benar-benar menguras tenaga. Mereka semua sudah terlalu letih, hingga akhirnya memutuskan beristirahat di kamar masing-masing. Sudah 20 menit aku terus terjaga. Hening nya suasana malam justru membuat pikiranku melayang-layang. Sejauh ini hanya ada angin yang berembus, menabrak dahan pohon yang terus terngiang di telinga. Aku terus berguling ke kanan dan ke kiri, berharap rasa kantuk datang, dan mengantarkan ku ke alam mimpi seperti yang lain. Bahkan suara dengkuran Iqbal terdengar sampai kamarku, saking sunyi nya rumah ini. Aku menyerah. Lalu beranjak dari pembaringan. Rasanya tenggorokanku kering. Seharusnya aku membawa minum sebelum masuk kamar tadi.Pintu kubuka, tidak langsung keluar, namun mengamati kondisi ruangan di depan kamar ini. Gelap. Tidak ada siapa pun. Kata Bang Haikal, setelah lewat pukul 02. 00 keadaan akan aman. Mereka tidak akan mengganggu lagi pada ja

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-20

Bab terbaru

  • Mirror : Death Note   64. Lamaran

    Pintu apartemen Rangga ku buka, namun dahiku langsung mengerut ketika melihat Nida berada di kursi meja makan, dengan Rangga yang berdiri di dekat kompor, sedang memegang puntung rokok di tangan kanan. Di belakangnya ada panci yang berisi air panas disertai dua cangkir yang sudah diberi bubuk kopi dan kantung teh bundar."Yang?" Rangga membetulkan posisi berdirinya, segera mematikan rokok yang masih menyala di meja dekat kompor. Dia lantas mendekat. "Aku tadi WA kamu loh, nelpon juga nggak di angkat. Niatnya mau tanya, aku jemput jam berapa ke rumah?" katanya dengan segala bentuk pernyataan dan pertanyaan sebelum aku melayangkan upaya ngambek melihat Nida di sini. "Terus juga kasih tau, kalau Nida di sini."Aku lantas membuka ponselku dan membuktikan kebenaran perkataan kekasihku. "Lupa aku silent. Tadi di jalan berisik, soalnya aku naik Gojek." Aku lantas meletakkan tas di ranjang. "Aku pengen mandi." Segera saja aku masuk ke kamar mandi

  • Mirror : Death Note   63. Selamat jalan, sahabat.

    Rumah besar itu porak poranda seolah terkena gempa dahsyat. Kondisi Rizal sudah stabil, bahkan dia sudah berganti pakaian dan kini terbaring di kamarnya ditemani Nida yang selalu berada di sisinya."Terus nasib Gladis gimana, Bang?" tanya Indi. Sosok hitam yang menyerang kami sudah musnah karena Bang Cen, Datu, dan macan putih itu."Kita lihat saja besok."Malam semakin larut. Kami pun pulang ke rumah masing-masing. Sementara itu Nida tetap tinggal merawat Rizal.Mey pulang di antar Asep. Itu bukan hal aneh lagi bagi kami. Indi pun sudah di jemput Raja. Bang Cen memutuskan tinggal sebentar, untuk menyelesaikan sisa pekerjaannya. Entah apa lagi yang akan dia lakukan, tapi aku dan Rangga sudah lelah sekali. Kami pun pamit padanya."Mau pulang ke mana?" tanya Rangga."Eum, ke rumah aja ya. Nggak apa-apa, kan? Aku capek banget. Pengen langsung tidur.""Ya nggak apa-apa. Lagian dari sini memang lebih dekat ke rumah

  • Mirror : Death Note   62. Teror di rumah Rizal

    "Yah Gladis itu bukan manusia. Saya sudah perhatikan lama. Ada yang aneh sama dia.""Jadi maksudnya dia itu apa, Bang?""Tubuhnya memang tubuh seorang manusia. Tapi jiwanya bukan dari pemilik tubuh itu. Bahkan kalau jiwanya keluar dari sana, saya yakin kalau jasadnya tidak sebagus apa yang kita lihat sekarang.""Jadi jiwa siapa yang masuk ke sana? Kok bisa gitu, ya?""Bisa, Neng. Bahkan saya rasa apa yang merasuki tubuh Gladis juga bukan dari kalangan manusia.""Mungkin nggak sih, kalau pemilik tubuh itu sebelumnya melakukan perjanjian dengan iblis, terus dia nggak bisa memberikan tumbal atau semacamnya, makanya jiwanya diambil, tubuhnya kosong terus diisi makhluk lain. Bisa nggak?" tanyaku."Sangat masuk akal, Neng.""Apa dia sedang mengincar Rizal untuk dijadikan tumbal?" tanya Rahma."Bukan. Bukan tumbal, justru sebagai makanan." Perkat

  • Mirror : Death Note   61. Bukan manusia

    Pagi ini kami berangkat kantor lebih awal, karena semalam aku menginap di apartemen Rangga. Jaraknya yang dekat kantor membuat kami memiliki setidaknya 20 menit waktu luang sebelum jam kerja dimulai. Bahkan lift pun terasa lenggang saat kami memasukinya, karena hanya ada kami berdua. Untungnya tidak ada lagi sosok wanita yang biasa memasuki lift ini, atau mungkin belum waktunya dia muncul, ya. Tapi sepertinya Bang Cen telah membuat dia tersingkir dari gedung ini, karena aku tidak pernah melihatnya lagi dalam waktu yang cukup lama.Kemarin kami berdua tidak jadi mencari Rizal, karena dia memang tidak bisa ditemukan di berbagai tempat. Di rumahnya, tempat nongkrongnya, sampai ke rumah teman-temannya, Rizal tidak nampak juga. Akhirnya semalam kami akhir pencarian pukul 22.00, Nida pulang sendiri, dan aku bersama Rangga kembali ke apartemen.Pintu lift menutup, aku melingkarkan tangan ke lengan kekasihku. Dia menoleh dan tersenyum. "Kenapa?" t

  • Mirror : Death Note   60. Salah Paham

    "Eh, kalian udah denger belum? Gosip kalau Rizal deket sama Gladis?" tanya Mey berbisik saat kami makan siang. Sudah sekitar satu bulan Gladis bekerja di kantor kami, dan dia masih menjadi topik pembicaraan yang menarik. "Serius? Kok bisa? Nida gimana?" tanya Indi penasaran. "Nah itu! Mereka break! Dan sekarang Rizal deket sama Gladis. Yah, siapa sih yang nggak mau sama Rizal, kan? Dilihat-lihat ganteng juga itu anak," cetus Mey. "Ganteng mana sama gue?" tanya Asep menanggapi. "Elu ... Tapi dilihat dari ujung monas, pakai sedotan!" "Awas lu ya. Nggak gue anterin pulang lagi!" ancam Asep. "Cie. Udah saling antar jemput. Eh, lu nunggu di mana, Mey? Nggak takut?" tanya ku sengaja mencandai mereka. "Di rumah lah. Kan yang punya body guard, dia, bukan gue. Gue mah nggak takut." "Oh iya ya. Hati-hati, takut nanti ada drama mirip di sinet

  • Mirror : Death Note   59. Gladis

    "Siapa tuh?"Seorang wanita datang bersama pria berumur sekitar 40 tahunan. Memakai setelan mahal dan masuk ke ruangan Bos. Dari apa yang terlihat, sepertinya dia akan menjadi karyawan baru di kantor kami. Penampilannya terlihat seksi, dengan rok span hitam yang cukup pendek di atas lutut, kemeja putih ketat, menampilkan payudaranya yang terkesan tidak muat di dalam pakaian itu. Sepatu hak tinggi berwarna hitam, memang menjadi ciri khas seorang pekerja magang. Karena kemarin aku pun melakukan hal itu."Baru kayaknya deh. Njir, bohay banget!" kata Asep melotot sampai wanita itu menghilang di balik pintu."Wuu! Dasar mata playboy! Suka bener lihat yang montok-montok!" cetus Mey.Memang terlihat seksi dan mengundang banyak mata melihat, tapi aku merasa tidak menyukai aura yang dimiliki wanita tersebut. Entah mengapa. Terasa ada selubung gelap yang mengitarinya. Bahkan beberapa sosok mengerikan terus

  • Mirror : Death Note   58. Wanita bunuh diri

    Ini adalah hari pertama setelah cuti yang bisa terbilang panjang bagiku. Aku dan Rangga kembali ke kantor, memulai aktifitas kami seperti biasanya. Sejak kemarin aku memang tinggal di apartemen Rangga hingga hari ini. Namun nanti aku akan kembali pulang ke rumah, karena Iqbal sudah kembali dari luar kota. Bagaimana pun juga, dia bagai satpam Papa di rumah untuk mengawasi ku. Tapi kami berdua sama-sama saling mengawasi dan melindungi sebagai kakak adik. Sementara Bang Haikal justru terbang lebih jauh lagi ke London. Bisnisnya berkembang pesat. Kabarnya dia hendak membuka sekolah Indonesia di sana.Kami baru saja datang bersama-sama. Masuk lift yang penuh sesak, karena ini adalah jam masuk kantor, tentu banyak karyawan berdatangan. Aku dan Rangga menempati posisi tengah. Di belakang kami ada deretan karyawan dari lantai paling atas, di depan kami, campuran dari teman satu ruangan ku dan juga Rangga.Dari kejauhan, aku melihat seorang wanita

  • Mirror : Death Note   57. Tinggal bersama

    Papa akan kembali ke Korea pagi ini juga. Pekerjaannya di sana masih membutuhkan waktu, dan Mama juga masih ada di Korea. Bahkan Mama tidak tau kalau Papa kembali ke Indonesia kemarin. Hotel yang Papa pesan, hampir sama seperti hotel sebelumnya. Connecting room tersebut membuat kami berempat saling terhubung. Lee juga akan kembali ke Korea, karena urusannya sudah selesai. Kami akan naik pesawat untuk kembali ke Ibukota."Jadi Papa sama Mama lama lagi pulangnya?" tanyaku di tengah sarapan pagi kami."Iya, mungkin beberapa bulan lagi, baru kami bisa menetap lagi di sini. Kamu baik-baik saja, kan? Papa dengar dari Iqbal tentang pencuri di rumah kita. Papa yakin, tidak ada lagi kejadian seperti itu. Mereka hanya anak buah Woong saja.""Tapi Iqbal juga sekarang di luar pulau, Pa. Bang Haikal juga jauh. Jadi aku sendirian dong di rumah," kataku setengah protes."Hm? Bukannya ada Rangga sekarang? Papa lihat kalian makin lengket aja. Iya,

  • Mirror : Death Note   56. Papaku mantan gengster

    "Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" tanyaku begitu Lee mendekat. Rangga membantuku berdiri dan terus memegangi tangan karena kaki kananku sedikit nyeri."Apa itu sapaan di Indonesia untuk teman lama?" tanya Lee balik, sambil terkekeh. Rupanya dia sudah lancar menggunakan bahasa Indonesia, walau logat Korea nya masih terasa kental.Aku lantas tersenyum, mengulurkan tangan padanya. "Apa kabar, Lee?"Lee menyambut nya dengan tatapan mata dalam. "Lama tidak bertemu, kemampuan mu sedikit berkurang, Ines.""Oh, jadi mereka itu musuh mu? Buktinya jauh-jauh kau datang ke Indonesia hanya untuk menangkap mereka? Kasus apa kali ini?"Lee melirik ke Rangga yang sejak tadi hanya diam. "Dia ...?" tanyanya."Oh iya, perkenalkan, dia Rangga. Rangga ini Lee, temen aku di Korea. Dia polisi," kataku pada mereka berdua, bergantian."Rangga?" tanya Lee saat mereka be

DMCA.com Protection Status