Alika terkesiap saat melihat Dimas tertidur di sampingnya. Ia pun langsung syok saat melihat tubuhnya penuh dengan tanda merah juga tak berpakaian sehelai pun. Sama halnya dengan Dimas. Pria itu masih tertidur nyenyak setelah semalaman memadu kasih dengan Alika.Alika langsung beranjak ke kamar mandi dan mengambil beberapa baju untuk di pakainya. Ia menatap diri di cermin, lalu menutup wajah membayangkan apa yang ia lakukan dengan Dimas malam tadi.Seingatnya, semalam ia memang mencoba alkohol. Akan tetapi, tidak merasa banyak.“Shit! Kenapa bisa aku bersama Dimas.”Alika mengguyur sekujur tubuhnya, ia merasa sakit di bagian kemaluannya. Sepertinya mereka melakukannya berulang kali hingga terasa nyeri sekujur tubuh. Alika kembali berpikir bagaimana bisa ia tidur dengan Dimas?Alika ke luar kamar mandi, Dimas sudah bangun dan masih merasa pusing. Ia baru saja mengambil baju dan akan memakainya.“Pakai bajumu, aku enggak suka melihat pria dengan tak memakai baju,” ujar Alika.“Tolong am
Banyak pekerjaan hari ini membuat Bastian tak fokus pada sang istri. Sandrina kali ini terkena Omelan karena datang terlambat. HRD pun mengingatkan memang dirinya sudah mengajukan pengunduran diri, tapi tidak harus datang telat. “Apes kamu?” tanya Lastri. “Ya, memang salah aku, sih. Terima aja.”Sandrina sebenarnya marah pada Bastian yang telah membuatnya telat. Akan tetapi, ia tak bisa langsung mengatakan kalau yang membuat dirinya telat datang karena ulah bos besar di kantor itu. Pesan masuk dari Sandrina pun belum juga di bacanya, karena Bastian banyak menunda pekerjaan jadi ia terlalu sibuk. Bastian terlihat ke luar ruangan, Sandrina ingin menyapanya, tapi pria itu melangkah sangat cepat bersama dengan Agam. Malam tadi Bastian mengatakan akan ada urusan bersama dengan sahabat lamanya. Sandrina kembali duduk dan menatap punggung sang suami dari kejauhan. Sebuah notip pesan membuat Sandrina tersenyum lagi.Mas Bastian : Maaf aku sibuk, Sayang. Insyaallah malam aku peluk kamu. Ak
Terpaksa hanya Ferdi dan Anita yang datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi Bastian. Sementara, sang ibu menunggu Sandrina yang tergolek lemah dan tidak mungkin untuk datang ke tempat itu melihat kondisi sang suami.Sampai di ruang UDG, Dokter langsung menemui Ferdi. Luka yang dialami Bastian tidak terlalu parah, hanya benturan di kepala yang membuat Bastian mengalami pendarahan. Sementara, Alika pun hanya mengalami luka ringan dan syok.Anita dan Ferdi menemui Alika yang sudah sadar. Ia berada di ruang inap di temani oleh sang ibu. Namun, wanita tua itu tidak lama dan langsung pulang sesaat Anita dan Ferdi datang.Sementara, Bastian belum sadar sampai sekarang. Kata Dokter, jika dalam beberapa jam tidak sadar, ada kemungkinan Bastian mengalami koma.“Kenapa kamu bisa bersama Bastian?” tanya Ferdi menyelidik.Alika membuang muka, entah kenapa dirinya harus di persalahkan saat ini. Ia benci tatapan Ferdi dan Anita seolah-olah menyaksikan dirinya atas kejadian yang menimpa mereka.“
“Mana Alika, bagaimana kondisinya?” Suara Bastian terdengar hingga ke telinga Alika yang menguping di ambang pintu.Alika menerobos pintu dan berhasil masuk. Ia menghampiri Bastian, menatap sang kekasih yang ternyata mencarinya. Ia sedikit bingung, apalagi sebelum kejadian itu mereka bertengkar, Bastian meminta untuk berpisah darinya akan tetapi, kenal bisa kini malah mencari dirinya.“Sayang, ini aku. Aku baik-baik saja,” ujar Alika.Sandrina tak bisa menerima hal itu, ia menarik Alika dari hadapan Bastian. Tidak rela sang suami kini bersama dengan wanita lain, padahal sebelum pergi ia berjanji akan memutuskan hubungan dengan Alika.“Bu, siapa dia, katakan jangan mendekati Alika. Dia kasar sekali,” ujar Bastian.“Aku istri kamu Mas, kamu bilang mau memutuskan Alika dan memulai semuanya denganku.”“Dia bohong, jangan percaya.” Bantah Alika.Bastian memegangi kepalanya, ia berteriak kesakitan hingga membuat Dokter meminta mereka semua ke luar. Bastian mengerang karena mencoba mengingat
Ferdi kembali memeluk tubuh sang istri. Seolah-olah ia tak mau beranjak dari tempat tidur dan melakukan aktivitas lain. “Anita, Ferdi, kalian tak mau makan malam?” Sang ibu mengetuk pintu kamar pengantin baru itu. Anita gegas menjawabnya dan langsung membersihkan diri. Ferdi pun menyusul mandi setelah Anita selesai. Ferdi lupa jika mertuanya meminta mereka turun untuk makan malam, tapi karena terbuai dengan keindahan dari sang istri, ia menjadi lupa diri.“Aku lupa kalau mama menunggu kita makan.” Ferdi sembari memakai kaos baru bilang pada Anita.“Untung sudah selesai,” ujar Anita sembari mengerucutkan bibir.Anita langsung gegas ke luar kamar dan menuju meja makan. Ia merasa tidak enak dengan sang ibu yang menunggunya sejak tadi. Alibi mandi membuat sang ibu mengernyitkan kening melihat rambut basah sang anak. Saat Ferdi datang pun wanita tua itu hanya tersenyum melihat keduanya berambut basah.“Ayo makan, mama sih sudah makan. Tinggal menunggu kalian saja,” ujar sang ibu.Ferdi t
Bastian sudah kembali ke rumah, tapi sang ibu berbohong tentang rumah yang ia tinggali selama ini. Bastian awalnya menolak saat pulang dan melihat Sandrina ada di rumah ibunya. Apalagi harus tinggal bersama dengan orang yang mengaku istrinya itu. “Apa enggak bisa dia tinggal di tempat lain?” Bastian menatap tidak suka pada Sandrina. Sandrina menarik napas panjang, ia merasa seperti kala itu. Saat sang suami belum mencintainya. Tatapan tajam khas Bastian saat belum menerima dirinya menjadi istri. Ia kembali sedih karena harus menerima tatapan seperti itu.“Mas, maafkan saya. Saya itu bekerja di sini, jadi pembantu. Membatu keperluan Ibu, waktu itu aku mengaku istri Mas, karena ibu enggak suka sama Mbak Alika, jadi aku deh di suruh pura-pura biar Mas Bas ingat,” ujar Bastian.“Dia bukan pembantu, tapi asisten ibu di kantor. Untuk sementara dia tinggal di rumah ibu. Apa salah?” tanya sang ibu.“Terserah, aku mau ke kamarku.” Bastian melangkah meninggalkan Sandrina dan ibunya. Sementar
Bastian mengantar Alika ke halaman rumah, Bu Hana sudah menyuruh wanita tak tahu malu itu pulang karena sudah malam. Alika begitu manja hingga meminta sang kekasih mengantarnya ke mobil.“Kamu hati-hati,” ujar Bastian.Pria itu berdiri tidak jauh dari Alika, perempuan itu berharap ada ciuman perpisahan. Akan tetapi, ia bingung kenapa bisa Bastian hanya berdiri dan tak menghampirinya. Merasa penasaran, Alika menghampiri dan mencium pipinya.Wajah Bastian tak seperti biasanya, ia merasa aneh saat Alika me ciumnya. Perasannya ingin mendorong tubuh itu menjauh darinya.“Nite, Yang.”“Nite, to.”Alika masih berharap Bastian membalas ciumannya. Akan tetapi, pria itu bergeming di tempatnya. Wajahnya masam, lalu melangkah masuk mobil dan langsung melaju dengan kencang.Bastian terkesiap melihat Alika seperti kesetanan. Sementara, dari balik jendela Sandrina menatap penuh emosi sang suami di cium perempuan iblis. Tangannya mengepal keras dan mencoba menahannya.“Sampai kapan aku harus seperti
Alika terkejut saat ia turun dari mobilnya, Dimas sudah berdiri di hadapannya. Rasa cemas pun selalu menghampiri saat bertemu dengan pria itu. Alika mencoba menghindar, tapi Dimas mencegahnya.“Aku mau bicara, sebentar saja,” pinta Dimas. “Tidak ada yang harus kita bicarakan lagi,” tutur Alika. Alika berusaha menghindar, tapi Dimas kembali mengejarnya. Pria itu ingin mengatakan sesuatu sebelum ia pergi dari Jakarta. Ia memutuskan bertemu dengan Alika pun karena mendengar cerita Ferdi. Ia merasa hal yang di lakukan wanita itu tidak benar. “Apa tidak sebaiknya kamu berhenti memanfaatkan amnesianya Bastian?” Dimas langsung bertanya perihal kebenaran yang ungkapkan Ferdi. Alika menoleh, ia keberatan dengan apa yang dikatakan Dimas. Ia bukan memanfaatkan, tapi hanya keberuntungan kembali merebut hati kekasihnya. “Alu tidak memanfaatkannya, tapi memang Bastian seharusnya kembali sama aku. Jangan pernah mengatakan aku mengambil kesempatan karena Tuhan tahu kalau aku yang berhak atas Bas
Bastian membantu Sandrina beranjak dari lantai walau dengan tangan satu terinfus. Ia panik karena sejak tadi sang istri memegangi perutnya. Bastian mencoba mengelus perut Sandrina agar lebih tenang.“Bu, periksa ke Dokter Kandungan saja,” ujar Bastian.“Enggak apa-apa, Mas. Ini hanya keram sedikit saja nanti hilang,” tolak Sandrina.“Kamu bilang enggak ada masalah, memang kamu bisa lihat anak kamu di dalam? Aku enggak mau tahu, nanti aku temani kamu ke Dokter Kandungan,” ucap Bastian memaksa lagi.“Bas, biar ibu saja. Kamu tetap di kamar, istirahat.” Bu Hana memerintahkan Bastian untuk tak pergi ke mana-mana.Bastian malah mencemaskan Sandrina, bukan dirinya. Melihat sang istri kesakitan ia merasa sangat bersalah karena tak bisa melakukan apa pun. Seperti yang di katakan sang ibu, Sandrina pun di ajak ke Dokter Kandungan.Sepertinya Sandrina, ia menatap sekeliling. Ia merasa betapa bodohnya selama ini telah menyia-nyiakan wanita seperti Sandrina. Matanya tertutup oleh cinta buta pada
Kondisi Bastian belum stabil, ia masih tertidur akibat obat bius yang diberikan oleh Dokter. Sandrina begitu cemas dengan kondisi sang suami yang menghawatirkan. Sepetinya Bastian mencoba mengingat beberapa kenangannya. Namun, bukan pulih malah membuat ia merasa kesakitan hingga pingsan.“Fer, Nit, kian pulang saja. Istirahat,” ujar sang ibu.“Ibu bagaimana,” tanya Ferdi.“Ibu menemani Sandrina. Kalian pulang saja, bagaimana?”“Kalau itu yang ibu mau, kita istirahat dan nanti gantian saja.”Bu Hana setuju, Ferdi langsung mengajak Anita pulang karena ia merasa sang istri sudah sangat lelah. Anita pun terlihat memang sangat pucat, mungkin efek kurang tidur sampai membuat mata panda di kantung mata.“Kamu mau makan dulu apa nanti di rumah?” tanya Ferdi.“Di rumah saja, aku lelah,” ujar Anita.Ferdi pun langsung mengikuti langkah sang istri untuk pulang. Sudah beberapa hari ia mengurusi masalah sang kakak dan lupa dengan kebahagiaannya sendiri. Apalagi sampai lupa dengan kesehatan Anita y
Dimas memegangi pipinya yang terkena hantam Bastian. Sementara, Bastian sudah sejak tadi sudah tak tenang mendengar penjelasan Dimas.Bastian benar-benar kecewa dengan Alika. Wanita itu sudah membuat hidupnya kacau. Apalagi saat dia datang dan mengaku hamil anaknya. Tangis Alika pecah saat Dimas menceritakan semua. Kekhilafan dirinya hingga bisa hamil anaknya Dimas.“Berengsek!” teriak Bastian.Ferdi menahan sang kakak yang begitu emosi. Bastian geram karena ulah Alika juga murka dengan apa yang mereka berdua lakukan. Ferdi menahan Bastian kembali karena ia hampir saja menghantam Dimas.“Aku tidak salah karena ingin bertanggungjawab saat itu. Hamil atau tidaknya Alika, tapi dari menolak. Awalnya aku tidak tahu kalau Ferdi tak bercerita tentang ulah Alika. Dari sana, aku curiga dan memutuskan menemui Alika. Dia berlari hingga jatuh dan keguguran.”“Bohong, dia bohong!” pekik Alika histeris.“Cukup, jangan mengelak Alika!” Dimas tak kalah bersuara.Bastian memegangi kepalanya yang teras
Saat sampai di rumah, Bastian di kagetkan dengan kedatangan Alika yang sudah menunggunya sejak tadi. Wanita itu sempat menghilang, tapi datang kembali dan membuat pria itu begitu terkejut.Sepintas ia menoleh ke arah Sandrina yang sudah merenggut. Ingin rasanya langsung menenangkan sang istri. Akan tetapi, ada Alika yang sejak tadi menatapnya.“Sayang, aku nungguin kamu. Kamu baru pulang?” Alika langsung mendekat dan menyingkirkan Sandrina.“Kamu jangan kasar sama Sandrina dia sedang hamil.” Sergah Bastian.Alika menganga mendengar Sandrina di bela Bastian. Kesal mendengar hal itu, Alika pun menarik Bastian untuk berdiri di sampingnya.“Heh, kamu itu jangan bikin ulah. Terjadi sesuatu sama calon cucu saya, saya buat hidup kamu menderita,” ancam Bu Hana.“Bu, sudah. Biar aku bicara dengan Alika dulu.”“Aku hamil, kamu ikutan hamil. Jangan-jangan kamu hamil bohongan untuk menarik simpati Bastian,” cecar Alika.“Heh, kamu tuh yang hamil pura-pura. Coba cek saja kalau memang kamu benar ha
Bastian memukul kaca mobil dengan kesal, ia merasa kali ini sangat mencemaskan Sandrina. Namun, ia masih bingung bagaimana bisa ia begitu mencemaskan sang istri. Apalagi dulu dirinya sangat mencintai Alika.“Apa yang di perbuat Sandrina sampai aku merasa sangat takut kehilangan dia!”Sandrina terlihat menghampirinya, Bastian pura-pura biasa kembali. Bastian kembali cemas saat sang istri seperti memegangi keningnya.“Kamu sakit?” tanya Bastian.“Harusnya aku yang tanya sama kamu, kamu sakit atau otak kamu habis kepentok apa? Tiba-tiba menjadi baik sama aku. Lalu, mengakui aku di depan umum,” ujar Sandrina.“Eh, itu, aku hanya enggak suka lihat kamu di perlakukan seperti pesuruh. Kamu ini istri aku, jadi tidak ada yang boleh memperlakukan kamu seperti itu. Lagi pula kamu lagi hamil, mengerti?”Sandrina langsung memeluk sang suami. Tidak peduli di tempat umum, sedangkan Bastian merasa risi mendapat perlakuan dari Sandrina. Ia berusaha melepaskan tangan sang istri dari tubuhnya.“Aduh, ka
“Pergi kamu!” teriak Alika.Alika begitu syok saat ia mengalami keguguran. Hal itu membuat dirinya gagal dinikahi Bastian jika pria itu tahu sudah tak ada janin di dalam kandungannya. Alika menyalahkan Dimas yang tiba-tiba saja menandatangani surat untuk melakukan operasi.“Lik, harusnya kamu sadar, kamu seorang dokter kandungan dan pasti tahu kalau bayi itu enggak akan bisa terselamatkan dan harus di keluarkan. Lagi pula, untuk apa kamu pertahankan kalau kamu tak meminta pertanggung jawaban aku?” tanya Dimas.Alika bergeming, Dimas tidak tahu kalau ia mempergunakan kandungannya untuk menipu Bastian dan keluarganya. Jika ia keguguran, maka tidak ada pernikahan yang akan terjadi di antara keduanya.“Itu bukan urusan kamu.” Alika kembali emosi dengan apa yang ditanyakan Dimas.“Itu menjadi urusan aku. Itu anak aku, kan?” tanyanya lagi.Alika memalingkan wajah, tidak mungkin ia menjawab anaknya Bastian. Pria itu tidak akan mungkin percaya dan malah akan bertanya pada Bastian. Apalagi ked
“Hei,” ujar Bastian. Ia pun bergegas menyusul Sandrina ke luar.Setelah semalam ia tak bisa tidur memikirkan dirinya, Bastian mengejar Sandrina dan menarik lengan sang istri untuk berangkat bersama dengannya. Sandrina tetap menolak, tapi Bastian malah menggendong dirinya dan langsung memasukkannya ke mobil.“Aku bilang enggak mau,” ujar Sandrina.Sandrina tak bisa ke luar karena pintu mobil sudah terkunci otomatis. Bastian tetap tenang walau suara sang istri membuatnya pening. Sandrina terdiam saat tiba-tiba Bastian melumat bibirnya dengan lembut. Ia tak bisa berkutik dan malah menikmati ciuman itu karena sudah lama tak menerima sentuhan lembut sang suami.“Diam, kalau terus bicara, terpaksa aku buat kamu enggak berkutik di mobil.”Sandrina langsung diam karena tangan Bastian sudah siap membuka kancing bajunya. Bastian kembali duduk dan fokus menyetir setelah meluapkan kepenatan yang ia rasakan semalam. Bahkan, kali ini rasanya ia ingin sekali menyentuh Sandrina dan menciumi seluruh t
Cintanya pada Bastian membuatnya semakin menjadi, Alika pun tak malu untuk meminta sang kekasih untuk segera menikahinya walau ia tahu bukan pria itu yang harus bertanggung jawab atas kehamilannya. Sementara, Sandrina mulai kesal, ia pun berdiri di depan Alika.“Keluarga macam apa ini, aku hamil loh, Mas. Apa kamu lupa janji kamu saat meniduri aku?”Apa yang terlontar dari mulut Alika benar-benar membuat Bastian muak. Apalagi ia sama sekali tak melakukan hal itu. Pikirannya tak sebejat itu jika hanya ingin mendapatkan restu orang tua. Bastian pun menarik napas dalam, ia harus menjalani rencananya agar Alika tak banyak bicara.“Baik, aku akan menikahi kamu. Asal, setelah anak ini lahir, kamu harus tes DNA.”Alika bergeming, tapi kembali ia tak memedulikan apa perkataan Bastian. Ia akan mencari cara agar tak ketahuan kalau ini bukan darah dagingnya. Alika pun tersenyum lebar karena keinginannya akan terwujud.Sandrina meremas ujung baju, ia kecewa walau tahu sang suami hanya berpura-pur
Ruangan itu terasa sangat menegangkan. Apa yang di katakan Bastian membuat Sandrina tak tahan jika pria itu akan menikahi Alika. Ia tak mau berbagi hati dengan wanita lain, apalagi Kebahagiaan yang bagus saja ia dapat harus begitu saja terenggut.Bastian duduk dan memperhatikan Sandrina, ia pun ingin sekali memeluknya tanpa tahu alasannya apa. Setelah kecelakaan itu, ia merasa bingung dengan keadaan. Apalagi saat ia merasa dirinya sudah tak merasa ada yang spesial dengan Alika.Pria itu bangkit dan menuju kamarnya. Ia menahan semua gejolak di jiwa saat melihat Sandrina. Ia pun kembali ke kamar Sandrina dan langsung memeluknya. Sandrina merasa aneh dengan sikap Bastian, begitu juga Bu Hana.“Aku enggak tahu, mendengar kamu hamil perasan aku beda dengan saat aku mendengar Alika hamil. Bahkan, sejak tadi aku menahan untuk tidak memeluk kamu, tapi aku tak kuat dan kembali ke kamar ini,” ujar Bastian.Sandrina terharu dan ia menangis saat sang suami lupa dengannya, tapi hatinya tidak perna