Bab 15 Aku memastikan pada pihak yayasan jika memang mereka benar-benar dari sana. Jelas tidak ingin jika aku salah memasukkan orang ke dalam rumah. Setelah semuanya sudah jelas, aku membawa mereka masuk. Tempat santai di halaman belakang menjadi pilihan karena Mas Lukman, Lana dan ibu masih terlihat berbincang mengenai masalah yang tadi. Kenapa suamiku itu selalu menyembunyikan masalah besar dari istrinya ini. "Sebenarnya saya hanya butuh satu orang untuk bekerja. Jadi saya mohon kalau yang tidak terpilih jangan berkecil hati, ya!" ujarku. Mereka menganggukkan kepala tanda persetujuan. Setelah memberikan beberapa pertanyaan dan mempertimbangkan semuanya, pilihanku jatuh pada perempuan bernama Tiwi, usianya masih sangat muda. Umur dua puluh tahun, ia harus rela bekerja menjadi asisten rumah tangga karena orang tuanya di kampung sudah sangat sepuh dan tidak bisa bekerja. Sedangkan perempuan bernama Siti, entah kenapa aku tidak terlalu suka dengannya. Pakaiannya terlalu terbuka, tida
Bab 16 Makan malam yang terasa hening, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu. Aku mencuri pandang pada Mas Lukman yang terlihat menikmati makanannya. 'Kita lihat nanti, apa Mas Lukman akan jujur dengan sukarela atau tetap meneruskan kebohongannya? Selesai makan malam, aku langsung melakukan rutinitas wajib. Memanjakan tubuh dan wajah ini menggunakan skincare, sebagai wanita bersuami jelas aku harus pintar merawat diri. Tidak ingin jika suamiku berpaling untuk kedua kalinya. "Yank, kamu marah sama Mas, ya?" tanya Mas Lukman yang baru saja keluar dari kamar mandi, ia duduk di tepi ranjang. Menatapku dari pantulan cermin. "Menurut kamu?" Sengaja aku melayangkan kembali pertanyaan padanya, jika terlalu diberi hati lelaki pasti akan semakin melunjak. Apalagi jika ia sudah melakukan sekali kebohongan, ia akan menutup kebohongan yang satu dengan kebohongan lainnya. "Mas memang salah karena nggak jujur sama kamu, Mas takut kamu marah. Uang jatah bulanan untuk Lana dipakai unt
Bab 17Aku tidak akan mengekang dirimu, Mas. Semua ini kembali kepada kesadaranmu, kalau memang merasa menyesal dan bersalah kamu pasti berubah. Aku tidak akan memaksa, sekuat apapun masalah yang mendera jika memang kita berjodoh, semua ini akan terlewati dengan mudah. Terkadang aku merasa bodoh, karena memaafkan Mas Lukman berulang kali padahal aku berjanji pada diriku sendiri tidak sudi bersama dengannya karena sudah terbukti berbohong. Mungkin orang yang melihatku seperti ini akan mengakui jika aku ini memang bodoh karena berulang kali disakiti masih setia menemani. Aku memang bodoh, tapi aku memiliki alasan untuk melakukan semua ini. Ternyata jadi orang baik tidak semudah itu!Suara derap langkah kaki terdengar jelas menuruni tangga, aku melihat Lana yang menjinjing tas besarnya. Berbarengan dengan ibu mertua yang keluar dari kamar dan Tiwi berjalan di belakangnya membawakan koper milik wanita paruh baya itu. Ibu mertua melewatimu begitu saja, tidak ada sepatah katapun yang ia uca
Bab 18"Naya!" Aku langsung menoleh mendengar suara cempreng yang sangat familiar. Senyum dengan otomatis merekah melihat Risma berjalan dengan langkah lebar mendekat padaku. Langsung aku berhambur memeluknya dengan erat, saking lama tidak bertemu. Aku bahkan lupa kapan terakhir bertatap muka dengan wanita berambut pirang ini."Nggak nyangka akhirnya kita bisa ketemu juga. Gue udah kangen banget tau!" seru Risma. Ia menarik kursi dan duduk di hadapanku. Memesan minuman kesukaannya dan lanjut berbincang ringan. Ia kini menanyakan padaku mengenai kebenaran yang ada. Tidak memiliki pilihan lain, akhirnya aku menceritakan semuanya pada Risma.Bisa kulihat wajah Risma terlihat tidak percaya, ia bahkan mengumpat, menyalahkan Mas Lukman. Risma memang salah satu teman dekatku yang dulu sempat tidak setuju aku menikah dengan Mas Lukman. "Lo gak usah nyakitin diri sendiri deh, Nay. Lo tuh cantik, mandiri. Masih bisa cari cowok yang lebih baik daripada si Kuman itu!" Risma berujar dengan bersun
Bab 19“Apa Bapak sering pulang telat?” Aku melayangkan pertanyaan, menatap serius pada Jumi. Aku percaya ia tidak akan pernah membohongiku, Jumi terlihat menarik nafas dalam,jarinya memilin ujung baju yang dikenakannya. Jika sudah seperti ini, Jumi sedang menyembunyikan sesuatu.“Maaf, Bu. Jumi nggak kasih tahu Ibu karena Jumi takut kerjaan Ibu jadi terganggu disana,” sesalnya.Jumi menceritakan semuanya, semenjak kepergianku ke Malaysia Mas Lukman sering pulang telat. Jumi yang hanya seorang asisten rumah tangga tentu tidak ada hak untuk bertanya pada Mas Lukman, ia hanya memilih diam saat melihat Mas Lukman selalu pulang tengah malam. Aku berdecak kesal saat mengingat ponselku mati total karena insiden di bandara tadi, aku jadi tidak bisa melihat hasil rekaman cctv beberapa hari ke belakang. Bodohnya aku karena hanya menyambungkannya ke ponsel, harusnya sekalian disambungkan ke laptop juga. Apa lagi yang kamu lakukan dibelakang aku, Mas?Langkah ini terasa berat saat akan menaiki t
Bab 20“Kemarin, orangtuanya Indah ada dateng ke rumah buat ketemu Trisha,” seru Mas Lukman yang kini duduk di hadapanku.“Mas ketemu sama mereka?” tanyaku.“Nggak, Mas ‘kan di kantor. Kemarin Jumi yang ngasih tahu, katanya dia nggak mau ganggu kamu kerja makanya nggak bilang apa-apa ke kamu,” jawab Mas Lukman.“Mas, kamu tahu kalau Ibu … punya hutang sama orang lain?” Aku langsung melayangkan pertanyaan itu pada Mas Lukman. Lelaki di hadapanku itu langsung memasang wajah terkejut. mungkinkah ia juga tidak tahu mengenai ini.“Kamu tahu dari mana? Emang Ibu pinjam uang ke siapa?” Mas Lukman balik bertanya.Aku menjelaskan semuanya pada suamiku ini, mengenai ibu mertua yang meminjam uang pada ibunya Risma dan mengatas namakan diriku agar bisa diberikan pinjaman.“Biasanya juga Ibu bakalan minta uang sama Mas loh.” Mas Lukman masih terlihat tidak percaya.Orang yang memiliki perilaku seperti ibu mertua memang bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, tidak peduli
Bab 21Aku merasa terganggu saat mendengar suara seseorang berteriak memanggil namaku, itu suara Mas Lukman. Aku tidak sengaja tertidur saat sedang memilih barang-barang yang ingin dibeli tadi, tubuh ini memang rasanya masih lelah setelah pulang dari Malaysia kemarin. Pintu kamar terbuka dengan keras, menampakkan Mas Lukman dengan wajahnya yang sudah memerah seperti menahan amarah. Ia kini berjalan mendekatiku, membuatku dengan terpaksa harus bangkit dari empuknya ranjang.“Kenapa kamu kasih Trisha gitu aja ke orang tuanya Indah? Gimana kalau mereka nggak bisa urusin Trisha dengan benar?!” seru Mas Lukman dengan suara meninggi, dadanya naik turun karena emosi. Aku tidak menyangka ia akan semarah ini mengetahui Trisha kuserahkan pada Orangtua Indah.“Mereka itu kakek sama neneknya Trisha, pasti bisa merawat Trisha. Kalau kamu nggak bisa jauh dari Trisha, kamu ikut aja tinggal disana. Aku nggak mau menyiksa diri dengan membiarkan Trisha disini terlalu lama,” jelasku menatap sengit ke da
Bab 22“Nggak ada yang mau jual rumah Ibu kok. Risma cuman menawarkan diri aja, daripada disita ‘kan, apalagi Mas Lukman nggak punya uang buat lunasin semua hutangnya Ibu,” jelasku. Wajah Ibu mertua kini terlihat kaget, ia bahkan meninggalkan kopernya di ambang pintu dan berjalan mendekati Mas Lukman.“Man, apa maksud istrimu itu? Dia bohong ‘kan, mana mungkin rumah Ibu disita,” seru Ibu mertua dengan tawanya yang terlihat dipaksakan. Mas Lukman hanya diam, ia mengeluarkan bukti-bukti jika rumah ibu mertua telah disita karena tiga kali tidak membayar cicilan uang yang dipinjamnya dari sebuah bank.“Cukup, Bu! Jangan pura-pura nggak tahu, Ibu nggak lupa ‘kan pernah pinjem uang seratus juta ke bank?” selidik Mas Lukman yang membuat ibu mertua kini gelagapan, ia seperti tidak bisa membela diri. Risma yang merasa tidak enak langsung pamit dan akan kembali lagi nanti, aku hanya mengiyakan apalagi ini sudah malam.“I–itu … Ibu–”“Buat apa sih Ibu pinjem uang sebanyak itu, apa uang yang Lukm
Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorMata Lukman kini sudah berembun jika mengingat masa lalu Lukman merasa dirinyalah lelaki paling b*jingan lelaki paling brengsek dan lelaki paling tidak tahu diri di dunia karena ia tega menyakiti istri yang baik dan setia seperti Kanaya. Waktu memang tidak bisa diputar tapi apa yang sudah terjadi pasti akan membekas di benak dan pikiran apalagi sesuatu hal yang menyakitkan itu akan sulit untuk dilupakan."Tolong jangan bahas lagi masa lalu aku nggak mau lagi membuka kisah kelam kita di masa lalu itu bukan cuma nyakitin aku tapi juga nyakitin kamu juga, Mas." Kanaya mengerti dengan apa yang akan dikatakan oleh suaminya itu."Tapi, Yank–""Kalau kamu bahas itu lagi, aku bakalan marah!" ancam Kanaya."Oke, Mas minta maaf. Mas janji nggak bakal ngomong soal itu lagi," ujar Lukman."Jadi gimana, kamu udah telepon Shanum atau Trisha?" Kanaya mengulang pertanyaan yang tadi sudah keluar dari mulutnya."Nggak nelpon sih, Shanum cuman kiriman video Zian la
Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorKeesokan harinya Lana mendatangi pengacara untuk membahas soal perceraian, ia tidak ingin menunda terlalu lama. Lana paling tidak suka berlarut-larut dalam kesedihan, hidupnya harus tetap berjalan apalagi ada Asha yang membutuhkan curahan kasih sayang dari ibunya. Lukman dan Rangga menemani Lana sedangkan Rania berada di rumah bersama Kanaya menjaga Asha."Apa ibu sudah yakin dengan keputusan ini?" tanya pengacara itu memastikan, Rangga sengaja membawa Lana menemui pengacara keluarga yang mengetahui mengenai perjanjian pra nikah antara Lana dan Aditya."Ya, saya sudah yakin, Pak!" jawab Lana tegas."Baiklah, sebelumnya saya akan membacakan perjanjian pra nikah yang pernah dibuat oleh Pak Aditya atas kesepakatan kalian berdua."Lana menarik nafas panjang, ia mencoba menenangkan perasaannya saat pengacara itu mulai menjelaskan. Jika seluruh harta Aditya akan berpindah tangan pada Lana saat Aditya ketahuan berselingkuh, Aditya sendiri yang membuat i
Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorWanita jika sudah didapatkan kelemahannya seperti Anika tentu ia tidak akan melepaskan lelaki yang sudah menggagahinya itu. Ia memang tidak menggoda Aditya tapi lelaki itu yang memaksa tapi paksaan itu malah membuat Anika menjadi egois dan tidak ingin melepaskan Aditya.Baru saja akan keluar dari grup, telepon Anika berdering. Panggilan masuk dari ibunya yang berada di kampung, Anika memang seorang diri. Ia tinggal di salah satu kontrak dan rencana akan membeli apartemen tahun ini setelah uangnya cukup. Anika bahkan sudah dua tahun tidak pulang karena ia malas mendengar keluarga besar dan tetangganya menanyakan mengenai dirinya yang masih belum menikah."Iya, Bu," sapa Anika dengan tidak bersemangat, ia masih merasa kesal karena orang-orang membicarakannya di grup."Kenapa kamu melakukan hal menjijikkan itu, Nak?" tutur sang ibu dengan Isak tangis. Jantung Anika berpacu lebih cepat dari sebelumnya, ia takut jika ibunya tahu mengenai masalah ini.
Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV Author"Apa bedanya sama lo? Lo juga kawin sama setiap cowok yang lo pacarin!" sahut Anika karena tidak terima dikatai murahan oleh Raya."Jelas beda dong, Say. Gue mah jelas pacaran sama cowok yang nggak ada bininya, lah elo? Udah tahu ada bininya masih di embat aja, kayak nggak ada cowok lain aja di dunia ini!" sungut Raya."Udah ah! Jadi ini gimana solusinya?" tanya Anika."Lo tinggalin Pak Adit, dia udah jelas nggak bakalan milih lo, Nik. Jagan berharap lo bisa jadi istri keduanya, mending lo susun lagi hidup lo dan jangan inget masa lalu. Wkatu itu berharga, jangan lo sia-siain buat nunggu laki orang."Anika terdiam, ia mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Raya. Sisi egosi dalam dirinya tetap tidak ingin kalah, sebelum mundur Anika akan mencoba dulu untuk mendekati Aditya dan meminta pertanggungjawaban lelaki itu. Meskipun tidak hamil tapi Aditya sudah merenggut kesucian Anika. Jika seseorang sudah dikuasai ambisi tentu tidak akan pernah
Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV Author"Tolong tinggalkan kami di sini!" pinta Lukman.Kanaya masih belum beranjak, ia takut suaminya akan menghajar Aditya yang wajahnya saja bahkan sudah sangat menyedihkan seperti ini. Mengerti dengan kecemasan sang istri kini Lukman menatap Kanaya sambil memegang pundak wanita itu."Mas ….""Kamu percaya 'kan, Yank?" Lukman menatap Kanaya sambil tersenyum.Kanaya mengangguk lalu meninggalkan Lukman dan Aditya berdua. Aditya merasa bingung sekaligus takut saat tadi Mbok Tin mengatakan jika Lukman datang. Sudah pasti jika Lukman akan menanyakan perihal masalah rumah tangga Aditya dan Lana."Gue nggak tahu alasan lo sebenarnya apa Tapi gue nggak nyangka lo bisa ngelakuin hal bodoh kayak gue dulu!" tutur Lukman. Ia sadar, tidak mungkin menghakimi Aditya karena Lukman juga pernah melakukan kesalahan yang sama di masa lalunya yang bahkan masalah yang ditimbulkannya bergulir sampai anak-anaknya tumbuh dewasa.Aditya menunduk, "Gue bener-bener nyesel, tolon
Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorLana mencoba untuk mengatur nafasnya, menenangkan perasaan berharap Lukman tidak mencurigai apapun. Rania masuk ke dalam kamar membawa Asha, hotel itu memiliki dua kamar tidur dan sebuah ruang tamu dan juga dapur. Rangga sengaja memesannya untuk beberapa hari kedepan."Mas ….""Kamu nggak mau cerita apapun?" tanya Lukman tiba-tiba membuka tubuh Lana menegang. Wanita itu mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mungkinkah jika Lukman mengetahui semuanya."Cerita soal apa, Mas?" Lana mengepalkan tangannya dengan kuat, menahan gejolak dalam dadanya."Tolong jangan sembunyikan apapun lagi, Lan. Masalah sebesar ini kamu tanggung sendiri? Mas masih ada di sini, Lan." Suara Lukman melemah, samar-samar Lana bisa mendengar suara isak tangis dari ujung telepon."Mas ….""Mas sama Mbak kamu sekarang lagi di jalan. Tunggu kita datang!"Belum sempat Lana buka suara, sambungan telepon itu lebih dulu terputus. Lana langsung gusar, ia takut jika kakaknya datan
Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV Author"Lo kenapa, Nik? Kok muka lo pucet gitu?" tanya Raya heran karena melihat tadi Anika biasa saja.Anika diam hingga membuat Raya langsung merebut benda pipih itu dari tangan wanita itu. Mata raya membelalak melihat isi pesan yang membuat Anika jadi pucat. Rayq bahkan membacanya berulang-ulang untuk memastikan apa yang dibacanya itu salah."Apa ini keluarga istri cowok lo, Nik?" tanya Raya.Anika menggelengkan kepalanya, "Gue nggak tahu, kenapa hidup gue jadi nggak tenang gini sih," gerutunya."Salah lo sendiri, siapa suruh main sama laki orang!" tutur Raya dengan entengnya, ia seolah tidak mengerti bagaimana perasaan Anika saat ini. Selain bingung, Anika juga takut dengan ancaman dari orang tidak dikenal itu. Tapi Anika sempat berpikir jika Rangga yang melakukannya, karena lelaki itu pula yang tiba-tiba memecatnya tanpa sebab. Jika iya Rangga yang melakukan itu semua, Anika lebih was-was karena bisa saja Rangga nekat menyebarkan rahasia ini dan An
Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV AuthorRangga masuk tanpa permisi dan membuka pintu dengan begitu kerasnya. Ia berjalan dengan langkah lebar mendekati kedua orangtuanya."Saya tidak akan membiarkan Anda menyakiti ibu saya lagi, Tuan Adityawarman!" Rangga bicara begitu formal dan itu terdengar sangat menyakiti bagi Aditya."Rangga–""Saya tidak ingin mendengar alasan sampah anda, Tuan!" tegas Rangga lalu membawa Lana keluar dari kamar itu.Saat Aditya akan mengejar, Reyhan dan Rania menghalangi. Mereka sama marah dan kecewanya pada sang ayah. Aditya memohon pada kedua anaknya agar membiarkan dirinya untuk mengejar Lana. Aditya masih belum selesai bicara pada istrinya itu, ia tidak ingin sampai Lana meninggalkan dirinya. Hidupnya akan benar-benar hancur, harta yang dimilikinya juga tidak akan terasa berharga jika Lana tidak ada. Aditya berharap jika masalah ini belum sampai di telinga Lukman, Aditya ingin menyelesaikan masalah rumah tangganya tanpa campur tangan orang lain selain iparny
Mertua, Awal Pembawa PetakaPOV Author"Becanda lo nggak lucu, Bang!" Reyhan terlihat tidak percaya.Bukannya menjawab pertanyaan sang adik, Rangga melemparkan ponsel yang sedang memutar rekaman cctv itu ke atas ranjang. Reyhan dengan cepat mengambil ponsel itu, detik pertama melihat itu Reyhan terbelalak begitu pula Rania. Mereka tidak percaya jika lelaki di dalam video itu adalah ayah mereka. Reyhan dan Rania tidak bisa berkata apa-apa, saat ini yang mereka pikirkan adalah Lana. Sama seperti yang dilakukan Rangga."Ini beneran video asli, Bang?" Kini Rania buka suara meskipun terdengar lirih."Gue dapet itu langsung dari ruang keamanan, gue bukan orang bodoh yang nggak bisa bedain mana video asli atau editan!" tutur Rangga, tangan lelaki itu mengepal di samping tubuhnya. Ia bahkan belum puas meluapkan amarahnya tadi, saat ini ia sedang berpikir cara mengatakan semuanya pada sang ibu."Papa jahat banget sih!" Mata Rania mulai berkaca-kaca, sebagai seorang perempuan ia pasti bisa mera