Nouryt Cafe | Siang hari."Ada sesuatu yang mau aku bicarakan, Kang," ucapku kepada sosok pria yang tengah duduk di hadapanku ini."Silakan, Gus." Mahesa menundukkan kepalanya.Yeah! Pria itu adalah Mahesa, calon suami Ayrani dan keduanya akan menikah lima bulan lagi. Aku sengaja memintanya datang ke kafe siang ini lantaran ada sesuatu hal. Aku juga sengaja memilih kafe yang agak jauh dari pondok agar tidak ada yang tahu pertemuan kami."Kamu mencintai Ayrani?" tanyaku langsung.Meskipun hubungan kami sudah selesai, tetapi tetap saja ada perasaan mengganjal. Aku merasa perlu memastikan bahwa Mahesa benar-benar tulus kepada Ayrani."Saya mencintainya, Gus. Dari enam tahun lalu, tepatnya saat pertama kali Ayrani masuk ke Pesantren, saya sudah menyimpan perasaan untuknya."Deg!Aku tertegun mendengar penuturannya."Kenapa nggak bilang dari dulu?" Aku sedikit mencondongkan tubuh kepada Mahesa.Mahesa menggelengkan kepala, "saya merasa belum cukup ilmu dan modal, Gus. Karena niat saya mema
"Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?" tanya Umik dengan panik.Dokter Indri lantas mengulas senyum melihat Umik yang berdiri di tengah pintu. "Tekanan darahnya rendah, Mik. Ning Kayshilla juga mengalami radang pencernaan. Apa sempat salah makan?"Umik berjalan dan mendudukkan diri di tepi ranjang menantunya. "Pola makannya nggak teratur kemarin, Dok. Apa perlu di bawa ke rumah sakit?" Gurat wajah paruh baya itu begitu khawatir."Tidak perlu, Mik. Saya juga sudah meresepkan obat, bisa ditebus nanti di apotek. Kalau bisa tetap dipaksa makan, meskipun hanya sedikit yang masuk. Kalau tidak ada perubahan selama tiga hari, lebih baik Ning Kayshilla di bawa ke rumah sakit, ya, Mik.""Syukurlah." Wanita paruh baya itu menghela napas lega, ia lantas melihat kepada Kayshilla yang masih memejamkan kelopak matanya, tangan halus itu membelai lembut kepala menantunya."Saya sudah menyuntikkan obat, Mik. Jadi minum obatnya mulai nanti malam saja tidak papa, sebaiknya sekarang biarkan Ning Kayshilla
Pagi ini Kayshilla sudah berkutat di dapur pondok dengan Naya, wanita yang menjadi temannya selama enam tahun ini. Keduanya tengah fokus mempersiapkan sarapan, sehingga tidak sadar saat ada orang yang masuk ke dalam dapur."Mbak Naya, tolong buatkan aku smoothies alpukat.""Mau pakai es, Gus?"Aaraf menggeleng, "nggak usah. Nanti kalau sudah tolong taruh di meja makan saja, saya ambil sendiri." "Baik, Gus."Aaraf melenggang pergi setelah mengatakan demikian, sekuat mungkin pria itu menahan ujung netranya agar tidak melirik Ayrani. Begitu juga Ayrani yang memilih fokus memotong daging, ia tidak ingin menyakiti hatinya dengan melihat kepada Aaraf.Selama tiga bulan ini Ayrani menghindari Aaraf jika ia sedang di ndalem, walaupun selama itu juga hatinya tersiksa. "Tumben, ya, Mbk, Gusnya minta smoothies.""Mungkin lagi pengen, Mbak Naya."Naya menggelengkan kepala, "jangan-jangan buat Ning Kay. Katanya Ning Kay lagi sakit, kemarin sampai di panggilin Dokter.""Sakit apa?" tanya Kayshill
Devano langsung berpamitan setelahnya, pria yang sempat tertarik dengan Kayshilla itu langsung mengubur dalam-dalam perasaannya. Rasa suka yang hadir saat pertama kali Devano melihat mahasiswinya tersebut, sekarang harus ia buang jauh. Menurutnya Kayshilla sangat anggun, sehingga ia jatuh cinta pada pandangan pertama.Namun, sebelum ia sempat mengungkapkan perasaannya, semua itu terpaksa dipendam. Devano tidak mungkin menjadi perusak rumah tangga orang lain, meksipun ia begitu menginginkan Kayshilla — mahasiswi yang sudah merenggut seluruh perhatiannya.Mobil mewah yang dikendarai Devano sudah melaju pergi melewati gerbang pondok pesantren, Aaraf hanya bisa tersenyum saat melihatnya. Pria itu kembali masuk dan mendapati istrinya baru saja keluar kamar.'Untung Devano sudah pulang,' batin Aaraf."Mas?""Kamu butuh sesuatu? Kenapa keluar sendiri? Kenapa nggak panggil aku?" Aaraf langsung mendekat, tetapi ia diam saja saat tiba di hadapan Kayshilla. Tidak ada pelukan, atau hanya sekadar
"Makanannya enak?" celetuk Aaraf.Kayshilla mengangkat kepala dan lantas mengangguk pelan, wanita itu sedari tadi fokus dengan makanannya dan tidak membuka suara. Tanpa ia sadar di sudut bibirnya ada sebutir nasi, sedangkan Aaraf yang melihat hal itu langsung mengulurkan tangan guna mengambil sebutir nasi tersebut."Ada nasi."Kayshilla tersentak kaget, ia langsung meraba sudut bibirnya dengan perasaan tidak karuan. Antara malu dan juga senang. "Maaf, Mas. Saya nggak tahu.""Nggak papa. Berarti kamu suka 'kan sama makanan di sini?""Suka, Mas." Wanita itu menganggukkan kepala. "Saya jadi inget Umik, beliau sering masakin saya seperti ini.""Kalau kamu suka, kita bisa sering-sering ke sini. Tapi juga harus lebih sering olah raga biar nggak kena kolesterol karena kebanyakan makan seafood." Pria itu terkekeh pelan.Sementara Kayshilla hanya tersenyum tipis. Ini adalah pertama kalinya Aaraf bersikap manis, jadi ia masih bingung harus bagaimana. Wanita itu tentu saja senang, tetapi takut
Hujan mengguyur bumi pesantren malam ini, suasana pesantren semakin syahdu dengan suara mengaji dan rintik-rintik hujan sebagai iramanya. Seorang wanita cantik baru saja selesai berdandan, ia ingin menyenangkan suaminya setelah perdebatan siang tadi.Cukup lama menunggu, tetapi Aaraf tidak kunjung masuk kamar. Kayshilla sudah mengganti lilin aromaterapi yang habis lantaran terlalu lama dinyalakan. Ia jadi ragu saat menyalakan lilin kedua, apakah lilin ini akan habis sia-sia tanpa Aaraf sempat menghirup baunya? Seperti perjuangannya selama ini yang selalu sia-sia?"Sudah jam setengah sebelas, seharusnya rutinan di masjid sudah selesai. Tapi kenapa Mas Aaraf nggak masuk-masuk?" gumamnya resah.Kayshilla merasakan matanya semakin berat, ia beberapa kali menguap. Wanita itu menghela napas kasar saat menatap seprai yang baru saja ia ganti, siapa tahu malam ini suaminya mau tidur di ranjang mengingat kemarin hubungan keduanya sudah mulai akrab. Ternyata semuanya salah, ia terlalu berharap p
Kayshilla berjalan riang sembari menenteng tasnya, ia menuju ke gerbang untuk menunggu Aaraf yang akan menjemputnya."Mbak! Mbak ....""Hey! Mbak baju hitam ...!"Kayshilla sontak menghentikan langkah saat mendengar suara bariton tersebut. Ia menelisik penampilannya dan orang-orang di sekitar, hanya ia yang mengenakan abaya hitam."Huh ... kamu dipanggil kok malah jalan terus, sih? Nggak nengok, nggak berhenti, nggak apa!" Pria muda itu memegangi lutut dengan napas tersengal.Sedangkan Kayshilla hanya menatap bingung. "Ada apa, ya, Kak?" tanyanya.Pria itu menegakkan tubuh, bulir keringat masih jatuh di wajahnya. Ia terlihat sangat kelelahan mengejar Kayshilla."Aku di suruh Dosen kasih buku ini ke kamu." Ia menyodorkan dua buah buku paket kepada Kayshilla.Wanita cantik itu langsung meraihnya dengan menganggukkan kepala. "Maaf, Kak, aku tadi nggak tahu. Aku pikir Kakak panggil siapa.""Nggak papa. Oh, iya." Pria itu mengulurkan tangan seakan mengajak Kayshilla berkenalan. "Perkenalka
"Ada apa, Kay?"Kayshilla tidak bergeming, tangannya terus memasukkan baju ke dalam koper. "Kayshilla!" sentak Aaraf saat istrinya tidak kunjung menjawab."Saya kangen sama Umik. Setidaknya kalau di Jember tidak ada yang menyakiti saya, Mas."Pria itu menggelengkan kepala. "Kamu boleh pulang, tapi jangan mendadak seperti ini. Apa alasan yang akan kamu berikan pada Abah dan Umik nanti?""Ada banyak alasan, Mas. Yang tidak ada itu alasan saya tetap bertahan dalam rumah tangga ini," sahut Kayshilla dengan suara yang sangat lirih.Aaraf terdiam. Ia sadar sikap buruknya selama ini, tetapi dirinya tidak menyangka Kayshilla akan berpikiran pergi.Apa yang akan ia katakan kepada Abah dan Umik? Yang ada malah hanya menambah masalahnya dengan Abah.Kayshilla menantu kesayangan, kalau Abah dan Umik tahu Aaraf memperlakukannya dengan tidak baik, dua paruh baya itu pasti akan sangat kecewa padanya."Jangan pergi, Kay. Aku mohon."Wanita cantik itu langsung bangkit dan menatap tajam ke dalam manik
Semua orang mengucap syukur dokter menyatakan kondisi Shaynala sudah baik-baik saja, meskipun wanita itu tetap harus rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil.Arsen terus menggenggam tangan sang istri, bibirnya terus meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat Shaynala seperti ini."Tidak apa-apa, Mas. Saat itu aku juga sedang kalut, jadi tidak berpikir dulu kalau mau bertindak," ujar Shaynala dengan suara lirih."Aku akan menebus semua kesalahanku, Dek. Dengan apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia."Shaynala mengangguk, entah sudah yang ke berapa kalinya Arsen mengatakan hal seperti itu.Ia melihat penyesalan besar di mata suaminya, bahkan kedua mata elang itu masih memerah karena terlalu banyak menangis."Sekarang kamu harus fokus untuk kesembuhanmu, Dek. Nanti kita akan memulainya dari awal, aku berjanji akan selalu jujur dan terbuka dan berusaha hal seperti ini tidak akan terulang lagi," jelas Arsen yang membuat Shaynala langsung mengangguk."Mama sudah dibunuh D
Tujuh hari berlalu dan Aaraf baru kembali ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Selama tujuh hari sebelumnya, ia menyiapkan acara doa untuk kematian Kaindra. Namun, setiap hari pria paruh baya itu tetap berinteraksi melalui video call agar tahu kondisi putrinya.Namun, baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang rawat Shaynala, Aaraf dikejutkan dengan tangis semua orang yang ada di sana."Ada apa ini?" Aaraf langsung memeluk tubuh Kayshilla. "Ada apa, Kay? Kenapa semuanya menangisi?""Dokter tadi mengatakan tubuh Shaynala menunjukkan reaksi yang menolak jantung barunya, Bi. Shaynala kejang-kejang, Ummi takut melihatnya. Ummi takut ..," jelas Kayshilla yang sontak membuat Aaraf melongo."Bukankah kata dokter, sejak kemarin aman?" tanya Aaraf dengan suara lirih."Iya. Tapi pagi tadi saat Ummi mau menyeka tubuhnya, Shaynala kejang-kejang." Kayshilla menangis tertuju pilu di dalam pelukan Aaraf, hal itu tak ayal juga membuat Aaraf turut menitikkan air mata.Sementara Arsen terus berdir
Kondisi Kaindra semakin memburuk, bahkan pria itu sempat kejang-kejang. Kayshilla baru saja tiba bersama keluarga Danang, wanita paruh baya itu sampai pingsan beberapa kali memikirkan kondisi Shyanala dan Kaindra."Ndra, kamu dengar Abi?" bisik Aaraf, saat ini ia berada di dalam ruangan Kaindra karena dokter menyuruhnya masuk beberapa saat lalu.Kaindra terus memanggil-manggil Abinya, matanya terbelalak ke atas dengan napas yang seperti orang tengah mengorok."Laa ilaha illallah," bisik Aaraf tepat di telinga Kaindra.Pria itu mengikuti dengan napas tersengal, bibirnya bergerak hebat dengan keringat basah yang mulai membasahi pelipis.Aaraf menggenggam punggung tangan Kaindra, sebelah tangannya lagi mengelus lembut kening yang terasa panas. Sambil bibirnya terus membisikkan kalimat tauhid."Syahadat, Ndra. Di dalam hati tidak apa-apa," bisik Aaraf yang langsung diangguki oleh Kaindra.Kaindra tampak mengambil napas dalam, terdengar serak dan seperti sangat kesakitan.Aaraf menguatkan
Aaraf tidak kuasa menahan beban tubuhnya saat mendengar penjelasan panjang tentang kejadian yang menimpa putrinya tadi, kedua matanya semakin deras mengalirkan cairan bening, dengan seluruh hatinya yang hancur berkeping-keping.Bibirnya terus memanggil-manggil nama Shaynala, membuat siapapun tidak tega melihatnya."Kenapa putriku harus mengalami seperti ini?" gumam Aaraf. "Dia tidak salah apa-apa, dia tidak tahu apa-apa. Tapi malah menjadi korban."Arsen menundukkan tubuh yang masih bersimpuh di bawah Aaraf, ia seperti tidak punya keberanian untuk mengangkat kepala.Hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya, meskipun tidak mendapat sahutan dari Aaraf."Shaynala ..," bisik Aaraf.Pria paruh baya itu memejamkan kedua kelopak mata, detik berikutnya ia membuka lagi mata yang terpejam dan menatap ke arah Arsen."Bangunlah, Nak. Ini bukan salahmu, Abi paham kamu dijebak," ucap Aaraf sambil membantu menantunya untuk berdiri.Arsen semakin tergugu saat Aaraf dengan enteng merangkul tubuhnya, p
PLAKK!Wajah Arsen terhantam ke samping saat Rafael menamparnya dengan kencang, tanpa rasa iba Rafael mengangkat kasar dagu putranya dan kembali melayangkan bogeman mentah hingga membuat darah segar mengucur deras dari hidung."Papa kecewa sama kamu!" desis Rafael.Beberapa saat lalu Rafael memang mencari Arsen karena Adele yang mengatakan bahwa Kayshilla mencari putrinya. Kata Kayshilla, Shyanala pergi tidak lama setelah Arsen meninggalkan rumah dan sampai malam belum ada kabar.Tanpa pikir panjang Rafael langsung melacak keberadaan Arsen dan menyusul ke rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan Arsen dengan Kinara. Beruntung Rafael masih sempat bertemu Diego di gang masuk rumah itu, sehingga pria paruh baya itu langsung menyetop mobil Diego dan menginterogasinya."Apa yang akan kamu jelaskan pada mertuamu sekarang, hah?! Bagaimana bisa kamu tidak sadar kalau istrimu sedang mengikuti? Sekarang... papa tidak bisa lagi melindungi kamu, Sen," ucap Rafael.Arsen tidak menyahut, waja
Hujan turun tanpa diduga, Shaynala tetap nekat menerobos hujan tanpa peduli bajunya basah."Dek!" Arsen tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya sontak berteriak."Aaargh ... lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh!" Shaynala berusaha melepaskan tubuhnya, tetapi pelukan Arsen sangat erat.Wanita itu meneteskan air mata, bersatu dengan lebatnya air hujan yang rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Udara malam menjadi saksi betapa panasnya hati pasangan tersebut, kedua insan itu sama-sama terluka dengan keadaan yang terus memicu masalah."Lepaskan aku, Mas, lepaskan aku ...," bisik Shaynala di sela-sela isak tangisnya. "Aku nggak bisa seperti ini terus, aku terluka saat tahu kamu akan punya anak dari perempuan lain. Mamamu juga meminta kita bercerai, Mas."Arsen tersentak dan tanpa sadar pelukannya sedikit melonggar, membuat Shaynala dengan mudah melepaskan diri.Shaynala berjalan cepat, tanpa peduli tanah basah yang mengotori sepatunya."Aku mencintaimu, Dek! Aku tidak akan mencerai
David berlari menuju ruang UGD, ia segera menemui Dokter yang ada di sana dan menanyakan bagaimanakah kondisi Kaindra."Benturan yang dialami pasien menyebabkan adanya pendarahan serius di dalam otak, Pak. Pasien juga mengalami patah tulang di beberapa bagian, dan terdapat banyak luka lecet. Kami baru saja memberikan transfusi darah karena pasien kehilangan banyak darah saat dibawa ke sini," jelas dokter.David mengangguk dengan lesu, ia duduk di sana dengan tatapan kosong yang terarah ke depan.Ia sudah menganggap Kaindra seperti seorang kakak, Kaindra sering membantunya bahkan memberikan banyak bonus di luar bonus perusahaan.Mendengar kondisi orang yang ia sayangi yang sedang kritis di dalam sana, membuat David merasa tidak berdaya. Meskipun ia terkenal tegas, tetapi ketika menyangkut keselamatan Kaindra, ia juga bisa menjadi rapuh."Mungkin nanti akan ada operasi kecil, Pak. Mohon Bapak menghubungi anggota keluarga lain untuk mengurus persetujuan operasi tersebut," kata Dokter.Se
Mobil milik Arsen baru saja berhenti di halaman luas Pesantren Al-Mubarok. Sesuai janjinya, dua minggu sekali ia akan datang ke sini untuk mengunjungi istrinya.Ia langsung duduk di sofa ruang tamu, menemani Abi mertuanya yang duduk sendirian di sana. Pria paruh baya itu terlihat tidak bersemangat, padahal Arsen tahu perusahaannya sudah berjalan stabil."Abi kemarin bertemu dengan Kaindra, Sen. Abi tidak bisa tenang," ucap Aaraf dengan suara lirih.Hening! Arsen tidak menyahut."Kaindra sibuk terus dan belum bisa ditemui, malah hari ini rencananya dia pergi ke luar kota lagi untuk pertemuan bisnis." Pria paruh baya itu menghela napas kasar. "Abi juga tidak enak mengganggu waktunya. Segan, Sen. Abi 'kan pernah mengecewakan dia," lanjutnya."Satu bulan lagi hari pernikahannya, pasti Kaindra akan mengundang Abi. Mungkin itu bisa jadi waktu yang tepat untuk Abi berbincang dengan Kaindra," sahut Arsen.Aaraf tampak berpikir. "Apakah Kaindra akan mengundang Abi? Sedangkan kemarin Abi bilang
"Kita akan menginap di sini, Tante?" tanya Larissa."Iya, rumahnya Arsen juga tidak jauh dari hotel ini. Jadi cocok sekali kalau kita menginap di sini untuk sementara waktu," sahut Kinara.Larissa mengangguk setuju. Di usia kandungannya yang sudah memasuki sembilan bulan, Larissa tidak bisa banyak protes dan hanya bisa menurut saja. Yang terpenting nanti kebutuhannya dan anaknya terjamin."Wanita itu masih di luar kota, Tante?"Kinara menoleh ke arah Larissa dengan kening mengernyit. "Maksud kamu Shaynala?""Iya, Tante. Dia," sahut Larissa yang sontak membuat Kinara tergelak."Sampai sebegitunya kamu nggak mau menyebut namanya, La." Kinara menjeda ucapannya barang sejenak. "Iya, dia masih di luar kota. Dan ini menjadi kesepakatan bagus untuk kita mengawasi Arsen."Wanita paruh baya itu memang menempatkan beberapa anak buah di sekitar kediaman Arsen untuk mengawasi Arsen dan mendapatkan banyak informasi."Tapi kalau kita langsung muncul, apa Arsen tidak akan marah? Dia 'kan membenciku,"