Tak menggubris apa yang diinginkan Sandrina, Bastian tetap membawa sang istri ke rumah sakit lain. Ia tak mau mengambil risiko menghadapi dua wanita sekaligus. Lagi pula rumah sakit dan dokter kandungan yang di rekomendasikan Indah pun cukup bagus.
Sandrina masih saja masam saat Bastian membawanya ke rumah sakit berbeda. Akan tetapi pria itu tak mau mengambil pusing. Mereka langsung menunggu antrian setelah mendaftar. Bastian mencoba mengajak bicara Sandrina, tapi ia tetap diam saja. Apalagi saat ia mencoba mengajak bicara lagi, Sandrina memasang wajah masam.“Aku harus bagaimana lagi, kamu bilang aku harus jadi suami siaga, tapi kamu malah mendiamkan aku.” “Rumah sakit ini bagus,” ujar Bastian lagi. “Ia bagus karena nggak ada Alika bukan?” Jawaban Sandrina membuat Bastian tercengang. Ia mencoba mengalihkan pembicaraan, tapi tetap saja masih sama. Sandrina diam seribu bahasa.Mereka“Pergi saja, aku tak akan peduli mau kamu pergi ke mana juga. Asal jangan kamu ganggu hubunganku dengan Alika.” Perkataan Bastian sungguh membuat hati teriris.Sandrina bangkit, semakin berdebat ia semakin sakit hati. Apa yang ia lakukan kali ini adalah salah. Ia kira akan mudah membuat sang suami berpaling, tapi nyatanya tak semudah yang ia bayangkan.“Apa aku harus menyerah saja dan kembali ke Bandung. Percuma membuat hati orang yang nggak suka sama kita untuk menyukai kita.” Sandrina menggerutu sendiri.Di Bandung masih ada Paman dan Bibinya. Keduanya juga sering mengatakan untuk ia tinggal di sana menemani mereka karena keduanya tak memiliki anak.Namun, karena permintaan Bu Hana untuk menikahkan Sandrina dengan Bastian, ia memilih untuk menerimanya karena balas Budi.Ponselnya berdering, seperti kontak batin. Bibinya menelepon kalau sang paman masuk rumah sakit.“Iya, Bi. Aku nanti ke sana
“Iya, Bu. Aku diantar Mas Bastian, katanya Ibu meminta mengantar aku. Harusnya nggak usah repot-repot, Bu. Kasihan dia kan kerja besok,” ujar Sandrina dari sambungan telepon.Sandrina teridam sejenak lalu melirik ke arah Bastian yang fokus mengemudi. Lalu kembali berbicara dengan ibu mertuanyaSandrina terus mendengarkan perkataan ibu mertuanya lagi. Bu Hana tidak merasa meminta Bastian untuk mengantarkannya. Bilang saja belum, kata ibu mertua Sandrina.Sandrina menutup telepon dari sang ibu. Sejenak ia menarik napas panjang. Apa sudah ada kemajuan merebut hati Bastian, pikirnya.Bastian merasa sejak tadi di perhatikan oleh Sandrina. Ia menoleh sesaat, lalu Sandrina cepat membuang wajah. Ia berharap ada perubahan pada pria itu.“Mas, aku mau mampir sebentar, ya. Ada ayam penyet enak banget, udah lama mau makan itu,” ujar Sandrina.“Ngidam?”“Sepertinya. Mau, kan antar aku?”
“Sepertinya hotel terdekatnya ada di sini, San. Kamu harus istirahat, setelah perjalanan panjang. Ibu bilang sama aku, harus menjaga kandungan kamu.” Bastian berbicara tanpa melihat ke arah Sandrina, ia terus memantau hotel lewat benda pipih itu.Sandrina kembali berpikir, apa benar kata ibu seperti itu. Bahkan, saat ia mengantarnya ke Bandung dengan alasan di suruh Ibu, nyatanya Ibu mertuanya bang belum bilang sama sekali. Sandrina kembali tak yakin ini ini pun permintaan sang ibu.Tak lama benar dugaannya, ibu mertuanya mengirim pesan padanya.[San, bagaimana paman kamu, ikut pulang saja dengan Bastian kalau dia pulang, nggak usah tinggal di sana]Sandrina tersenyum, akhirnya ia mendapatkan jawaban atas apa yang ia pikirkan.“Yuk, cari hotel terdekat,” ucap Bastian sembari meraih tangan Sandrina.Sandrina menahannya, ia kembali bertanya apa maksud pria itu sejak pagi tadi. Ia tak mau dibuat senang, lalu di hempaskan kemba
Sejak semalam Sandrina tak bisa tidur, ia merasakan tidak enak di perutnya. Berulang kali bangun, lalu mencoba tidur kembali. Sandrina melihat Bastian yang tertidur nyenyak di sofa. Merasa seperti di remas perutnya, ia gegas membangunkan Bastian.Merasa tak tega, ia kembali duduk dan merasa kesakitan. Tapi, ia kembali merasakan sakit luar biasa.“Mas, tolong, aku. Bangun.”Bastian membuka mata, ia merasa pening saat tiba-tiba saja terbangun. Pria itu melihat wajah Sandrina sudah sangat pucat.“Kenapa?” tanya Bastian.“Perut aku sakit, bisa tolong aku?”“Tolong apa?” Bastian pun bingung melihat Sandrina yang sudah sangat pucat. Ia mencoba menahan rasa nyeri.“Bantu aku ke kamar mandi dulu, tapi aku takut jatuh. Aku mau buang air kecil,” ujar Sandrina.Bastian tak banyak berpikir, ia langsung membantu sang istri ke kamar mandi dan melupakan batasan yang mereka buat. Lang
Setelah di beri kabar oleh Bastian, Bu Hana langsung menuju Bandung di antar oleh Ferdi dan Anita. Wanita itu cemas sepanjang perjalanan. Apalagi saat mendengar kalau anak dalam kandungan Sandrina harus di keluarkan karena tak berkembang.Setelah dua jam perjalanan, mereka pun sampai di rumah sakit. Bastian sedang menunggu di luar ruang operasi karena Sandrina sedang ditangani oleh tim Dokter.“Ini pasti karena kamu, kan, Sandrina harus keguguran dan aku gagal mendapatkan cucu,” ujar Bu Hana saat datang dan langsung memukul lengan Bastian.“Aduh, Ibu, ini bukan salah aku. Memang dia pendarahan sebelumnya, mungkin lelah,” jawab Bastian.“Iya lelah, lelah memikirkan kamu sama kekasih gelap kamu!”Perkataan Bu Hana begitu menusuk hati. Bastian tak sengaja melihat ke arah Anita yang mengulum bibir dan menutup mulutnya.“Pokoknya kalau terjadi sesuatu dengan Sandrina awas saja kami. Siap-siap tidur di kol
Alika tersenyum saat mengingat Ferdi memintanya untuk menjadi kekasih pura-pura dan langsung ia tolak. Ada rasa getir mendengar Ferdi akan menikah, ia merasa hanya di jadikan bahan untuk melupakan sesuatu atau membalas sesuatu. Dengan mudah saat ia menolaknya, kini tersiar kabar jika pria itu akan menikah.“Kapan mereka menikah?” tanya Alika.“Entahlah, belum ada kabar lagi. Mungkin secepatnya karena Ferdi sudah bisa menduda apalagi melihat mantan kekasihnya.”Alika kembali memikirkan apa yang di katakan Dimas. Susana kafe itu mulai ramai dengan pengunjung. Beberapa anak muda yang sedang bermalam Minggu pun banyak yang datang kafe Dimas. Pria itu terlihat tampan, tapi tidak termaksud kriteria Alika. Pria kaya dan banyak uang. Hanya itu yang akan membuat sang ibu senang, ia terus memberikan uang yang akan membuat ibunya senang.“Dasar player.”Dimas hanya tertawa karena ia tahu Alika mungkin salah satu wan
Bu Hana sudah di antar sejak tadi ke rumahnya, kini tinggal Bastian dan Sandrina. Mereka berdua tak saling bicara setelah sampai di rumah. Kesunyian kini menghantui rumah mereka.Sandrina masuk kamar dan melihat beberapa barang miliknya. Sepertinya ia harus pergi dari pada ia berlama-lama dan semakin dalam mencintai Bastian. Tangis pun tak terbendung, Sandrina untuk kedua kalinya merasa patah hati.“Apa aku tak pantas untuk di cintai? Bahkan kekasih lamaku saja berselingkuh, apa aku tak menarik bagi mereka?” Sandrina bergumam sendiri.Gegas ia merapikan beberapa baju dan menyimpan di koper. Sepertinya ia haruslah mencari pekerjaan. Ia sudah menghubungi teman lamanya untuk mencari kontrakan, setelah itu ia bisa pindah.Ponsel berdering, ia mengambil dan membuka pesan masuk dari Hanifa, teman kerja dulu di Jakarta. Beberapa hari ia menghubunginya dan kini Hanifa memberi kabar baik yang ditunggu oleh Sandrina.[Ada kontrakan,
Sandrina suka dengan kontraknya barunya. Ia langsung setuju dan membayar sewa untuk ia tinggali. Hanifa pun membantu untuk mencarikannya pekerjaan untuk bekerja di kantornya sebagai resepsionis.“Di kantor sedang butuh, kalau kamu mau besok bisa langsung datang. Bagaimana?” Hanifa senang karena kini ia bisa ada teman di kantor dan kontrakan.“Boleh, rezeki aku,” ujar Sandrina.“Kamu memang sudah sehat? Bukannya kamu habis kuret?” Hanifa cemas dengan keadaan Sandrina yang habis keguguran kemarin.“Memang masih nyeri, tapi aku mau mencoba melupakan kesedihan aku. Apalagi mencoba untuk nggak mengingat suami aku, Nif.” Sandrina terlihat sedih jika membicarakan Bastian. Pria itu sudah membuatnya jatuh cinta dan tersakiti untuk kedua kali.Bertahan dengan pria yang tak mencintainya memuat ia semakin tersiksa. Ia berhak bahagia, maka dari itu Sandrina memutuskan untuk pergi mencari kebahagiaan dirinya.
Bastian membantu Sandrina beranjak dari lantai walau dengan tangan satu terinfus. Ia panik karena sejak tadi sang istri memegangi perutnya. Bastian mencoba mengelus perut Sandrina agar lebih tenang.“Bu, periksa ke Dokter Kandungan saja,” ujar Bastian.“Enggak apa-apa, Mas. Ini hanya keram sedikit saja nanti hilang,” tolak Sandrina.“Kamu bilang enggak ada masalah, memang kamu bisa lihat anak kamu di dalam? Aku enggak mau tahu, nanti aku temani kamu ke Dokter Kandungan,” ucap Bastian memaksa lagi.“Bas, biar ibu saja. Kamu tetap di kamar, istirahat.” Bu Hana memerintahkan Bastian untuk tak pergi ke mana-mana.Bastian malah mencemaskan Sandrina, bukan dirinya. Melihat sang istri kesakitan ia merasa sangat bersalah karena tak bisa melakukan apa pun. Seperti yang di katakan sang ibu, Sandrina pun di ajak ke Dokter Kandungan.Sepertinya Sandrina, ia menatap sekeliling. Ia merasa betapa bodohnya selama ini telah menyia-nyiakan wanita seperti Sandrina. Matanya tertutup oleh cinta buta pada
Kondisi Bastian belum stabil, ia masih tertidur akibat obat bius yang diberikan oleh Dokter. Sandrina begitu cemas dengan kondisi sang suami yang menghawatirkan. Sepetinya Bastian mencoba mengingat beberapa kenangannya. Namun, bukan pulih malah membuat ia merasa kesakitan hingga pingsan.“Fer, Nit, kian pulang saja. Istirahat,” ujar sang ibu.“Ibu bagaimana,” tanya Ferdi.“Ibu menemani Sandrina. Kalian pulang saja, bagaimana?”“Kalau itu yang ibu mau, kita istirahat dan nanti gantian saja.”Bu Hana setuju, Ferdi langsung mengajak Anita pulang karena ia merasa sang istri sudah sangat lelah. Anita pun terlihat memang sangat pucat, mungkin efek kurang tidur sampai membuat mata panda di kantung mata.“Kamu mau makan dulu apa nanti di rumah?” tanya Ferdi.“Di rumah saja, aku lelah,” ujar Anita.Ferdi pun langsung mengikuti langkah sang istri untuk pulang. Sudah beberapa hari ia mengurusi masalah sang kakak dan lupa dengan kebahagiaannya sendiri. Apalagi sampai lupa dengan kesehatan Anita y
Dimas memegangi pipinya yang terkena hantam Bastian. Sementara, Bastian sudah sejak tadi sudah tak tenang mendengar penjelasan Dimas.Bastian benar-benar kecewa dengan Alika. Wanita itu sudah membuat hidupnya kacau. Apalagi saat dia datang dan mengaku hamil anaknya. Tangis Alika pecah saat Dimas menceritakan semua. Kekhilafan dirinya hingga bisa hamil anaknya Dimas.“Berengsek!” teriak Bastian.Ferdi menahan sang kakak yang begitu emosi. Bastian geram karena ulah Alika juga murka dengan apa yang mereka berdua lakukan. Ferdi menahan Bastian kembali karena ia hampir saja menghantam Dimas.“Aku tidak salah karena ingin bertanggungjawab saat itu. Hamil atau tidaknya Alika, tapi dari menolak. Awalnya aku tidak tahu kalau Ferdi tak bercerita tentang ulah Alika. Dari sana, aku curiga dan memutuskan menemui Alika. Dia berlari hingga jatuh dan keguguran.”“Bohong, dia bohong!” pekik Alika histeris.“Cukup, jangan mengelak Alika!” Dimas tak kalah bersuara.Bastian memegangi kepalanya yang teras
Saat sampai di rumah, Bastian di kagetkan dengan kedatangan Alika yang sudah menunggunya sejak tadi. Wanita itu sempat menghilang, tapi datang kembali dan membuat pria itu begitu terkejut.Sepintas ia menoleh ke arah Sandrina yang sudah merenggut. Ingin rasanya langsung menenangkan sang istri. Akan tetapi, ada Alika yang sejak tadi menatapnya.“Sayang, aku nungguin kamu. Kamu baru pulang?” Alika langsung mendekat dan menyingkirkan Sandrina.“Kamu jangan kasar sama Sandrina dia sedang hamil.” Sergah Bastian.Alika menganga mendengar Sandrina di bela Bastian. Kesal mendengar hal itu, Alika pun menarik Bastian untuk berdiri di sampingnya.“Heh, kamu itu jangan bikin ulah. Terjadi sesuatu sama calon cucu saya, saya buat hidup kamu menderita,” ancam Bu Hana.“Bu, sudah. Biar aku bicara dengan Alika dulu.”“Aku hamil, kamu ikutan hamil. Jangan-jangan kamu hamil bohongan untuk menarik simpati Bastian,” cecar Alika.“Heh, kamu tuh yang hamil pura-pura. Coba cek saja kalau memang kamu benar ha
Bastian memukul kaca mobil dengan kesal, ia merasa kali ini sangat mencemaskan Sandrina. Namun, ia masih bingung bagaimana bisa ia begitu mencemaskan sang istri. Apalagi dulu dirinya sangat mencintai Alika.“Apa yang di perbuat Sandrina sampai aku merasa sangat takut kehilangan dia!”Sandrina terlihat menghampirinya, Bastian pura-pura biasa kembali. Bastian kembali cemas saat sang istri seperti memegangi keningnya.“Kamu sakit?” tanya Bastian.“Harusnya aku yang tanya sama kamu, kamu sakit atau otak kamu habis kepentok apa? Tiba-tiba menjadi baik sama aku. Lalu, mengakui aku di depan umum,” ujar Sandrina.“Eh, itu, aku hanya enggak suka lihat kamu di perlakukan seperti pesuruh. Kamu ini istri aku, jadi tidak ada yang boleh memperlakukan kamu seperti itu. Lagi pula kamu lagi hamil, mengerti?”Sandrina langsung memeluk sang suami. Tidak peduli di tempat umum, sedangkan Bastian merasa risi mendapat perlakuan dari Sandrina. Ia berusaha melepaskan tangan sang istri dari tubuhnya.“Aduh, ka
“Pergi kamu!” teriak Alika.Alika begitu syok saat ia mengalami keguguran. Hal itu membuat dirinya gagal dinikahi Bastian jika pria itu tahu sudah tak ada janin di dalam kandungannya. Alika menyalahkan Dimas yang tiba-tiba saja menandatangani surat untuk melakukan operasi.“Lik, harusnya kamu sadar, kamu seorang dokter kandungan dan pasti tahu kalau bayi itu enggak akan bisa terselamatkan dan harus di keluarkan. Lagi pula, untuk apa kamu pertahankan kalau kamu tak meminta pertanggung jawaban aku?” tanya Dimas.Alika bergeming, Dimas tidak tahu kalau ia mempergunakan kandungannya untuk menipu Bastian dan keluarganya. Jika ia keguguran, maka tidak ada pernikahan yang akan terjadi di antara keduanya.“Itu bukan urusan kamu.” Alika kembali emosi dengan apa yang ditanyakan Dimas.“Itu menjadi urusan aku. Itu anak aku, kan?” tanyanya lagi.Alika memalingkan wajah, tidak mungkin ia menjawab anaknya Bastian. Pria itu tidak akan mungkin percaya dan malah akan bertanya pada Bastian. Apalagi ked
“Hei,” ujar Bastian. Ia pun bergegas menyusul Sandrina ke luar.Setelah semalam ia tak bisa tidur memikirkan dirinya, Bastian mengejar Sandrina dan menarik lengan sang istri untuk berangkat bersama dengannya. Sandrina tetap menolak, tapi Bastian malah menggendong dirinya dan langsung memasukkannya ke mobil.“Aku bilang enggak mau,” ujar Sandrina.Sandrina tak bisa ke luar karena pintu mobil sudah terkunci otomatis. Bastian tetap tenang walau suara sang istri membuatnya pening. Sandrina terdiam saat tiba-tiba Bastian melumat bibirnya dengan lembut. Ia tak bisa berkutik dan malah menikmati ciuman itu karena sudah lama tak menerima sentuhan lembut sang suami.“Diam, kalau terus bicara, terpaksa aku buat kamu enggak berkutik di mobil.”Sandrina langsung diam karena tangan Bastian sudah siap membuka kancing bajunya. Bastian kembali duduk dan fokus menyetir setelah meluapkan kepenatan yang ia rasakan semalam. Bahkan, kali ini rasanya ia ingin sekali menyentuh Sandrina dan menciumi seluruh t
Cintanya pada Bastian membuatnya semakin menjadi, Alika pun tak malu untuk meminta sang kekasih untuk segera menikahinya walau ia tahu bukan pria itu yang harus bertanggung jawab atas kehamilannya. Sementara, Sandrina mulai kesal, ia pun berdiri di depan Alika.“Keluarga macam apa ini, aku hamil loh, Mas. Apa kamu lupa janji kamu saat meniduri aku?”Apa yang terlontar dari mulut Alika benar-benar membuat Bastian muak. Apalagi ia sama sekali tak melakukan hal itu. Pikirannya tak sebejat itu jika hanya ingin mendapatkan restu orang tua. Bastian pun menarik napas dalam, ia harus menjalani rencananya agar Alika tak banyak bicara.“Baik, aku akan menikahi kamu. Asal, setelah anak ini lahir, kamu harus tes DNA.”Alika bergeming, tapi kembali ia tak memedulikan apa perkataan Bastian. Ia akan mencari cara agar tak ketahuan kalau ini bukan darah dagingnya. Alika pun tersenyum lebar karena keinginannya akan terwujud.Sandrina meremas ujung baju, ia kecewa walau tahu sang suami hanya berpura-pur
Ruangan itu terasa sangat menegangkan. Apa yang di katakan Bastian membuat Sandrina tak tahan jika pria itu akan menikahi Alika. Ia tak mau berbagi hati dengan wanita lain, apalagi Kebahagiaan yang bagus saja ia dapat harus begitu saja terenggut.Bastian duduk dan memperhatikan Sandrina, ia pun ingin sekali memeluknya tanpa tahu alasannya apa. Setelah kecelakaan itu, ia merasa bingung dengan keadaan. Apalagi saat ia merasa dirinya sudah tak merasa ada yang spesial dengan Alika.Pria itu bangkit dan menuju kamarnya. Ia menahan semua gejolak di jiwa saat melihat Sandrina. Ia pun kembali ke kamar Sandrina dan langsung memeluknya. Sandrina merasa aneh dengan sikap Bastian, begitu juga Bu Hana.“Aku enggak tahu, mendengar kamu hamil perasan aku beda dengan saat aku mendengar Alika hamil. Bahkan, sejak tadi aku menahan untuk tidak memeluk kamu, tapi aku tak kuat dan kembali ke kamar ini,” ujar Bastian.Sandrina terharu dan ia menangis saat sang suami lupa dengannya, tapi hatinya tidak perna