Home / Romansa / Milk and Coffee / Chapter 20. Miss You (2)

Share

Chapter 20. Miss You (2)

Author: Roxabell212
last update Last Updated: 2021-11-20 20:00:02

     Dewa terdiam. Ia menelan ludah tengah menyembunyikan sesuatu yang tidak bisa ia ucapkan pada Sabrina.

     “Kenapa diam?” Sabrina menatap Dewa sedih.

     Dewa menghela nafas panjang. “Jangan tanya aneh-aneh begitu, Sayang. Aku ini pacar kamu,” jawab Dewa. “Kalau kamu sudah bukan pacar aku, mana mungkin aku nemuin kamu begini,” tambahnya.

     “Aw Sayang,” Sabrina bernafas lega. Ia mendapatkan jawaban sesuai dengan ekspektasinya. 

     “Sekarang gimana perasaan kamu? Sudah baikan?” tanya Dewa.

     Sabrina memanyunkan bibirnya. “Aku nggak tahu ya bos aku itu manusia yang dibuat dari tanah apa. Jangan-jangan dibuat dari tanah sengketa makanya kelakuannya begitu!” Sabrina mengumpat.

     “Hush!” Dewa tertawa.

     “Ya habis gimana, lho, Sayang, aku ini dipecat sepihak dengan alasan yang nggak masuk aka

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Milk and Coffee   Chapter 21. Sekretaris Pengganti

    Suara derap langkah kaki yang memasukki lobi menjadi background suara kantor pagi itu. Para karyawan terlihat saling menyapa. Diantara mereka ada yang langsung naik ke ruangan kerja mereka, dan sisanya memilih untuk duduk santai di lobi sembari mengecek berita terbaru pagi ini melalui gadget mereka masing-masing. Beberapa tamu perusahaan juga datang menghampiri Resepsionis. Diantara banyak karyawan yang datang, salah duanya adalah Awang dan Irene. Mereka berdua berjalan bersisian memasukki lobi setelah memarkirkan kendaraan mereka di basement. Lift yang penuh dan malas menunggu membuat mereka sepakat menaiki tangga menuju lobi. Ekspresi mereka tampak datar, terutama Awang yang sedikit murung dibanding biasanya. Sudah seminggu berlalu sejak Sabrina dipecat secara sepihak oleh Reyhan. Selama itu juga komunikasi mereka tersendat. Pesan dari Awang jarang Sabrina balas. Kadang

    Last Updated : 2021-11-20
  • Milk and Coffee   Chapter 21. Cibiran Tetangga

    Sabrina duduk di teras rumahnya sembari mendengarkan musik dari ponselnya. Nyanyian merdu para penyanyi barat menemani paginya sembari melihat-lihat lowongan kerja terbaru. Ia sudah memutuskan. Ia tidak akan berlarut dalam kesedihan akibat kekejaman Devil Bossnya. Ia harus moveon, dan membuktikan diri bahwa ia pekerja yang baik. “Lebih bagus kalau aku kerja di rival Barilga dan si Kutukupret itu tahu. Rasain!” Sabrina mengumpat. Tanpa ia sadari, Bu Fenti menyunggingkan senyum puas saat melihat Sabrina bersantai di teras rumahnya di hari kerja. “Tuh, jangan seperti Sabrina. Kerjanya nggak becus. Cuma sebentar doang,” ucap Bu Fenti pada Lola, putrinya, dengan suara keras disengaja agar Sabrina mendengar. Sayangnya, Sabrina mengenakan headphone sehingga tidak mendengar cibiran Bu Fenti. Sebenarnya, Sa

    Last Updated : 2022-01-06
  • Milk and Coffee   Chapter 22. Cibiran Tetangga

    Sabrina duduk di teras rumahnya sembari mendengarkan musik dari ponselnya. Nyanyian merdu para penyanyi barat menemani paginya sembari melihat-lihat lowongan kerja terbaru. Ia sudah memutuskan. Ia tidak akan berlarut dalam kesedihan akibat kekejaman Devil Bossnya. Ia harus moveon, dan membuktikan diri bahwa ia pekerja yang baik. “Lebih bagus kalau aku kerja di rival Barilga dan si Kutukupret itu tahu. Rasain!” Sabrina mengumpat. Tanpa ia sadari, Bu Fenti menyunggingkan senyum puas saat melihat Sabrina bersantai di teras rumahnya di hari kerja. "Tuh, jangan seperti Sabrina. Kerjanya nggak becus. Cuma sebentar doang,” ucap Bu Fenti pada Lola, putrinya, dengan suara keras disengaja agar Sabrina mendengar. Sayangnya, Sabrina mengenakan headphone sehingga tidak mendengar cibiran Bu Fenti. Sebenarnya, Sabrina tahu Bu Fenti

    Last Updated : 2022-01-14
  • Milk and Coffee   Chapter 23. Kunjungan Masa Lalu

    “Ini salah, Bina!” Terdengar teriakan Reyhan dari ruang kerjanya. Menggelegar-nya suara Reyhan terdengar hingga keluar. Awang hanya bisa membatin dan menyemangati Bina dalam hati. Satu bulan berlalu sejak Sabrina dipecat sepihak oleh Reyhan. Dan sudah satu bulan berlalu pula Bina menggantikan posisi Sabrina sebagai sekretaris pribadi. Sayangnya, Bina tidak pernah berhasil memenuhi ekspektasi Reyhan. Pekerjaannya dicela dan selalu dianggap salah. Tak jarang ia mendengar cerita dari Erika bahwa Bina menangis di toilet dan harus dihibur oleh teman-temannya yang lain. - Getting worse, Sab Awang dan Sabrina masih berhubungan hingga kini melalui aplikasi chat. Cerita Awang selalu tentang sikap Reyhan dan betapa malangnya nasib Bina. - Open recruitment lah! Awang membaca balasan Sabrina. Ia merasakan kekesalan yang masih ters

    Last Updated : 2022-01-15
  • Milk and Coffee   Chapter 24. Pertemuan Kembali

    “Sayang?” Reyhan tersentak kaget tatkala Selma, kekasihnya mengelus kepalanya. Tanpa sadar, Reyhan cukup lama melamun. “Kok melamun?” Selma menatap Reyhan heran. Tidak biasanya Reyhan melamun hingga suaranya tidak membuatnya sadar. Reyhan menatap ke arah jam dinding. Pukul sebelas siang. Mereka berdua akan makan siang bersama. “Jadi?” tanya Selma mengingatkannya akan rencana mereka. “Oh iya, jadi,” jawab Reyhan canggung. “Sebentar, aku beres-beres dulu,” Dahi Selma mengeryit. Sikap Reyhan dirasa sangat aneh hari ini. Ia berbeda dari biasanya. “Kamu kenapa, sih?” Selma menarik lengan Reyhan yang tengah memasukkan dompet dan ponselnya ke dalam saku celananya. “Apanya?” Reyhan kikuk.&n

    Last Updated : 2022-02-04
  • Milk and Coffee   Chapter 25. Permintaan

    Sabrina dan Reyhan duduk berhadapan. Mereka saling pandang, Reyhan yang berharap Sabrina mau kembali untuk mengurusi pekerjaannya, dan Sabrina yang tidak yakin dengan apa yang ia dengar. “Kamu ngerjain aku, hah?!” Tuduh Sabrina keras. Ia menatap Reyhan tajam. “Kamu salah orang kalau itu tujuanmu!” “Nggak. Saya serius,” Reyhan membantah “Heh!” Sabrina memukul meja. Ia menunjuk wajah Reyhan. “Kamu bilang, aku nggak kompeten! Kamu jilat ludah kamu sendiri, hah?!” rasa marahnya merasa dipermainkan oleh Reyhan telah memuncak. “Satu bulan lalu, aku bekerja dengan sangat maksimal! Aku siapin semua berkas yang hilang itu demi nyelametin rapat yang kamu agendakan, tahu?!” Sabrina membentak. “Kamu membentak Saya?” Reyhan melotot. “Iya, kenapa?! Nggak terima?! Kamu ki

    Last Updated : 2022-02-04
  • Milk and Coffee   Chapter 25. Reuni

    Awang tergesa-gesa menaiki tangga menuju lantai sebelas setengah. Saat ia kembali dari pantry, ia mendengar berita soal kembalinya Sabrina kesini. Berita itu cukup menghebohkan hingga mereka menjeda pekerjaan demi membahas soal itu. Jantung Awang berdebar kencang. Ketidakpastian soal berita membuat Awang tidak tenang. Ia takut harapan yang sudah terpaku di hatinya pupus. Bagaimana jika Sabrina hanya sekedar mampir? Klak. Ia mendorong handle pintu. Tidak ada siapapun di dalam sana. Jantungnya terasa dingin. Ia menolak untuk kecewa. ‘Sabrina kembali?’ menjadi tagline berita siang ini. “Nggak ada, Ka!” Awang menghubungi Erika melalui ponselnya. “Kata Bina dia memang kerja disini lagi,” terang Erika. “Tapi dia nggak ada!” Awang tidak tenang. “..Baik

    Last Updated : 2022-03-29
  • Milk and Coffee   Chapter 26. Curhat dan Curiga

    “Bye semuanya!” Sabrina melambaikan tangan, berpisah dengan teman-teman kantornya. Makan malam –reuni mereka—telah usai dan waktu semakin larut. Esok mereka masih harus bekerja. Tinggallah Sabrina dan Awang yang masih duduk di kursi mereka. “Nggak pulang?” tanya Sabrina pada Awang. “Kamu kenapa nggak pulang?” Awang balas bertanya. “Ini mau,” jawab Sabrina menyunggingkan senyum singkat. Awang menatap Sabrina dalam. Ia tampak tidak bersemangat selama makan malam bersama. Ia masih ikut menimpali setiap obrolan, tetapi ekspresinya tidak lepas, seperti sesuatu menahannya. “Cowok kamu..nggak jadi dateng, ya?” hati-hati, Awang membuka topik pembicaraan. Sabrina terkekeh. “Sibuk,” jawabnya. Diam-diam ia mengintip layar ponselnya. Tetap tidak ada balasan dari Dewa. Rasanya sedih, bingung, dan kesal

    Last Updated : 2022-04-25

Latest chapter

  • Milk and Coffee   Chapter 32. Beban

    Sabrina menarik nafas dalam-dalam. Semakin hari, dadanya terasa sesak mengingat hubungannya dengan Dewa yang terasa semakin jauh. Beberapa kali Sabrina menghubungi Dewa namun tak ada balasan. Dewa seperti berada di tengah hutan tanpa sinyal. Menghampiri Dewa di rumahnya? Selintas ia terpikir itu. Namun ia kembali urung karena seminggu terakhir ia harus bekerja overtime untuk persiapan audit sebentar lagi.- Dewa akhir-akhir ini lebih banyak di kantor, Sabrina. Pulangnya juga malam Sabrina menghela nafas kasar membaca pesan balasan dari Ibunya Dewa. Kejelasan soal Dewa belum terlihat. “Sabrina,” Sabrina menoleh saat ia Reyhan sudah berdiri di depan mejanya. “Iya, Pak?” Sabrina be

  • Milk and Coffee   Chapter 31. Celah

    Awang melirik Sabrina dari sudut matanya. Sabrina hanya bersandar lesu dengan pandangan kosong ke depan. Ia belum berbicara lagi sejak keluar dari kantor Dewa. "Sab,” panggil Awang pelan. Sabrina tidak menjawab. Pikirannya masih melayang pada Dewa yang tidak bisa ia temui. Kalut dan pikiran negatif tanpa jawaban pasti memenuhi kepalanya. Awang menghela nafas. Ia merasa sedih saat melihat Sabrina seperti ini. Ia kemudian menepikan mobilnya di halaman parkir sebuah minimarket. Barulah Sabrina tersadar dari lamunanya. “Wang, ada apa?” Sabrina tampak bingung. “Cokelat atau vanilla?” bukannya menjawab, Awang malah memberinya dua pilihan. Alis Sabrina mengkerut. “Cokelat?” ia menjawab bingung. Tanpa menjelaskan apa maskud dua pilihan itu, Awa

  • Milk and Coffee   Chapter 30. Main Api

    “Sab! Sab!” Sabrina tersentak mendengar panggilan Awang. Sabrina, Awang, dan Erika tengah berkumpul di kantin, menikmati makan siang di jam istirahat mereka. “Kamu dari kemarin melamun. Kenapa, sih?” Awang terlihat khawatir. “Iya. Kamu lesu banget hari ini,” sambung Erika. Sabrina tersenyum kecil. “Nggak apa-apa,” jawabnya. Awang tidak begitu saja percaya. Ia kenal Sabrina. Wanita muda itu adalah wanita yang ceria. Diam dan melamun, sudah pasti bukan Sabrina. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. “Soal pacar kamu itu, ya?” tebak Awang. Sabrina memandang Awang. Ia kemudian menggeleng dengan hela nafas berat. Sabrina tidak pintar berbohong. Ekspresinya selalu menjelaskan apa yang sedang ia pikirkan. “Aku ambilin jus jeruk ya? Biar pikiranmu seger!” tawar Erika sambil beranjak.

  • Milk and Coffee   Chapter 29. Gelisah

    Sabrina memandangi ponselnya. Dewa masih tidak membalasnya. Ia telah mencoba menghubungi ponselnya namun nada sambung tak terjawab. Tak tahan menghadapi ketidakpastian ini, Sabrina berniat untuk datang ke tempat Dewa di jam istirahat nanti. “Ehm!” Sabrina terkejut dan ponselnya terjatuh. Ia tidak menyadari jika Reyhan sudah berdiri di hadapannya. “Ba-bapak!” Sabrina langsung berdiri. “Ada apa, Pak?” tanya Sabrina gelagapan. Reyhan melotot. “Kamu nih kerja yang fokus!! Saya sudah berdiri lama disini dan kamu malah asyik sama ponsel kamu! Kamu mau saya pecat?!” lagi, kebiasaan Reyhan adalah mengancam. Sabrina mulai kebal dengan ancaman Reyhan. Dia sudah merasakan kehilangan dirinya dan jiwa sombong Sabrina selalu berkata ‘pecat aku dan kamu pasti kelabakan’. Tapi bukan berarti kemudian Sabrina menyepelekan pekerjaannya. “Maaf, Pak,” Sabrina meringis malu.

  • Milk and Coffee   Chapter 28. Bu Fenti vs Everybody

    “Sabrina, bangun, Nak!” Di tengah mimpi indahnya –ia dan Dewa bertemu walau dalam mimpi—suara Bunda menyadarkannya pada kenyataan bahwa hingga pagi ini pun Dewa tidak membalas satupun pesannya. Masih setengah sadar, Sabrina menarik nafas dalam dan berat, mulai bertanya-tanya ada apa sebenarnya dengan Dewa? Sesibuk apa dirinya hingga tak sanggup membalas satupun dari sekian banyak spam pesan yang dikirimkan. Seperti bukan Dewa yang ia kenal. Dewa adalah tipe fast response. Ketika dia mulai slow response hingga berhari-hari, tentu meninggalkan tanda tanya besar. Ada apa? -Kabari aku kalau kamu nggak sibuk ya, Sayang Penuh harap kali ini akan dibalas, Sabrina kembali meninggalkan sebuah pesan lalu keluar menghampiri Ibundanya yang memanggilnya dari dapur. “Kenapa, Bun?” tanya Sabrina sambil menggaruk rambutnya yang gatal. Sesakali ia menguap karena

  • Milk and Coffee   Chapter 27. Curiga

    Reyhan dan Sabrina turun bersamaan dari mobilnya di lobby hotel. Disinilah mereka berdua akan bertemu dengan pesaing mereka, Nirmaan Group. Terakhir kali mereka bersaing pada proyek pembangunan hotel di Lombok. Barilga adalah pemenangnya. Sekali lagi mereka akan dihadapkan pada persaingan mendapatkan proyek pembangunan hotel bintang lima di pusat kota. “Lihat, ini gara-gara kamu lelet, kita jadi terlambat. Awas saja jika kita kehilangan proyek ini! Nggak segan-segan Saya pecat kamu!” Omel Reyhan. Sabrina hanya bisa mendumel dalam hati menanggapinya. “Pak!” terdengar sapaan di Lobby. Rupanya tidak hanya Sabrina yang datang. Beberapa perwakilan tim pun telah menunggu mereka. Ada Rohim dari tim marketing, ada Ika dari finance, dan ada Ramzi dari tim engineering. “Apa Nirmaan sudah sampa

  • Milk and Coffee   Chapter 26. Curhat dan Curiga

    “Bye semuanya!” Sabrina melambaikan tangan, berpisah dengan teman-teman kantornya. Makan malam –reuni mereka—telah usai dan waktu semakin larut. Esok mereka masih harus bekerja. Tinggallah Sabrina dan Awang yang masih duduk di kursi mereka. “Nggak pulang?” tanya Sabrina pada Awang. “Kamu kenapa nggak pulang?” Awang balas bertanya. “Ini mau,” jawab Sabrina menyunggingkan senyum singkat. Awang menatap Sabrina dalam. Ia tampak tidak bersemangat selama makan malam bersama. Ia masih ikut menimpali setiap obrolan, tetapi ekspresinya tidak lepas, seperti sesuatu menahannya. “Cowok kamu..nggak jadi dateng, ya?” hati-hati, Awang membuka topik pembicaraan. Sabrina terkekeh. “Sibuk,” jawabnya. Diam-diam ia mengintip layar ponselnya. Tetap tidak ada balasan dari Dewa. Rasanya sedih, bingung, dan kesal

  • Milk and Coffee   Chapter 25. Reuni

    Awang tergesa-gesa menaiki tangga menuju lantai sebelas setengah. Saat ia kembali dari pantry, ia mendengar berita soal kembalinya Sabrina kesini. Berita itu cukup menghebohkan hingga mereka menjeda pekerjaan demi membahas soal itu. Jantung Awang berdebar kencang. Ketidakpastian soal berita membuat Awang tidak tenang. Ia takut harapan yang sudah terpaku di hatinya pupus. Bagaimana jika Sabrina hanya sekedar mampir? Klak. Ia mendorong handle pintu. Tidak ada siapapun di dalam sana. Jantungnya terasa dingin. Ia menolak untuk kecewa. ‘Sabrina kembali?’ menjadi tagline berita siang ini. “Nggak ada, Ka!” Awang menghubungi Erika melalui ponselnya. “Kata Bina dia memang kerja disini lagi,” terang Erika. “Tapi dia nggak ada!” Awang tidak tenang. “..Baik

  • Milk and Coffee   Chapter 25. Permintaan

    Sabrina dan Reyhan duduk berhadapan. Mereka saling pandang, Reyhan yang berharap Sabrina mau kembali untuk mengurusi pekerjaannya, dan Sabrina yang tidak yakin dengan apa yang ia dengar. “Kamu ngerjain aku, hah?!” Tuduh Sabrina keras. Ia menatap Reyhan tajam. “Kamu salah orang kalau itu tujuanmu!” “Nggak. Saya serius,” Reyhan membantah “Heh!” Sabrina memukul meja. Ia menunjuk wajah Reyhan. “Kamu bilang, aku nggak kompeten! Kamu jilat ludah kamu sendiri, hah?!” rasa marahnya merasa dipermainkan oleh Reyhan telah memuncak. “Satu bulan lalu, aku bekerja dengan sangat maksimal! Aku siapin semua berkas yang hilang itu demi nyelametin rapat yang kamu agendakan, tahu?!” Sabrina membentak. “Kamu membentak Saya?” Reyhan melotot. “Iya, kenapa?! Nggak terima?! Kamu ki

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status