Home / Horor / Mirror : Death Note / 43.Teror ular

Share

43.Teror ular

Author: Osi oktariska
last update Last Updated: 2021-07-20 07:44:32

"Mandi dulu aja sana, Nes."

Aku masih sedikit terguncang saat kejadian tetangga samping kami yang ternyata bukan manusia. Memang bukan pertama kalinya aku melihat hal-hal seperti itu, tetapi tetap saja aku selalu merasa takut. Bahkan sekujur tubuhku terasa lemas sampai sekarang. Bang Haikal berusaha menenangkan ku, bahkan Iqbal terus saja mengajakku bergurau, walau tidak aku tanggapi sedikit pun.

"Iya, mandi sana. Sebentar lagi malam, Nes." Iqbal menambahkan sambil mencomot camilan yang sudah kami bawa dari rumah.

"Ya udah deh. Aku mandi dulu."

Tanpa berpikir dua kali, aku segera masuk ke kamar. Mengambil perlengkapan mandi lalu segera keluar.

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Mirror : Death Note   44. Ratu Ular

    Angin berembus kencang di luar. Sampai-sampai jendela yang tadinya tertutup rapat, tertimpa sebuah batang pohon besar yang tumbang begitu saja. Jam sudah mendekati hampir tengah malam, namun kami masih berkumpul di ruang tengah dengan sedikit was-was. Iqbal dan Rangga sudah menaburkan garam kasar ke sekeliling rumah, terutama jalan keluar masuk, seperti pintu dan jendela. Menurut Bang Haikal, kemungkinan ular kembali sangat besar, karena kemunculan hewan melata tadi, sedikit aneh.Aku sudah menyeduh teh satu teko, karena kopi untuk mereka bertiga sudah habis, dan hanya meninggalkan ampas kopinya saja. Bang Haikal memerintahkan kami berjaga sampai pukul 02.00. Karena setelah jam itu, maka keadaan akan kembali terkendali. Rupanya teror di rumah beberapa hari lalu, bukan sesuatu yang biasa. Karena itu adalah awal mula teror lain akan datang, termasuk kedatangan ular tadi. Semua bersumber dari aku sendiri. Bang Haikal bilang, kalau ada orang yang sedang ingin

    Last Updated : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   45. Masih mencintaimu

    Jam sudah menunjukkan lewat pukul 3 malam. Kejadian siluman ular tadi, benar-benar menguras tenaga. Mereka semua sudah terlalu letih, hingga akhirnya memutuskan beristirahat di kamar masing-masing. Sudah 20 menit aku terus terjaga. Hening nya suasana malam justru membuat pikiranku melayang-layang. Sejauh ini hanya ada angin yang berembus, menabrak dahan pohon yang terus terngiang di telinga. Aku terus berguling ke kanan dan ke kiri, berharap rasa kantuk datang, dan mengantarkan ku ke alam mimpi seperti yang lain. Bahkan suara dengkuran Iqbal terdengar sampai kamarku, saking sunyi nya rumah ini. Aku menyerah. Lalu beranjak dari pembaringan. Rasanya tenggorokanku kering. Seharusnya aku membawa minum sebelum masuk kamar tadi.Pintu kubuka, tidak langsung keluar, namun mengamati kondisi ruangan di depan kamar ini. Gelap. Tidak ada siapa pun. Kata Bang Haikal, setelah lewat pukul 02. 00 keadaan akan aman. Mereka tidak akan mengganggu lagi pada ja

    Last Updated : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   46. Jalan-Jalan tipis

    PASIH UWUGDalam artian yang sebenarnya Pasih Uwug artinya pantai yang rusak. Tapi sesungguhnya tidak seburuk itu tempat tersebut. Justru kami diberikan pemandangan indah sebuah pantai dengan tebing yang berlubang. Terlihat rusak, tapi justru disitu letak keindahannya. Di sini merupakan spot yang cukup baik untuk berfoto dan menikmati sunset. Kami lantas pindah ke wisata lain, menaiki mobil membuat aku sedikit mulai akibat jalan yang rusak. Nusa penida bisa terbilang wisata baru yang masih belum sempurna akses transportasinya. Menaiki mobil membuat pantat sakit, perut seperti dikocok-kocok dan membuat tidak nyaman selama perjalanan. Untung saja tempat yang kami datangi mampu menjadi penetralisir hal-hal tidak menyenangkan ini.Mobil yang dibawa oleh Iqbal kali ini memang sesuai dengan medan saat ini. Terjal. Namun tetap saja, aku ti

    Last Updated : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   47. Haris

    "Eum, iya. Dia mantan pacar aku, Pa. Tapi apa itu sebuah masalah? Kan hubungan kami sudah selesai lama.""Nah dia orangnya! Kita nggak pernah tau apa yang ada di benak seseorang, Nes. Buat kamu mungkin semua selesai, tapi tidak buat dia." Kalimat Papa membuatku tersadar. Ternyata memang tidak semua hubungan yang sudah diakhiri akan berakhir dengan baik.Haris adalah pacar pertama saat aku duduk di bangku SMP. Dia adalah anak OSIS, sekaligus atlet taekwondo. Memiliki wajah yang cukup tampan dan memiliki banyak penggemar. Hubungan kami terjalin singkat. Hanya sekitar satu bulan saja. Semua terjadi karena saat itu, aku memang tidak memiliki perasaan spesial padanya. Sekalipun dengan segala kelebihan yang dia punya, Haris tidak bisa membuat ku jatuh cinta. Aneh memang. Pasti banyak orang bertanya-tanya, bagaimana aku dan dia bisa menjalin hubungan. Semua karena ketidak sengajaan.2000

    Last Updated : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   48. Sarang kuntilanak

    Setelah berdiskusi tentang apa yang harus dilakukan, Bang Haikal dan Papa memutuskan akan me-rukiyah diriku. Ini memang jalan terbaik dan satu-satunya jalan yang tidak melenceng dari norma agama. Aku beruntung memiliki kakak yang agamis, Papa juga sama seperti Bang Haikal, hanya saja masih belajar lagi.Malam ini, aku akan dirukiyah oleh kedua pria itu. Sementara yang lain akan ikut membantu mendoakan di sekeliling. Setelah berwudhu dan mengenakan mukena, aku duduk di tengah. Bang Haikal mulai menginstruksikan apa yang harus aku lakukan."Pejamkan mata, konsentrasi, dalam hati terus istighfar, ya."Aku hanya mengangguk menanggapinya, Papa juga duduk di samping ku, sementara Mama dan yang lain duduk melingkar, ikut melantunkan doa.Bang Haikal memulai dengan basmallah. Tiba-tiba lampu berkedip-kedip, tentu hal ini membuat kami semua tidak fokus dan menatap sekitar. Hampir semua lampu mengalami hal serupa. N

    Last Updated : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   49. Pulang

    Papa dengan sigap terus membawa tubuh lemah ku pulang. Rupanya hutan yang kami lewati tidak begitu jauh dari rumah. Mama dan Mama Rangga terlihat menunggu di rumah, bersama Om Heri juga. Mereka terlihat cemas begitu melihatku berada di punggung Papa."Astaga! Ines kenapa, Pah?" Mama bertanya dengan panik, dia terus menyentuh ku saat Papa membawaku masuk ke dalam."Ines nggak apa-apa kok, Ma. Untung cepat ketemu. Biarkan dia istirahat dulu, ya." Aku lantas dibawa ke kamar, semua orang mengerubungi dan terus menatapku iba. Aku masih sadar sampai sekarang, hanya saja terlalu lelah untuk menjelaskan apa yang aku rasakan."Ini ketemu di mana?!" Mama bertanya sambil menatap mereka yang tadi ikut mencari ku."Rangga yang nemuin dulu. Dia udah duduk aja di tanah. Mirip orang linglung," jelas Iqbal."Kamu ke mana saja, sayang? Untung kamu nggak kenapa-kenapa," kata Mama kembali mengelus kepalaku. D

    Last Updated : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   50. Dunia sebelah

    "Serius? Nggak mau gue tunggu, Nes?" tanya Iqbal saat kami sedang dalam perjalanan ke kantor Dunia Sebelah."Iya, Bal. Takutnya lama. Soalnya gue ketemu teman-teman lama. Nanti pas balik, gue bisa pakai angkutan umum kok. Elu balik aja.""Oke deh. Kalau ada apa-apa langsung kabarin gue, Nes. Nanti gue kena omel Papa kalau elu kenapa-kenapa!""Oke, Bos!"Kami mulai masuk ke pelataran parkir sebuah gedung bertingkat. Tempat ini adalah sebuah redaksi majalah serta stasiun radio yang menjadi satu naungan, dengan tema mistis. Sebelum sampai tempat ini, aku memang sengaja membeli beberapa kotak donat sebagai buah tangan. Beberapa karyawan yang bekerja di sana, adalah kenalan ku, dan kami sudah lama tidak bertemu. Tentu aku harus membawa buah tangan untuk mereka.Kedua tangan sudah penuh oleh kotak donat dengan brand ternama. Aku masuk dengan riang seolah tidak sabar ingin segera bertemu de

    Last Updated : 2021-07-20
  • Mirror : Death Note   51. Pencuri

    "Yuk, pulang. Nggak dijemput, kan?" tanya Rangga setelah dia selesai siaran. Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, namun aku baru keluar dari ruang siaran karena menemani Rangga sejak tadi. "Eum, aku belum kasih kabar Iqbal, dia juga belum telpon aku sih," sahutku sambil memeriksa gawai di tangan."Ya udah, balik sama aku saja. Sebentar aku ambil jaket. Eh, naik motor nggak apa-apa, kan?" tanyanya."Ya nggak apa-apa sih. Memangnya aku harus naik mobil terus. Gitu?""Oke. Ya kali aja, sekarang level kamu udah naik. Alergi naik motor.""Dih, apaan sih! Rese!""Ye ngambek. Manyun. Jelek banget.""Buruan ah, Rangga!""Iya, oneng!" katanya memanggil ku dengan panggilan seperti dulu. Hal ini tentu membuatku kembali merasakan bagaimana hubungan kami dulu. Bagai Dejavu yang ingin aku terus ulangi dan ulangi.

    Last Updated : 2021-07-21

Latest chapter

  • Mirror : Death Note   64. Lamaran

    Pintu apartemen Rangga ku buka, namun dahiku langsung mengerut ketika melihat Nida berada di kursi meja makan, dengan Rangga yang berdiri di dekat kompor, sedang memegang puntung rokok di tangan kanan. Di belakangnya ada panci yang berisi air panas disertai dua cangkir yang sudah diberi bubuk kopi dan kantung teh bundar."Yang?" Rangga membetulkan posisi berdirinya, segera mematikan rokok yang masih menyala di meja dekat kompor. Dia lantas mendekat. "Aku tadi WA kamu loh, nelpon juga nggak di angkat. Niatnya mau tanya, aku jemput jam berapa ke rumah?" katanya dengan segala bentuk pernyataan dan pertanyaan sebelum aku melayangkan upaya ngambek melihat Nida di sini. "Terus juga kasih tau, kalau Nida di sini."Aku lantas membuka ponselku dan membuktikan kebenaran perkataan kekasihku. "Lupa aku silent. Tadi di jalan berisik, soalnya aku naik Gojek." Aku lantas meletakkan tas di ranjang. "Aku pengen mandi." Segera saja aku masuk ke kamar mandi

  • Mirror : Death Note   63. Selamat jalan, sahabat.

    Rumah besar itu porak poranda seolah terkena gempa dahsyat. Kondisi Rizal sudah stabil, bahkan dia sudah berganti pakaian dan kini terbaring di kamarnya ditemani Nida yang selalu berada di sisinya."Terus nasib Gladis gimana, Bang?" tanya Indi. Sosok hitam yang menyerang kami sudah musnah karena Bang Cen, Datu, dan macan putih itu."Kita lihat saja besok."Malam semakin larut. Kami pun pulang ke rumah masing-masing. Sementara itu Nida tetap tinggal merawat Rizal.Mey pulang di antar Asep. Itu bukan hal aneh lagi bagi kami. Indi pun sudah di jemput Raja. Bang Cen memutuskan tinggal sebentar, untuk menyelesaikan sisa pekerjaannya. Entah apa lagi yang akan dia lakukan, tapi aku dan Rangga sudah lelah sekali. Kami pun pamit padanya."Mau pulang ke mana?" tanya Rangga."Eum, ke rumah aja ya. Nggak apa-apa, kan? Aku capek banget. Pengen langsung tidur.""Ya nggak apa-apa. Lagian dari sini memang lebih dekat ke rumah

  • Mirror : Death Note   62. Teror di rumah Rizal

    "Yah Gladis itu bukan manusia. Saya sudah perhatikan lama. Ada yang aneh sama dia.""Jadi maksudnya dia itu apa, Bang?""Tubuhnya memang tubuh seorang manusia. Tapi jiwanya bukan dari pemilik tubuh itu. Bahkan kalau jiwanya keluar dari sana, saya yakin kalau jasadnya tidak sebagus apa yang kita lihat sekarang.""Jadi jiwa siapa yang masuk ke sana? Kok bisa gitu, ya?""Bisa, Neng. Bahkan saya rasa apa yang merasuki tubuh Gladis juga bukan dari kalangan manusia.""Mungkin nggak sih, kalau pemilik tubuh itu sebelumnya melakukan perjanjian dengan iblis, terus dia nggak bisa memberikan tumbal atau semacamnya, makanya jiwanya diambil, tubuhnya kosong terus diisi makhluk lain. Bisa nggak?" tanyaku."Sangat masuk akal, Neng.""Apa dia sedang mengincar Rizal untuk dijadikan tumbal?" tanya Rahma."Bukan. Bukan tumbal, justru sebagai makanan." Perkat

  • Mirror : Death Note   61. Bukan manusia

    Pagi ini kami berangkat kantor lebih awal, karena semalam aku menginap di apartemen Rangga. Jaraknya yang dekat kantor membuat kami memiliki setidaknya 20 menit waktu luang sebelum jam kerja dimulai. Bahkan lift pun terasa lenggang saat kami memasukinya, karena hanya ada kami berdua. Untungnya tidak ada lagi sosok wanita yang biasa memasuki lift ini, atau mungkin belum waktunya dia muncul, ya. Tapi sepertinya Bang Cen telah membuat dia tersingkir dari gedung ini, karena aku tidak pernah melihatnya lagi dalam waktu yang cukup lama.Kemarin kami berdua tidak jadi mencari Rizal, karena dia memang tidak bisa ditemukan di berbagai tempat. Di rumahnya, tempat nongkrongnya, sampai ke rumah teman-temannya, Rizal tidak nampak juga. Akhirnya semalam kami akhir pencarian pukul 22.00, Nida pulang sendiri, dan aku bersama Rangga kembali ke apartemen.Pintu lift menutup, aku melingkarkan tangan ke lengan kekasihku. Dia menoleh dan tersenyum. "Kenapa?" t

  • Mirror : Death Note   60. Salah Paham

    "Eh, kalian udah denger belum? Gosip kalau Rizal deket sama Gladis?" tanya Mey berbisik saat kami makan siang. Sudah sekitar satu bulan Gladis bekerja di kantor kami, dan dia masih menjadi topik pembicaraan yang menarik. "Serius? Kok bisa? Nida gimana?" tanya Indi penasaran. "Nah itu! Mereka break! Dan sekarang Rizal deket sama Gladis. Yah, siapa sih yang nggak mau sama Rizal, kan? Dilihat-lihat ganteng juga itu anak," cetus Mey. "Ganteng mana sama gue?" tanya Asep menanggapi. "Elu ... Tapi dilihat dari ujung monas, pakai sedotan!" "Awas lu ya. Nggak gue anterin pulang lagi!" ancam Asep. "Cie. Udah saling antar jemput. Eh, lu nunggu di mana, Mey? Nggak takut?" tanya ku sengaja mencandai mereka. "Di rumah lah. Kan yang punya body guard, dia, bukan gue. Gue mah nggak takut." "Oh iya ya. Hati-hati, takut nanti ada drama mirip di sinet

  • Mirror : Death Note   59. Gladis

    "Siapa tuh?"Seorang wanita datang bersama pria berumur sekitar 40 tahunan. Memakai setelan mahal dan masuk ke ruangan Bos. Dari apa yang terlihat, sepertinya dia akan menjadi karyawan baru di kantor kami. Penampilannya terlihat seksi, dengan rok span hitam yang cukup pendek di atas lutut, kemeja putih ketat, menampilkan payudaranya yang terkesan tidak muat di dalam pakaian itu. Sepatu hak tinggi berwarna hitam, memang menjadi ciri khas seorang pekerja magang. Karena kemarin aku pun melakukan hal itu."Baru kayaknya deh. Njir, bohay banget!" kata Asep melotot sampai wanita itu menghilang di balik pintu."Wuu! Dasar mata playboy! Suka bener lihat yang montok-montok!" cetus Mey.Memang terlihat seksi dan mengundang banyak mata melihat, tapi aku merasa tidak menyukai aura yang dimiliki wanita tersebut. Entah mengapa. Terasa ada selubung gelap yang mengitarinya. Bahkan beberapa sosok mengerikan terus

  • Mirror : Death Note   58. Wanita bunuh diri

    Ini adalah hari pertama setelah cuti yang bisa terbilang panjang bagiku. Aku dan Rangga kembali ke kantor, memulai aktifitas kami seperti biasanya. Sejak kemarin aku memang tinggal di apartemen Rangga hingga hari ini. Namun nanti aku akan kembali pulang ke rumah, karena Iqbal sudah kembali dari luar kota. Bagaimana pun juga, dia bagai satpam Papa di rumah untuk mengawasi ku. Tapi kami berdua sama-sama saling mengawasi dan melindungi sebagai kakak adik. Sementara Bang Haikal justru terbang lebih jauh lagi ke London. Bisnisnya berkembang pesat. Kabarnya dia hendak membuka sekolah Indonesia di sana.Kami baru saja datang bersama-sama. Masuk lift yang penuh sesak, karena ini adalah jam masuk kantor, tentu banyak karyawan berdatangan. Aku dan Rangga menempati posisi tengah. Di belakang kami ada deretan karyawan dari lantai paling atas, di depan kami, campuran dari teman satu ruangan ku dan juga Rangga.Dari kejauhan, aku melihat seorang wanita

  • Mirror : Death Note   57. Tinggal bersama

    Papa akan kembali ke Korea pagi ini juga. Pekerjaannya di sana masih membutuhkan waktu, dan Mama juga masih ada di Korea. Bahkan Mama tidak tau kalau Papa kembali ke Indonesia kemarin. Hotel yang Papa pesan, hampir sama seperti hotel sebelumnya. Connecting room tersebut membuat kami berempat saling terhubung. Lee juga akan kembali ke Korea, karena urusannya sudah selesai. Kami akan naik pesawat untuk kembali ke Ibukota."Jadi Papa sama Mama lama lagi pulangnya?" tanyaku di tengah sarapan pagi kami."Iya, mungkin beberapa bulan lagi, baru kami bisa menetap lagi di sini. Kamu baik-baik saja, kan? Papa dengar dari Iqbal tentang pencuri di rumah kita. Papa yakin, tidak ada lagi kejadian seperti itu. Mereka hanya anak buah Woong saja.""Tapi Iqbal juga sekarang di luar pulau, Pa. Bang Haikal juga jauh. Jadi aku sendirian dong di rumah," kataku setengah protes."Hm? Bukannya ada Rangga sekarang? Papa lihat kalian makin lengket aja. Iya,

  • Mirror : Death Note   56. Papaku mantan gengster

    "Apa yang sedang kamu lakukan di sini?" tanyaku begitu Lee mendekat. Rangga membantuku berdiri dan terus memegangi tangan karena kaki kananku sedikit nyeri."Apa itu sapaan di Indonesia untuk teman lama?" tanya Lee balik, sambil terkekeh. Rupanya dia sudah lancar menggunakan bahasa Indonesia, walau logat Korea nya masih terasa kental.Aku lantas tersenyum, mengulurkan tangan padanya. "Apa kabar, Lee?"Lee menyambut nya dengan tatapan mata dalam. "Lama tidak bertemu, kemampuan mu sedikit berkurang, Ines.""Oh, jadi mereka itu musuh mu? Buktinya jauh-jauh kau datang ke Indonesia hanya untuk menangkap mereka? Kasus apa kali ini?"Lee melirik ke Rangga yang sejak tadi hanya diam. "Dia ...?" tanyanya."Oh iya, perkenalkan, dia Rangga. Rangga ini Lee, temen aku di Korea. Dia polisi," kataku pada mereka berdua, bergantian."Rangga?" tanya Lee saat mereka be

DMCA.com Protection Status