"Sayang ...." Khair tiba-tiba memeluk tubuh istrinya, melingkarkan tangannya di pinggang perempuan itu hingga membuat Lena terkejut.
Pasalnya ini sudah malam. Waktu Lena turun dari tangga tidak ada siapapun, televisi juga sudah dimatikan tinggal remotnya yang masih nangkring di atas meja.
Bi Inah juga tidak kelihatan, mungkin sudah terlelap setelah lelah seharian bekerja. Lena tidak tega membangunkannya. Jadi dia memilih memasak untuk suaminya saat melihat makanan di meja tinggal sedikit.
"Mas Khair ngagetin aja," protesnya seraya mengerucutkan bibir.
"Lagi ngapain, sih? Kok lama banget ambil makanannya," ucap Khair seraya memandang punggung Lena yang putih dan mulus. Sepertinya perempuan itu tidak sadar jika resleting gamisnya hanya terkunci setengah.
Khair mendekatkan wajah. Rambut Lena terasa menggelitik indra penciumannya, seketika dia mencium aroma vanili yang memabukkan.
Lena membalikkan badannya dengan cepat sa
Lena menoleh seketika. Bukan hanya Lena saja, tetapi para wanita yang tadi sibuk membicarakannya juga menghentikan aktivitas mereka dan beralih menatap ke arah Khair seraya berbisik-bisik.Lena melihat Khair yang sudah berdiri di belakangnya, memakai celana pendek dan kaos polos yang dilapisi varsity juga sepatu vans berwarna hitam putih. Gaya lelaki itu terlihat lebih santai. "Mas belum berangkat?" tanyanya seraya membungkuk untuk meletakkan alat penyiram tanaman.Khair tersenyum sembari mengusap lengan Lena. "Sana ganti baju, Mas mau ajak kamu jalan-jalan," ucapnya lembut.Lena mengangguk, lalu bergegas masuk ke rumah."Mas Khair, yakin istri kamu sudah berhenti dari pekerjaan kotornya? Bisa jadi kalau kamu sedang pergi bekerja diam-diam dia ke kelab malam lo," celetuk Sofia.Sama-samar Lena masih mendengar suara mereka. Dia sudah berusaha sabar, tetapi sepertinya mereka memang tidak bisa dibiarkan begitu saja.Lena
"Khair, bawa istri kamu masuk! Jangan bikin Mama malu dengan kelakuannya!" Mama Reta melengos pergi setelah membayar belanjaannya.Tak lama kemudian, Khair berjalan ke arah Lena dan mendekati perempuan itu. "Kita masuk sekarang," pintanya dengan nada lembut.Sebenarnya Lena masih ingin menjambak rambut perempuan itu lebih keras lagi. Namun, dia tidak enak dengan suaminya.Perlahan Lena melepaskan tangan dari rambut perempuan yang mungkin sedikit lebih tua darinya.Sofia tampak mengusap-usap kepalanya sambil menatap sinis ke arah Lena, lalu menarik paksa ikat rambut yang terbuat dari karet gelang.Setelah karet gelang itu terlepas, dia menghampiri Raisa dan menarik tangan perempuan itu untuk pergi. Sepertinya mereka gagal belanja hari ini.Raisa yang sedari tadi hanya terbengong-bengong menurut saja, dia berjalan di samping Sofia dengan sesekali menengok ke belakang.Lena yang geregetan mengambil beberapa tomat dan sayuran lainnya dari
Warning! Ini adalah kisah fiksi, mohon jangan merasa tersinggung atau berkomentar buruk."Lena, harus berapa kali Mas jelaskan padamu? Bahwa pernikahan itu bukan sebuah permainan yang bisa dimulai kemudian diakhiri begitu saja?" Khair mengusap wajahnya kasar.Lena tetap saja berjalan. Dia tidak bisa berpikir jernih saat ini, ucapan Mama Reta terus saja berputar dalam pikirannya."Apa hubungan kita akan benar-benar berakhir?" Suara Khair melunak. Dia duduk di tepi tempat tidur, punggungnya melengkung ke depan. Kedua sikunya bertumpu di lutut.Mendengar perkataan Khair, Lena mendadak berhenti. Dadanya disisipi perasaan-perasaan aneh.Dia menoleh, kemudian menghampiri lelaki yang telah membuat hidupnya lebih berarti. Perempuan itu meninggalkan kopernya begitu saja.Lena berjongkok di hadapan suaminya. Dadanya masih terasa sesak,
"Mas Khair sudah menikah, Mbak." Wajah Melody yang semula berbinar berubah murung, seolah gelombang besar kembali menghempas dadanya."Serius? Bukannya selama ini dia cuma dekat sama kamu?" Niswa tampak terkejut dengan jawaban Melody. Pasalnya Melody pernah bercerita jika dirinya sangat mencintai Khair.Melody menatap langit yang sedang berawan, mentari sudah agak naik, hangatnya mulai menciptakan peluh pada tubuh anak-anak yang berjemur di bawah tiang bendera. Anak-anak yang menikmati masa mudanya hingga timbul sedikit kenakalan-kenakalan. "Ya, dengan seorang wanita malam," sesalnya.Niswa bisa menangkap dengan jelas ada raut kecewa pada wajah Melody, tetapi setiap orang berhak menentukan pasangan hidup mereka tanpa ada paksaan. Sepertinya itu yang sedang dilakukan Khair. "Mungkin kalian memang tidak berjodoh," ungkapnya seraya menepuk pelan pundak Melody.Melody tersenyum masam, dia menatap dalam ke arah
Mobil Khair sampai di pelataran rumah yang mungkin memakan biaya milyaran untuk membangunnya. Hal yang suatu hari pernah terlintas dalam pikiran Lena anastasya.Lena segera turun dari mobil. Dia tidak menunggu suaminya membukakan pintu.Sejak kejadian tadi, mereka berdua sama-sama diam, saling memikirkan pertanyaan Khair.Mungkinkah Lena benar-benar hamil? Anak siapa? Dia hanya pernah melakukannya dengan dua orang saja, yaitu Khair dan seorang lelaki yang telah memutus paksa rasa di hatinya. Hmm, mengingat seseorang itu hanya membuat kepalanya semakin terasa pening saja.Lena terus berjalan, melewati beranda rumah dengan langkah lebar dan tergesa. Namun, tiba-tiba seorang wanita menyembul dari arah pintu, tampak setengah berlari, lalu berhenti tepat di depan Khair dan menghambur di dada bidang milik lelaki itu.Sejenak Lena menoleh untuk melihat apa yang dilakukan perempuan asing itu.
Lena mengerjapkan mata, kepalanya terasa begitu berat. Dia mengamati dirinya sendiri, masih memakai pakaian dan hijab yang sama. Hanya dua yang berbeda, tubuhnya dilapisi selimut tebal sedada dan ada kain basah di keningnya.Lena mengambil kain itu, rupanya seseorang sengaja menempelkannya agar suhu tubuhnya turun.Pikiran Lena berkecamuk, begitu marahnya Khair sampai tidak mau menemaninya. Lena berusaha bangun, memaksakan tubuhnya untuk duduk.Dia memandang sekeliling, mentari yang terlihat samar dari gorden jendela condong ke barat, itu artinya hari sudah sore.Mungkin karena tubuhnya kurang sehat jadi lebih mudah tertidur, dan sepertinya Khair sengaja tidak membangunkannya.Ruang kamar tampak senyap dan temaram dengan pintu kamar mandi sedikit terbuka.Satu kaki Lena turun ke bawah, menyentuh lantai yang seketika terasa dingin. Tangannya meraih bungkusan berwarna biru putih di meja nakas.Hatinya kembali disisipi perasaan cemas, bu
Dia segera menghampiri Lena untuk membawanya ke tempat tidur. Akan tetapi, matanya tertuju pada test pack di samping Lena. Dia meraih test pack yang juga basah tersebut. Melihat hasilnya, lelaki itu mengembuskan napas lega, lalu mengangkat tubuh Lena dan membiarkan benda itu tergeletak begitu saja.Tak lama kemudian, Khair membaringkan tubuh Lena yang sudah tidak berdaya di ranjang.Khair bergegas mengambil ponsel, dia mondar-mandir dengan satu tangan memegang ponsel sementara yang satunya berada di saku celana sembari menunggu telepon tersebut tersambung dengan nomor tujuan. "Halo, kamu bisa ke sini? Lena tak sadarkan diri," ucapnya pada seorang dokter yang telah lama menjadi sahabatnya.***"Loh, Mas Rehan ada di sini juga?" tanya Aida setelah melihat seseorang yang menjatuhkan benda-benda di sampingnya ternyata Rehan sahabat Khair.Lelaki itu memakai kemeja dan celana panjang serta jam tangan yang senada. Rambutnya di sisir rapi membuatnya terli
"Saya tak ubahnya sebongkah batu yang bersemayam dalam lumpur, tampak hina dan keberadaannya tak dipedulikan."~Lena Anastasya~"Dalam hidup kita tidak pernah benar-benar bisa memahami takdir. Saya ingin mengangkat batu itu lalu membersihkan dan menjadikan dia dihargai layaknya berlian."~Khairul Anam~***Lena membuka mata setelah beberapa saat tak sadarkan diri. Tubuhnya masih terasa lemah, dia menoleh dan memandang lelaki di sebelahnya.Khair duduk bersila di atas sajadah menghadap ke arah kiblat. Dia mengenakan baju koko dan sarung lengkap dengan peci berwarna hitam. Kepala lelaki itu sedikit menunduk dengan mata terpejam, jemarinya menguntai tasbih mutiara berwarna putih terlihat berkilau diterpa cahaya lampu yang menggantung di bawah langit-langit rumah. Bibirnya menggumamkan sesuatu begitu lirih dan khusyuk.Melihat semua itu bola mata Lena serasa panas dan berkaca-kaca. Dia tidak ingin menangis, sudah terlalu banyak air mata y
Khair yang sedang berpelukan dengan istri pertamanya sontak segera melepaskan tautan mereka. Khair berjalan menghampiri Melody dan diikuti Lena di belakangnya."Mel, lain kali kalau kamu mau masuk ke kamarku bisa tolong mengetuk pintu lebih dulu?" tanya Khair dengan lembut meski dia merasa risih dengan kehadiran Melody disaat dirinya tengah bermesraan dengan Lena."Mas, aku juga istrimu. Apa aku salah memasuki kamar suamiku tanpa izin?" tanya Melody dengan tatapan nanar."Tidak salah kalau itu kamarku sendiri! Tapi ini adalah kamar Lena, yang harus dijaga privasinya. Seperti Lena tak memasuki kamarmu sembarangan, begitu pun kamu harus menjaga privasinya!""Baik, maaf kalau aku lancang!" Melody menekuk wajahnya dan menunduk sedih. Khair yang melihat itu merasa kasihan dan mengelus kepala Melody."Tak masalah, lain kali jangan seperti itu lagi, ya," ucap lelaki itu.
Wajah Khair yang semula berbinar langsung berubah masam. Dia sangat terkejut mengapa rekan kerjanya bisa bersama Lena seperti itu. Apa lelaki itu mencoba menusuknya dari belakang?"Bohong, Mas. Ini nggak seperti yang dia ucapkan. Aku sama sekali nggak pernah janjian apalagi barengan belanja sama Azam," papar Lena yang seketika merasa lemas."Kamu ini bicara apa, Lena? Bukankah semalam kita teleponan gara-gara kamu kesepian. Karena Khair melakukan malam pertama dengan istri keduanya." Azam menyunggingkan senyum bahagia saat dia sedang berdiri di belakang Lena dan melihat Khair mengepalkan tangan."Kamu jangan bicara sembarangan lagi! Mas, dengarkan aku jangan percaya sama ucapannya. Dia sengaja ingin merusak rumah tangga kita," sahut Lena dengan tampang memelas."Sayang, udahlah jujur aja!" Azam merangkul pundak Lena.Seketika emosi Khair langsung meledak. Dia menggebrak mej
Pagi itu setelah Khair dipuaskan Lena dia pergi ke kantor dengan wajah semringah. Sementara Melody sengaja mengambil cuti dan berharap bisa berduaan dengan Khair. Karena mereka adalah pengantin baru yang masih hangat-hangatnya."Mbak, di mana Mas Khair?" tanya Melody setelah menghampiri Lena yang baru saja akan keluar untuk belanja keperluannya dengan Khair yang kebetulan ada beberapa yang telah habis."Mas Khair berangkat ke kantor sejak tadi pagi!" jawab Lena dengan tangan masih sibuk memasukkan ponsel juga dompet ke dalam tas.Rencananya dia akan belanja diantar sopir. Karena Khair sedang sibuk. Sebenarnya Lena sudah bisa mengemudikan mobil, dia beberapa kali diajari Khair dan sudah lumayan mahir. Sayangnya, Lena masih kurang percaya diri."Kerja? Kenapa nggak Mbak Lena larang, sih? Aku sama dia kan pengantin baru," protes Melody ketus.Lena mengembuskan napas kasar mena
Khair mengacak rambutnya frustasi, semua yang dikatakan Melody benar adanya. Namun, dia tak mungkin tega mengatakan semua itu padanya. Karena akan terlalu menyakitkan, tetapi bagi Khair dia memang butuh waktu setidaknya untuk menyentuh Melody.Rasa cinta untuk seseorang bisa saja hadir sebab terbiasa. Namun, ada juga yang bersama sekian lama, tetapi tak punya perasaan apa-apa.Cinta lebih mudah hadir kala hati masih kosong tanpa penghuni dan lebih susah untuk menggantikan nama seseorang yang telah lama bertahta.Khair menoleh menatap Melody yang menyembunyikan seluruh tubuhnya di balik selimut tebal. Bahu perempuan itu terlihat berguncang, isaknya terdengar keras di telinga Khair.Dia merasa kasihan, tetapi tak bisa berbuat apa-apa. Jika bukan karena permintaan sang mama juga persetujuan dari Melody dan Lena tentu dirinya tak mungkin menikahi perempuan itu.Khair tak akan m
Lena menelan saliva saat mendengar perkataan Aida, tidak bisa dipungkiri kalau dirinya juga merasa takut akan hal itu."Aku permisi dulu, Ai. Mau ngobrol sama tamu-tamu di luar," pamit Lena akhirnya. Dia tak ingin larut dalam pembahasan yang membuat hatinya semakin was-was.Sementara Aida merasa lega melihat ekspresi Lena yang berubah seperti itu. Artinya perempuan itu pasti memikirkan kalimatnya barusan.***Lena keluar dari kamar untuk mengambil ponselnya yang tertinggal di ruang tamu. Hari telah berganti malam, dia tidak tahu saat ini Khair berada di mana. Padahal sebentar lagi azan maghrib akan segera berkumandang.Ceklek!Saat Lena membuka pintu dia berpapasan dengan Melody yang keluar dari kamar tamu. Perempuan itu tak sungkan mengenakan lingerie seksi di hadapannya."Mbak, gimana penampilanku cantik bukan?" tanya Melody yang sengaj
Hari berlalu begitu cepat, malam berganti dengan sangat singkat. Ujian sebenarnya telah di depan mata, Lena harus mulai melangkah menapaki pahitnya rumah tangga dengan hadirnya orang ketiga pun madu yang menemani kegiatannya."Saya terima nikah dan kawinnya Melody Fauziah binti Muhammad Mas'ud dengan mas kawin tersebut. Tunai.""Sah?" tanya penghulu kemudian."Saaah ...," jawab mereka serempak."Barakallahu laka wabaaraka alaika wajam'a bainakuma fii khair, aamiin yaa rabbal'alamin."Tes!Sebulir air mata meluncur cepat dari kelopak yang rasanya sedang tak mampu berkedip. Bibir yang mengatup rapat dengan serangkaian pandangan kosong, juga rintihan keras yang tak terdengar di dalam sana membingkai sebuah ijab qabul kecil yang hanya dihadiri saksi, tetangga dan keluarga.Sebuah ikatan yang seharusnya menjadikan dua insan bahagia, tetapi tid
"Kamu harus mengerti Mel, kalau nggak semua yang kamu inginkan bisa kamu dapatkan," tutur Bunda Soraya pada putrinya saat Khair dan keluarganya telah pulang."Kamu harus menghargai keputusan Abah juga belajar mengerti perasaan istri pertamanya. Bagaimana seandainya suami yang begitu kamu cintai dan mencintaimu akan menikah dengan orang lain?" tanya Bunda Soraya.Melody mengerungkan wajahnya. "Aku tidak peduli apa pun lagi, Bun. Kalau keputusan Abah sudah bulat, aku juga sama. Aku tak akan menikah dengan lelaki mana pun selain Mas Khair," jawab perempuan itu."Cinta itu bisa datang setelah ikatan kalian halal. Lihatlah Abah dan Bunda, kami dijodohkan tapi cinta itu bersemi justru setelah akad terlaksana," papar Bunda Soraya berharap putrinya mengerti akan keadaan."Mudah saja karena waktu itu Bunda tak mencintai siapa pun. Sementara aku sudah memiliki Mas Khair dalam hatiku," sahut Melody.&nbs
Pagi jatuh lagi di kota ini. Dengan angin bertiup semilir juga sinar mentari yang begitu cerah. Burung-burung berkicau riang, pepohonan melambai dengan santai menandakan begitu luasnya ciptaan Yang Mahakuasa di bumi pertiwi ini.Beberapa hadiah yang telah dibungkus cantik duduk rapi di atas meja. Hari ini akan menjadi awal kisah dan perjuangan Lena yang baru."Nak Lena, boleh Abah bertanya sesuatu?" Suara bariton milik Abah Mas'ud terdengar begitu menggelegar di telinga Lena.Tentu saja dia sudah tahu apa yang akan ditanyakan lelaki paruh baya yang dipenuhi wibawa itu."Silakan, Bah," jawab Lena seraya menunduk sopan.Berhari-hari dia telah menyiapkan diri untuk melakukan acara peminangan ini. Melewati ribuan detik melawan sepinya hati. Lena sangat terluka, tetapi tak akan membiarkan siapa pun melihat luka itu."Begini, terus terang
Katanya cinta bisa membuat yang sulit menjadi mudah. Lalu, mengapa kisah cinta Lena begitu menyesakkan?Rasa yang luluh lantak masih terus dia perjuangkan pada malam-malam senyap. Rindu-rindu yang sebentar lagi terbagi masih tetap dia semai.Mengalah bukanlah hal mudah saat dia baru saja mereda dari rasa dahaga bernama kasih sayang. Merelakan adalah hal yang menyakitkan, apalagi merelakan suami yang begitu mencintainya.Tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu saat tubuhnya memerlukan selimut hangat, dan kini mertuanya justru membencinya.Bukankah ini terlalu pedih bagi perempuan yang ingin berubah menjadi lebih baik, perempuan yang pernah terjebak pada dosa kelam dari masa lalu yang hitam."Sepertinya wajah istrimu tak asing," ucap Azzam sambil melirik Lena yang sedari tadi tak berani menatapnya."Oh, ya? Mungkin karena aku sering mengajaknya keluar, Ba