Senyum sepasang suami istri itu terasa hangat menyambut Nindia di ruang tamu. Sejenak, ada perasaan gundah dalam diri Nindia.
Kekhawatiran Yang dianggap wajar bukan hanya pada Nindia yang akan menetap di rumah kediaman keluarga Edward selama dia kuliah di Jakarta.Nindia takut kehadirannya tidak diterima oleh keluarga itu. Terlebih, dengan sikap yang ditunjukkan. oleh Kevin--anak kedua mereka padanya. Namun, Nindia berusaha berpikir positif.Nindia berusaha mengambil simpati dari Tania--istri Edward yang tersenyum menatap ke arahnya. Dia berusaha menunjukkan sikap santun kepada kedua orang tua itu.Nindia melihat istri Pak Edward sangat menyukai kehadirannya. Ibu Tania nampak antusias memperlihatkan kamar yang akan menjadi milik Nindia nanti.Kamar itu kebetulan berdampingan dengan kamar milik Jeremy--anak ketiganya. Sementara, dua kamar lainnya menjadi tempat menginap untuk para tamu."Anggap aku sebagai ibumu sendiri. Jangan sungkan untuk menceritakan segala hal padaku," ucap Ibu Tania pada Nindia."Terima kasih karena ibu dan bapak sudah mau menerima diriku dengan baik di rumah ini. Jujur, aku sangat terharu," jawab Nindia dengan mata berembun.Ibu Tania langsung memeluk erat diriku. Entah mengapa, aku merasakan kehangatan sosok ibu dalam dirinya."Mulai sekarang, panggil aku dengan sebutan mama, dan panggil suamiku dengan sebutan papa. Kau sudah kami anggap sebagai putri kandung sendiri," pintanya tulus dan semakin membuat Nindia menangis haru.Nindia dapat melihat bagaimana sikap Pak Edward dalam menyambut kedatangannya. Laki-laki itu seperti Abah. Ia tidak banyak bicara. Sementara, Ibu Tania--istrinya nampak sangat mendominasi.Hal itu dapat dibuktikan dari bagaimana Ibu Tania sangat antusias menceritakan tentang ketiga anaknya pada Nindia.Nindia sangat mengagumi interior yang ada dalam kamar miliknya. Dari luar, rumah kediaman Pak Edward dirancang dengan gaya Eropa klasik. Akan tetapi, saat memasuki dalam rumah, nampak gaya modern mendominasi seluruh ruangan, termasuk kamar miliknya.Nindia merasa sangat beruntung bisa mengenal keluarga ini. Mereka sangat memperhatikan detail apa saja yang dibutuhkan olehnya saat ini. Mulai dari dekorasi kamar dengan tempat tidur besar, mengingatkan Nindia akan kedua temannya di panti."Inggit dan Pipit pasti akan senang jika berada di sini. Ah, aku akan mengajak kalian suatu saat nanti," ucapnya tersenyum merindukan mereka.Kamar pribadi Nindia dilengkapi kamar mandi sendiri. Yang lebih menakjubkan, dia juga mempunyai balkon sendiri untuk menikmati pemandangan di luar rumah dari balkon kamarnya."Nindia, semua koleksi yang ada dalam lemari ini adalah milikmu. Maaf, mama belum banyak membelikan barang karena tidak tahu ukuran baju yang kau pakai. Next time, kita ke mall dan belanja semua kebutuhan mu," ucap Ibu Tania saat menunjukkan lemari yang berisi tas, sepatu dan pakaian untuknya."Ini sudah lebih dari cukup, Tante. Seharusnya, Tante tidak perlu membelikan barang sebanyak ini untuk Nindia. Rasanya, belum pantas Nindia menerima ini semua," ucap Nindia dengan mata berkaca-kaca."Kau pantas mendapatkannya, Nindia. Satu hal lagi, jangan panggil aku dengan sebutan Tante lagi. Panggil 'mama'," ucap Ibu Tania padanya."Terima kasih, M-mama ..." jawab Nindia terbata.Nindia mengerti, istri dari Edward ini hanya ingin menunjukkan ketulusan mereka dalam menerima kehadirannya di keluarga besarnya. Sekaligus memperlihatkan kesungguhan keduanya untuk memberikan beasiswa padanyaJauh hari sebelumnya, Edward--suaminya sudah menceritakan kepada dirinya semua tentang Nindia--anak panti yang ditinggalkan oleh orang tuanya semenjak dia masih bayi.Itu yang mendorong Tania memberikan kasih sayang lebih untuk Nindia. Dia juga tidak menyangka, gadis yang akan tinggal bersamanya sangat cantik dan manis, meski tanpa polesan make up di wajahnya.Begitu juga dengan Nindia, terlepas dari laki-laki sombong yang menyebutnya kampungan di awal mereka bertemu Nindia sangat kagum dengan kecantikan mamanya. Tania terlihat santun dan baik hati.Nindia melihat kecantikan terpancar dari wajah istri Edward tersebut. Meski tanpa polesan make up, wajahnya tetap merona sempurna.Menurut penuturan Abah dan umi, suami istri itu menikah di usia mereka yang masih sangat muda. Jadi, wajar saja jika Nindia sangat mengagumi kecantikan wajah perempuan yang ada di depannya kini."Istirahatlah ... Mama tahu pasti kamu cape. Biar bibi mengantar sarapan ke kamarmu nanti," ucapnya berlalu dari hadapan Nindia.Setelah Nindia memastikan istri Edward pergi, ia kembali menyentuh dan mengagumi semua yang ada dalam kamarnya. Nindia masih tidak percaya akan apa yang dilihatnya saat ini.Belum lagi interior kamar mandi dengan dinding berlapis marmer memberikan nuansa natural dan mewah."Classy ..." gumam Nindia lirih. Ada juga meja belajar. Terlihat dua rak buku bersusun membuat garis siku-siku. Rak tersebut sudah berisi beberapa buku yang nampak bagai perpustakaan berjalan untuknya."Akhirnya, aku mempunyai perpustakaan pribadi impianku selama ini. Tapi, mengapa dan untuk apa mereka melakukan hal ini padaku? Padahal, aku bukan siapa-siapa," ucapnya dalam tanda tanya.Selagi Nindia berpikir keras, dia tidak menyadari ada seseorang memasuki kamarnya dengan membawa nampan berisi sarapan dan segelas susu juga air mineral."Kata siapa non Nindia bukan siapa-siapa dalam rumah ini? Siapa yang berani mengatakan hal itu?" ucapnya mengagetkan Nindia yang langsung menoleh ke arahnya.Tanpa memberikan kesempatan pada Nindia untuk menyapanya, perempuan setengah baya itu melanjutkan ucapannya dengan semangat yang berapi-api."Non Nindia itu spesial buat bapak dan ibu. Jadi, wajar saja jika mereka memberikan yang terbaik," ucapnya.Nindia kembali menatap wajah perempuan itu dengan tatapan aneh dan tidak mengerti. Sepertinya, perempuan itu menyadari kesalahannya dan mulai memperkenalkan dirinya."Aduh, maaf. Bibi terus bicara tanpa memperkenalkan diri sebelumnya. Perkenalkan saya Ratri istrinya Pak Manto yang jemput non Nindia tadi," ucapnya malu.Nindia langsung beranjak menyalami bu Ratri, sembari memasang senyum manis kepada perempuan tersebut,Persis seperti yang dikatakan Pak Manto. Istrinya ini memang punya gaya humor yang tinggi. Nindia langsung menjawab perkenalannya,“Iya bu Ratri. Pak Manto sudah cerita soal ibu waktu perjalanan kemari, salam kenal ya bu."Merasa masih satu suku, istri Pak Manto ini pun terus menceritakan semua hal tentang kehidupannya selama bekerja di rumah kediaman majikannya itu. Bagaimana perlakuan baik mereka pada ia dan suaminya.Salah satunya cerita bu Ratri mengenai Kevin anak laki-laki pak Edward yang sukses membangun bisnis ayahnya yang akhirnya digandrungi banyak perempuan. “Non Nindia tau apa itu majalah namanya? Aduh … Ratri lupa Korbres apa ya non. Halah susah banget itu nama yak," bu Ratri seolah berpikir mengingat nama majalah tersebut.Kemudian Nindia menimpali, “Forbes kah bu?”Spontan Bu Ratri membenarkan, “Iya itu non! halah susah sekali namanya non, pokoknya itulah."Dengan semangat Bu Ratri bercerita kalo kevin jadi pengusaha sukses di bawah usia tiga puluh dan masuk kedalam majalah tersebut. Ratri kemudian melanjutkan dengan kehidupan pribadi Kevin. “Tapi sayang non, dia ndak mau menikah. Dulu sempat punya pacar hanya saja pacarnya lebih memilih menikah dengan teman mas Kevin, yah akhirnya dia ndak mau menjalin hubungan pernikahan."Beberapa kali Kevin memang dekat dengan perempuan. Namun, jika di minta mamanya untuk menikah dia selalu mengelak, dengan jawaban yang sama. Dia belum siap untuk sebuah hubungan. Membangun komitmen bagi dia sungguh berat terlebih dia tidak ingin terikat. Meskipun Tania selalu berkata kepada Kevin setiap kali membawa perempuan ke apartemennya, Tania minta untuk lekas menikahi salah satu dari perempuan tersebut.Tapi Kevin menolak permintaan mamanya tersebut. Bagi Kevin hubungan yang mereka jalani berdasar suka sama suka, tidak ada tuntutan komitmen diantara mereka. Jadi, tak perlu diributkan karena semua tidak ada masalah.Bu Ratri akhirnya mengeluh sendiri, “ saya sudah tidak paham tentang pemikiran orang-orang jaman sekarang non, mereka memiliki hubungan layaknya suami istri tapi tidak menginginkan pernikahan, lha ya apa tidak pengen gendong anak ya non?” Bu Ratri sedikit komplain.“Ya kita tidak bisa memaksakan satu pemikiran kepada orang lain bu, kecuali memang dia berubah pikiran” Nindia berkata perlahan kepada Bu Ratri.“Ya kalo di desa saya, wis sudah di arak satu kampung itu non, langsung di panggilkan penghulu, di nikahkan di tempat wis tidak perlu banyak cing cong."Menyadari penutup kalimat terakhir Bu Ratri membuat mereka tertawa bersama Tanpa mereka sadari diambang pintu ada seseorang yang memperhatikan mereka berdua, seorang laki-laki.Jeremy, mendadak mengerem langkahnya, ketika melewati kamar yang terbuka di sebelah kamarnya.“Aha…Bidadari pagi!” celetuknya, yang membuatnya mangkal dengan satu siku menyandar diambang pintu.Tidak peduli isi perbincangan mereka berdua yang jelas baginya ini adalah anugrah di pagi hari. Seorang gadis dengan mata bulat sayu, hidung mancung tegas, bulu matanya dan alis yang masih orisinil, rambutnya lurus terurai hitam panjang dengan penjepit mungil mengikat sebagian rambutnya.Jeremy mengusap matanya. Meyakinkan bahwa ini bukan mimpi baginya. Selama dia berada di ambang pintu, selama itu pula ia mencuri pandang mengamati. Tawa manis gadis yang belum disapanya. Jeremy terpesona sembari berucap pelan, “Masih adakah gadis cantik seperti ini tanpa riasan menor tapi tapi sudah begitu cantik?” Jeremy tersenyum tipis sambil menggelengkan kepalanya.Di depan sana, bibir mungil polos tanpa polesan sama sekali, seperti memiliki magnet yang menghisapnya.Apalagi, saat gadis tersebut berbicara
Dibalik kemudi, Kevin terngiang perkataan mamanya. Tapi, dia memilih tidak ambil pusing perkara tersebut.Baginya, Miranda adalah wanita kesenangan yang siap digauli kapan saja tanpa harus memikirkan status atau komitmen. Sama seperti perempuan lain yang dekat dengannya selama ini.Kevin memang sengaja mencari perempuan-perempuan yang memiliki pemikiran sama dengannya.Tentu saja tidak sulit bagi dia menemukan satu atau dua perempuan dalam waktu yang bersamaan tanpa harus terpikir untuk menikah kemudian punya anak.Menikah adalah hal berat menurutnya. Kenapa harus memiliki ikatan, ketika kedua belah pihak sudah cukup bahagia dan saling menguntungkan pikirnya.Baginya, satu-satunya tujuan berhubungan dengan perempuan hanya persoalan biologis, tidak lebih.Lagipula, belum tentu dalam perjalanan pernikahan dia atau sang perempuan, perasaan saling mencintai itu akan awet. Bisa jadi, diantara mereka akan tertarik dengan yang lain. Hal justru akan melukai perasaan pasangannya. Sebenarnya,
Tania tengah sibuk di ruang tengah memilah baju yang dipesan dari butik langganannya untuk Nindia. Ibu tiga anak tersebut bak memiliki anak perempuan lagi, Nindia seolah seperti manekin yang siap di dandani mengikuti perkataan Tania. Nindia tak banyak protes dia mengikuti semua arahan dari Tania. “Ini sepertinya oke di kamu sayang” menempelkan satu stel baju berwarna biru muda di tubuh Nindia. “Tapi tant… maaf..ma, apakah ini tidak terlalu sempit untuk Nindia?” Jawab Nindia malu karena tidak terbiasa menggunakan celana ketat.“Ini bagus sayang,tidak terlalu ketat, pas ukurannya di kamu, iya kan bi Ratri?” Tanya Tania minta dukungan. “Iya non cocok banget, wis pokok e nyonya Tania gak bakal salah pilih” Jawab Ratri menyakinkan.Kevin yang memperhatikan mereka saat menuruni anak tangga, seolah terusik dengan kegiatan yang mereka lakukan. “Mama sedang apa sih?” Tanya kevin, protes seolah tak rela mamanya melakukan semua itu. “mama sedang pilihkan baju untuk Nindia, agar besok
POV Kakek WidjayaSejak malam itu aku tak pernah sekalipun melupakan mata itu, mata sayu yang selalu membayangi malam-malamku, meskipun aku telah bersama orang lain namun dia tetaplah cawan canduku. “Lisa,,tak sedetikpun ku lupa akan dirimu” “Akankah gadis itu cucu Lisa, yang mana merupakan cucu kandungku? Aku telah menggagahinya berkali-kali ketika suaminya tengah berada di luar kota. Apakah mungkin? “Aku dipisahkan dari kekasihku Lisa ketika kami telah menjalin hubungan lebih dari tujuh tahun. Saat itu, keluarga kami tidak memiliki apa-apa yang untuk meminang Lisa. Semantara keluarga Lisa menginginkan seorang menantu yang mampu mencukupi kebutuhan Lisa,, sekaligus kebutuhan keluarga.Datanglah seorang laki-laki bernama Timo, meskipun saat itu Timo telah memiliki dua istri, namun tetap tak menyurutkan keinginan keluarga Lisa untuk menyerahkan anak gadisnya kepada Timo, laki-laki yang kurang ajar menurutku. Pada kenyataannya Lisa tak pernah mendapatkan perlakuan manis, malahan di
Pagi ini Edward sedikit gusar lantaran obrolan dengan ayahnya semalam, seusai makan bersama. Beliau mengingatkan kepada Edward untuk mengatur Kevin agar lebih bisa menghargai perempuan terutama Nindia. Widjaya beranggapan Kevin terlalu dimanja oleh orang tuanya, sehingga dia tidak mampu berempati kepada penderitaan orang lain, terutama orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan.Selama ini Kevin memang tercukupi dari segi materi, bahkan untuk membiayai gaya hidupnya yang cenderung hedon. Atau mengadakan pertemuan dengan teman-temannya yang hampir dilakukannya setiap pekan. Ketika mendapat perkataan dari Kakek Kevin tersebut, Edward merasa begitu gagal sebagai seorang ayah yang seharusnya mendidik Kevin tidak hanya kognitif saja, namun tentu dia berharap bisa mendidik Kevin dari sisi emosional. Saat Tania memasangkan dasi Edward, laki-laki itu berkata kepada istrinya. “Sayang, menurutmu jika Kevin selalu bersinggungan dengan Nindia, apakah dia bisa memberikan pengaruh positi
Tok.. tok…tok…!“Gadis bodoh keluar kamu! aku sudah terlambat”. Teriak Kevin dari luar kamar Nindia.Tak ada suara sama sekali dari dalam, Nindia kelihatannya memang belum bangun. “Hey gadis tuli, bangun kamu, kau dengar aku tidak?!”Teriaknya sekali lagi. Diguncang- goncangnya gagang pintu Nindia, hingga membuatnya terbuka tanpa sengaja. Kevin langsung saja masuk dalam kamar Nindia, tanpa permisi, tanpa instruksi dari sang pemilik kamar. Di atas kasur terlihat Nindia yang masih tertidur, gadis tersebut baru saja tidur setelah subuh.Akhir-akhir ini Nindai memang memiliki banyak tugas yang harus diselesaikan, dia sering menutup mata setelah fajar menjemput. Hanya saja kali ini dia sama sekali tidak mendengar alarm berbunyi. Bahkan saat Kevin datang membangunkannya. “Nindia…”Kevin memanggil nama gadis tersebut, namun Nindia tak juga lekas membuka mata. Seperti mendapat kesempatan emas pria itu duduk di samping Nindia, dengan sangat hati-hati. Senyum Kevin mengembang sembari dibela
Kring.. Kring.. Kring..“Halo”“Abah Riantiarno ada?”Suara berat seorang laki-laki terdengar di seberang sana, kala itu Puspa sedang bertugas membantu Abah mengoreksi pekerjaan siswa di ruang kerja, tangannya terhenti saat mendengar telepon yang mencari pimpinan yayasan mereka.“Abah masih mengajar di sekolah, apakah ada keperluan mendesak? Nanti saya sampaikan” balas Puspa. Saat ditanya demikian orang di seberang sana terdiam, solah berpikir apa yang hendak ia sampaikan, sementara hal yang ingin dia gali adalah informasi rahasia yang memang harus ditanyakan secara langsung. “Jam berapa Abah biasa pulang? ““Biasanya ba’da ashar sudah sampai di rumah” Sahut Puspa. “Kalau begitu saya akan datang sore ini” Jawab Laki-laki di seberang, segera ingin mengakhiri percakapan. Buru-buru Puspa mendesaknya dengan pertanyaan perihal nama, namun laki-laki tersebut kembali terdiam, tak lekas memberi jawaban. Jeda suara yang dirasa tak wajar oleh Puspa membuatnya berpikir macam-macam. Sement
Abah masuk ke sebuah ruangan dibimbing oleh seseorang yang mencarinya di Yayasan kemarin–Henry. Langkah Abah agak melambat saat dia melihat seseorang yang tengah duduk menunggu kedatangannya. Meskipun belum pernah bertemu dengan orang tersebut, namun dia tahu, beliau adalah Kakek Widjaya. Abah pernah melihat Kakek Widjaya di foto keluarga Pak Edward. Rambut kakek itu boleh jadi berubah menjadi putih, namun terlihat jelas bahwa dulunya dia merupakan laki-laki yang gagah dan tampan. Ketika henry dan abah, Kakeh Widjaya langsung berdiri dan menyodorkan tangannya kepada laki-laki yang baru saja dikenalnya tersebut. , “Saya Widjaya, ayah dari Edward, bagaimana perjalananmu hari ini? apakah semua akomodasi sudah membuat nyaman? JIka tidak saya bisa minta Henry untuk menggantinya”Tak tanggung-tanggung memang karena Kakek Widjaya menerbangkan Abah dari Klaten dengan penerbangan VVIP. Lantas mengistirahatkannya di hotel mewah bintang lima di pusat kota. Pertanyaan berikutnya apakah A
Mona sudah menyiapkan teh dan kue untuk menemani obrolan mereka bersama, sementara Nindia selesai membersihkan diri di kamar yang telah disediakan oleh Mona, saat keluar dari kamar mandi, dia menemukan sosok perempuan yang mirip sekali dengan bundanya. Perempuan tersebut mengenakan long dress, dengan rambut terurai lurus sebahu. Nindia mengamati foto tersebut dengan seksama, dia menemukan perempuan tersebut mengenakan cincin persis seperti yang ia miliki. Nindia kemudian menyamakan dengan cincin yang menggantung di lehernya, persis tak ada bedanya. Dalam hati dia bertanya-tanya apa hubungan orang ini dengan bunda yang baru saja dia kenalnya tersebut dan juga bagaimana wanita ini memiliki cincin yang sama persis seperti yang dia miliki. ‘barangkali saya harus bertanya kepada bunda’ pikir NIndia, dia lantas bergegas menuju ruang tengah tempat mereka berkumpul.Di ruang tengah Haris berkali-kali meminta Kevin untuk melanjutkan duel bermain catur yang sudah jelas-jelas tak ada harapan
“Pa, akhir-akhir ini aku lihat Kevin mulai berubah”kata Tania kepada suaminya.“Berubah gimana maksud mama?” bals Edward.“Sekarang sikapnya menjadi lebih lembut kepada orang-orang” Jelas Tania.Edward lantas melipat korannya, menatap lurus kepada istrinya kemudian tersenyum. Kali ini strategi membuat Kevin menjadi pribadi yang lebih bisa berempati dengan orang sekitar telah berhasil. Akhirnya dia berkata kepada Tania.“Ini sepertinya berkat Nindia bukan?’ tanya Edward. “Sepertinya begitu” Sementara gadis yang dibicarakan-Nindia yang telah rapi siap untuk pergi ke rumah Mona,kemunculannya yang tiba-tiba di ruang makan tempat Tania dan Edward berada, membuat kedua suami istri tersebut menghentikan percakapan mereka, keduanya saling pandang, lalu Edward bertanya.“Nindia mau kemana nak, pagi-pagi seperti ini?”“Nindia mau ijin berkunjung ke rumah Bunda Mona pah?” Balas Nindia.“mmmm,,, siapa Bunda Mona?” Tanya Edward, karena setahu laki-laki tersebut Nindia tidak memiliki saudara di
Setelah kedua couple tersebut beranjak keluar, Miranda menarik nafas panjang kemudian mengeluarkannya perlahan, dia berharap bisa menyembunyikan rasa kecewanya dari Daniel. Miranda yang menyedihkan karena mencintai orang yang sama sekali tak pernah menganggapnya ada, seberapa besar dia berusaha membuat Kevin jatuh cinta kepadanya tetap saja tak pernah ada dirinya dalam hati laki-laki itu. “Kamu kenapa Mir?" tanya Daniel sambil melirik perempuan tersebut yang masih terpaku dalam lamunannya. “Apa kau pernah jatuh cinta kepada seseorang, namun orang tersebut tak pernah menganggapmu ada?” tanya Miranda dengan sedih.“hahaha… tentu saja tidak pernah, untuk apa membuang waktu dengan orang yang demikian” Jawaban Daniel seolah menampar Miranda, perempuan tersebut langsung terisak seketika. Daniel langsung meraih tangan Miranda lantas, lantas memegangnya erat.“Are you ok?” Saat ditanya demikian , isak tangis Miranda semakin menjadi. Daniel langsung mengambil posisi di samping Miranda da
Hari yang cerah untuk dua couple pergi ke bioskop saat itu, Jeremy sengaja memilih tempat yang dekat dengan dengan kediaman mereka karena tidak ingin terlalu lama dalam perjalanan.Sudah pasti best couple saat itu jatuh kepada Jeremy dan Sakura, sejak turun dari parkiran, tangan tangan gadis tersebut tidak lepas dari lengan Jeremy sejenak pun. Sementara Nindia dengan tak bersemangat mengikuti mereka dari belakang, di belakang Kevin yang seolah menjadi bodyguard Nindia mengikuti gadis itu dari belakang kemanapun dia melangkahkan kaki.‘jika seperti ini mendingan aku tidak ikut saja, daripada harus menyaksikan kedua orang bucin ini’ batin Nindia kesal sambil mengayunkan langkahnya dengan lesu. Kevin yang bisa merasakan jika gadis tersebut sedikit tidak nyaman, lantaran sepasang kekasih di depan mereka seolah memiliki dunia sendiri, sedang yang lain hanya menumpang.Namun Kevin tak punya banyak pilihan, dia hanya mengamati Nindia dari dengan segala perasaannya. “Maaf permisi!”Seorang
Sejak semalaman Kevin belum berjumpa dengan Nindia, laki-laki itu begitu penasaran dengan apa yang dilakukan Nindia saat ini. Karena rasa penasaran yang membuncah laki-laki tersebut turun menuju lantai dua rumahnya, lantai dimana lokasi kamar Nindia berada. Pintu kamar Nindia masih terlihat tertutup rapat, ’jam segini gadis itu pasti sudah bangun’ pikirnya. Kevin hanya berdiri di depan pintu Nindia. Dia bimbang apakah sikapnya ini wajar atau tidak untuk menyambangi gadis yang selama ini dihina oleh nya.“kenapa aku harus mengendap-ngendap seperti ini” gumamnya jengkel kepada dirinya sendiri.Rasa bimbangnya semakin membuncah, perasaannya sudah membawanya sampai sejauh ini, bahkan sudah sampai di depan pintu, jika tidak mendapatkan informasi atau bertemu dengan gadis tersebut adalah suatu kerugian, akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu Nindia dan masuk kedalam kamar gadis tersebut, namun tak ada suara sama sekali.Akhirnya Kevin memutuskan untuk masuk kedalam kamar, saat laki
“Kakek, kenapa menjemputku sendiri kesni?”Tanya Nindia saat melihat Kakek Widjaya berjalan kaki ke arah lobby, saat itu Nindia dan Judy sedang asik bercakap. Keduanya memang sengaja menunggu di spot tersebut, sembari mengerjakan tugas yang belum terselesaikan di perkuliahan. “Kenapa Kakek tidak boleh menjemput cucunya sendiri kah?” Balas Kakek Widjaya sembari tersenyum dan mengangkat kedua alisnya.Judy dan Nindia lantas saling pandang kemudian tersenyum bersamaan, Nindia memang mengagumi sosok kakek Widjaya karena beliau begitu berwibawa. “Ayo” Ajak kakek Widjaya pada gadis manis tersebut. “Kakek ingin mengajakmu ke suatu tempat, Abah juga menunggu disana” Lanjut sang kakek.“oh abah masih di Jakarta Kek?” tanya Nindia bersemangat. Kakek menganggukkan kepalanya untuk menjawan pertanyaan gadis tersebut. Kemudian memberi isyarat kepada Henry, agar lekas membukakan pintu mobil kepada Nindia. Tak lama mobil yang mereka tumpangi melaju membelah kota Jakarta. Mobil kakek akhirnya berh
Matahari malu-malu menampakkan diri dengan perlahan namun pasti mentari tersebut menyapu permukaan bumi, menunjukkan kasih sayangnya pada daun, rerumputan,sungai dan lautan.Pagi itu Kevin melakukan rutinitas hariannya mengantar Nindia, tak ada protes lagi kali ini. Bahkan dia tak akan melewatkan satu kalipun jadwalnya digantikan oleh orang lain. Jika awalnya dia begitu bersikeras menolak tugas tersebut, lantaran hal tersebut membebaninya, sekarang sebaliknya dia begitu antusias bahkan semangat untuk mengantarkan Nindia. Sedang gadis yang diantaranya pun seolah lupa dengan apa yang dipertanyakan semalam. Kenapa Kevin mengetahui semua aktivitasnya dengan Daniel. Saat melihat Kevin pagi itu pikirannya lantas membawanya teringat saat Kevin memeluk erat tubuhnya agar tidak jatuh. Seketika wajahnya berubah menjadi merah lantaran malu.Hingga detik ini Nindia bahkan masih dapat merasakan getaran tersebut, terlebih mereka dalam satu mobil sekarang. Keduanya sama-sama diam,menyembunyikan a
“Huh!!! dasar wanita murahan baru kencan pertama sudah mau dipegang-pegang tangannya”Geretu Kevin dengan dengan geram saat melihat video Nindia dan Daniel. Video tersebut memperlihatkan suasana dan kegiatan yang mereka lakukan selama kencan berlangsung. Atas dasar apa Kevin melakukannya, dia sendiri tidak mengerti, yang jelas dia ingin mengetahui apapun yang Nindia lakukan dengan sahabatnya tersebut.drezzttt.. dreezzttt…drezztt..Kevin kembali melihat di layar ponsel, tertera nama Miranda yang memanggil. Orang yang sama sekali tak diharapkan untuk menghubunginya malam ini, panggilan pertama tak direspon oleh Kevin. Kedua kalinya Miranda memanggil ulang, dengan malas Kevin mengangkatnya. “Iya Miranda ada apa?” Sahut Kevin kala panggilan tersebut tersambung. “Kamu ini gimana sih, aku sudah booking tempat untuk kia dinner malam ini, tanpa sebab apapun tiba-tiba membatalkannya, kamu dimana sekarang?” Cecar Miranda yang kesal karena janji ketemu mereka gagal malam ini. “Aku sedang s
Keinginan Daniel untuk berkencan dengan Nindia akhirnya terwujud. Laki-laki itu sudah merancang semuanya dengan baik, mulai dari tempat makan hingga kado yang akan diberikan kepada sang gadis.Ini adalah kencan resminya dengan Nindia setelah meminta izin kepada Kevin dan juga keluarga nya, selaku wali Nindia di Jakarta. Laki-laki itu dengan berani menerjang ombak meminta persetujuan Mama Tania untuk mengajak anak asuhnya tersebut.Yang paling mengejutkan adalah mama Tania menyambut gembira ajakan Daniel. Meskipun dalam bisnis, keluarga Daniel adalah kompetitor mereka, namun dalam hubungan pribadi selama ini keduanya selalu baik-baik saja. Bahkan sejak kuliah di New Zealand keduanya saling bersahabat. Ini adalah kencan yang paling mendebarkan untuk Daniel, dirinya sudah mengganti baju lebih dari tiga kali, baginya masih saja kurang pas, entah warna kurang ok, ataupun model kemejanya yang kurang pas. Untuk kali ini dia benar-benar merasa dibuat gila oleh gadis tersebut, hingga adiknya