Hanifa sedikit menggeser makan siangnya di samping Sandrina. Terdengar gosip ia di pindahkan ke resepsionis bos galak. Namun, Sandrina masih santai karena ia hanya mencari kerja saja. Dari pada dia tidak ada pekerjaan saat menunggu surat cerai dari Bastian.
“Aku kerja di mana saja, mau dia galak atau tidak, semua tergantung aku. Nikmatin saja.” Sandrina menjawab dengan santai.
Sementara, satu tangan makan dan tangan satu lagi membalas pesan ibu mertuanya. Bu Hana sangat cemas saat tak ada kabar dari Sandrina. Senyum tipis terlihat dari wajah Sandrina saat perhatian Bu Hana semakin membaut harinya bersemangat.
Baru satu hari pun Sandrina sudah menjadi buah bibir karyawan lain karena wajah cantiknya. Tidak sedikit beberapa pria itu duduk memandangi Sandrina. Rambutnya sengaja ia cat cokelat agar terlihat segar dan keriting gantung.
“Kamu sadar enggak kalau banyak yang memeperhatikan kamu?” tanya Hanifa.
“Enggak, aku bias
Bastian menelan makanannya, lalu tak lama meminum air putih yang ia pesan. Rasanya semua yang di katakan Agam benar, berpikir siapa yang ada di pikiran saat sedang bersama Alika. Sandrina, nama itu terus saja berputar di kepalanya, apalagi mendengar beberapa karyawan pria mencoba menawarkan mengantar sang istri.“Makan yang banyak San, eh, Alika.”Alika menatap tak berkedip, ia yakin kalau tadi Bastian menyebut nama Sandrina. Mood makannya menjadi hilang, ia menaruh sendok dan garpu berbarengan di piring. Bastian pun memucat saat Alika sadar jika dia salah menyebut nama.“Aku enggak bermaksud seperti itu, hanya saja sejak tadi ibu meminta mencarinya karena ia pergi dari rumahku. Jadi, sejak tadi aku pusing, Sayang. Jangan marah, ya. Aku hanya memikirkan kamu, kok,” ujar Bastian.Dalam hati pria itu ketar ketir karena memang yang kini ada di kepalanya hanya nama sang istri. Bukan hanya sang ibu, harusnya ia mengikuti ke mana Sandrin
Tubuh Sandrina serasa melemah, saat netra elang itu menatap tajam. Sepertinya ia kurang mengetahui jika sang suami memiliki banyak perusahaan di kota itu. Sandrina tak habis pikir bagaimana bisa bertemu dengan Bastian lagi. Keputusannya untuk move on akan sulit jika setiap hari ia bertemu dengan sang suami.Semua peserta meeting sudah masuk ke ruangan. Terutama Bastian, tapi netranya tak henti menatap sang istri. Bastian merasa kesal kenapa Sandrina berpenampilan cantik di depan semua orang. “San, jangan lama-lama lihat Pak Bastian. Nanti naksir, suami orang,” ujar Lastri.Sandrina hanya tersenyum, seandainya Lastri tahu jika Bastian adalah suaminya sudah pasti akan terkaget atau pingsan. Beberapa orang mengatakan Bastian adalah bos galak, Sandrina menghela napas, pantas saja di katakan galak. Di rumah pun sangat dingin dan menyebalkan, pikir Sandrina.Sandrina kembali merapikan pekerjaannya, mengecek apa ada telepon yang belum tersambung atau data beberapa karyawan yang belum terhub
“Resepsionis depan orang baru, Bas?” tanya Ardi, salah satu rekan bisnisnya.“Hah, yang mana?” Bastian terkesiap saat Ardi bertanya tentang Sandrina.“Yang di depan, namanya Sandrina, kata Alan manajer pemasaran dia teman lama si Sandrina, minta nomornya, Bas.”Bastian tak menjawab, ia sibuk membaca dan menandatangani berkas kerja sama dengan Ardi. Namun, ia tak melanjutkan karena kesal nama Sandrina ke luar dari mulutnya. Rekan bisnisnya sekaligus teman lamanya terlihat tertarik dengan sang istri.Bastian berdehem, Ardi pun tahu jika seperti itu Bastian tidak mau merespons, Ardi tersenyum saat melihat Bastian menghentikan tanda tangan di kertas perjanjian.“Enggak, jadi. Gue bercanda, Bas.” Ardi menyuruh Bastian kembali tanda tangan.Bastian kembali melanjutkan membaca dan tanda tangan di berkas dokumen. Lalu, setelah selesai, Bastian memberikan pada Ardi.“Bilang sama Alan, jangan ganggu karyawan saya, atau saya cabut kembali kerja sama ini, mengerti,” ujar Bastian penuh penekanan.
Bu Hana senang Bastian datang membawa Sandrina. Ada yang akan dibicarakannya dengan keduanya. Rasanya berat, tapi ini demi kepentingan mereka berdua. Apalagi katanya Bastian akan menikah dengan Alika dan hidup bahagia. Bukan dengan Sandrina, yang menurutnya bukan seleranya.“Kamu benar sudah pergi dari rumah Bastian?” tanya Bu Hana.“Iya, Bu. Maaf, ini juga kemauan Mas Bastian,” ujar Sandrina.“Loh, kok kemauan aku. Bukannya kamu pergi dengan kemauan kamu sendiri?” Bastian tak terima jika ia disalahkan padahal ia tak menyuruhnya pergi.Sandrina kesal melihat tingkah Bastian sejak tadi. Apalagi sekarang seolah-olah dia yang bersalah dengan keluar dari rumah. Padahal, kan pria itu sangat senang jika dirinya ke luar dan bisa kembali bersama dengan Alika—kekasihnya.“Ibu memanggil kalian berdua ke sini untuk membicarakan apa yang kalian mau. Terutama kamu, Bastian. Kali ini mungkin ibu menyerahkan semua pada kalian, ibu setuju jika kalian berpisah dan akan mengurus perpisahan kalian lebih
Keluar kamar mandi Sandrina masih merasa malu saat berpas-pasan dengan Bastian yang hendak masuk. Ia lalu menunduk, lalu melangkah menuju kasir. Sementara, Bastian kembali menoleh ke arah sang istri.Sandrina merapikan seprei yang berantakan, lalu bantal juga baju yang berada di lantai. Ia memungutnya satu persatu, saat mengambil celana dalam sang suami, ia malah tersenyum tipis saat membayangkan beberapa jam lalu mereka bergelut di ranjang.Segera ia menaruh di tempat baju kotor, lalu gegas melangkah ingin ke luar kamar.“Mau ke mana?” tanya Bastian yang sudah ke luar dari kamar mandi.“A—aku mau ke kamar, ngantuk, Mas.” Sandrina menjawab tanpa membalikkan badan. Rasanya ia sangat malu saat menatap wajah sang suami seperti itu.“Mulai malam ini kamu tidur sama aku, di sini. Buat apa kamar terpisah, kamu mau ibu membuatkan gugatan cerai untuk kita?” Sandrina bergeming di tempat, ia memikirkan apa yang terjadi jika ia berpisah dengan Batin. Sehari saja ia merasa lelah dan rindu, apala
Bu Hana memperhatikan Bastian dan Sandrina yang terlihat sangat kacau. Rambut Bastian yang terlihat basah, lalu Sandrina yang memakai pakaian sang suami yang kebesaran. Bu Hana kembali memperhatikan leher, Sandrina terlihat ada bekas merah.“Kamu masuk angin?” tanya sang ibu.“Enggak, Bu. Memangnya kenapa?” tanya Sandrina aneh. “Itu, lehermu merah, tak kira habis di kerok.” Bu Hana menunjuk leher Sandrina yang terlihat ada dua kemerahan atas dan bawahnya.Sandrina langsung menutup lehernya, ia sedikit melirik ke arah Bastian yang seperti tak tahu apa pun. Ingin rasanya ia memukul kepala sang suami karena membuat tanda seperti anak muda saja pikirnya. Karena ulang sang suami, ia harus memutar otak mencari jawaban.“Ini, aku garuk karena gatal, Bu. Alergi,” ucap Sandrina lagi.Untung saja ibu mertuanya percaya dan tak banyak bertanya. Bu Hana datang untuk membahas pernikahan Ferdi juga perpisahan keduanya. Bu Hana sudah menyiapkan pengacara yang akan datang siang ke kantor Bastian. “B
Berulang kali Alika mencoba menghubungi Bastian, kemudian mengirimi pesan berulang kali juga sama tak dapat tanggapan dari pria itu. Bastian sedang sibuk memperhatikan Sandrina yang sedang memilih beberapa baju. Melihat sang istri bahagia, ia merasa bisa meringankan beban Sandrina.“Sudah?” tanya Bastian dengan gaya coolnya. “Sudah. Ini,” ujar Sandrina memperlihatkan beberapa baju yang ia beli. Bukan beberapa , tapi hanya 2 pasang saja. Berbeda dengan Alika, ia pasti akan mengambil banyak baju dan menghabiskan beberapa juta untuk baju yang ia beli. Belum lagi tas dan sepatu, bahkan ia pun membeli beberapa keperluan untuk di rumah. “Hanya itu saja? Kamu enggak cari yang lain? Atau mau beli baju dinas yang sexy?” Wajah Sandrina memerah saat Bastian mengatakan hal itu. Ia merasa malu walau mereka sudah resmi menjadi suami istri. Bastian terus saja menggoda sang istri, ia tahu Sandrina sudah merasa malu. Wanita itu menunduk, lalu mempercepat jalannya. Seketika ia melihat Alika yang m
Indah memuji kecantikan Sandrina, lalu mengumpat Bastian yang tak bersyukur memiliki istri secantik ini. Saat Bastian masuk, pria itu langsung di semprot istri Agam. Niat hati ingin mengajak Sandrina pulang, malah kena ceramah dari Indah.“Kalau istrimu di gondol laki lain mau, cantik kaya gini kok ya kamu enggak menjaga,” ujar Indah kesal.“Duh, kamu ngomong apa San sama Mbak Indah, kok dia ngamuk?” tanya Bastian.“Istrimu enggak ngomong apa-apa, aku saja kesal sama kamu,” ujar Indah.Agam merangkul sang istri agar emosinya mereda, Bastian sudah berubah dan tak seperti yang dikatakan Indah. Hanya saja butuh waktu untuk memutuskan Alika karena tidak akan mudah melakukan hal itu. Apalagi Alika membuat Alika yakin untuk meninggalkan Bastian.“Ma, jangan marah-marah mereka sudah baikan, Bastian juga lagi belajar jadi suami. Masalah kekasihnya, akan diurusnya,” bisik Agam.Bastian merangkul Sandrina dan pamit pada Agna dan Indah. Sudah larut malam mereka pamit untuk pulang karena besok ma