Home / Romansa / Miliarder Tampan itu Ayah Putraku / Bab 2: Perjanjian Kontrak Pernikahan

Share

Bab 2: Perjanjian Kontrak Pernikahan

last update Last Updated: 2023-07-04 15:54:26

“Kamu jangan sekali-kali kabur. Paham? Tuan Evan sudah membayarmu mahal.” Kartika menatap Bella tajam. Nada bicaranya penuh penekanan setiap kata. 

Bella menunduk. 

“Kamu paham?”

Dia sangat paham. Sudah masuk tidak akan bisa menemukan jalan keluar walau pintu itu terbuka lebar. Sebagai jawabannya, Bella mengangguk. 

“Bagus.” Kartika bersedekap menatap Bella yang duduk di hadapannya masih mengenakan kebaya pengantin sederhana berwarna putih tulang yang sedikit kebesaran di tubuh mungil itu. “Satu lagi, utang Timo masih banyak. Jadi, bersikap baiklah pada Tuan Evan sebab diakhir kontrak nanti, kamu akan mendapatkan pesangon besar.” Kartika berkata lagi. Satu kakinya yang mengenakan sepatu hak tinggi berwarna merah mengetuk pelan.

Bella mendongak mendengar penuturan Kartika tersebut. “Maksud Mami? aku harus bersikap baik bagaimana?”

Pertanyaan itu disambut gelak tawa Kartika. Bahunya berguncang. Mereka berdua sedang berada di kamar besar di rumah mewah itu. “Kamu polos sekali,” gumamnya seraya berdecak lalu dia menghela napas. “Kamu seharusnya banyak belajar dahulu. Timo memberikanku anak yang benar-benar polos. Pantas saja Tuan Evan—”

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan menghentikan ucapan Kartika. Wanita cantik itu menoleh ke arah pintu yang tertutup. “Ya?” sahutnya.

“Maaf, Mami, ini saya Andri.”

Kartika memutar matanya. “Ada apa, Andri?” jawabnya malas lalu berjalan menuju pintu.

“Tuan Evan menunggu.”

Kartika berdecak mendengar balasan itu lalu kembali memutar tumitnya menuju Bella yang masih duduk menunduk. Kartika bisa melihat betapa gadis itu begitu mungil dan pasrah. ‘Timo benar-benar menyebalkan,’ batinnya gemas. Tangannya terulur menyentuh dagu Bella kemudian mengangkatnya pelan. “Kamu harus pandai merayu, manja, dan menggoda Tuan Evan. Itu yang kumaksud bersikap baik. Kamu paham sekarang?”

Ditatap tajam oleh Kartika membuat Bella menelan ludah susah payah. ‘merayu, manja, dan menggoda Tuan Evan? Bagaimana caranya?’ pikir Bella. Ketiga hal itu belum pernah dia lakukan. Dia adalah gadis kampung yang tidak tahu apa pun. 

Kartika mendekatkan bibirnya ke telinga Bella lalu berbisik, “gunakan pengaman. Aku tidak mau kamu hamil anak dari klienku. Jika itu terjadi, kamu tanggung akibatnya. Mengerti?”

***

Bella melirik Evan yang duduk di seberangnya. Pria itu sibuk dengan benda yang tadi dia dengar dengan sebutan laptop. Hari telah menjelang petang. Saat ini mereka berada di sebuah apartemen mewah. Bella menatap mata biru yang kini bertengger kacamata berbingkai bulat. Jujur saja, dia menyukai mata biru itu. Bella buru-buru mengalihkan tatapannya ketika Evan mendongak menatapnya dengan alis terangkat tanda bertanya. Gadis itu hanya berdehem sebagai jawaban. 

‘Betapa malunya!’ jeritnya dalam hati. 

Kemudian mata Bella tertuju pada map yang tadi diletakkan Evan di meja. Map berisi surat perjanjian kontrak pernikahannya. Dia tidak sempat membacanya sebab Kartika telah lebih dahulu menyetujui dan langsung meminta Bella untuk tanda tangani. Tangannya terulur hendak mengambil map itu. Dia ingin membacanya. Namun, dia tidak jadi mengambilnya. Dia takut Tuan Evan marah padanya nanti sebab memegang barang yang bukan miliknya.

“Silakan dibaca, Isabella.” 

Ucapan itu sontak membuat Bella mendongak. Matanya bertemu dengan mata biru yang tajam. Pria itu memiliki ucapan yang singkat dan terkesan tidak peduli. “Boleh, Tuan Evan?” tanyanya pelan.

Evan mengalihkan kembali pandangannya pada laptop yang ada di hadapannya. “Ya,” sahutnya singkat.

“Satu lagi,” ucap pria bermata biru yang masih duduk di seberangnya. Tatapannya tajam menusuk. “Mulai sekarang panggil aku Evan jika kita sedang berdua. Mengerti?” tuntutnya.

“Baiklah.” Bella menjawab lirih. 

“Silakan dibaca.” Evan berkata pelan.

Bella menurut. Dia menunduk membuka map berisi surat perjanjian itu. “Surat Perjanjian kontrak pernikahan.” Bella membacanya perlahan. 

Bella melirik Evan sekilas. Pria itu masih mengetik sesuatu di laptopnya seraya meminum kopi yang Bella buat tadi. Tidak mengatakan apa pun. Dia mulai melanjutkan lagi, “pihak pertama yakni Isabella Halka—” 

“Tidak diperkenankan untuk hamil anak dari pihak kedua yakni Aku. Evan Oliver.” 

Perkataan Evan yang memotong ucapan Bella membuatnya mendongak. Evan menatap balik melalui mata biru menawan itu. Bella tidak berkutik saat ditatap seperti itu oleh Evan. Demi menegaskan apa yang dikatakan Evan, Bella menunduk memerhatikan surat perjanjian yang ditik tersebut. 

‘Benar apa yang dikatakannya,’ pikir Bella setelah membaca sebagian surat perjanjian tersebut.

“Aku tidak suka mendengar orang membaca terdengar jelas.” Evan berkata pelan. Matanya masih menatap Bella. “Kamu terlalu menggangguku.”

Bella berdehem. “Maaf,” ucapnya lirih. Dia terbiasa membaca dengan suara. Tidak seperti kebanyakan orang yang membaca dalam hati, dia lebih suka disuarakan karena membuatnya lebih mengerti.

“Kemudian ….” Evan meletakkan laptopnya di meja lalu berjalan menuju Bella yang duduk di seberangnya. Pria itu menunduk memerhatikan Bella yang masih menatap surat perjanjian kontrak pernikahannya. “Jika kamu hamil anakku, maka kamu tidak ada hak untuk menuntut apa pun.”

Bella kembali menyusuri perkataan Evan di dalam surat perjanjian dan benar apa yang dikatakan oleh pria itu. Dia tidak boleh meminta pertanggung jawaban Evan karena sudah memiliki istri sah. Bella mendongak. Ditatapnya Evan merana. “Begitu?” bisiknya parau. 

Evan mengangguk pongah. “Ya, begitu. Kamu yang menandatanganinya jadi kurasa kamu sudah setuju.”

Bella kembali menunduk. ‘Terpaksa. Demi utang Bapak.’ Bisiknya sedih. Kartika yang saat itu menarik tangannya untuk cepat-cepat tanda tangan membuat Bella tidak bisa membaca secara keseluruhan isi surat perjanjiannya. Jika sudah seperti ini, dia tidak bisa berbuat apa pun seandainya terjadi masalah besar nanti. 

“Silakan kamu cocokkan apa yang kukatakan dengan surat itu, Bella.” Evan berkata seolah menyindir.

“Bukan seperti itu.” Bella berusaha membela dirinya walau nyatanya begitulah adanya. Dibacanya kembali surat itu. “Dalam surat ini mengatakan bahwa kamu akan memenuhi segala apa yang kumau? Benarkah?”

Evan mengangguk. “Tentu. Apa pun yang kamu mau akan kukabulkan.” Kemudian, Evan mengulurkan tangannya pada Bella. “Berdiri!” perintahnya. 

Melihat tangan besar pria itu yang terulur membuat Bella mau tidak mau menurut. Dengan segera Evan menariknya berdiri hingga kepalanya membentur dada. Bella dapat melihat jelas betapa birunya mata itu. Betapa indah menurutnya. Dia dapat merasakan kedua tangan Evan melingkari pinggangnya. 

“Selama aku di Indonesia, kamu adalah istriku.” Evan mengucapkannya lembut.

“Istri kontrak.” Bella mengoreksi. “Sesuai dengan yang tertulis di dalam suratnya.” 

Evan mengangguk. “Kamu cepat belajar. Membacalah dalam hati sebab tidak semua orang menyukai apa yang kamu lakukan tadi,” balasnya.

“Termasuk kamu?” tanya Bella pelan. Dia masih menatap Evan tanpa kedip. Jika itu permintaan dari suaminya, akan dia lakukan. Evan mengatakan bahwa dirinya cepat belajar. Dia senang bukan main.

“Ya. Termasuk aku,” angguk Evan. “Selain itu, setelah kontrak kita berakhir, kamu akan kuberikan pesangon sebesar 4000 dollar,” tambahnya. Evan mulai bergerak pelan seperti berdansa walau tanpa musik. 

“Apa aku boleh meneleponmu nanti setelah kontrak selesai?” walau Bella tahu itu tidak mungkin sebab sudah tertulis di dalam kontraknya, tetap saja dia bertanya. ‘Siapa tahu pemikiran Evan berubah,’ pikirnya.

“Tidak.” Evan menjawab lembut. Kakinya masih bergerak layaknya sedang berdansa. 

Bella berdehem. Dia dapat merasakan Evan membimbingnya untuk bergerak sesuai keinginan pria itu. “Bagaimana jika aku merindukanmu?” tanyanya. Dia menatap mata biru itu dengan pandangan memuja yang nyata.

Alis Evan naik. Namun, tidak mengatakan apa pun. Hal itu membuat Bella gugup.

“Maksudku ….” Kedua tangan Bella mulai terulur menyentuh dada pria itu. “Terkadang ada orang yang tiba-tiba merindukan seseorang yang berarti dalam hidupnya.”

Evan menunduk menatap Bella yang tingginya hanya sebahunya. “Kamu sudah melewati batasan perjanjian,” ucapnya tegas.

Suara Evan yang tidak mau dibantah itu membuat Bella menundukkan kepalanya. “Maafkan aku.”

“Seharusnya kamu tidak lupa dengan isi surat kontrak itu. Pihak pertama tidak boleh terlibat perasaan pada pihak kedua yaitu aku. Evan Oliver.” Evan berkata dengan gamblang dan jelas. 

“Ya,” bisik Bella. “Maafkan aku.”

Evan masih bergerak layaknya berdansa pada sebuah pesta. “Aku perjelas lagi, kamu sebagai pihak pertama tidak boleh menghubungiku setelah perjanjian kontrak selesai. Paham?”

Bella menatap dalam Evan. Dia bagaikan memakan buah simalakama. ‘Perjanjian kontrak menyebalkan. Bapak menyebalkan. Mami menyebalkan.’ Bella merutuk dalam hati. Dihela napasnya pelan lalu menjawab lirih, “ya.” 

“Bagus.” Evan mengangguk puas kemudian menundukkan wajahnya mencium bibir Bella.

Ring! Ring! Ring!

Suara ponsel yang berteriak nyaring urung membuat Evan mencium Bella. Pria itu merogoh saku celananya lalu menjawab, “Halo?” sapanya kemudian melangkah pergi begitu saja. Bella menatap punggung Evan hampa. ‘Hanya istri kontrak. Ingat itu, Bella.’ Batinnya nelangsa.

“Ada apa?”

Samar-samar Bella mendengar Evan bertanya teramat sangat lembut pada seseorang entah siapa. Setelah mendengar itu, Bella mencoba menjauh. Dia tidak berhak untuk mendengarkan pembicaraan Evan.

“Makena?” Evan memanggil lagi tatkala Bella tidak terlihat dalam pandangannya. 

 “Sayang? kamu di mana?” Makena bertanya melalui sambungan telepon.

“Aku sedang di Indonesia. Ada apa? apakah uang belanjamu kurang?” pria itu bertanya penuh perhatian.

“Tebak, aku di mana?”

Alis Evan naik. Dia tertawa pelan. “Ayolah, sayang. Aku tidak suka tebak-tebakan.”

***

Seorang wanita berambut pirang terkekeh duduk di salah satu kursi di sebuah penginapan sederhana bersama seorang pria berpakaian layaknya seorang agen mata-mata. Tangannya terulur memegang sebuah cetakan foto pernikahan sederhana antara pria yang sudah menjadi suaminya dengan seorang gadis yang menurutnya cantik. 

“Kamu tidak asik.” Wanita itu terkekeh lagi masih memerhatikan selembar foto tersebut. “Hanya menebak saja kamu tidak bisa.”

Lalu dia menambahkan dalam hati, ‘aku mengikutimu ke Indonesia.’

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Jac
istrinya keren. ... sewa mata-mata buat pantau suaminya. ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 3: Hanya Istri Kontrak

    “Aku ada rapat mendadak. Aku sudah memesan sarapan untukmu. Makan dan jangan menungguku—Evan.”Bella membaca catatan kecil yang tertempel di lampu tidur. Alisnya terangkat. ‘Tulisan tangan Evan bagus juga,’ pikir Bella. Kemudian, mata Bella tertuju pada jam dinding yang menunjukkan hampir pukul 11:00. Sebentar lagi waktunya makan siang dan dirinya baru bangun tidur. Sarapan itu sudah ada di meja seberang tempat tidurnya. Bella menghela napas pelan. Dia tidak berniat untuk bangun dari tidurnya. Untuk pertama kalinya, dia merasakan bagaimana menjadi seorang istri sepenuhnya dan untuk pertama kalinya pula dia bangun tidur kesiangan. Salahkan Evan dan hasrat besar pria itu padanya semalaman. Matanya kembali terpejam. Namun, segera terbuka lagi sebab perutnya mulai perih. Mau tidak mau, Bella bangkit dari tempat tidurnya dan meraih jubah kamar yang tergeletak di nakas samping tempat tidur. Brak!Pintu yang menjeblak terbuka membuat Bella serta merta menoleh terkejut. Evan pulang lebih

    Last Updated : 2023-07-04
  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 4: Isabellaku

    “Jalan hidupmu akan berliku.” Alis Bella naik tatkala seorang peramal melihat tapak tangan kanannya. “Begitu?” Bella bertanya pelan. Dia kini berada di pasar malam. Malam itu suasana kota Semarang cerah. Evan mengajaknya berkeliling kota Semarang setelah pulang berbisnis. Sebuah pasar malam menarik perhatian Bella dan pria itu menurutinya. Setelah berkeliling pasar malam, Bella memutuskan untuk masuk ke tenda peramal. Hanya iseng saja. Itu yang ada di pikirannya. Evan diajaknya tetapi pria itu tidak mau dan memilih untuk membeli jagung bakar.“Percintaan?” Bella bertanya lagi. Dia menatap serius peramal wanita berpakaian ala gipsi. Wanita itu mengangguk. Diperhatikannya tangan Bella lagi, lalu berkata pelan, “sabarlah.”Alis Bella semakin naik mendengar ucapan itu. “Aku harus bersabar?”Peramal yang Bella tidak tahu namanya tersebut mengangguk. Tatapannya iba. “Tuhan tahu bahwa kau adalah orang yang baik. Keadaan yang membuatmu seperti ini,” ucapnya. Bella segera menurunkan tanga

    Last Updated : 2023-07-04
  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 5: Perjanjian Kontrak Pernikahan Telah Selesai

    “Kukembalikan Isabella Halka. Perjanjian kontrak pernikahan telah selesai.”Isabella berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah. Ucapan Evan berdengung layaknya lebah. Tiga bulan kebersamaannya selesai sudah. Pernikahannya dan Evan telah usai. Talak telah dilayangkan padanya. Ditatapnya mata biru Evan yang menurutnya indah. Pria itu sedang berbicara dengan Kartika yang berdiri di sebelahnya. Dia tidak fokus pada apa yang diucapkan Evan. Namun, dia lebih fokus pada wajah pria itu. Wajah itu dipandanginya dalam demi membuat memori di pikiran.Kartika tersenyum senang. Wanita itu menerima amplop coklat tebal dari Evan Oliver. “Terima kasih sudah percaya padaku, Tuan Oliver. Jika berkunjung lagi ke Semarang, mampirlah kemari. Akan kusediakan wanita cantik untukmu.” Kartika mengulurkan tangannya mengusap lengan kiri Evan.Mata Evan melirik Bella yang berdiri di sebelah Kartika. Sejak dalam perjalanan menuju kediaman Kartika, Bella hanya diam saja. “Tentu.” Evan mengangguk. “Boleh aku

    Last Updated : 2023-07-04
  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 6 Belum Ikhlas

    “Kalau dilihat dari siklus datang bulan Mbak Isabella yang terakhir kali, usia kandungan berjalan empat minggu, ya.” Dokter Febri tersenyum menatap Isabella yang menahan air mata. Tangan dokter tersebut terulur mengusap lengan kanan Bella. Hanya dengan perlakuan seperti itu telah berhasil meruntuhkan pertahanan Bella yang telah dibangunnya sejak tadi pagi. Sekedar ingin memastikan apa yang dilihatnya pada alat tes kehamilan, Bella memutuskan untuk datang ke klinik dokter Febri. “Saya harus bagaimana, Dok?” Bella berkata setengah berbisik. Dia tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini. “Jalani, ya, Mbak. Ikhlas,” jawab dokter Febri. Wanita dipenghujung usia 45 tahun tersebut menatap Bella dengan iba. Bella mendongak. Ada satu keinginan tiba-tiba terlintas di kepalanya begitu saja. “Dok, bantu saya gugurkan. Ya?” Dokter Febri menggeleng pada permintaan Bella lalu menjawab, “jangan timpakan kesalahan pada yang tidak berdosa, Mbak. Siapa tahu anak yang Mbak kandung nanti membawa kebe

    Last Updated : 2023-07-31
  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 7: Kecerobohan dalam Sebuah Amplop

    “Kau baik-baik saja?” tangan kekar dengan sigap menarik Bella berdiri. Wanita itu mendongak menatap siapa yang menariknya. Tenyata pengawal Kartika. Pria itu berdiri tanpa ekspresi masih menggenggam lengan kanan Bella. Bella mulai berandai-andai jika pria yang ada di sebelahnya adalah Evan tentulah hatinya senang bukan main. Nyatanya bukan. “Bella?” Suara Kartika yang berulang kali bertanya apakah dia baik-baik saja membuat Bella memusatkan pandangannya. Kartika sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan khawatir. “John, dudukkan dia di kursi.” Kartika berkata lagi pada pengawalnya yang bernama John. Tanpa banyak kata, John membimbing Bella duduk di kursi kayu yang ada di kamar itu. Pandangan Bella masih berkunang ditambah lagi perutnya yang mulai mual. Ditahannya rasa tidak enak di perutnya seraya memejamkan mata. “Kau pucat sekali. Apakah perlu kupanggil dokter Febri kemari?” Ucapan itu sontak membuat Bella membuka mata lalu menggeleng. Gelengan kepala membuatnya sakit. “Tidak

    Last Updated : 2023-08-02
  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 8: Bayar Denda

    “Kuberikan waktu dua hari untukmu berpikir. Jika kau ingin tetap di sini, maka gugurkanlah kandunganmu. Aku tahu siapa yang berani melakukannya. Dan itu bukan dokter Febri.”Itulah yang dikatakan Kartika pada Bella. Batas waktu yang diberikan Kartika akan habis sebentar lagi. Namun, Bella belum mengambil keputusan. Sebelumnya sangat teramat yakin ingin menggugurkan kandungannya akan tetapi entah kenapa dia mulai meragukan keinginannya tersebut. Dia mulai bimbang harus melakukan apa. Kini, pikiran dan hati nuraninya bertolak belakang. Diperhatikan ponsel pemberian Evan. Ponsel yang teramat mahal baginya dan tidak akan sanggup dibelinya.“Evan,” bisiknya. “Aku ingin bertemu denganmu.” Lalu dipejamkan matanya demi menahan air matanya yang ingin tumpah. Saat ini dia berada di sebuah restoran keluarga ternama di Indonesia. Restoran tersebut ramai sebab jam makan siang. Bella sengaja datang sendiri ke restoran yang berada di mall tersebut. Di hadapannya tersaji makanan yang ingin sekali dia

    Last Updated : 2023-08-03
  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 9: Percobaan yang Gagal

    “Paket! Permisi, Isabella Halka?! Paket!” Suara nyaring kurir pengiriman barang berteriak di depan muka rumahnya membuat Bella urung melakukan apa yang tadi dia niatkan. Alisnya berkerut mendengar suara kurir pengiriman berteriak memanggil namanya lagi. Dia merasa tidak membeli barang apa pun secara daring. Walau begitu, dia tetap turun dari kursi plastik baksonya lalu menuju ruang tamu. “Isabella?!” lagi, kurir berteriak memanggil namanya. “Ya? Sebentar.” Bella merapikan rambutnya lalu membuka pintu rumahnya. Dia mencoba tersenyum walau hatinya masih kalang kabut. “Paket, Mbak.” Kurir tersebut mengangsurkan padanya sebuah paket ukuran sedang pada Bella. “Isabella Halka, kan?” Bella mengangguk. “Benar.” Kurir menyodorkan lagi paketnya. “Paketnya, Mbak.” “Oiya.” Bella menerima paket tersebut dengan bingung. Dia merasa tidak pernah membeli apa pun di lokapasar. ‘Atau mungkin aku lupa pernah membeli sesuatu? Mungkin saja.’ Mengangkat bahu, Bella tersenyum pada kurir paket tersebut.

    Last Updated : 2023-08-04
  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 10: Percobaan Kembali Gagal

    “Asal kamu tahu, Ibumu itu sekarang jadi perempuan tidak benar!” Timo mengulangi ucapan itu lagi. Untuk kesekian kalinya pada Bella. “Dia nikah lagi dengan orang kaya dan melupakan kita. Apa namanya itu kalau bukan perempuan tidak benar?!” nada suara pria itu meninggi di akhir kalimat.Bella yang sedang mengelap lemari buffet hanya memilih diam. Dia selalu menjadi pendengar ketika Timo mengoceh seperti itu. Dia baru saja tiba dari sekolah ketika Timo menyuruhnya mengelap lemari buffet yang berdebu.“Sudah belum?” Timo menatap Bella dengan mata menyipit. “Orang yang mau beli lemarinya mau datang.”Bella memejamkan mata sekilas. Tiba-tibanya Timo meminta dirinya membersihkan lemari buffet itu ternyata untuk dijual.‘Pasti untuk judi,’ batin Bella. ‘Berapa banyak barang lagi yang mau dijual? Televisi sudah, blender sudah, sekarang lemari.’ Ingin dia meneriaki Timo. Namun, dia tidak berani. Dia takut pria itu murka padanya.“Bella!” Timo membentaknya. “Dengar tidak?!”Plak!Tamparan menda

    Last Updated : 2023-08-05

Latest chapter

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 48 Samudera Membentang (ekstra part)

    “Ini Samudera? Ya ampun! Sudah besar!”Samudera memeluk erat seorang wanita tua dengan erat. “Nenek.” Dia memejamkan mata merasa rindu dengan wanita yang dipanggilnya nenek. Kedatangannya ke Indonesia untuk perjalanan bisnis membantu Evan.“Apa kabar Mama dan Papamu?”Samudera melepaskan pelukannya. “Sehat, Nek.”“Shilah apa kabarnya? Kenapa dia tidak ikut? Nenek rindu.” Chloe kembali bertanya. Mencecar Samudera.Samudera tersenyum. “Bukankah nenek sudah bertemu dengan Shilah dua minggu lalu?”Shilah merupakan adik Samudera. Usianya sekarang menginjak 15 tahun. Dia tidak menyangka akan memiliki seorang adik perempuan ketika dulu Bella sempat keguguran karena terlalu lelah dalam melakukan berbagai kegiatan. Mamanya tersebut sekolah lagi atas permintaan Papanya. Permintaan itu semata untuk memperbarui diri agar lebih baik lagi.“Yah itu sudah lama.” Chloe lalu terkekeh.Mata Samudera menatap berkeliling. “Ke mana Tante Lena, Nek? Nenek sendirian di rumah?” dia mulai sadar tidak ada Lena

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 47 Bahagia Sepanjang Usia

    “Mentari menanyakan Samudera. Apakah kalian benar pindah ke Amerika?”“Benar, Mama.” Bella menjawab santun.“Ah begitu.”Jawaban pelan itu membuat Bella bingung. “Ada apa, Mama?”“Emm, apakah boleh Mentari bicara dengan Samudera? Di sana sudah malam, ya?”Bella tersenyum. Dia memang tidak tahu menahu bagaimana pertemanan Samudera dengan Mentari sebab putranya tersebut tidak pernah bercerita mengenai teman-teman sekolah padanya. Samudera akan menjawab jika hanya ditanya. Dan kalau tidak ditanya, anak itu tidak akan mengatakan apa pun mengenai kesehariannya.“Oh, boleh. Nanti saya telepon balik Mama Mentari ya. Samuderanya sudah tidur.”“Oh ganggu ya? Tidak perlu kalau ganggu.” Mamanya Mentari mulai tidak enak sebab menganggu tidurnya Samudera.“Oh tidak,” jawab Bella terburu-buru. Mungkin dengan berbicara pada Mentari, murungnya Samudera bisa teratasi. Dia bukannya tidak memerhatikan tadi. Dia melihat putranya yang tidak teramat ceria seperti biasa di Indonesia. Dia hanya berpikir Samu

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 46 Pesta

    “Evan?!” Bella terkejut melihat Evan berdiri di hadapannya. Di tangannya terdapat koper berukuran sedang. Pria itu tersenyum lebar. Di tangan yang lainnya menggenggam ponsel.“Iya. Ini aku. Datang menemuimu, Isabella.” Evan berkata lembut. Dia melihat Bella yang begitu memprihatinkan.“Evan!” tanpa pikir panjang, dia memeluk erat pria itu. Evan menyambut pelukan erat Bella dengan mengusap kepalanya.“Istirahatlah. Suhu tubuhmu panas.”Bella tersenyum masih dalam pelukan Evan. “Aku merindukanmu, Evan.” Dia sudah seperti orang dimabuk cinta dan dia tidak peduli lagi pada malunya. Dia ingin mengutarakan apa yang dirasakannya saat ini.“Aku juga.” Evan tersenyum senang. “Secepatnya kita menikah. Aku tidak sabar lagi ingin bersamamu setiap hari. Saat pagi kubuka mata aku melihatmu. Begitu juga malam hari ketika aku menutup mataku.”Bella melepaskan pelukannya. Ditatapnya Evan sayu. “Apakah tidak bisa sekarang kita menikah? Di sini?”Alis Evan naik lalu dia tertawa. “Kamu yang sakit ternyat

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 45 Calon Menantu

    “Selesaikan dulu masalahmu dengan Makena,” ucap Chloe lagi. Perkataan Evan telah membuat Chloe tidak habis pikir. Kekhawatirannya naik ke permukaan. “Aku tidak mau Bella dikatakan merebutmu dari Makena. Aku tidak mau Kakakku memusuhi Bella.”“Tante,” ucap Evan tenang. “Aku tidak ingin berpisah lagi dengan Bella. 10 tahun aku kehilangan jejaknya.”Chloe menggeleng. “Tidak.”“Tante, mengenai kedua orangtuaku itu tidak masalah. Mom dan Dad pasti senang.” Evan berkata lagi masih tenang sedangkan Bella hanya duduk menunduk di sisinya dengan kedua tangan saling bertaut.“Evan.” Hermann akhirnya bersuara setelah dia melihat raut khawatir di wajah Chloe. “Bella sudah kami anggap anak sendiri. Dia tidak akan pergi ke manapun lagi.”“Tapi —““Dengar,” potong Hermann ketika Evan hendak berbicara. “Selesaikan semua masalahmu dengan Makena. Setelah itu barulah kau datang kemari dan bawalah Bella bersamamu ke Amerika.”Evan menelan ludah. Pupus sudah harapannya untuk bersama Bella dengan cepat. Per

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 44 Penjelasan Evan

    Teriakan itu milik Lena. Gadis itu berkacak pinggang. Di sebelah Lena terdapat Samudera dan Chloe. Kedua tangan Chloe menutupi mulutnya. Terkejut pula. Sedangkan Samudera seperti hendak kesal. Namun, melihat siapa yang memeluk sontak saja anak itu tersenyum lebar.“Om Evan!” dia berjalan cepat menyongsong Evan lalu memeluknya. Dia tidak perlu bertanya pada Evan mengenai ada hubungan apa antara keduanya. Menurutnya, jika dua orang dewasa berlainan jenis melakukan pelukan berarti mereka sayang dan saling cinta.Bella berdehem. Dia berusaha tersenyum walau hatinya gugup sekali. Diperhatikannya Chloe dan Lena yang pastilah butuh cerita yang lebih lengkap. Jika sudah seperti itu, dia mau tidak mau memberitahukan mereka.“Ada apa ini?” Chloe bersuara setelah teriakan Lena tadi.Kemudian Lena menyipitkan matanya menatap Evan. “Jangan ganggu Bella. Kau harusnya paham, Om.”Evan merangkul Samudera. Dia berdehem. “Lena, Tante, aku akan jelaskan,” ucapnya. Di menoleh pada Bella yang berdiri di b

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 43 Kesempatan Kedua

    “Aku tidak menyangka dia Darrel.” Bella berulang kali mengatakan kalimat itu. Alisnya berkerut. Sedetik kemudian dia seolah teringat sesuatu. “Aku pernah melihat foto wanita itu di kamarnya Darrel.”“Makena?” Evan menoleh pada Bella. Pria itu sedang berada di toko bunga. Duduk menikmati kegiatan Bella yang sedang hilir mudik merapikan bunga-bunga tersebut seraya minum kopi. Kopi buatan Bella yang menurutnya masih enak seperti dulu. “Ya. Aku melihatnya dulu ketika aku mencoba mengakhiri hidupku. Foto itu ada di kamarnya Darrel.” Bella mengatakan dengan ringan. Namun, Evan segera berdiri dari duduknya.“Apa?” tanyanya. Dia menghampiri Bella dan berdiri di hadapannya. Kedua tangan wanita itu menggenggam dua tangkai bunga mawar merah. “Kau melakukan apa?” Evan bertanya lagi. Berharap pendengarannya salah.Bella mendongak. “Yang mana?” alis Bella berkerut. Dia tidak mengerti pertanyaan Evan yang terdengar panik serta teerkejut.“Kau mencoba bunuh diri,” ucap Evan lirih. Dia tidak tahu hi

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 42 Kebenarannya

    “Isabella?”Evan kembali memanggil namanya ketika Bella tidak kunjung menjawab.“Katakan padaku kebenarannya. Samudera merupakan putraku, bukan?”Bella memejamkan mata. Dia takut jika mengatakan kebenarannya Evan akan membawa pergi Samudera jauh darinya. Tidak. Bella menggeleng samar. Dia tidak akan mengatakan yang sebenarnya.“Chloe bilang 10 tahun lalu kau datang ke rumahnya dalam keadaan hamil.” Evan kembali berkata. “10 tahun lalu adalah tahun di mana kita berpisah.”Dieratkan pegangannya pada buku-buku yang dia susun menjadi satu itu. Bella diam menunduk. Dia berusaha mencari cara agar Evan tidak tahu bahwa Samudera adalah putra kandungnya.“Diammu kuanggap—”“Samudera bukan anakmu.” Bella menyela cepat. “Kau harusnya tahu profesiku apa. Samudera anak dari pria lain.”“Tatap mataku dan katakan itu lagi.” Evan mulai menuntut ketika Bella tidak kunjung menatap matanya.“Untuk apa kau mengatakan itu padaku,” ucap Bella pelan. Dia mulai menatap Evan dan berusaha untuk membendung sega

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 41 Rencana

    Evan terdiam ketika mendengar pertanyaan tersebut muncul begitu saja dari Chloe. Dia tidak ingin masa lalunya yang begitu intim dengan Bella terungkap sebelum bisa menyelesaikan masalahnya dengan Makena. Ketika Evan hendak membuka mulutnya untuk menjawab, ponselnya berdering dari saku celana yang dipakainya. Dia berdiri dari duduknya lalu mengeluarkan ponselnya. Ternyata telepon dari asistennya. “Halo? Ada masalah?” Evan bertanya tanpa basa-basi. Dia memberi kode pada Chloe seraya beranjak keluar dari ruang makan tersebut. “Terima kasih kau telah menghubungiku, Jacob.” Dia terselamatkan dengan entah laporan apa yang akan disampaikan asistennya tersebut. “Begitukah?” Jacob menjawab seraya tertawa di ujung telepon. “Ada apa? semua lancar?” Jacob bergumam menjawab. “Kapan kau akan kembali?” Evan mengangkat bahu. “Entah,” sahutnya. “Kau tidak berniat mengurus permasalahanmu dengan Makena?” Evan mengusap wajahnya. Dia kini duduk di ruang tamu yang sepi. Hermann sepertinya masih di ka

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 40: 10 Tahun Lalu

    “Sam,” ucap Bella.Mengingat apa yang dilakukan Evan pada Samudera tadi setelah kembali dari berjalan-jalan di taman perumahan, membuat dia semakin tidak ingin pria itu tahu siapa sebenarnya Samudera. Sikap Evan yang begitu perhatian pada Samudera membuat Bella takut terjadi hal yang tidak dia inginkan. Dia takut Samudera dibawa ke Amerika.“Ya, Ma?” Samudera menjawab masih dengan kedua tangan memeluk pinggang Bella.“Jangan terlalu dekat dengan Om Evan. Bisa?”Biasanya dia mengucapkan kalimat tidak langsung pada Samudera demi menghindari kata ‘Jangan’. Dia berusaha membiasakan pada Samudera untuk menghindari kata larangan, perintah, dan memarahi. Namun, dia adalah manusia biasa yang selalu luput dari kesalahan seperti sekarang ini. Emosinya mulai meningkat seiring dengan kedatangan Evan yang tiba-tiba.“Kenapa, Ma?”Bella menghela napas pelan. Dinyalakan motornya lagi. “Jangan terlalu dekat. Kamu mengerti?”Bibir Samudera mencebik tetapi dia tidak berani membalas ucapan Mamanya. Dia

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status