Setiap malam kami masih tidur terpisah, tetapi aku sering kali melihat wajah Kayshilla di saat ia terlelap. Ada guratan bersalah saat menatapnya semakin lama. Namun, aku masih belum yakin perasaanku bisa damai saat menyentuhnya.Sampai saat kehadiran pria lain membuatku belajar meluangkan waktu untuk Kayshilla. Ia wanita tangguh yang mempunyai sifat sabar, sifat itu lah yang membungkus lukanya dalam pernikahan ini. Aku semakin tahu bahwa Kayshilla memiliki kecantikan yang lebih unggul dari wanita lain. Namun, bukan itu, melainkan aku sadar bahwa garis wajahnya begitu mirip denganku.Tujuh hari berturut-turut, selama itu pula aku melakukan salat istikharah. Hasilnya tetep sama, wajah Kayshilla yang muncul dalam mimpiku.Apakah itu tandanya aku harus mencintai Kayshilla?"Jadi laki-laki itu harus logis dan realistis, Gus," ucap Danang, pria berusia 28 tahun yang menjadi rekanku dalam berbisnis."Apa maksudnya?" tanyaku.Danang mendudukkan dirinya di kursi empuk seberangku, kami hanya di
Nouryt Cafe | Siang hari."Ada sesuatu yang mau aku bicarakan, Kang," ucapku kepada sosok pria yang tengah duduk di hadapanku ini."Silakan, Gus." Mahesa menundukkan kepalanya.Yeah! Pria itu adalah Mahesa, calon suami Ayrani dan keduanya akan menikah lima bulan lagi. Aku sengaja memintanya datang ke kafe siang ini lantaran ada sesuatu hal. Aku juga sengaja memilih kafe yang agak jauh dari pondok agar tidak ada yang tahu pertemuan kami."Kamu mencintai Ayrani?" tanyaku langsung.Meskipun hubungan kami sudah selesai, tetapi tetap saja ada perasaan mengganjal. Aku merasa perlu memastikan bahwa Mahesa benar-benar tulus kepada Ayrani."Saya mencintainya, Gus. Dari enam tahun lalu, tepatnya saat pertama kali Ayrani masuk ke Pesantren, saya sudah menyimpan perasaan untuknya."Deg!Aku tertegun mendengar penuturannya."Kenapa nggak bilang dari dulu?" Aku sedikit mencondongkan tubuh kepada Mahesa.Mahesa menggelengkan kepala, "saya merasa belum cukup ilmu dan modal, Gus. Karena niat saya mema
"Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?" tanya Umik dengan panik.Dokter Indri lantas mengulas senyum melihat Umik yang berdiri di tengah pintu. "Tekanan darahnya rendah, Mik. Ning Kayshilla juga mengalami radang pencernaan. Apa sempat salah makan?"Umik berjalan dan mendudukkan diri di tepi ranjang menantunya. "Pola makannya nggak teratur kemarin, Dok. Apa perlu di bawa ke rumah sakit?" Gurat wajah paruh baya itu begitu khawatir."Tidak perlu, Mik. Saya juga sudah meresepkan obat, bisa ditebus nanti di apotek. Kalau bisa tetap dipaksa makan, meskipun hanya sedikit yang masuk. Kalau tidak ada perubahan selama tiga hari, lebih baik Ning Kayshilla di bawa ke rumah sakit, ya, Mik.""Syukurlah." Wanita paruh baya itu menghela napas lega, ia lantas melihat kepada Kayshilla yang masih memejamkan kelopak matanya, tangan halus itu membelai lembut kepala menantunya."Saya sudah menyuntikkan obat, Mik. Jadi minum obatnya mulai nanti malam saja tidak papa, sebaiknya sekarang biarkan Ning Kayshilla
Pagi ini Kayshilla sudah berkutat di dapur pondok dengan Naya, wanita yang menjadi temannya selama enam tahun ini. Keduanya tengah fokus mempersiapkan sarapan, sehingga tidak sadar saat ada orang yang masuk ke dalam dapur."Mbak Naya, tolong buatkan aku smoothies alpukat.""Mau pakai es, Gus?"Aaraf menggeleng, "nggak usah. Nanti kalau sudah tolong taruh di meja makan saja, saya ambil sendiri." "Baik, Gus."Aaraf melenggang pergi setelah mengatakan demikian, sekuat mungkin pria itu menahan ujung netranya agar tidak melirik Ayrani. Begitu juga Ayrani yang memilih fokus memotong daging, ia tidak ingin menyakiti hatinya dengan melihat kepada Aaraf.Selama tiga bulan ini Ayrani menghindari Aaraf jika ia sedang di ndalem, walaupun selama itu juga hatinya tersiksa. "Tumben, ya, Mbk, Gusnya minta smoothies.""Mungkin lagi pengen, Mbak Naya."Naya menggelengkan kepala, "jangan-jangan buat Ning Kay. Katanya Ning Kay lagi sakit, kemarin sampai di panggilin Dokter.""Sakit apa?" tanya Kayshill
Devano langsung berpamitan setelahnya, pria yang sempat tertarik dengan Kayshilla itu langsung mengubur dalam-dalam perasaannya. Rasa suka yang hadir saat pertama kali Devano melihat mahasiswinya tersebut, sekarang harus ia buang jauh. Menurutnya Kayshilla sangat anggun, sehingga ia jatuh cinta pada pandangan pertama.Namun, sebelum ia sempat mengungkapkan perasaannya, semua itu terpaksa dipendam. Devano tidak mungkin menjadi perusak rumah tangga orang lain, meksipun ia begitu menginginkan Kayshilla — mahasiswi yang sudah merenggut seluruh perhatiannya.Mobil mewah yang dikendarai Devano sudah melaju pergi melewati gerbang pondok pesantren, Aaraf hanya bisa tersenyum saat melihatnya. Pria itu kembali masuk dan mendapati istrinya baru saja keluar kamar.'Untung Devano sudah pulang,' batin Aaraf."Mas?""Kamu butuh sesuatu? Kenapa keluar sendiri? Kenapa nggak panggil aku?" Aaraf langsung mendekat, tetapi ia diam saja saat tiba di hadapan Kayshilla. Tidak ada pelukan, atau hanya sekadar
"Makanannya enak?" celetuk Aaraf.Kayshilla mengangkat kepala dan lantas mengangguk pelan, wanita itu sedari tadi fokus dengan makanannya dan tidak membuka suara. Tanpa ia sadar di sudut bibirnya ada sebutir nasi, sedangkan Aaraf yang melihat hal itu langsung mengulurkan tangan guna mengambil sebutir nasi tersebut."Ada nasi."Kayshilla tersentak kaget, ia langsung meraba sudut bibirnya dengan perasaan tidak karuan. Antara malu dan juga senang. "Maaf, Mas. Saya nggak tahu.""Nggak papa. Berarti kamu suka 'kan sama makanan di sini?""Suka, Mas." Wanita itu menganggukkan kepala. "Saya jadi inget Umik, beliau sering masakin saya seperti ini.""Kalau kamu suka, kita bisa sering-sering ke sini. Tapi juga harus lebih sering olah raga biar nggak kena kolesterol karena kebanyakan makan seafood." Pria itu terkekeh pelan.Sementara Kayshilla hanya tersenyum tipis. Ini adalah pertama kalinya Aaraf bersikap manis, jadi ia masih bingung harus bagaimana. Wanita itu tentu saja senang, tetapi takut
Hujan mengguyur bumi pesantren malam ini, suasana pesantren semakin syahdu dengan suara mengaji dan rintik-rintik hujan sebagai iramanya. Seorang wanita cantik baru saja selesai berdandan, ia ingin menyenangkan suaminya setelah perdebatan siang tadi.Cukup lama menunggu, tetapi Aaraf tidak kunjung masuk kamar. Kayshilla sudah mengganti lilin aromaterapi yang habis lantaran terlalu lama dinyalakan. Ia jadi ragu saat menyalakan lilin kedua, apakah lilin ini akan habis sia-sia tanpa Aaraf sempat menghirup baunya? Seperti perjuangannya selama ini yang selalu sia-sia?"Sudah jam setengah sebelas, seharusnya rutinan di masjid sudah selesai. Tapi kenapa Mas Aaraf nggak masuk-masuk?" gumamnya resah.Kayshilla merasakan matanya semakin berat, ia beberapa kali menguap. Wanita itu menghela napas kasar saat menatap seprai yang baru saja ia ganti, siapa tahu malam ini suaminya mau tidur di ranjang mengingat kemarin hubungan keduanya sudah mulai akrab. Ternyata semuanya salah, ia terlalu berharap p
Kayshilla berjalan riang sembari menenteng tasnya, ia menuju ke gerbang untuk menunggu Aaraf yang akan menjemputnya."Mbak! Mbak ....""Hey! Mbak baju hitam ...!"Kayshilla sontak menghentikan langkah saat mendengar suara bariton tersebut. Ia menelisik penampilannya dan orang-orang di sekitar, hanya ia yang mengenakan abaya hitam."Huh ... kamu dipanggil kok malah jalan terus, sih? Nggak nengok, nggak berhenti, nggak apa!" Pria muda itu memegangi lutut dengan napas tersengal.Sedangkan Kayshilla hanya menatap bingung. "Ada apa, ya, Kak?" tanyanya.Pria itu menegakkan tubuh, bulir keringat masih jatuh di wajahnya. Ia terlihat sangat kelelahan mengejar Kayshilla."Aku di suruh Dosen kasih buku ini ke kamu." Ia menyodorkan dua buah buku paket kepada Kayshilla.Wanita cantik itu langsung meraihnya dengan menganggukkan kepala. "Maaf, Kak, aku tadi nggak tahu. Aku pikir Kakak panggil siapa.""Nggak papa. Oh, iya." Pria itu mengulurkan tangan seakan mengajak Kayshilla berkenalan. "Perkenalka