Di platform MediSync, layar siaran langsung dipenuhi dengan serangkaian pesan yang penuh kekaguman dan antusiasme dari penonton.[Operasinya sangat rapi, sama sekali tidak seperti ruang jagal][Aku bersumpah, jika melihat dari semua kasa, aku yakin hanya sedikit lebih banyak dari 5 ml][Saya tidak punya apa-apa untuk dikatakan. Saya tidak tahu apakah dewa agung akan menerima murid?][Jika ada informasi silahkan hubungi aku, berapapun harganya tidak masalah bagiku][Hmm, sangat harum. Aku mencius aroma emas][Tolong beri tahu saya di rumah sakit mana dokter itu berada. Saya sudah menyerah untuk pergi belajar][Pisau bedahnya sangat agung, aku begitu lapar sehingga ingin naik ke panggung sekarang. Kalian semua menunggu kabar baik dariku][+1 ingin segera melakukan operasi][+2...]Namun, setelah itu, suasana menjadi sepi, seperti saat menyelesaikan penjahitan kulit pada akhir operasi. Keseluruhan proses penyelesaian operasi berlangsung dengan cepat, mirip dengan perjuangan penjahitan ku
Dalam pusat kantor MediSync, para staf terlihat dalam kondisi yang berbeda-beda. Ada yang terlihat penuh semangat sambil mengalami tekanan yang terasa begitu nyata. Mereka seakan hidup dalam dualitas yang membingungkan.Di dunia maya, di seberang jendela komputer, netizen berada dalam keadaan euforia. Pesan-pesan yang dikirim dengan cepat, riuhnya percakapan, dan rasa gembira yang tak tertahankan memenuhi platform online.Namun, di sudut kota, dalam suatu apartemen, suasana sama sekali berbeda. Agatha, yang sebelumnya berada di tengah segala kegaduhan dan pertengkaran dengan kerabat pasien, kini menemui keheningan.Di dalam mobilnya, ia melihat ke luar jendela, menyaksikan cahaya lampu jalan yang tertutupi oleh kegelapan malam. Ditemani oleh dentingan musik yang lembut mengalun dari audio mobil, suasana hening itu semakin terasa mendalam.Sejajar dengan Agatha, Angga, sosok yang duduk di sampingnya, tampak lelap dalam tidurnya. Wajahnya tercermin dalam cahaya redup dari layar mobil, s
Angga terbangun saat fajar mulai menerangi kamar tidurnya. Jam biologisnya telah teratur, mengingatkannya untuk memulai hari dengan rutinitas pagi. Dengan gerakan yang lembut, dia menarik selimut, merenggangkan tubuhnya, dan duduk di tepi tempat tidur.Alisnya tertaut ketika menyadari ada yang tidak biasa. Tubuhnya benar-benar patuh pada Agatha, bahkan kata-kata yang hanya diucapkan Agatha sambil lalu diambil sebagai titah.Mimpi indah, eh? Benar-benar ada mimpi?Dengan wajah masam dan tak berdaya, Angga hanya dapat memilih berkemas secepatnya, menghilangkan 'barang bukti' yang mungkin akan menjadi olok-olok Agatha jika sampai ketahuan.Kemudian, dia membuka jendela, membiarkan semilir angin pagi menyapa wajahnya. Udara segar dan cahaya mentari yang mulai menyinari langit memberinya semangat. Setelah membereskan tempat tidur dan mengenakan pakaian olahraga, dia berniat pergi ke area terbuka hijau di sekitar apartemennya.Angga membuka pintu dengan hati-hati, khawatir akan mengganggu
Di pusat perbelanjaan yang terkesan eksklusif, suasana tenang dan elegan terpancar dari pencahayaan hangat yang lembut dan dekorasi yang menawan. Beberapa pramuniaga yang terampil dan berpengetahuan tentang produk yang mereka jual bersiap dengan senyuman ramah dan sikap profesional untuk menyambut para pengunjung.Untuk destinasi pertama, Agatha memilih mengunjungi pusat optik terlebih dahulu. Mereka tiba di pusat optik yang terletak di pusat perbelanjaan."Angga, kita harus mengganti kacamatamu, maafkan aku harus jujur, tapi aku tidak menyukai kacamatamu yang sekarang," ujar Agatha sambil berjalan dan menggandeng lengan Angga. Langkah mereka terarah ke area toko kacamata di pusat optik. Di tengah kesibukan di pusat perbelanjaan yang terorganisir, Agatha dengan tegas menyampaikan opininya.Tokonya memancarkan kesan elegan dan terorganisir dengan baik. Cahaya yang hangat dan lembut menyoroti sejumlah bingkai kacamata yang dipajang di dinding, menyoroti berb
Seseorang duduk di kursi yang nyaman di barbershop. Kursi kulit hitamnya cukup luas, memberikan kenyamanan ekstra yang sempurna untuk menikmati pengalaman potong rambut. Ruangan ini dipenuhi dengan aroma campuran antara minyak rambut dan produk perawatan pria yang harum, menciptakan atmosfer yang begitu khas.Barbershop ini memiliki interior yang klasik dengan dinding bata merah ekspos, lantai kayu elegan, dan jendela-jendela besar yang membiarkan cahaya alami masuk. Pada dinding-dinding itu terdapat cermin berbingkai hitam, dipadu dengan gambar-gambar vintage alat cukur dan aksesori pria yang menggantung dengan rapi. Ada bar sederhana di sebelah meja-kasir yang menyediakan kopi, teh, dan minuman keras untuk pelanggan yang ingin menikmati segelas minuman selama potong rambut mereka.Angga duduk di kursi, hairstylist berdiskusi pada Agatha, lalu terdengar komentar Agatha, "Rambutnya dipotong pendek dengan kesan bersih, detailnya terserah padamu, tapi aku ingin dahinya dibuka, seperti i
Ruang kantor Akademisi Ling terlihat tenang dengan sentuhan klasik. Dindingnya dilapisi oleh rak-rak kayu tua yang penuh dengan berkas dan literatur medis yang teratur.Di seberang meja sang mentor, terpampang beberapa penghargaan dan sertifikat atas kontribusinya dalam bidang kedokteran. Dua kursi berbahan kulit tampak nyaman di tengah ruangan, menawarkan nuansa profesionalisme. Jendela-jendela kaca menghadap ke taman di luar yang menambah kesan sejuk dan damai.Suasana ruangan tersebut menggambarkan kesederhanaan dan kearifan seorang yang telah lama berkecimpung dalam bidangnya.Angga mulai merasa ada yang salah ketika menyadari bahwa Akademisi Ling tidak mengizinkan Agatha menemani mereka. Hal ini menciptakan rasa ketidakpastian dalam pikirannya, mengingatkannya pada kemungkinan bahwa mentor barunya mungkin tidak memiliki kesan baik terhadapnya.Puluhan pertanyaan melintas dalam benaknya saat dia duduk di ruang kantor Akademisi Ling, mencoba me
Angga berada di samping Akademisi Ling saat mereka memasuki pusat gawat darurat rumah sakit. Langkah kakinya terasa berat, dan perasaan gugupnya semakin menguat ketika mereka masuk ke dalam ruangan tersebut."Siapkan pengamanan jalan napas!""Siapkan infus segera!"Sesaat setelah memasuki ruangan, Angga terkejut tapi dengan cepat kembali tenang dan mengamati situasi dengan intensitas dan keriuhan di sekitarnya.Pasien-pasien dalam kondisi darurat ditempatkan di setiap sudut ruang, beberapa di antaranya dalam kondisi terbaring di atas tempat tidur sambil dikelilingi oleh perawat dan tim medis lainnya yang berusaha memberikan perawatan secepat mungkin."Periksa tekanan darah dan detak jantung!""Berikan oksigen secepatnya!"Sorot lampu yang terang, alarm monitor yang berdering, dan latar belakang suara berbeda dari setiap alat medis menambahkan kekacauan yang terkendali di ruangan tersebut. Baik dokter maupun perawat terli
Sejenak, Angga memandang ke luar jendela, matanya menatap langit yang kini mulai berubah warna, merah senja menyapa di kejauhan. Kritik lembut dari mentornya memberikan pertanyaan yang menggelitik.Apa yang telah terlewatkan? Begitu banyak hal untuk dipelajari."Apakah ada yang salah dari tindakanku tadi, guru?" Angga bertanya, nada ragu terdengar dalam suaranya. Matanya mencerminkan kebingungannya, tanpa usaha untuk menyembunyikan perasaan tersebut.Gurunya, Akademisi Ling, tersenyum simpul dan menggeleng pelan. Wajahnya yang berumur menunjukkan sedikit kekecewaan, namun juga kesabaran mendalam yang tak tertandingi. Matanya terlihat penuh pengertian, mencerminkan kekhawatiran atas kebingungan yang masih terus tersirat dalam sikap Angga.Seperti melihat seorang anak yang belum menemukan kejelasan dalam dirinya, dia menghadapi Angga dengan tatapan yang penuh rasa hormat."Sebagai dokter, berapa banyak operasi dalam sehari yang menjadi reko
Tuan Alan duduk di kursi dekat Billy dengan wajah yang mencerminkan kekhawatiran dan ketidaksetujuan. Rambut putihnya yang berantakan memberikan kesan kelelahan, seolah mencerminkan beban yang diemban oleh lelaki tua tersebut. Dengan tatapan tajam, ia mengamati cucunya yang masih terguncang oleh ledakan emosi.Menghela napas lelah, lelaki tua berambut putih bertanya, "Ada yang salah dengan fokusmu, Nak. Apa urusan operasi ilegal bocah itu dengan pertumbuhan kemampuan bedahmu?"Suara Tuan Alan terdengar lembut, namun terdapat kelelahan yang mendalam di dalamnya. Pertanyaannya mencerminkan kebingungan dan keprihatinan terhadap perasaan Billy yang begitu terpolarisasi terhadap Angga.Walaupun merasa tidak menyenangkan, Tuan Alan tetap mengatakan penilaiannya, "Selalu menyalahkan orang lain membuktikan bahwa kau tidak sehat secara mental, Billy.” Tuan Alan menghisap udara malam dan berkata dengan tenang.Meski Billy tengah terombang-ambing dalam gejolak emosional, kehadiran dan kata-kata
"Apakah kau merasa lebih baik dari Ayahmu atau penanganan bedah yang tidak kompeten, aku tidak akan mengatakan banyak hal. Tapi setidaknya kau tau, kau memang tidak lebih baik dari bocah miskin yang kau ganggu itu."Ketika kata-kata keras dari kakeknya mencapai telinga Billy, suasana hatinya terasa hancur. Dengungan tumpul yang mengiringi pernyataan itu membuatnya merasa seperti terdampar di samudra keputusasaan. Semua ambisi dan tekadnya seakan-akan menguap begitu saja. Perasaan hampa dan keputusasaan merayapi pikirannya, membuatnya meragukan dirinya sendiri.Seperti telah terkena vonis mati, semua ambisi dan tekadnya untuk belajar hampir habis.Dengan bayangan Angga yang semakin menghantuinya, Billy merasa kehilangan semangat dan ambisinya. Apakah selama ini usahanya hanya sia-sia? Apakah benar bahwa dia tak lebih baik dari "bocah miskin" yang kini memenangkan persaingan?Berarti level diriku tidak sebaik Angga, apakah aku akan tetap berkompetisi di masa depan? Bersaing tanpa hasil!
Sebelum berpisah setelah melakukan operasi usus buntu secara simultan, Akademi Ling memberi pesan pada Angga untuk tidak hanya berfokus pada kemampuan bedah. Berulang-ulang Sang Guru mengingatkan akar mempelajari biokimia darah dan ion.Karena beberapa faktor, Angga mengira mungkin karena permasalahan adik Agatha sehingga gurunya lebih perhatian.Tapi ternyata tuntutan Sistem bahkan lebih ekstrem!kini bukan hanya masalah biokimia darah dan ion saja, perubahan hormon dan berbagai reaksi ikut dijejalkan Sistem kepada Angga.Angga merasa aneh, tapi ia yakin Sistem pasti tidak berniat buruk.pada akhirnya lagi-lagi ia terlalu dalam ritme pembelajaran yang akan menembus dimensi baru yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya...........Angga, yang tenggelam dalam fokusnya pada bidang baru, tidak menyadari dampak besar siaran langsungnya. Di seluruh negeri, banyak dokter muda terinspirasi oleh siaran tersebut. Materi pembelajaran yang disajikan begitu komprehensif dan detail, tanpa disadar
Dengan langkah mantap, Angga mengambil pesan antar dengan cermat, memilih koridor jalanan dengan terampil tanpa kendala berarti. Segera setelah dia tiba di apartemen mereka yang nyaman, dia merasakan ketenangan yang akrab dari rutinitas sehari-hari.Namun, saat pintu apartemen terbuka, keheningan yang menenangkan itu terasa agak mencurigakan. Angga meniti langkahnya dengan hati-hati di sepanjang lorong, matanya mencari tanda-tanda keberadaan Agatha. Namun, tidak ditemukan bayangan Agatha. Sekilas, pandangannya tertuju pada sepatu dengan hak 3 inci yang tergeletak dengan anggun di lantai. Sentuhan feminitas yang khas dari sepatu itu tak dapat disangkal. Sebuah bukti yang tak terbantahkan: Agatha telah kembali."Mungkin Agatha sedang mandi atau berganti pakaian?" gumam Angga dengan suara yang hampir terdengar samar di tengah keheningan apartemen yang sepi, membenamkan dirinya dalam spekulasi sederhana. Dengan gerakan ringan dan teratur, Angga menempatkan kantong-kantong dari kotak maka
Suara yang terdengar di telinga Joshua semakin buruk."Hey Angga, kau bukan anjing, berhenti menggigit! Berhenti, ah~"Yang menanggapi teriakan Agatha hanya suara geraman.Di saluran lain, Joshua sudah kembali dari rasa keterkejutannya, kini ia sedang memikirkan Angga yang sedang membuat Agatha kewalahan.Tingkah laku temannya itu sangat kekanakan-kanakan, namun berpikir lebih jauh, sepertinya wajar karena ini pengalaman baru untuknya.Joshua terus membatin, Tapi, apakah awalnya Angga ingin pamer ketika mengirim pesan?Sampai pada kesimpulan ini, Joshua berkeringat dingin. Dengan wajah seperti apa dia akan menghadapi Angga dimasa depan?Setelah jebakan hormon ini berlalu, semuanya akan menjadi canggung.Joshua benar-benar menyesali provokasinya kepada Angga di masa lalu yang menggodanya karena telah melajang sejak lahir. Hal ini mungkin menyebabkan temannya itu sekarang menjelma menjadi seperti remaja impulsif ketika memiliki pasangan. Tidak sabar untuk pamer.Mengusap wajahnya kasar,
"Jika kau menganggap aku melakukan semuanya untuk pertunjukan, akan ku buktikan padamu, disini, tanpa orang lain menonton, sejauh apa aku bisa melakukannya!"Tak terduga, suasana di mobil menjadi tegang ketika Agatha, dengan tangan gemetar, mencoba melepas gesper sabuk pengaman Angga. Sesuatu yang seharusnya menjadi tindakan sederhana berubah menjadi momen yang menyulitkan. Entah bagaimana kejadiannya, tombol buckle yang seharusnya mudah dilepaskan menjadi macet, menghancurkan momen Agatha yang baru saja mendominasi di dalam kendaraan.Gesekan kecil dari gesper sabuk seolah memperbesar ketegangan di dalam mobil. Angga memandang Agatha dengan linglung. Sementara itu, Agatha berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan situasi yang tiba-tiba memalukan ini, tetapi setiap usaha tampaknya hanya membuat gesper semakin terjebak.Dihadapkan dengan mata Angga yang tak fokus dan posisi mereka yang cukup ambigu, Agatha yang ingin menghilangkan rasa malunya, mendapat kilasan inspirasi, "Ang
Tangan Joshua merespons secara refleks, menggeser layar ponselnya untuk membuka kotak pesan. Namun, ekspresi kekecewaan hampir terlontar dari bibirnya ketika ia menemukan bahwa isi pesan hanya berupa elipsis, meninggalkan ketidakpastian yang mengganggu pikirannya.Ada apa dengan Angga?Tanpa ragu, Joshua segera mengetuk ikon telepon dan memulai panggilan. Antisipasi dan keingintahuannya menciptakan kegelisahan di dalam dirinya.Diluar perkiraan, sambungan mati.Sial Angga! Perasaan ketidaknyamanan mulai melandanya, membuatnya tak bisa menyembunyikan kekesalan. Ia merasa Angga dengan sengaja menciptakan rasa penasaran, dan itu membuatnya berpikir berlebihan.Suasana ruang di sekitarnya bertekanan rendah, dan Joshua merenung sejenak sebelum mencoba lagi menghubungi Angga, kali ini dengan sedikit ketidakpastian yang mengiringi kegelisahannya.Dalam tiga kali dering, kali ini panggilannya dijawab. Hatinya berdebar cepat, tetapi ketika suara di seberang saluran terdengar, bukanlah suara Ang
"Menangislah jika kau ingin menangis, sakit hati jangka pendek seperti ini lebih baik daripada berlarut-larut." Joshua memeluk sepupunya yang terduduk di lantai yang dingin. Sentuhan hangatnya mencoba memberikan sedikit kenyamanan di tengah kehampaan emosional yang tengah dirasakan Jessica. Tangisan Jessica semakin terasa sedih, dan kali ini, Joshua memilih untuk tidak membujuk lagi. Ia membiarkan Jessica meluapkan perasaan sedihnya tanpa intervensi lebih lanjut.Wajar jika Jessica sedih. Baru saja memahami perasaannya sendiri, namun ternyata orang yang membuatnya naksir kini telah memiliki istri. Emosi bercampur-baur, dan Jessica merasakan patah hati yang mendalam.Setelah beberapa saat, Jessica menegakkan punggungnya, berusaha berdiri. Dengan langkah yang ragu, ia berjalan pelan ke arah sofa di dekatnya. Duduk di sana, Jessica mulai mengatur napasnya yang tersengal karena naik turunnya emosi yang memenuhi dirinya."Joshua, kau harus memberitahuku. Gadis seperti apa yang bisa menculi
Justin akhirnya diseret Professor Li untuk memahami lebih dalam mengenai pemosisian karir di industri ini. Setiap langkah yang diambil dalam kegelapan ruang kantor Professor Li terasa seperti langkah yang membuka jendela menuju dunia yang lebih luas. Cahaya lembut dari lampu meja menyinari wajah mereka, menciptakan aura serius dan penuh tujuan."Justin, kau harus memperhatikan apa yang dibutuhkan Dokter Ajaib, meskipun dia mungkin bukan yang terbaik karena usia mudanya, akan sangat sulit menemukan orang yang berada di atas levelnya untuk bersedia melakukan operasi siaran langsung. Kau tahu alasannya?" tanya Professor Li dengan penuh minat menantikan jawaban dari CEO muda itu.Ekspresi Justin menjadi lebih bermartabat ketika hal yang menjadi beban pikirannya ini ditanyakan secara lugas, namun ia tidak menghindari pertanyaan tersebut dan menjawabnya, "Karena tidak ada jaminan para ahli tidak melakukan kesalahan. Jika itu disiarkan secara langsung..."Justin menghela napas karena tidak be