Berulang kali Alika mencoba menghubungi Bastian, kemudian mengirimi pesan berulang kali juga sama tak dapat tanggapan dari pria itu. Bastian sedang sibuk memperhatikan Sandrina yang sedang memilih beberapa baju. Melihat sang istri bahagia, ia merasa bisa meringankan beban Sandrina.“Sudah?” tanya Bastian dengan gaya coolnya. “Sudah. Ini,” ujar Sandrina memperlihatkan beberapa baju yang ia beli. Bukan beberapa , tapi hanya 2 pasang saja. Berbeda dengan Alika, ia pasti akan mengambil banyak baju dan menghabiskan beberapa juta untuk baju yang ia beli. Belum lagi tas dan sepatu, bahkan ia pun membeli beberapa keperluan untuk di rumah. “Hanya itu saja? Kamu enggak cari yang lain? Atau mau beli baju dinas yang sexy?” Wajah Sandrina memerah saat Bastian mengatakan hal itu. Ia merasa malu walau mereka sudah resmi menjadi suami istri. Bastian terus saja menggoda sang istri, ia tahu Sandrina sudah merasa malu. Wanita itu menunduk, lalu mempercepat jalannya. Seketika ia melihat Alika yang m
Indah memuji kecantikan Sandrina, lalu mengumpat Bastian yang tak bersyukur memiliki istri secantik ini. Saat Bastian masuk, pria itu langsung di semprot istri Agam. Niat hati ingin mengajak Sandrina pulang, malah kena ceramah dari Indah.“Kalau istrimu di gondol laki lain mau, cantik kaya gini kok ya kamu enggak menjaga,” ujar Indah kesal.“Duh, kamu ngomong apa San sama Mbak Indah, kok dia ngamuk?” tanya Bastian.“Istrimu enggak ngomong apa-apa, aku saja kesal sama kamu,” ujar Indah.Agam merangkul sang istri agar emosinya mereda, Bastian sudah berubah dan tak seperti yang dikatakan Indah. Hanya saja butuh waktu untuk memutuskan Alika karena tidak akan mudah melakukan hal itu. Apalagi Alika membuat Alika yakin untuk meninggalkan Bastian.“Ma, jangan marah-marah mereka sudah baikan, Bastian juga lagi belajar jadi suami. Masalah kekasihnya, akan diurusnya,” bisik Agam.Bastian merangkul Sandrina dan pamit pada Agna dan Indah. Sudah larut malam mereka pamit untuk pulang karena besok ma
“Bukan aku yang memanggilnya ke sini, tapi dia datang tanpa aku undang. Sayang, percaya sama aku,” ujar Bastian.Sandrina masih bergeming, entah ia harus percaya atau tidak dengan suaminya. Baru saja ia memulai untuk memahami dirinya, tapi kembali kecewa oleh kedatangan Alika yang membuat ia kembali sakit hati.Bastian terus memandang sang istri, ia berharap tak ada hal yang di pikirkan Sandrina. Ini murni kebetulan yang tidak ia tahu. Apa lagi yang harus ditakutkan jika dirinya tidak bersalah, apalagi Alika bukan ia yang menghubungi.“Sama saja, kan kamu dengan dia bertemu?” Sandrina menjawab ketus.“Beda, dia dari kemarin-kemarin menelepon aku. Enggak aku angkat karena aku memilih bersama kamu.” Bastian kembali memberi penjelasan.Sandrina tak begitu saja percaya, jika benar Bastian serius dengannya, harusnya ia sudah mengatakan pada kekasihnya jika tak usah menghubunginya lagi. Tapi, ini berbeda, malah Alika datang menemuinya di kantor.“Kalau kamu memilih bersama aku, kenapa dia m
Tangis Anita tak henti sampai di pemakaman, ia tidak tahu harus menjalani hidup tanpa sang ayah atau tidak karena selama ini, ia begitu dekat dengannya. Ferdi yang kini sudah menjadi suaminya terus menuntun sang istri agar tak goyah. Akan tetapi, Anita pingsan karena sudah tak tahan dengan perasaannya yang kian sesak.“Bantu, itu pingsan.” Terdengar salah satu dari pelayat bicara.Ferdi langsung membopong Anita ke mobil. Wajahnya pucat begitu jelas, sedangkan sang ibu terlihat lebih tegar menghadapi kepergian sang suami. Ibunya Anita memnerikan minyak angin agar Ferdi mengoleskan sedikit di hidung Anita.“Nit, bangun. Kamu harus kuat,” bisik Ferdi.Anita belum juga sadar, Ferdi kembali mengelus rambut sang istri. Ia merasakan juga apa yang dirasakan Anita. Kehilangan yang begitu memukul hatinya, harusnya hari bahagia itu membuat mereka bersuka cita, tapi malah berduka. Namun, keinginan sang ayah pun terpenuhi melihat anaknya menikah di hadapannya.Alika mendapat kabar dari Bastian, ia
Dengan susah payah Dimas membawa masuk Alika ke rumah wanita itu setelah menguras tenaga membawanya dalam keadaan sedikit mabuk. Hampir saja mereka menabrak, untung saja Dimas menghindar.“Bas, Bastian kamu mau ke mana?”Dimas kembali pusing dengan ulah Alika, untung saja ia tidak terlalu banyak minum. Akan tetapi, rasa pening pun membuat kepalanya sakit. Pria itu merogoh tas Alika mencari kunci rumahnya. Untung saja wanita itu menyimpannya tak terlalu dalam hingga memudahkan Dimas untuk mencarinya.Sudah terlalu malam, Dimas pun semakin kewalahan saat memegangi tubuh Alika dan mencoba membuka kunci.“Shit.” Dimas kesal karena Alika pun tak bisa diam. Wanita itu malah mencoba menciumi pipi Dimas hingga membuat pria itu sedikit bergidik. Dimas berhasil membuka pintu, ia mencabut kunci rumah dan mencoba membawa Alika masuk.Dimas berniat langsung menaruhnya di kamar. Alika melangkah gontai dan menjatuhkan tubuhnya di kasur. Dimas menghela napas karena ia sangat lelah membawa Alika deng
Alika terkesiap saat melihat Dimas tertidur di sampingnya. Ia pun langsung syok saat melihat tubuhnya penuh dengan tanda merah juga tak berpakaian sehelai pun. Sama halnya dengan Dimas. Pria itu masih tertidur nyenyak setelah semalaman memadu kasih dengan Alika.Alika langsung beranjak ke kamar mandi dan mengambil beberapa baju untuk di pakainya. Ia menatap diri di cermin, lalu menutup wajah membayangkan apa yang ia lakukan dengan Dimas malam tadi.Seingatnya, semalam ia memang mencoba alkohol. Akan tetapi, tidak merasa banyak.“Shit! Kenapa bisa aku bersama Dimas.”Alika mengguyur sekujur tubuhnya, ia merasa sakit di bagian kemaluannya. Sepertinya mereka melakukannya berulang kali hingga terasa nyeri sekujur tubuh. Alika kembali berpikir bagaimana bisa ia tidur dengan Dimas?Alika ke luar kamar mandi, Dimas sudah bangun dan masih merasa pusing. Ia baru saja mengambil baju dan akan memakainya.“Pakai bajumu, aku enggak suka melihat pria dengan tak memakai baju,” ujar Alika.“Tolong am
Banyak pekerjaan hari ini membuat Bastian tak fokus pada sang istri. Sandrina kali ini terkena Omelan karena datang terlambat. HRD pun mengingatkan memang dirinya sudah mengajukan pengunduran diri, tapi tidak harus datang telat. “Apes kamu?” tanya Lastri. “Ya, memang salah aku, sih. Terima aja.”Sandrina sebenarnya marah pada Bastian yang telah membuatnya telat. Akan tetapi, ia tak bisa langsung mengatakan kalau yang membuat dirinya telat datang karena ulah bos besar di kantor itu. Pesan masuk dari Sandrina pun belum juga di bacanya, karena Bastian banyak menunda pekerjaan jadi ia terlalu sibuk. Bastian terlihat ke luar ruangan, Sandrina ingin menyapanya, tapi pria itu melangkah sangat cepat bersama dengan Agam. Malam tadi Bastian mengatakan akan ada urusan bersama dengan sahabat lamanya. Sandrina kembali duduk dan menatap punggung sang suami dari kejauhan. Sebuah notip pesan membuat Sandrina tersenyum lagi.Mas Bastian : Maaf aku sibuk, Sayang. Insyaallah malam aku peluk kamu. Ak
Terpaksa hanya Ferdi dan Anita yang datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi Bastian. Sementara, sang ibu menunggu Sandrina yang tergolek lemah dan tidak mungkin untuk datang ke tempat itu melihat kondisi sang suami.Sampai di ruang UDG, Dokter langsung menemui Ferdi. Luka yang dialami Bastian tidak terlalu parah, hanya benturan di kepala yang membuat Bastian mengalami pendarahan. Sementara, Alika pun hanya mengalami luka ringan dan syok.Anita dan Ferdi menemui Alika yang sudah sadar. Ia berada di ruang inap di temani oleh sang ibu. Namun, wanita tua itu tidak lama dan langsung pulang sesaat Anita dan Ferdi datang.Sementara, Bastian belum sadar sampai sekarang. Kata Dokter, jika dalam beberapa jam tidak sadar, ada kemungkinan Bastian mengalami koma.“Kenapa kamu bisa bersama Bastian?” tanya Ferdi menyelidik.Alika membuang muka, entah kenapa dirinya harus di persalahkan saat ini. Ia benci tatapan Ferdi dan Anita seolah-olah menyaksikan dirinya atas kejadian yang menimpa mereka.“
Bastian membantu Sandrina beranjak dari lantai walau dengan tangan satu terinfus. Ia panik karena sejak tadi sang istri memegangi perutnya. Bastian mencoba mengelus perut Sandrina agar lebih tenang.“Bu, periksa ke Dokter Kandungan saja,” ujar Bastian.“Enggak apa-apa, Mas. Ini hanya keram sedikit saja nanti hilang,” tolak Sandrina.“Kamu bilang enggak ada masalah, memang kamu bisa lihat anak kamu di dalam? Aku enggak mau tahu, nanti aku temani kamu ke Dokter Kandungan,” ucap Bastian memaksa lagi.“Bas, biar ibu saja. Kamu tetap di kamar, istirahat.” Bu Hana memerintahkan Bastian untuk tak pergi ke mana-mana.Bastian malah mencemaskan Sandrina, bukan dirinya. Melihat sang istri kesakitan ia merasa sangat bersalah karena tak bisa melakukan apa pun. Seperti yang di katakan sang ibu, Sandrina pun di ajak ke Dokter Kandungan.Sepertinya Sandrina, ia menatap sekeliling. Ia merasa betapa bodohnya selama ini telah menyia-nyiakan wanita seperti Sandrina. Matanya tertutup oleh cinta buta pada
Kondisi Bastian belum stabil, ia masih tertidur akibat obat bius yang diberikan oleh Dokter. Sandrina begitu cemas dengan kondisi sang suami yang menghawatirkan. Sepetinya Bastian mencoba mengingat beberapa kenangannya. Namun, bukan pulih malah membuat ia merasa kesakitan hingga pingsan.“Fer, Nit, kian pulang saja. Istirahat,” ujar sang ibu.“Ibu bagaimana,” tanya Ferdi.“Ibu menemani Sandrina. Kalian pulang saja, bagaimana?”“Kalau itu yang ibu mau, kita istirahat dan nanti gantian saja.”Bu Hana setuju, Ferdi langsung mengajak Anita pulang karena ia merasa sang istri sudah sangat lelah. Anita pun terlihat memang sangat pucat, mungkin efek kurang tidur sampai membuat mata panda di kantung mata.“Kamu mau makan dulu apa nanti di rumah?” tanya Ferdi.“Di rumah saja, aku lelah,” ujar Anita.Ferdi pun langsung mengikuti langkah sang istri untuk pulang. Sudah beberapa hari ia mengurusi masalah sang kakak dan lupa dengan kebahagiaannya sendiri. Apalagi sampai lupa dengan kesehatan Anita y
Dimas memegangi pipinya yang terkena hantam Bastian. Sementara, Bastian sudah sejak tadi sudah tak tenang mendengar penjelasan Dimas.Bastian benar-benar kecewa dengan Alika. Wanita itu sudah membuat hidupnya kacau. Apalagi saat dia datang dan mengaku hamil anaknya. Tangis Alika pecah saat Dimas menceritakan semua. Kekhilafan dirinya hingga bisa hamil anaknya Dimas.“Berengsek!” teriak Bastian.Ferdi menahan sang kakak yang begitu emosi. Bastian geram karena ulah Alika juga murka dengan apa yang mereka berdua lakukan. Ferdi menahan Bastian kembali karena ia hampir saja menghantam Dimas.“Aku tidak salah karena ingin bertanggungjawab saat itu. Hamil atau tidaknya Alika, tapi dari menolak. Awalnya aku tidak tahu kalau Ferdi tak bercerita tentang ulah Alika. Dari sana, aku curiga dan memutuskan menemui Alika. Dia berlari hingga jatuh dan keguguran.”“Bohong, dia bohong!” pekik Alika histeris.“Cukup, jangan mengelak Alika!” Dimas tak kalah bersuara.Bastian memegangi kepalanya yang teras
Saat sampai di rumah, Bastian di kagetkan dengan kedatangan Alika yang sudah menunggunya sejak tadi. Wanita itu sempat menghilang, tapi datang kembali dan membuat pria itu begitu terkejut.Sepintas ia menoleh ke arah Sandrina yang sudah merenggut. Ingin rasanya langsung menenangkan sang istri. Akan tetapi, ada Alika yang sejak tadi menatapnya.“Sayang, aku nungguin kamu. Kamu baru pulang?” Alika langsung mendekat dan menyingkirkan Sandrina.“Kamu jangan kasar sama Sandrina dia sedang hamil.” Sergah Bastian.Alika menganga mendengar Sandrina di bela Bastian. Kesal mendengar hal itu, Alika pun menarik Bastian untuk berdiri di sampingnya.“Heh, kamu itu jangan bikin ulah. Terjadi sesuatu sama calon cucu saya, saya buat hidup kamu menderita,” ancam Bu Hana.“Bu, sudah. Biar aku bicara dengan Alika dulu.”“Aku hamil, kamu ikutan hamil. Jangan-jangan kamu hamil bohongan untuk menarik simpati Bastian,” cecar Alika.“Heh, kamu tuh yang hamil pura-pura. Coba cek saja kalau memang kamu benar ha
Bastian memukul kaca mobil dengan kesal, ia merasa kali ini sangat mencemaskan Sandrina. Namun, ia masih bingung bagaimana bisa ia begitu mencemaskan sang istri. Apalagi dulu dirinya sangat mencintai Alika.“Apa yang di perbuat Sandrina sampai aku merasa sangat takut kehilangan dia!”Sandrina terlihat menghampirinya, Bastian pura-pura biasa kembali. Bastian kembali cemas saat sang istri seperti memegangi keningnya.“Kamu sakit?” tanya Bastian.“Harusnya aku yang tanya sama kamu, kamu sakit atau otak kamu habis kepentok apa? Tiba-tiba menjadi baik sama aku. Lalu, mengakui aku di depan umum,” ujar Sandrina.“Eh, itu, aku hanya enggak suka lihat kamu di perlakukan seperti pesuruh. Kamu ini istri aku, jadi tidak ada yang boleh memperlakukan kamu seperti itu. Lagi pula kamu lagi hamil, mengerti?”Sandrina langsung memeluk sang suami. Tidak peduli di tempat umum, sedangkan Bastian merasa risi mendapat perlakuan dari Sandrina. Ia berusaha melepaskan tangan sang istri dari tubuhnya.“Aduh, ka
“Pergi kamu!” teriak Alika.Alika begitu syok saat ia mengalami keguguran. Hal itu membuat dirinya gagal dinikahi Bastian jika pria itu tahu sudah tak ada janin di dalam kandungannya. Alika menyalahkan Dimas yang tiba-tiba saja menandatangani surat untuk melakukan operasi.“Lik, harusnya kamu sadar, kamu seorang dokter kandungan dan pasti tahu kalau bayi itu enggak akan bisa terselamatkan dan harus di keluarkan. Lagi pula, untuk apa kamu pertahankan kalau kamu tak meminta pertanggung jawaban aku?” tanya Dimas.Alika bergeming, Dimas tidak tahu kalau ia mempergunakan kandungannya untuk menipu Bastian dan keluarganya. Jika ia keguguran, maka tidak ada pernikahan yang akan terjadi di antara keduanya.“Itu bukan urusan kamu.” Alika kembali emosi dengan apa yang ditanyakan Dimas.“Itu menjadi urusan aku. Itu anak aku, kan?” tanyanya lagi.Alika memalingkan wajah, tidak mungkin ia menjawab anaknya Bastian. Pria itu tidak akan mungkin percaya dan malah akan bertanya pada Bastian. Apalagi ked
“Hei,” ujar Bastian. Ia pun bergegas menyusul Sandrina ke luar.Setelah semalam ia tak bisa tidur memikirkan dirinya, Bastian mengejar Sandrina dan menarik lengan sang istri untuk berangkat bersama dengannya. Sandrina tetap menolak, tapi Bastian malah menggendong dirinya dan langsung memasukkannya ke mobil.“Aku bilang enggak mau,” ujar Sandrina.Sandrina tak bisa ke luar karena pintu mobil sudah terkunci otomatis. Bastian tetap tenang walau suara sang istri membuatnya pening. Sandrina terdiam saat tiba-tiba Bastian melumat bibirnya dengan lembut. Ia tak bisa berkutik dan malah menikmati ciuman itu karena sudah lama tak menerima sentuhan lembut sang suami.“Diam, kalau terus bicara, terpaksa aku buat kamu enggak berkutik di mobil.”Sandrina langsung diam karena tangan Bastian sudah siap membuka kancing bajunya. Bastian kembali duduk dan fokus menyetir setelah meluapkan kepenatan yang ia rasakan semalam. Bahkan, kali ini rasanya ia ingin sekali menyentuh Sandrina dan menciumi seluruh t
Cintanya pada Bastian membuatnya semakin menjadi, Alika pun tak malu untuk meminta sang kekasih untuk segera menikahinya walau ia tahu bukan pria itu yang harus bertanggung jawab atas kehamilannya. Sementara, Sandrina mulai kesal, ia pun berdiri di depan Alika.“Keluarga macam apa ini, aku hamil loh, Mas. Apa kamu lupa janji kamu saat meniduri aku?”Apa yang terlontar dari mulut Alika benar-benar membuat Bastian muak. Apalagi ia sama sekali tak melakukan hal itu. Pikirannya tak sebejat itu jika hanya ingin mendapatkan restu orang tua. Bastian pun menarik napas dalam, ia harus menjalani rencananya agar Alika tak banyak bicara.“Baik, aku akan menikahi kamu. Asal, setelah anak ini lahir, kamu harus tes DNA.”Alika bergeming, tapi kembali ia tak memedulikan apa perkataan Bastian. Ia akan mencari cara agar tak ketahuan kalau ini bukan darah dagingnya. Alika pun tersenyum lebar karena keinginannya akan terwujud.Sandrina meremas ujung baju, ia kecewa walau tahu sang suami hanya berpura-pur
Ruangan itu terasa sangat menegangkan. Apa yang di katakan Bastian membuat Sandrina tak tahan jika pria itu akan menikahi Alika. Ia tak mau berbagi hati dengan wanita lain, apalagi Kebahagiaan yang bagus saja ia dapat harus begitu saja terenggut.Bastian duduk dan memperhatikan Sandrina, ia pun ingin sekali memeluknya tanpa tahu alasannya apa. Setelah kecelakaan itu, ia merasa bingung dengan keadaan. Apalagi saat ia merasa dirinya sudah tak merasa ada yang spesial dengan Alika.Pria itu bangkit dan menuju kamarnya. Ia menahan semua gejolak di jiwa saat melihat Sandrina. Ia pun kembali ke kamar Sandrina dan langsung memeluknya. Sandrina merasa aneh dengan sikap Bastian, begitu juga Bu Hana.“Aku enggak tahu, mendengar kamu hamil perasan aku beda dengan saat aku mendengar Alika hamil. Bahkan, sejak tadi aku menahan untuk tidak memeluk kamu, tapi aku tak kuat dan kembali ke kamar ini,” ujar Bastian.Sandrina terharu dan ia menangis saat sang suami lupa dengannya, tapi hatinya tidak perna