Share

4. Drama Ibu Mertua

Penulis: Pena Arsy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Arumi masih termenung di depan meja makan. Menatap sepiring nasi dan mangkuk sayur asem yang masih utuh. Perutnya terasa lapar, namun rasanya ia tak ingin makan.

Dinda sudah tidur sejak sore tadi. Sepertinya anak itu kelelahan membantunya mengerjakan pekerjaan  borongannya. Arumi memang mengambil kerja borongan membungkus snack, dari usaha makanan rumahan yang terletak tak jauh dari rumahnya. Hasilnya memang tidak seberapa. Arumi hanya mendapatkan upah Rp.15.000,- sehari.Namun bagi Arumi uang segitu sangat berarti. Arumi bisa menggunakannya untuk membeli sayuran dan uang jajan Dinda setiap harinya. 

Arumi mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding yang menempel di tembok sebelahnya. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun tidak ada tanda - tanda suaminya akan pulang. Sudah empat hari ini Ardi tidak pulang ke rumah. Bahkan menghubunginya pun juga tidak.

Tiba-tiba Arumi merasakan kesepian yang sangat dalam. Ia begitu merindukan suaminya yang dulu. Bayangan hari - hari yang mereka lalui dengan tawa ceria itu, mulai bermunculan di dalam benaknya.

"Mas, kenapa keluarga kita jadi seperti ini? Dulu kita adalah keluarga yang bahagia. Kenapa hanya masalah uang bulanan saja, kamu sampai seperti ini?" gumamnya.

Arumi terus berpikir. Hingga ia menyadari kesalahannya. Tidak seharusnya Arumi meninggikan suaranya di depan suaminya seperti kemarin.

"Aku harus minta maaf lagi pada Mas Ardi." Arumi berdiri dan mengambil handphonenya yang tergeletak di atas meja. Baru saja ia akan menekan nomor untuk menghubungi Ardi, terdengar sebuah ketukan dari pintu depan rumahnya.

"Ah, pasti itu Mas Ardi," gumam Arumi. Ia kembali meletakkan gawainya dan berjalan ke arah pintu. Dengan hati gembira, ia membuka pintu. Namun senyumnya seketika surut, ketika melihat Bu Hilda dan Santi yang berdiri di depan pintu.

"Ibu?" ucap Arumi kecewa.

"Ya, ini Ibu. Kenapa wajahmu berubah seperti itu? Apa kau tidak suka aku datang kemari?" Belum dipersilahkan masuk, Bu Hilda sudah langsung nyelonong masuk ke dalam rumah. Tubuh Arumi sedikit terhuyung, ketika tubuhnya bersinggungan dengan tubuh Bu Hilda.

"Bukan begitu, Bu. Aku pikir tadi …."

"Kau pikir Ardi yang datang?" Bu Hida tersenyum kecut, lalu melanjutkan kata - katanya. "Ardi tidak mungkin kembali ke rumah ini, dia pasti sudah muak dengan istrinya yang tukang selingkuh ini."

"Tukang selingkuh? Apa maksud Ibu?" Arumi mencoba memelankan suaranya, meski sebenarnya ia sudah terbakar amarah. Ia tidak ingin Dinda terbangun dan mendengar keributan antara ia dengan sang ibu mertua.

"Kau pikir ibu tidak tahu kalau kau sering pergi dengan dokter muda ini!" Bu Hilda menunjukkan foto di gawai milik Santi.

"Itu …."

Mata Arumi terbelalak, melihat foto dirinya dengan dokter Andrean dan juga Dinda yang tengah duduk di pinggir jalan.

"Kenapa kamu terkejut seperti itu? Kamu pasti tidak menyangka kalau perselingkuhanmu itu akan terbongkar secepat ini." Bu Hilda tersenyum puas, menatap wajah Arumi yang sedikit pucat.

"Aku … aku tidak berselingkuh dengan dokter Adrean!" bantah Arumi. Tapi ia juga tidak mau menjelaskan penyakitnya pada ibu mertuanya. Arumi masih sehat saja, Ibu mertuanya menghinanya sampai segitunya. Apalagi Arumi penyakitan. Bisa-bisa ia langsung meminta Ardi menceraikannya.

"Kalau kalian tidak berselingkuh, ngapain dong kalian ketawa-ketawa di pinggir jalan seperti itu? Bikin malu!" Bu Hilda masih berbicara dengan nada ketus.

"Ibu tidak perlu tahu urusanku, yang jelas aku tidak pernah berselingkuh dari mas Ardi!" balas Arumi. Ia tidak pernah menyangka Santi ada di jalan itu saat ia pingsan. Tapi kenapa ia tidak menolongnya? Ia justru mengambil foto dirinya. Arumi benar- benar tidak bisa menerka jalan pikiran mereka.

"Terserah! Ibu juga tidak peduli kamu berselingkuh atau tidak. Yang jelas Ibu kesini memintamu untuk segera bercerai dengan Ardi!"

"Apa - apaan sih Ibu ini? Mana mungkin Aku  bercerai dengan Mas Ardi. Kami sudah lama menikah, dan kami saling mencintai. Kalaupun ada pertengkaran diantara kami, itu hanyalah sebuah kesalahpahaman."

"Masalahnya, Ibu ingin menikahkan Ardi dengan wanita pilihan ibu. Gadis itu lebih segala- galanya darimu. Ia baru saja menyelesaikan kuliahnya di luar negeri. Ibu yakin hidup Ardi akan lebih terjamin daripada menikah dengan wanita sepertimu!" ucap Bu Hilda.

Mendengar suara berisik dari arah depan, Dinda terbangun dan berjalan menghampiri arah suara itu.

"Ada apa sih, Ma? Kenapa berisik sekali?" ucap bocah polos itu sembari mengusap- usap matanya yang masih mengantuk.

Dengan cepat Bu Hilda meraih Dinda, lalu menjewer kuping bocah yang tak bersalah itu.

"Atau kau ingin aku menyakiti Dinda!" ucap Bu Hilda.

"Aduh sakit, Nek. Apa salah Dinda? Kenapa tiba-tiba Nenek menjewer kuping Dinda?" rengek bocah itu.

Tak terima melihat anaknya diperlakukan seperti itu, Arumi reflek mendorong tubuh ibu mertuanya dengan keras. Arumi segera merengkuh tubuh Dinda ke dalam pelukannya.

Sementara tubuh Bu Hilda terhuyung dan kepalanya membentur pojokan meja.

Darah mengalir dari kening Bu Hilda yang terbentur meja itu. Seketika Arumi dan Santi panik melihatnya.

"Apa yang kau lakukan, Mbak! Kau menyakiti Ibu!" teriak Santi sembari merengkuh tubuh Ibunya. Disaat bersamaan Ardi muncul dari arah pintu.

"Arumi… Santi … ada apa ini?" ucap Ardi ketika melihat keadaan sang Ibu.

"Mas, Mbak Arumi mendorong Ibu sampai seperti ini. Ayo bawa ibu ke rumah sakit, Mas!" mohon Santi pada sang kakak. Tanpa membuang waktu, Ardi segera membopong tubuh Bu Hilda ke dalam mobilnya dan membawanya ke rumah sakit

Dokter segera mengobati luka di kening Bu Hilda. Kata dokter Bu Hilda tidak apa-apa, lukanya akan segera segera sembuh.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa ibu sampai seperti ini?" Ardi meminta penjelasan dari sang Ibu.

"Hiks … hiks … Ardi …." Bu Hilda justru menangis, mengeluarkan air mata buayanya.

"Sebenarnya Ibu hanya ingin menasehati istrimu, supaya tidak lagi berhubungan dengan dokter muda itu. Ibu malu kalau sampai teman-teman Ibu tahu, kalau Ibu punya menantu tukang selingkuh. Arumi justru marah dan mendorong ibu, sampai Ibu seperti ini, hiks …"  Bu Hilda memang sangat pandai berakting. Kalau saja ia mendaftar menjadi artis sinetron, mungkin dia sudah mendapatkan piala citra.

"Tapi, mana mungkin Arumi tega menyakiti Ibu?" Ardi masih tak percaya dengan ucapan sang ibu.

"Kalau kau tak percaya, tanya saja pada Santi," sungut sang ibu.

Ardi mengalihkan pandangannya pada Santi, lalu adik kesayangannya itu menganggukkan kepala membenarkan perkataan ibunya. Dada Ardi serasa bergemuruh, mendengar pengakuan sang ibu. Tega - teganya Arumi melakukan hal ini pada ibunya. Padahal Ibunya berniat baik, demi keutuhan keluarganya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Zi Aldina
kejam ih ...
goodnovel comment avatar
Alnayra
udah sih, tinggalin aja si beban keluarga Ardi. mending sama adrean aja, udah jelas dokter
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   5. Tuduhan Selingkuh

    "Jadi kau tidak percaya kepadaku, Mas?" Arumi duduk berhadapan dengan Ardi di ruang tamu. Mereka hanya berbicara berdua saja, sebab Dinda sudah disuruh masuk ke kamarnya oleh Arumi."Kenapa aku harus percaya kata-katamu? Buktinya jelas, kau yang mendorong ibuku!" Ardi berbicara tanpa mau menatap wajah istrinya. Pikirannya kacau, apalagi rasa cemburu kini menguasai hatinya."Memang aku yang mendorong Ibu. Tapi aku tidak sengaja melakukannya, karena Ibu ingin menyakiti Dinda." Arumi mencoba menjelaskan kejadian sebenarnya, tetapi sepertinya tidak ada lagi celah bagi Ardi untuk mempercayainya."Jangan lagi kau memutar balikan fakta, Arumi. Kau mendorong Ibu, karena kau tidak terima Ibu menegurmu telah berselingkuh dengan dokter itu!" Ardi meninggikan suaranya. Sepertinya amarahnya sedang berada di puncak."Bukan seperti itu kejadiannya, Mas!" Arumi menceritakan kejadian yang sebenarnya. Kala Bu Hilda memintanya untuk bercerai dengan Ardi. Sampai mengancamnya dan menyakiti Dinda, hingga

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   6. Aku Tidak Selingkuh, Mas!

    "Ternyata seperti ini kelakuanmu, jika suamimu tidak ada di rumah!" geram Ardi. Ia mengepalkan tangannya menahan amarah. Sorot matanya tajam, seperti sebuah kilatan pedang yang siap mencabik - cabik Arumi dan dokter Andrean.Ternyata apa yang dikatakan ibunya selama ini bukan hanya omong kosong. Hanya saja ia terlalu naif untuk mempercayainya. Cintanya pada Arumi membuatnya selalu menutup mata. Tapi hari ini ia melihat semuanya dengan mata kepalanya sendiri. Ia semakin yakin jika Dinda memang benar- benar bukan darah dagingnya. Seketika kebenciannya pada anak itu kembali menguasai hatinya."Mas, kamu salah sangka!" Arumi menarik tangannya dari genggaman tangan dokter Andrean. Lalu ia berdiri menghampiri suaminya."Aku tidak buta, Arumi!" ucapnya dingin."Dokter Andrean hanya …." Arumi ingin menjelaskan semuanya. Namun belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, Ardi sudah memotongnya."Ternyata benar yang dikatakan Ibu. Kamu hanyalah wanita murahan, yang merelakan tubuhmu disentuh oleh

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   Bab. 7

    "Mas Ardi pasti suka dengan makanan ini!" gumam Arumi.Arumi datang ke kantor Ardi, dengan menenteng rantang di tangan kanannya. Ia ingin memperbaiki hubungannya dengan Ardi sekaligus memberi kejutan. Arumi membawakan makan siang spesial untuk Ardi. Kebetulan kemarin Arumi mendapat bonus dari Pak Kasim, pemilik pabrik tempat ia mengambil pekerjaan borongan. Dengan uang itu, Arumi bisa membeli daging dan memasak rendang kesukaan Ardi.Namun rupanya, justru Arumi yang dibuat terkejut oleh Ardi. Ia melihat Ardi tengah duduk di coffee shop depan kantornya bersama dengan seorang wanita. Kira- kira wanita itu seumuran dengannya. Namun penampilannya sangat menarik. Pakaiannya terlihat sangat modis. Rambut panjangnya tergerai rapi, menambah aura kecantikan wanita itu. Sangat berbeda dengan penampilan Arumi yang sedikit lusuh. Bukannya tidak ingin berpenampilan cantik, tapi Arumi harus menyesuaikan penampilannya dengan uang belanjanya. Bagaimana mungkin Arumi bisa berpenampilan cantik jika han

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   bab. 8

    Arumi menghampiri Dinda yang tengah menonton televisi di ruang tengah."Anak Mama makan dulu, yuk!" ucap Arumi sembari mengalungkan lengannya ke pundak bocah itu."Nanti aja, Ma. Filmnya lagi seru!" sahut Dinda. Matanya awas menatap layar televisi yang menayangkan film animasi hewan kesayangan Dinda."Nontonnya kan bisa nanti lagi. Dinda belum makan lho dari siang, nanti Dinda sakit!" bujuk Arumi."Tapi, Ma, filmnya lagi seru. Sebentar lagi si Ochan akan bertemu dengan ayahnya!" sahut bocah polos itu. Tiba-tiba ekspresi wajah Dinda berubah. Dinda yang awalnya tertawa senang saat melihat film kesayangannya, tiba- tiba menjadi murung saat menyebut kata ayah. Arumi tahu Dinda sangat merindukan papanya."Kamu kenapa, Sayang?" Arumi menyentuh pipi bakpau bocah itu. Menatapnya penuh cinta kasih."Dinda kangen papa, Ma," ucap bocah itu. Matanya terlihat sayu menatap mata sang mama. "Kapan sih, papa akan pulang ke rumah ini?" ucapnya lagi.Arumi membalas tatapan Dinda. Ia menarik sudut bibirn

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   bab.9

    Bab. 9"Sah!" Jawaban para saksi yang hadir di acara pernikahan itu menggema, disertai dengan suara tawa bahagia yang mewarnai pesta pernikahan itu. Namun semua suara itu bagaikan sebuah belati tajam yang menusuk tepat di hati Arumi. Apalagi ketika gadis di samping Ardi tersenyum manis, meraih telapak tangan Ardi lalu menciumnya. Kemudian Ardi membalasnya dengan mencium lembut kening gadis itu.Ingatan Arumi kembali berputar pada peristiwa pernikahannya beberapa tahun yang lalu. Arumi melakukan hal yang sama persis dengan yang mempelai wanita itu lakukan. Bedanya hanyalah, ia tidak mengenakan kebaya mewah seperti wanita yang sekarang bersanding dengan suaminya itu. Ia hanya memakai baju gamis biasa dan tidak ada pesta apapun. Pernikahannya hanya dilakukan secara sederhana di panti asuhan, dengan mahar seadanya.Bahkan Hilda dan keluarganya pun tak hadir dalam pernikahannya. Ardi hanya datang bersama seorang pamannya. Pernikahannya memang begitu menyedihkan, tapi saat itu Arumi bahagi

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   Bab.10

    "Tidak baik menyiksa diri seperti ini, Air hujan tidak bagus untuk kesehatanmu," suara lembut seorang lelaki yang tidak asing di telinganya membuatnya menoleh ke arah belakang. Menatap pria berpakaian dokter yang berdiri tegak di belakangnya. Tangan kirinya memegang payung berwarna biru dengan motif bunga yang cantik. Ia mengarahkan payung itu, tepat di atas kepala Arumi. Sehingga tetesan air hujan tak lagi membasahi tubuh wanita itu."Dokter Andrean," ucap Arumi lirih. Ia tidak mengira akan bertemu dengan dokter itu dalam keadaan seperti ini. Arumi merasa sedikit canggung, saat bola arwah mereka saling beradu. Menyadari ketidaknyamanan Arumi, Dokter Andrean memberi jarak yang cukup jauh antara ia dengan Arumi, sehingga pria itu justru membiarkan sebagian tubuhnya basah terkena tetesan air hujan."Dokter melarangku hujan- hujanan, tapi Dokter sendiri kehujanan," sungut Arumi.Dokter Andrean justru terkekeh, "Yang penting kamu tidak kehujanan!"Arumi mendekatkan tubuhnya, agar payung

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   11.

    "Bagaimana, Dinda? Kau mau di sini dulu menunggu papamu?" Bu Hilda masih saja membujuk Dinda. Gadis kecil itu sebenarnya ragu, tapi ia sangat ingin bertemu dengan papanya. Kalau mereka pulang, belum tentu mamanya mau diajak datang kesini lagi. Apalagi neneknya bilang papanya akan segera datang.Bu Hilda masih menatap gadis kecil itu, menunggu jawaban dari Dinda. Hingga akhirnya bocah itu mengangguk setuju. Sesaat kemudian Dinda menatap mata sang mama dengan perasaan bersalah. "Nggak apa- apa kan, Ma, kalau kita tunggu papa di sini?" ucapnya.Arumi membalas tatapan putrinya itu dengan senyuman, "Iya, kita akan tunggu papa di sini," ucap Arumi. Bu Hilda tersenyum ke arah Santi, sesaat Arumi melihat mereka saling pandang, sepertinya ada yang mereka sembunyikan. Namun Arumi tidak ingin berburuk sangka. Paling tidak sekarang mertua dan adik iparnya itu sudah bisa bersikap baik padanya."Dinda, Arumi, kalian sudah sarapan belum?" ucap Bu Hilda.Arumi menaikkan alisnya menatap heran pada sa

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   12.

    "Kau itu memang pantasnya menjadi babu!" teriak Bu Hilda. Ia menatap Arumi dengan bola mata yang hampir keluar. Namun Arumi terus berjalan, tanpa memperdulikan kata- kata umpatan dan cacian yang terus dilontarkan oleh ibu mertuanya dan Santi. Langkah Arumi berhenti di depan kamar Santi. Ia menatap nanar, gadis kecilnya yang masih tertidur pulas itu. Hatinya terasa perih, ketika mengingat kebencian Ardi pada putrinya yang berharga itu. Tanpa terasa, butiran- butiran bening yang sejak tadi menggantung di pelupuk matanya itu meleleh juga. Arumi terisak di samping putrinya."Mama kenapa?" ucap Dinda, yang baru saja membuka mata. Tidurnya terusik oleh isakan tangis Arumi."Mama, ga apa- apa kok, Sayang," ucap Arumi yang kemudian menghapus air matanya dengan ujung jarinya."Mama pasti nangis, gara-gara Dinda pengen tidur di sini ya?" ucap gadis kecil itu sembari menatap mata sang mama dengan tatapan penuh penyesalan. Arumi menggeleng lemah. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya pada

Bab terbaru

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   54

    Dokter Andrean buru- buru keluar dari rumah sakit begitu mendengar kabar Dinda diculik. Begitu pedulinya ia pada Dinda. Meskipun ia tak mmiliki hubungan apapun dengan Dinda, tapi anak itu berhasil mengisi salah satu bilik di hatinya. Keceriaan dan keberaniannya berhasil membuat dokter Andrean merasa tersentuh. Terlebih Dinda adalah anak Arumi, gadis yang pernah singgah di dalam hatinya, meski rasa itu hanya bertepuk sebelah tangan."Dokter, tolong saya. Dinda diculik dan penculiknya meminta uang tebusan seratus juta!" Kata- kata Arumi di seberang telepon tadi terus terngiang di kepalanya. Ia tak bisa membayangkan seperti apa perasaan Arumi sekarang. Sepertinya ia sedang panik dan kebingungan saat ini.Dokter Andrean sudah sampai di mobilnya. Tangannya hendak meraih pintu mobil, tapi tiba- tiba seseorang menghentikannya."Dokter Andrean!" Nyonya Tiara dan Tuan Hanggoro saling bergandengan berjalan ke arahnya.Dokter Andrean menajamkan penglihatannya menatap sepasang suami istri yang ta

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   53.

    Ardi menggamit lengan Arumi dan Dinda, memasuki sebuah restoran mewah di kota itu. Kehadiran mereka menarik perhatian beberapa pengunjung lain. Wajah cantik Arumi yang disorot oleh lampu temaram memiliki daya pikat tersendiri. Kecantikannya mampu menarik perhatian orang- orang yang tengah duduk, menikmati makan malamnya di restoran itu.Arumi memang selalu terlihat menarik di mata laki- laki. Mungkin karena hal itulah rasa cemburu Ardi begitu besar. Meskipun Arumi selalu bisa menjaga hati dan pandangannya tapi Ardi justru selalu mencurigainya. Bodohnya ia sampai termakan hasutan ibunya.Ardi semakin mengeratkan tangannya ke lengan Arumi. Sungguh ia merasa sangat beruntung memiliki istri secantik Arumi. Entah selama ini apa yang membuatnya buta sampai menyia- nyiakan istri seperti Arumi.Ardi terus melangkah sampai ketika pandangannya tertuju pada seorang lelaki yang melambaikan tangan ke arahnya.Ardi mempercepat langkahnya menuju ke meja lelaki yang tak lain adalah kliennya itu.Lela

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   52

    "Bu, lihatlah si Babu ini sudah berpakaian rapi, mau kemana dia?" Aurel berteriak ketika melihat Arumi dan Dinda berpakaian rapi. Arumi mengenakan gaun berwarna hitam yang dibelikan oleh Ardi beberapa hari yang lalu. Tubuhnya yang kurus nampak cantik berbalut gaun hitam yang nampak mewah dan elegan itu. Polesan make up tipis di wajahnya, tampak membuatnya semakin cantik. Tentu saja hal.itu membuat Aurel yang selalu iri dengan Arumi naik pitam.Arumi dekil dan penyakitan saja, Aurel iri karena Ardi tetap selalu mencintainya. Apalagi sekarang, Aurel tampak cantik dengan gaun yang dibelikan oleh Ardi. Ardi memang pintar memilih gaun. Gaun hitam itu pas sekali di tubuh Arumi. Aurel sempat melontarkan protes, karena suaminya tak pernah memilihkannya gaun seperti itu. Namun Ardi selalu berkilah. Selera fashion Aurel sangat tinggi, ia takut jika pilihannya tidak cocok untuk Aurel. Namun tentu saja semua itu hanyalah alasan Ardi. Ia memang tidak pernah mencintai Aurel. Perhatian dan kasih say

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   51.

    "Ardi…!" Bu Hilda berlari tergopoh- gopoh ke kamar Arumi. Arumi dan Ardi yang tengah bercengkrama, sontak mengalihkan perhatiannya pada Bu Hilda."Ada apa, Bu?" ucap Ardi seraya menaikkan alisnya."Aurel… Aurel pingsan!" ucap Bu Hilda sambil menunjukan wajah paniknya.Ardi mengernyitkan alisnya mendengar perkataan Bu Hilda. Tadi Aurel nampak baik- baik saja, kenapa tiba- tiba pingsan.Melihat putranya tak bergeming, Bu Hilda langsung menarik tangannya."Ayo, kita harus segera membawa Aurel ke rumah sakit!" "Tapi —" Ardi enggan meninggalkan Arumi. Saat - saat seperti ini adalah saat yang paling dirindukannya. Namun suasana syahdu itu harus rusak karena teriakan Bu Hilda."Ayo, Ardi! Aurel istrimu juga. Kalau sampai terjadi apa- apa padanya, kau juga harus bertanggung jawab!" Bu Hilda meninggikan suaranya, agar anak lelakinya itu mau mengikutinya. Sejenak Ardi menatap Arumi, seolah ingin meminta izin pada wanita itu. Arumi tersenyum sembari menganggukkan kepala, membuat seluruh keragua

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   50.

    Deru suara mobil berhenti di pekarangan rumah Bu Hilda. Beberapa saat kemudian Ardi terlihat turun dari mobil dengan menenteng beberapa kantong plastik dan tas belanja.Bu Hilda, Santi, dan Aurel tersenyum melihat tentengan di tangan Ardi. Sepertinya lelaki itu habis dapat bonus dari kantor sampai belanja sebanyak itu."Wah, kamu habis belanja, Mas?" Aurel mencium takzim telapak tangan suaminya, kemudian bergelayut manja di lengannya."Ya, aku tadi abis dari supermarket, aku juga mampir ke restorant biasa, untuk membeli makanan," sahut Ardi seraya mengangkat kantong plastik yang ditentengnya.Senyum Aurel semakin lebar, melihat logo restorant favoritnya di kantong plastik yang ditunjukkan suaminya itu."Wah, Mas Ardi memang suami idaman. Padahal aku ga minta dibeliin makanan, tapi Mas Ardi sudah pengertian." Aurel hendak meraih kantong plastik dan tas belanja di tangan suaminya itu, tapi belum sempat tangannya menyentuh kantong plastik dan tas belanja itu, Ardi sudah menjauhkannya dar

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   49.

    "Mama!" Dinda melepas genggaman tangan Ardi dan berhambur ke arah ranjang Arumi. Baru beberapa hari saja, ia tidak bertemu dengan sang mama, rasa rindunya sudah membuncah. Arumi yang masih lemah, dengan selang- selang infus masih terpasang di tubuhnya mencoba bangun untuk menyambut putrinya itu. Tak bisa dipungkiri, ia juga sangat merindukan Dinda."Sayang, Mama kangen banget sama kamu!" Air matanya meleleh saat tangannya berhasil merengkuh bocah perempuan yang masih memakai seragam SD tersebut."Bagaimana keadaan Mama? Apa perut Mama masih sakit? Biar Dinda obati!" ucap bocah polos itu. Selama ini, yang selalu ia lakukan saat sang mama berguling kesakitan menahan rasa nyeri di perutnya, adalah mengelus- elusnya. Kali ini Dinda pun melakukan hal yang sama, membuat Arumi tersenyum geli."Mama udah ga sakit kok, Sayang," ucap Arumi sembari membelai rambut gadis kecil yang dikuncir dua itu. Semua rasa sakitnya seolah musnah begitu melihat putri kesayangannya itu."Kalau begitu, kapan Mam

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   48.

    Ardi memasuki ruang rawat Arumi, tampak wanita itu tengah berbaring dengan mata terpejam. Mendadak Ardi merasa udara di ruangan itu terasa menipis dan itu membuat dadanya sesak, apalagi ketika melihat wajah pucat Arumi yang sangat kentara. "Arumi ..." panggilnya pelan, jika Arumi sedang tidur maka dia tidak mau mengganggu.Namun kemudian mata Arumi perlahan membuka, binar matanya terpancar ketika melihat Ardi ada di sampingnya. "Mas ..." ucapnya lemah, suaranya hampir tak terdengar.Ardi meraih tangannya, terasa dingin."Arumi, maafkan aku," ucap Ardi dengan terbata-bata, dia sedih melihat kondisi istri pertamanya itu."Aku sungguh tidak tahu semua ini, kenapa kamu nggak ngomong kalau kamu sakit? Aku bisa membantu pengobatannya dan kamu nggak harus bekerja keras sendirian," ucap Ardi sedikit menyesalkan akan diamnya Arumi selama ini.Arumi hanya tersenyum tipis menjawabnya, dia menggeleng dan balas menggengam tangan Ardi meski terasa lemah. "Aku menyesal menuduhmu selama ini!" tut

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   47.

    "Bedebah! Berani sekali kamu bicara seperti itu!" geramnya, dia bergerak maju dan gantian mencengkeram kerah kemeja Andrean. Ardi naik pitam, dia tersinggung dan tak terima dengan ucapan Andrean yang secara terang-terangan meminta Arumi darinya.Andrean tampak tenang dan malah tersenyum."Aku ingin tahu sejauh mana kamu masih mencintai Arumi, bahkan jika mendengar fakta sebenarnya antara aku dan dia," ucapnya tersenyum miring.Ardi salah mengira, dia berpikir jika Andrean memang benar-benar akan mengatakan kebenaran mengenai perselingkuhan yang dilakukannya dengan Arumi."Dia masih istriku, jadi aku masih berhak atas hidupnya, kamu tidak bisa mengambil dia begitu saja dari tanganku!" gertak Ardi mengguncang Andrean dengan marah.Andrean menarik sudut bibirnya berlawanan, sekarang jelas dia bisa melihat perasaan Ardi sebenarnya terhadap Arumi."Dia mengidap penyakit mematikan, aku dan dia tak lebih hanya sebagai dokter dan pasien, Arumi tak ingin memberitahukan semuanya sama kamu karen

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   46.

    "Bos kenal dia?" tanya Bonar heran. Andrean yang menyadari jika perempuan yang pingsan itu adalah Arumi, pasiennya sendiri, segera mendekat dan memeriksanya."Dia pasien saya," jawab Andrean singkat. Alis Bonar terangkat mendengarnya.Tangannya memeriksa denyut nadi Arumi dan keningnya berkerut dalam. Raut wajahnya berubah cemas. Tanpa banyak bicara, lelaki itu menunduk lalu dengan sigap mengangkat tubuh Arumi.Bonar tanggap, dia bergegas menuju mobil Andrean dan membantu membukakan pintu mobil."Tolong kamu urus gerobaknya dulu!" kata Andrean pada Bonar."Siap, Bos!" sahut Bonar.Andrean mendudukkan Arumi di kursi depan dan memasangkang sabuk pengaman, dia sedikit merendahkan kursi agar Arumi bisa berbaring. Setelah memastikan Arumi aman, dia sendiri segera masuk dan menyalakan mobil. Langsung tancap gas menuju Rumah Sakit."Kamu kok maksain diri, Arumi! Sudah tahu badan kamu itu lemah dan nggak boleh terlalu kelelahan!" gumam Andrean sejenak melirik ke arah Arumi yang terpejam di k

DMCA.com Protection Status