Bu Surti mendekap bungkusan berisi sesuatu yang sebenarnya tidak ia ketahui isinya itu di dadanya. Sengaja ia gunakan penutup kepala berukuran lebar agar bisa menutup bungkusan itu dari pandangan orang. Termasuk Yuni dan Bowo serta anak-anaknya yang sedang asyik nonton televisi.Ia takut Yuni curiga dan bertanya-tanya karena tempo hari saat Anton untuk pertama kali memintanya mengantarkan paket, anaknya itu juga sudah memperingatkan dirinya, meski akhirnya ikut senang juga saat melihat jumlah uang yang diberikan Anton sebagai bayaran.Hari ini Bu Surti berencana untuk libur saja mengemis. Ia sekarang sudah punya pekerjaan lain yang sepertinya hasilnya lebih besar dari hanya meminta-minta. Itu sebabnya ia malah sudah punya rencana ingin pensiun saja dari meminta-minta. Selain hasilnya tidak sebesar dibandingkan menjadi kurir Anton, ia juga malu jika sewaktu-waktu kepergok Vira lagi sedang mengemis di jalanan.Dengan menjadi kurir untuk mengantarkan barang Anton ke pelanggannya, ia mend
Bowo mengetuk pintu bercat warna putih di depannya dengan nada tak sabar. Tak lama berselang, dari dalam terdengar langkah memburu cepat untuk membuka pintu. Begitu dibuka, sesosok wanita berpakaian daster tipis pun muncul dari baliknya."Mas Bowo, masuk, Mas ... aku pikir belum mau ke sini, soalnya ini kan masih pagi," sapa perempuan itu dengan nada terkejut tapi sekaligus juga gembira melihat kemunculan lelaki itu di sana."Iya, kebetulan mas tadi ada urusan jadi selesai urusan mas langsung aja ke sini. Kamu sudah masak? Mas laper?" Bowo masuk ke dalam rumah lalu tanpa merasa canggung lagi langsung menuju ke ruang belakang.Ia memang sudah biasa ke sini. Bahkan tidak jarang tidur di rumah ini, karena rumah ini adalah rumah istri keduanya. Liana."Kenapa? Mbak Yuni nggak masak lagi? Suami pagi-pagi udah kelaparan. Apa aja sih kerjanya jadi istri?" sahut Liana dengan gemas sembari membulatkan matanya."Eh, perempuan itu mana pernah masak ... tiap hari jajan terus. Ngabisin duit aja ke
Bowo menghentikan langkahnya sesaat sebelum langkahnya memasuki halaman sempit rumah kecil yang mereka huni. Lelaki itu menyeringai lebar lalu tiba-tiba dengan keras merobek baju yang dikenakannya hingga robek di beberapa tempat.Bowo mengambil tanah basah bekas hujan di dekat kakinya lalu melumuri tanah itu ke sekujur badannya. Tak lupa ia melayangkan tinju ke wajahnya dan ke beberapa bagian tubuhnya sendiri hingga luka dan berdarah. Demi seratus juta rupiah, tentu saja dengan senang hati ia melakukan hal kecil ini.Tok tok tok....!Bowo mengetuk pintu, membuat Yuni yang tengah berdiri mondar-mandir di dalam rumah tersentak kaget dan langsung memburu pintu serta membukanya dengan cepat.Begitu terbuka, perempuan itu pun langsung berteriak kaget."Mas, kamu kenapa?" Yuni terkejut dan langsung menyongsong tubuh suaminya yang tampak terhuyung-huyung dan hampir jatuh saat berjalan masuk rumah. Jika tak buru-buru dipegangnya tubuh suaminya itu pasti Bowo sudah tersungkur jatuh ke lantai
"Buku tabungan? Buku tabungan apa? Terus uang apa yang kalian bicarakan Yuni? Bowo? Bilang sama ibu sekarang?" seru Bu Surti dengan keras saat didengarnya Yuni terisak sedih sementara Bowo hanya tertunduk diam.Entah buku tabungan apa yang sedang anak dan menantunya itu bicarakan, tapi Bu Surti merasa penasaran. Uang siapa yang ada dalam buku tabungan itu? Jangan-jangan ...."Mmmm ... Ibu salah dengar, Bu. Kita nggak ngomongin buku tabungan kok. Ibu salah dengar aja ...." sahut Yuni gelagapan di tengah rasa gundahnya. Mukanya pias."Terus kalau gitu kalian ngomongin apa? Sudah jelas-jelas ibu dengar kalian kehilangan buku tabungan, kok. Masih nyangkal!" seru Bu Surti tak senang."Bukan kehilangan buku tabungan, Bu. Tapi kehilangan uang Mas Bowo yang mau ditabung. Sedangkan uang itu untuk masa depan Dea dan Deo, makanya aku sedih banget, Bu ...." sahut Yuni sembari kembali terisak. Habis sudah impiannya punya rumah dan usaha sendiri itu sebabnya ia merasa sangat kecewa dengan peristiwa
"Bu, hari ini kita operasi lagi ya, Bu. Ini kan bulan puasa. Pasti banyak orang mau ngasih sedekah sama orang seperti kita-kita. Oh ya, Bu, kita pura-pura sakit aja ya. Nanti ibu aku dandanin kayak orang sakit biar banyak yang kasihan dan ngasih duit banyak," ujar Yuni pada ibunya keesokan harinya.Bu Surti yang sedang sarapan pagi sontak melihat pada anak perempuannya lalu mengernyitkan dahi."Pura-pura sakit gimana? Nggak ah! Lagian ibu udah malas ngemis lagi, Yun. Kan ibu udah bilang, ibu males kalau nanti ketemu Vira lagi, gengsi! Masa sudah sekian tahun hidup kita nggak ada perubahan apa-apa malah makin ngenes aja dan susah hari ke hari?" elak Bu Surti sembari menekuni kembali sarapan paginya, mengacuhkan ucapan anaknya.Mendengar ucapan ibunya, Yuni menghela nafas berat. Gawat kalau sampai orang yang sudah melahirkannya ke dunia itu mogok tak mau mengemis lagi gara-gara kecewa hasil mereka meminta-minta ia sembunyikan yang sekarang malah hilang tak berbekas diambil orang.Kalau
"Maksud kamu apa, Yun? Ibu nggak ngerti! Kenapa kamu marah marah sama ibu begini? Apa salah ibu sama kamu?" Bu Surti terhenyak tak mengerti.Ia sama sekali tak menyangka jika Yuni akan sanggup berkata dan bersikap kasar terhadapnya seperti sekarang ini. Apa kesalahan yang sudah ia perbuat pada anak perempuannya itu sebenarnya sehingga Yuni marah pada nya? Bu Surti benar benar tak habis mengerti. Ia benar benar tak tahu jika Yuni sebenarnya sudah tahu mengenai hubungan tak lazimnya itu pada menantunya sendiri dan itu membuat Yuni akhirnya menyimpan amarah dan kebencian terhadap ibunya sendiri."Ibu masih bertanya apa salah Ibu padaku? Ibu punya perasaan nggak sih sebenarnya? Ibu tahu kan kalau aku ini anak kandung Ibu sendiri tapi kenapa Ibu tega mengkhianati aku seperti ini, Bu? Kenapa?" Yuni berteriak keras sembari menangis. Air mata mulai meluncur jatuh dari pipinya tanpa bisa dicegah.Batinnya sangat sakit dan terluka.Wanita yang selama ini ia percayai, ia dukung habis habisan jus
Hari itu juga Yuni dan Bowo membawa Bu Surti ke pasar. Teriakan penolakan dari wanita itu tak membuat anak perempuannya tersebut mengurungkan niat memaksa ibunya kembali meminta-minta.Yuni malah mengancam jika ibunya tak mau menuruti kemauannya, wanita itu akan mengadukan perbuatannya dengan Bowo ke kantor polisi.Yuni juga mengancam akan mengadukan perilakunya yang tidak pantas sebagai mertua itu pada Alvin. Itu sebabnya, akhirnya Bu Surti pun bersedia menuruti keinginan anaknya itu meski dengan hati terpaksa.Bu Surti terduduk di depan emperan pertokoan. Tangannya menengadah meminta siapapun pengunjung toko yang lewat untuk memberi sumbangan.Perban dipenuhi merah noda darah tampak membalut lututnya yang sekilas terlihat bengkak. Bau amis merebak dari luka yang dibuat-buat itu. Tentu saja, karena Yuni benar-benar memoleskan darah di luka itu. Darah ayam yang ia minta di tempat pemotongan ayam.Orang-orang memandangnya dengan iba hingga beberapa di antara pengunjung toko yang lewat
"Dapat berapa hari ini, Bu?" tanya Yuni saat menjemput sang ibu keesokan harinya di pusat pertokoan seperti biasanya.Tanpa menjawab, Bu Surti menyerahkan plastik berisi uang hasil meminta-minta yang ia lakukan itu pada anak perempuannya dengan gerakan tak suka."Hitung aja sendiri! Oh ya, besok ibu nggak bisa operasi karena ibu ada pekerjaan lain!" ucap Bu Surti sembari merapikan pakaiannya lalu berjalan menuju kendaraan roda dua sang anak, tetapi Yuni buru-buru menghalangi."Nanti dulu pulangnya, Bu. Aku ke sini cuma mau ngambil uang yang sudah ada aja dulu. Ini kan masih siang, baru jam 3 sore. Nanti jam enam baru aku jemput lagi," sahut Yuni sembari memasukkan kantong berisi uang hasil meminta-minta ibunya itu ke dalam saku jaketnya dan bersiap siap pergi tanpa peduli keberatan dari ibunya itu."Tapi ibu udah capek, Yun! Tega kamu perlakukan ibu seperti ini! Nggak nganggap ibu ini ibu kandung kamu lagi!" sergah Bu Surti dengan suara bergetar.Hatinya sakit bukan main. Bahkan hingg