"Yun, beras dirumah habis. Nanti jangan lupa beli kalau kamu pulang," teriak Ibu dari pintu rumah.
"Iya Buk, nanti Yuni belikan." Ucapku sambil menunduk.Entah harus apa yang aku perbuat untuk membeli beras untuk Ibuku. Sedangkan uang di tangan hanya sepuluh ribu."Bapak dadanya sesak Yun, nanti tolong kamu belikan obat di apotik." Titah Bapak yang tiba - tiba keluar dari Pintu belakang. Jalannya terpincang - pincang berjalan ke arah kamarnya kembali.Aku hanya mengangguk, namun pikiran ini kosong. Entah mengapa semua beban orangtuaku aku yang menanggung sedangkan kedua kakakku Radit dan Gino hanya berpangku tangan.Aku membuang nafas kasar, pekerjaanku sebagai Pelayan Toko tidak cukup untuk menompang kehidupan kedua orangtuaku.Namaku Yuni Aria, usiaku baru menginjak 18 tahun. Aku dilahirkan dari Pasangan suami istri yang bernama Bapak Doni dan Ibu Nina. Ayahku dulunya bekerja sebagai Buruh di Pabrik, namun karena kecelakaan kerja beliau di PHK oleh Perusahaanya dan diberi Pesangon hanya mampu bertahan selama 2 tahun. Sedang Ibuku hanyalah seorang Ibu Rumah Tangga yang hanya mengandalkan gaji dari suami. Kedua kakakku telah lulus dari Universitas namun mereka malas untuk bekerja, alasannya malu. Dengan tekad yang bulat untuk membantu kebutuhan makan sehari - hari akhirnya aku berinisatif untuk berhenti sekolah dari Bangku SMA kelas dua untuk bekerja menjadi Pelayan di Sebuah Toko Peralatan Sekolah.Aku baru berjalan setahun bekerja menjadi Pelayan Toko namun gaji untuk makan sehari - hari kadang masih berhutang di warung tetangga untuk menutupi kekurangan setiap bulannya.Aku memiliki tubuh yang proporsional, kulitnya putih bersih walau tanpa makeup yang berlebihan. Dan para lelaki di kampungnya kadang banyak yang mendekatiku, namun Aku tak pernah menghiraukan mereka. Yang terpenting untukku adalah bagaimana caranya mendapatkan uang untuk kebutuhan Orang tuaku.Terkadang sepulang dari bekerja, aku harus menitipkan keripik tempe yang aku buat saat malam hari. Semua aku lakukan untuk membantu Keluargaku, terlebih kedua kakaknya sering meminta uangnya untuk membeli rokok. Aku kadang marah pada mereka berdua dan menyuruhnya untuk bekerja, namun Ibuku malah memarahiku. Karena aku sebagai anak perempuan satu - satunya harus menjadi garda terdepan untuk mencukupi mereka. Sungguh perkataan yang terbalik, justru akulah yang harusnya menjadi tanggung jawab mereka.Aku melangkahkan sepedaku menuju Toko tempatku bekerja, mungkin aku akan meminjam kembali kepada Bu Tari Bos pemilik Toko ini.Sepanjang perjalanan aku merasa tidak berguna, harusnya aku bisa melakukan lebih untuk Ibuku terlebih kepada Ayahku yang sedang menahan sakit akibat kecelakaan yang menimpanya dua tahun lalu namun belum diobati secara serius karena keterbatasan biaya.Karena mungkin sepanjang jalan aku banyak berpikir, hingga tanpa terasa sepedaku telah sampai di Toko tempatku bekerja. Aku parkirkan sepedaku di area luar toko."Hai Yun, tumben mukanya kaya jemuran kusut," sindir Erin teman kerjaku yang sedang berjalan ke arahku.Aku hanya membalas perkataan Erin dengan tersenyum, percuma juga aku menceritakan padanya karena cukup aku sendiri saja yang memendamnya."Eh, ditanyain kok malah diam." Timpal Erin sambil menepuk pundakku."Tidak apa-apa Rin, aku cuma lagi ada masalah aja dirumah. Oh ya Bu Tari sudah datang belum?" Ucapku sambil balik bertanya, aku menengok ke segala area toko untuk mencari keberadaan Bu Tari."Mungkin, sebentar lagi Yun. Memangnya ada perlu apa kamu mencari Bu Tari. Kamu mau pinjam uang lagi?" Tebak Erin yang ternyata tebakan nya memang benar. Aku memang membutuhkan uang untuk membeli beras dan obat untuk Ayahku."Iya Rin, aku butuh buat keperluan di rumah. Tahu sendiri Bapakku sudah tidak bekerja." Jawabku dengan raut wajah sedih, entah sampai kapan kehidupan aku akan berakhir.Rasanya dadaku terasa sesak, aku hanya mampu memandangi sepatu butut yang kini kupakai perlu dibelikan yang baru. Namun Aku tidak peduli, yang terpenting membawakan uang untuk Ibu agar bisa memasakkan makanan untuk anggota dirumah. Nafasku sering terasa terhimpit batu ketika mendengar teriakan Ibu meminta uang ini dan itu padaku. Sampai aku tidak memperdulikan penampilan dan kebutuhan aku sendiri.Erin hanya mampu menghela nafas dan memandang iba padaku, inilah yang aku benci orang lain akan memandang rasa kasihan padaku."Yun, kenapa kamu yang harus bertanggung jawab pada semua orang di rumah itu? bukankah ada kedua kakakmu yang juga sudah lulus kuliah?" Ujar Erin yang memandang lekat mataku yang mungkin terlihat cekung karena setiap hari kurang tidur untuk membuat keripik yang aku titipkan ke warung - warung tetangga."Rin, aku sendiri juga tidak mengerti. Kenapa Ibuku malah memberikan tanggung jawab ini semua kepadaku. Sedangkan kalau beban ini dibagi kepada mereka aku juga tidak terlalu berat." Ucap Yuni dengan mata yang berkaca - kaca." Sabar ya Yun, aku yakin kamu kuat untuk menghadapi ini semua. Oh ya kamu sudah sarapan belum?" Tanya Erin kembali karena melihat wajahku yang terlihat pucat."Aku belum sarapan, tadi lagi lauknya hanya cukup untuk Bapak, Ibu dan kedua kakakku. Kata Ibu kalau mau makan harus beli beras dulu. Karena kebetulan beras dirumah habis." Jawab Ku sambil tersenyum kikuk, aku malu sebenarnya mengatakan itu tetapi karena melihat Erin membawa banyak bungkus nasi, aku pun menjadi merasa lapar."Ya sudah, aku kebetulan bawa banyak makanan hari ini. Kita makan dulu saja di pojokan sana." Ajak Erin sambil menggandeng tanganku, aku bersyukur memiliki sahabat seperti Erin karena terkadang perhatiannya besar kepadaku. Seperti sekarang ini, dia selalu membawa sarapan lebih karena seringnya dia membagikannya untukku.Dua bungkus nasi uduk yang dibawa oleh Erin sangat mengunggah selera, aku pun langsung melahap nasi uduk itu tanpa bersisa."Alhamdulilah Rin, terima kasih ya. Aku sekarang kenyang, suatu saat kalau aku sukses orang pertama setelah keluargaku yang akan aku bahagiakan adalah kamu." Ucapku dengan tersenyum lebar pada Erin. Entah apa yang harus aku balas pada sahabatku ini, dia begitu perhatian dan selalu ada saat aku berada di titik lemah."Amiin. Sudahlah Yun, kamu ini buat aku adalah keluarga aku. Jadi jangan pernah sungkan kalau ada masalah apa - apa kamu cerita sama aku." Ujar Erin sambil meneguk minuman nya lalu membuangnya ke tempat sampah."Iya Rin, ayo kita bekerja. Kamu sudah selesai belum makannya?" tanyaku sambil membuang bungkus makananku dan makanan Erin, namun kulihat makanannya Erin masih tersisa lumayan banyak."Sudah Rin, aku sedang sakit perut jadi tidak nafsu makan." Jawab Erin dengan memegang perutnya."Aku olesin minyak angin ya, aku bawa nih." Tukas Yuni sambil mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tasnya."Gak perlu Rin, aku cuma lagi datang bulan." Ucap Erin sambil berbisik malu takut terdengar orang lain.Hari ini Yuni menjalani pekerjaan dengan tanpa semangat, karena dia memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk membeli pesanan Ibunya. Yaitu minta dibelikan beras.Dengan berat hati Yuni memberanikan diri untuk meminjam uang kepada Bu Tari ketika beliau sudah datang untuk mengecek stok barang."Selamat siang Bu. Maaf saya ingin bicara sebentar, apakah boleh Bu?" tanya Yuni dengan ragu - ragu.Sedangkan Bu Tari yang sudah mengerti arah pembicaraan Yuni hanya mendengus pelan. Sebenarnya Bu Tari telah lama ingin memecat Yuni, namun karena kinerja kerjanya yang bagus Bu Tari mempertahankannya hingga sekarang."Kamu ikut aku sekarang!" titah Bu Tari dengan berjalan di depan, Yuni menggigit bibirnya takut dia melirik ke arah Erin sebentar untuk memberikan semangat."B-baik Bu." Ucap Yuni dengan singkat, dia berjalan sambil menundukkan wajahnya. Namun dia telah hapal arah ruangan Bu Tari tanpa melihat ke arah depan.Kaki Yuni terasa berat dia melangkah dengan sangat pelan. Namun bagaimanapu
Selepas pulang dari Toko Bu Tari, Yuni melanjutkan pekerjaan sebagai Asisten Rumah Tangga di rumah Ibu Tari. Bosnya di Toko tempat Yuni bekerja.Sore ini Yuni langsung membereskan rumah Bu Tari yang mewah, ternyata Bu Tari memiliki suami seorang Pengacata sehingga Yuni tidak heran kalau rumah Ibu Tari begitu besar.Yuni merasa heran, mengapa rumah begini besarnya Ibu Tari hanya tinggal berdua dengan suaminya. Sedangkan anaknya yang laki-laki yang hari ini ada acara bersama teman-temannya tinggalnya di luar kota untuk mengenyam bangku kuliah.Anak laki-laki Ibu Tari, belum datang karena dia rencananya akan datang bersama teman-temannya dan dia hanya mengimkan pesan kepada Ibu Tari untuk mempersiapkan segala kebutuhannya saat dia datang."Yun, kamu bisa masak opor tidak? karena Rafael sangat suka masakan opor ayam kampung. Tadi dia kirim pesan minta dibikinin dengan porsi yang sangat banyak." Titah Ibu Tari dari arah tengah seraya membawa potongan ayam yang ada didalam panci."Bisa Bu,
Acara pertemuan teman-teman Rafael pun dilangsungkan dengan sangat meriah ada sekitar empat mobil yang membawa teman-temannya. Yuni dan Bik Ningsih sudah mempersiapkan beraneka ragam masakan. Ada opor ayam, sambal goreng ati, dan daging rendang yang menggugah selera."Enak banget ini Raf, jadi laper liatnya." Celetuk salah satu teman Rafael yang bernama Noval."Iya dong, kalau dirumahku pasti masakannya jos banget." Timpal Rafael dengan bangga, dia masih mengira masakan ini yang masak Maminya, karena Bik Ningsih menurutnya masakannya kurang enak.Yuni mendengar sayup-sayup teman Rafael yang memuji masakannya hanya senyum-senyum simpul."Neng, masakan Neng enak banget, ini Bibik lagi makan sedikit." Ujar Bibik yang sedang makan karena sudah selesai menyiapkan acara untuk Tuan Mudanya.Yuni yang melihat berbagai macam makanan yang tersaji menjadi teringat Kedua Orang tuanya yang pasti menunggunya di rumah.Hinga dia menjadi gelisah dan tidak bisa menelan makanan biarpun yang ada didepan
Akhirnya acara perkumpulan teman-teman Rafael telah selesai, dan mereka telah pergi dari kediaman rumah Rafael satu persatu.Yuni dan Bik Ningsih segera membereskan sisa makanan, piring dan gelas yang ditinggalkan oleh mereka.Yuni melakukan pekerjaan dengan cekatan dan rapih dan itu tak luput dari penglihatan Bu Tari. Dia merasa puas dengan hasil kerja Yuni yang begitu rajin dan tak kenal lelah."Mam, teman-teman aku semua bilang kalau masakan Mami semuanya enak. Bahkan sampai ada yang bawa untuk dirumah lho!" Tukas Rafael seraya duduk disamping Maminya Bu Tari."Memangnya kamu kira itu masakan Mami?" Ucap Bu Tari dengan seraya menggoda anaknya."Lho bukannya tadi mirip seperti masakan Mami. Rasanya bahkan rendangnya seperti masakan Mami pas lebaran kemarin." Jawab Rafael dengan terheran-heran mendengar ucapan Maminya."Itu semua masakan Yuni Raf, mana mungkin Mami mau pulang kerja langsung masak. Ogah..apalagi Papi tidak sedang dirumah." Jawab Bu Tari sambil mencubit pipi Rafael.Ra
Sepanjang perjalanan tidak ada percakapan antara Yuni dan Rafael. Rafael yang duduk di kursi kemudi terlalu fokus dengan kemudinya, sedangkan Yuni yang sedang duduk di sampingnya merasa gugup, awalnya Yuni menolak untuk duduk di samping Rafael namun Ibu Tari memaksa seraya bilang Rafael bukan supir Yuni jadi dia menyuruh untuk duduk berdampingan."Emm.. Usia kamu berapa?" tanya Rafael tiba-tiba membuat Yuni merasa kaget."A-aku 16 tahun Kak." Jawab Yuni dengan menunduk, dia memanggil Rafael dengan sebutan "Kak" karena bingung panggilan apa yang harus diucapkannya."Ternyata kamu masih muda sekali ya, tetapi kenapa kamu memilih bekerja.?" Tanya Rafael lagi sebenarnya penasaran dengan hidup Yuni yanh begitu miris.Yuni langsung menunduk dengan pertanyaan Rafel, sungguh sudah banyak ribuan bahkan jutaan kali orang yang heran dengan dia kenapa memilih bekerja daripada melanjutkan Sekolah alasannya yaitu karena ekonomi.Yuni menghela nafas kasar dan mulai mengatur kata-kata untuk menjawab
Melihat Yuni yang menangis sesengukan di lantai Sang Ayah duduk menghampiri."Kamu kenapa Nak? jangan menangis di lantai, ayo bangun." Titah Pak Doni pada anaknya Yuni yang sedang menangis di lantai.Yuni segera menyeka air matanya dan memeluk sang Ayah, saat ini hanyalah Ayahnya yang mengerti dirinya."Tidak apa-apa Yah. Yuni hanya kecapean saja," ucap Yuni berbohong karena tidak mau menambah pikiran Sang Ayah apalagi barusan Yuni melihat Ayahnya makan dengan lahap dan penuh gembira karena makanan yang Yuni bawa sangat enak dan mewah menurut Ayahnya."Ya sudah kamu sekarang istrirahat, biarkan Ayah saja yang membersihkan sisa makannya." Ucap Pak Doni penuh pengertian pada Yuni, dia sebenarnya merasa iba dengan Yuni di usia yang sangat muda harus membanting tulang demi mencukupi keluarga."T-tapi, Pak" ucapku ragu, takut kalau Ayah yang melakukannya beliau akan kelelahan."Sudahlah Nak, jangan risaukan Ayahmu. Ayah sudah sehat dan kuat," jawab Ayah Yuni sambil memperlihatkan otot tubu
Melihat tasnya yang berserakan di lantai membuat Yuni lemas tak berdaya, dia tak menyangka uang yang selama ini dia kumpulkan raib tak bersisa karena diambil paksa oleh Ibunya."Nak, kamu sebaiknya istirahat tidak usah menyesali yang sudah terjadi." Ucap Sang Ayah menenangkan hati Yuni yang sedih."Ayah, maafkan Yuni tidak bisa membawa berobat Ayah. Uang itu untuk biaya berobat Ayah yang selama ini Yuni kumpulkan." Timpal Yuni kembali terisak karena dia merasa menyesali dirinya yang begitu bodoh tidak menyimpan uangnya dengan baik hingga bisa diketahui oleh Ibunya."Tidak usah bersedih lagi, Ayah tidak apa-apa. Berobat bisa kapan saja, yang terpenting kamu selalu sehat buat Ayah." Ujar Sang Ayah yang sebenarnya menaruh amarah pada istrinya yang selalu pilih kasih pada Yuni. Dia selalu memeras tenaga Yuni untuk mendapatkan uang, sedangkan kedua kakaknya dibiarkan malas-malasan dirumah.Yuni mengangguk menuruti keinginan Ayahnya untuk beristirahat. Selepas kepergian Pak Doni dari kamar
Yuni berangkat kerja pagi ini dengan hati yang sedih dia tidak bernafsu untuk makan pagi kali ini."Yun, kamu makan yang banyak. Apalagi kamu kerja di dua tempat pasti lelah." Ujar Sang Ayah yan sedang mengunyah makan dengan lahap di atas meja makan.Sementara Ibu Nina sedang berada di kamar bersama kedua anaknya."Iya Pak, Yuni cuma belum nafsu makan mungkin nanti makannya pas ada ditoko." Jawab Yuni dengan wajah menunduk ke arah makanan nya.Pak Doni tidak melanjutkan untuk menyuruh Yuni untuk makan, dia tahu Yuni sedang bersedih jadi dia memilih untuk diam.Tak lama kemudian Gio keluar dari kamar Ibunya dengan wajah yang masam."Gio, kamu kenapa mukanya kaya ditekuk begitu?" Tanya Pak Doni pada Gio yang sedang melangkah ke kamarnya untuk kembali tertidur. Gio tidak menjawab pertanyaan dari Bapaknya, dia hanya melirik sekilas dan kembali melangkah ke depan.Pak Doni hanya menggelengkan wajahnya melihat tingkah Gio dan Radit yang begitu manja dan malas bekerja. Mereka mewarisi sikap
Setelah semua prosesi pernikahan telah selesai, Rio dan Diana melaksanakan bulan madunya di sebuah hotel mewah. Mereka berdua sedang membuka kado dari relasi mereka."Sayang, ini kira-kira hadiah dari siapa?" tanya Diana pada Rio yang tengah merebahkan tubuhnya di ranjang.Rio nampak menghampiri istrinya untuk melihat dari siapa kado yang di maksud oleh istrinya itu."Oh ini dari Rafael, coba lihat apa yang berinya?" jawab Rio dengan duduk di samping istrinya.Diana tampak membuka kado yang diberi oleh Andrew dengan perasaan bahagia, momen membuka kado adalah hal yang paling disenangi setiap orang."Wah, dia kasih kita jam tangan couple yang bermerk ini sayang." Ucap Diana dengan mata berbinar."Ini pasti mahal loh, dek. Ya Allah ternyata dia orangnya baik meskipun terkadang ketus." Timpal Rio memperhatikan jam tangan yang ada di hadapannya dengan padangan takjub.Diana lalu meletakkan jam tangan mahal itu di sebuah lemari oerhiasan, lalu dia kembali ingin membuka kado yang lainnya."
Pagi ini seakan hari yang paling indah untuk Rio dia merasa bahagia karena saat ini dirinya akan menikahi sang pujaan hati yaitu Diana, wanita yang mau menerima kekurangannya karena Diana tahu masa lalu Rio yang dahulu tidak bahagia karena harus menjadi yatim piatu sejak kecil, kedua orang tua Rio mengalami kecelakaan tunggal dan mereka meninggal dunia di tempat kejadian.Maka dari itu dia hidup sebatang kara di sebuah panti asuhan, karena kegigihannya dan kepintarannya akhirnya Rio bisa menyelesaikan sekolahnya dan dirinya mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Dan disana dia bertemu dengan Andrew dengan tidak sengaja menabraknya, karena kejujuran Rio yang mengembalikan dompet milik Andrew yang berisi kartu debit puluhan miliar jadi membuat Andrew merasa bahagia bisa bertemu dengan orang yang jujur, karena selama ini orang-orang yang berada di sekita Andrew kebanyakan tidak jujur dan munafik.Setelah Andrew lama mengenal Rio, akhirnya dia menjadikan Rio bekerja di perusahaanya sekaligu
Setelah kedua keluarga selesai menyantap makan malamnya, lalu mereka beranjak ke ruang keluarga untuk membicarakan hal yang lebih serius.Mereka duduk dengan perasaan gelisah dan perasaan gugup, terlebih lagi bagi Yuni dan juga Andrew."Terima kasih atas jamuan makan malam yang begitu lezatnya, saya baru pertama kali memakan masakan Indonesia yang ternyata sangat enak." Ucap Pak Ali dengan senyum berkembang karena perasaan bahagiannya.Ibu Tari yang berkali-kali masakannya dipuji langsung membalasnya dengan senyuman."Makanan kampung saja kok, pak. Tidak ada masakan western yang biasa Pak Ali dan Ibu Agnes makan karena jujur saja saya dan Yuni tidak bisa membuatnya," Jawab Ibu Tari dengan perasaan bahagia karena bisa bertemu dengan kedua orang tua Andrew."Itu saja sudah sangat enak kok, Bu. Justru kalau makanan seperti itu saya bosan karena setiap hari makan, tapi kalau makanan Indonesia rasanya sangat enak dan membuat aku ketagihan." Ujar Agnes seraya mengenggam tangan Ibu Tari deng
Agnes dan Ali telah sampai di kediaman Ibu Tari dan juga Pak Andi, mereka tampak takjub dengan rumah Yuni yang begitu asri dan sejuk karena banyak di tumbuhi tumbuhan yang sangat indah."Andrew benarkah ini rumahnya?" tanya Agnes seraya mencolek lengan anaknya, dirinya heran karena rumah Yuni terlihat lenggang dan sepi. Agnes juga tampak terkejut dengan rumah Yuni yang disangka sederhana tetapi pas mereka sampai dirumahnya begitu terpesona dengan suasana rumah Yuni."Bener, kok mom. Memangnya kenapa?" tanya Andrew dengan memandang lekat ke arah mommynya."Tidak apa-apa, rumah keluarga Yuni begitu asri dan sejuk. Nanti kalau pulang ke Dubai aku ingin merubah taman di belakang rumah seperti ini." Jawab Agnes dengan menunjuk ke arah tumbuhan yang bunganya sedang bermekaran warna-warni.Andrew tersenyum lebar ke arah mommynya, kesan pertama tentang keluarga Yuni tergambar jelas pada Agnes dia sangat menyukai rumah Yuni yang begitu nyaman dan membuat orang betah berlama-lama di rumahnya."
Malam itu Agnes dan Ali tampak rapih dengan pakaian terbaiknya, Ali dengan jas kebesarannya dan Agnes dengan gaun mahalnya yang memperlihatkan lengannya yang terbuka. Andrew yang sedang dalam perjalanan hendak menjemput kedua orang tuanya untuk datang ke rumah Yuni.Tok...tok...tokAndrew mengetuk pintu apartemen orang tuanya.Ceklek..Ali membukakan pintu untuk Andrew, dia sudah tidak sabar ingin berjumpa dengan besannya itu."Hai, nak. Kamu dengan siapa kesini? Apa dengan Rio?" tanya Ali menoleh ke arah belakang badan Andrew mencari keberadaan Rio."Rio sedang sibuk, dad." Jawab Andrew melangkahkan kakinya masuk ke dalam apartemen mencari keberadaan mommynya."Tumben dia sibuk, biasanya dia tidak akan pergi kemana-mana selalu berada di samping kamu." Timpal Ali dengan mengeryitkan keningnya, dia heran Rio tak berada di samping Rio karena dia biasanya adalah asisten yang sangat setia."Dia besok akan menikah, dad. Oh ya jangan lupa besok kita semua akan menghadiri acara ijab kobulnya
Siang itu Agnes dan Ali sedang mempersiapkan berbagai barang untuk di bawa ke Indonesia, baju-baju mereka dan juga barang belanjaan yang akan diberikan untuk Andrew sudah dipersiapkan oleh Agnes dan telah dimasukkan ke dalam koper mereka."Sayang, apa ini tidak terlalu banyak koper yang akan kita bawa?" Tanya Ali memandang pening ke arah lima koper yang akan mereka bawa.Agnes yang tengah sibuk memasukan bajunya ke dalam koper seketika menghentikan aktifitasnya, dia memandang ke arah suaminya yang berdiri tak jauh dari dirinya."Tentu saja tidak banyak sayang, justru ini masih kurang barang yang mommy beli." Jawab Agnes dengan singkat, lalu dirinya menyibukkan kembali kegiatannya memasukkan barang ke dalam kopernya.Ali tampak tersentak mendengar jawaban dari istirnya, bagaimana bisa dia membawa koper sebanyak ini tanpa asisten seperti Rio.Dia pun duduk di atas kursi tamunya dengan memijat pelipisnya, kalau istrinya memiliki keinginan sulit untuk di bantah apalagi di tolak.Dering po
Setelah mendengar permintaan Andrew untuk datang ke Indonesia untuk melamar Yuni. Agnes tampak termenung sambil berpikir, apakah dia akan menerima Yuni yang seorang wanita Indonesia yang entah seperti apa wajahnya ataukah dia akan menolak mentah-mentah keinginan Andrew.Agnes tampak berpikir alasan apa yang akan dia lakukan untuk mengurungkan niatnya Andrew untuk menyuruhnya datang ke Indonesia."Honey kenapa kamu melamun saja dari tadi?" Tanya Ali tampak keheranan melihat istrinya sedang melamun di atas meja makan.Agnes tampak terkejut meliha kedatangan suaminya yang secara tiba-tiba, dia hampir terjatuh dari tempat duduknya."Ya ampun, sayang. Kenapa buat aku kaget aja sih, kamu ingin aku jantungan apa," ucap Agnes dengan nada marah.Ali langsung memeluk istrinya itu dengan sayang, karena dia tidak ingin membuat istrinya itu marah."Jangan marah dong sayang," ujar Ali dengan nada merajuk."Ih, daddy. Kan yang marah aku kok sekarang yang manja kok kamu?" tanya Agnes dengan mencubit
Setelah Ibu Tari, Pak Andi, Rafael, Yuni dan Andrew telah menyelesaikan sarapannya. Mereka melanjutkan obrolan serius mereka di ruangan keluarga."Terima kasih sekali, Bu. Sudah mengundangku untuk datang sarapan disini, makananya begitu enak dan aku sampai nambah berkali-kali.Ibu Tari senang Andrew menyukai masakannya, dia pun merasa bahagia memiliki calon menantu yang sopan pada orang tua seperti Andrew."Rasanya tentu saja enak, karena Ibu membuatnya dengan perasaan bahagia." Ujar Ibu Tari dengan tersenyum lebar ke arah Andrew.Andrew hanya tersenyum menganggukkan kepalanya berulang kali, lalu dia pun menghembuskan nafasanya untuk memulai pembicaraan yang lebih serius."Bagaimana bisnis kamu, Andrew? Kudengar akan mmbangun pabrik lagi di Amerika?" tanya Pak Andi berbasa-basi, dia ingin terlihat antara dirinya dan Andrew tidak kaku saat awal mereka bertemu."Ya lumayan saja, Pak. Saya lagi ingin mencoba melebarkan sayap ke sana." Jawab Andrew dengan tersenyum tipis ke arah Pak Andi.
Pagi ini Andrew tampak ceria, dia sudah mandi setelah dirinya selesai shalat subuh. Dirinya memohon ampun atas kesalahannya meminum alkohol semalam serta bersyukur pada Tuhan dengan diterimanya lamarannya oleh Yuni dan keluarganya.Rio yang sedang berada di ruang tamu nampak heran dengan apa yang di lakukan oleh Andrew, karena sebelumnya Andrew sedih dan terpuruk sekarang dia sudah kembali ceria dengan wajah berbinar.Andrew sudah memakai pakaian terbaiknya celana berwarna hitam dan kemeja berwarna putih membuatnya tampak terlihat tampan dan gagah. Setelah selesai merapihkan diri Andrew lalu berjalan ke arah ruang tamu dengan senyum yang merekah."Rio, menurutmu bagaimana penampilanku hari ini? Apakah ada yang kurang?" tanya Andrew sambil berkacak pinggang di depan Rio.Rio yang tengah membaca koran langsung terpana melihat penampilan Andrew yang terlihat tampan dan tampak berwibawa."Tuan mau kemana? Kok sudah rapi tumben," Rio balik bertanya pada Andrew, karena heran sepagi ini suda