Kayshilla menempelkan keningnya pada kening Aaraf, senyuman manis masih terukir jelas pada bibir tipis itu, menandakan ia masih bahagia atas kabar yang di dengarnya barusan.Namun, tiba-tiba suara berdenging mengusik gendang telinganya. Kayshilla menegakkan tubuh, menolah pada deretan alat medis serta layar monitor yang ada di sebelah ranjang suaminya. Saat itu juga bola matanya sontak membelalak lebar saat mendapati gambar garis tidak beraturan pada layar monitor itu.Ia kembali menoleh ke arah suaminya berbaring, manik bening itu hampir keluar saat melihat tubuh Aaraf bergetar hebat."Astaghfirullah!" pekiknya dengan telapak tangan kanan yang reflek menutup mulut.Kakinya melangkah lencang keluar ruangan, sekuat mungkin ia memanggil Dokter dengan suara yang menggelegar, hingga tidak lama kemudian Dokter dan para perawat datang. "Ada apa, Bu? Kenapa teriak-teriak? Ibu bisa memencet tombol yang ada di samping ranjang kalau membutuhkan kami," ucap Dokter laki-laki itu dengan suara lem
Dua minggu berlalu dan Aaraf sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa, setiap harinya Kayshilla tiada henti membisikkan kalimat-kalimat positif, bahkan wanita cantik itu juga lebih bersemangat dari pada biasanya. Namun, tetap saja Aaraf tidak mau merespon, ia masih betah tertidur dalam ketidaksadarannya."Nggak kerasa sudah jam tujuh malam," gumamnya seraya melihat pada jam yang bertengger di dinding. Ia kembali melihat ke arah suaminya, memgulas senyum manis dan kemudian berkata, "aku mau salat dulu, Mas. Nanti kita ngobrol-ngobrol lagi, ya."Wanita itu bangkit dan beranjak menuju kamar mandi mandi dan mengambil wudhu, kemudian ia melaksanakan kewajiban empat rakaatnya di dalam ruangan itu. Ia khusuk dalam setiap gerakannya, menyambung wirid setelahnya dan kemudian memanjatkan doa. "Alhamdulillah," gumamnya seraya bangkit hendak kembali ke dekat ranjang suaminya.Namun, baru saja tubuhnya berbalik, wanita yang masih dalam balutan mukena itu sontak membelalakkan mata saat melihat peman
Malam semakin larut, Abah dan Umik sudah keluar dari ruang rawat putranya, sementara Adele juga sudah kembali ke hotel sepuluh menit yang lalu. Ruang rawat VIP itu menyisakan Aaraf dan Kayshilla, dua insan yang masih asyik bercengkerama melepaskan rindu."Sudah hampir tengah malam, Mas. Kamu nggak tidur? Dokter tadi 'kan bilang besok kamu sudah boleh pulang dan rawat jalan di rumah, sebaiknya kamu tidur supaya tubuh kamu segera sehat," ucap Kayshilla."Kamu ngantuk?" tanya Aaraf.Wanita itu mengangguk. "Yeah, sedikit.""Ya sudah, ayo kita tidur. Tapi kamu tidur di sini, ya." Aaraf menepuk ranjang dengan sebelah tangannya, menggeser perlahan tubuhnya seakan meminta Kayshilla untuk berbaring di sampingnya."Hah? Nggak!" Kayshilla menggeleng dengan mata melotot. "Jangan aneh-aneh, Mas. Kamu itu baru saja bangun dari koma, tubuh kamu masih lemah. Aku takut kalau nanti nggak sengaja menyenggol dan malah membuat kamu kesakitan. Sebaiknya kita tidur sendiri-sendiri dulu, toh besok sore kamu s
Tumbuh menjadi gadis cantik dan pintar, Shaynala Humaira Ibrahim menjadi incaran para pria yang ingin menjadikannya sebagai istri. Namun, ia menolak semua lamaran yang datang. Satu pria yang dikenalnya sedari kecil — Kaindra Yusuf Mahesa, adalah alasan kenapa ia selalu menolak lamaran. Namun, bagaimana jadinya kalau pria itu ternyata tidak menyukainya?Sampai akhirnya datang seorang pria menawarkan pernikahan untuknya, Arsenio Madeva Ekadanta. Keluarganya tidak dapat menolak lamaran Arsen karena sebuah hutang budi.Lantas, bagaimana dengan perasaan Shaynala?Ditengah kemelut kebimbangan itu, tiba-tiba Kaindra datang dengan membawa kata cinta dan meminta Shaynala menolak lamaran Arsen.Pada siapa akhirnya Shaynala akan menjatuhkan hatinya?Cinta pertamanya, atau pilihan orang tuanya?
"Nanti malam Kiyai Yahya akan datang ke sini bersama putranya, Nduk. Tadi sudah telepon Abi, katanya ingin melamar kamu."Terdengar helaan napas kasar dari gadis cantik itu. Gadis cantik dengan balutan gamis berwarna biru, berpostur tinggi semampai dan berkulit putih. Hidung mancung serta bibir tipis merah alami semakin membuat wajahnya manis, belum lagi bulu mata lentik dan alis tebal yang mewarisi Abi nya."Nala tidak mau, Mi. Maaf," sahutnya lirih.Shaynala Humaira Ibrahim, putri pertama Aaraf dan Kayshilla. Gadis berusia 25 tahun itu sudah beberapa kali menolak lamaran yang datang, ia selalu mengatakan ingin meneruskan S-3 sebelum menikah, tetapi nyatanya tidak seperti itu!Ada satu hal yang tidak Shaynala katakan kepada siapapun, bahkan Umi nya sendiri. Ia menunggu seorang pria yang disukainya melamar dirinya, tetapi entah kenapa pria itu tidak kunjung peka."Tidak mau melihat dulu?" tanya Kayshilla, wanita berusia 47 tahun yang masih terlihat cantik dan segar."Tidak, Mi." Shayn
Pagi ini Shaynala meminta izin kepada Abi nya hendak datang ke universitas untuk melakukan daftar ulang, tetapi pria paruh baya itu melarang dan malah memintanya untuk datang ke perusahaan."Kan sudah ada Kak Kaindra, Bi. Nala mau ke kampus, loh, urus daftar ulang," timpal gadis cantik itu dengan memelas."Nanti ada rapat dengan para komisaris, kamu bisa belajar sama Kak Kaindra, Sayang."Gadis cantik itu mendengus lirih, berdekatan dengan Kaindra adalah hal yang paling dihindarinya akhir-akhir ini. Bagaimana bisa Abi nya malah menyuruhnya dekat-dekat? Yang ada luka di hatinya tidak kunjung sembuh."Daftar ulang masih bisa besok. Tapi kalau rapat dengan komisaris tidak dapat ditunda. Kamu bisa belajar banyak hal nanti, agar saat kamu sudah siap memegang perusahaan itu, kamu tidak kaget." Aaraf kembali menjelaskan saat putrinya hanya diam saja."Coba dulu, ya. Abi jamin kamu akan suka dengan kegiatan seperti ini," ucapnya lagi mencoba merayu Shaynala.Perusahaan dipegang oleh Kaindra ka
Mobil mewah itu sudah berhenti di pelataran pesantren. Shaynala hendak turun, tetapi gerakannya terhenti saat tiba-tiba Kaindra membuka suara."Jangan dekat-dekat dengan Reagen, Ning.""Apa urusannya denganmu? Bukankah selama ini kalau ada pria yang datang melamar, kamu selalu bilang terserah? Kenapa dengan Reagen kamu posesif sekali?" sahut Shaynala.Geram! Yeah, ia benci dengan sikap Kaindra seperti ini, karena itu sama saja membuatnya semakin berharap. Jika boleh memilih maka Shaynala akan lebih memilih Kaindra cuek padanya, bukan mengekang dengan alasan melindungi seperti ini."Reagen bukan pria baik, kalau yang datang melamar kamu kemarin semuanya baik, dan aku tidak mungkin melarang seperti ini," sahut Kaindra tanpa menolehkan kepala dan masih menatap lurus ke depan."Aku sudah dewasa dan punya pilihan sendiri, Kak. Berhenti mengurusiku mau dekat dengan siapapun, karena ... karena kamu bukan kekasihku," sahutnya lirih.Deg! Kaindra menggeram emosi mendengar jawaban Shaynala.Gad
Pagi ini Shaynala melewatkan sarapan karena malas bergabung satu meja dengan Kaindra, ia mengatakan kepasa Umi nya kalau akan sarapan di luar, sehingga wanita paruh baya itu tidak bisa lagi menahannya.Tujuan Shaynala adalah ke universitas, setelah selesai mengurus daftar ulang di sana, ia lantas membelokkan mobilnya menuju sebuah toko buku terbesar di pusat kota."Untungnya masih sepi," gumamnya dan lantas keluar dari mobil.Gadis cantik itu memilih beberapa buku, menghabiskan banyak waktu mencari buku yang cocok sebagai referensi novelnya. Karena terlalu fokus, ia tidak sadar kakinya mundur ke belakang dan punggungnya menghantam sesuatu yang terasa keras."Eh, maaf." Shaynala membalikkan tubuh seraya menundukkan kepala. Sepersekian detik kemudian, pupil matanya membola lebar saat mendapati seseorang yang sangat di kenalinya itu. "Kak Reagen. Maaf, ya, aku nggak sengaja. Aku kira di sini tadi kosong," ucapnya lagi dengan senyuman hangat."Tidak apa-apa, Na. Kamu sendirian?""Iya, se
Semua orang mengucap syukur dokter menyatakan kondisi Shaynala sudah baik-baik saja, meskipun wanita itu tetap harus rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil.Arsen terus menggenggam tangan sang istri, bibirnya terus meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat Shaynala seperti ini."Tidak apa-apa, Mas. Saat itu aku juga sedang kalut, jadi tidak berpikir dulu kalau mau bertindak," ujar Shaynala dengan suara lirih."Aku akan menebus semua kesalahanku, Dek. Dengan apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia."Shaynala mengangguk, entah sudah yang ke berapa kalinya Arsen mengatakan hal seperti itu.Ia melihat penyesalan besar di mata suaminya, bahkan kedua mata elang itu masih memerah karena terlalu banyak menangis."Sekarang kamu harus fokus untuk kesembuhanmu, Dek. Nanti kita akan memulainya dari awal, aku berjanji akan selalu jujur dan terbuka dan berusaha hal seperti ini tidak akan terulang lagi," jelas Arsen yang membuat Shaynala langsung mengangguk."Mama sudah dibunuh D
Tujuh hari berlalu dan Aaraf baru kembali ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Selama tujuh hari sebelumnya, ia menyiapkan acara doa untuk kematian Kaindra. Namun, setiap hari pria paruh baya itu tetap berinteraksi melalui video call agar tahu kondisi putrinya.Namun, baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang rawat Shaynala, Aaraf dikejutkan dengan tangis semua orang yang ada di sana."Ada apa ini?" Aaraf langsung memeluk tubuh Kayshilla. "Ada apa, Kay? Kenapa semuanya menangisi?""Dokter tadi mengatakan tubuh Shaynala menunjukkan reaksi yang menolak jantung barunya, Bi. Shaynala kejang-kejang, Ummi takut melihatnya. Ummi takut ..," jelas Kayshilla yang sontak membuat Aaraf melongo."Bukankah kata dokter, sejak kemarin aman?" tanya Aaraf dengan suara lirih."Iya. Tapi pagi tadi saat Ummi mau menyeka tubuhnya, Shaynala kejang-kejang." Kayshilla menangis tertuju pilu di dalam pelukan Aaraf, hal itu tak ayal juga membuat Aaraf turut menitikkan air mata.Sementara Arsen terus berdir
Kondisi Kaindra semakin memburuk, bahkan pria itu sempat kejang-kejang. Kayshilla baru saja tiba bersama keluarga Danang, wanita paruh baya itu sampai pingsan beberapa kali memikirkan kondisi Shyanala dan Kaindra."Ndra, kamu dengar Abi?" bisik Aaraf, saat ini ia berada di dalam ruangan Kaindra karena dokter menyuruhnya masuk beberapa saat lalu.Kaindra terus memanggil-manggil Abinya, matanya terbelalak ke atas dengan napas yang seperti orang tengah mengorok."Laa ilaha illallah," bisik Aaraf tepat di telinga Kaindra.Pria itu mengikuti dengan napas tersengal, bibirnya bergerak hebat dengan keringat basah yang mulai membasahi pelipis.Aaraf menggenggam punggung tangan Kaindra, sebelah tangannya lagi mengelus lembut kening yang terasa panas. Sambil bibirnya terus membisikkan kalimat tauhid."Syahadat, Ndra. Di dalam hati tidak apa-apa," bisik Aaraf yang langsung diangguki oleh Kaindra.Kaindra tampak mengambil napas dalam, terdengar serak dan seperti sangat kesakitan.Aaraf menguatkan
Aaraf tidak kuasa menahan beban tubuhnya saat mendengar penjelasan panjang tentang kejadian yang menimpa putrinya tadi, kedua matanya semakin deras mengalirkan cairan bening, dengan seluruh hatinya yang hancur berkeping-keping.Bibirnya terus memanggil-manggil nama Shaynala, membuat siapapun tidak tega melihatnya."Kenapa putriku harus mengalami seperti ini?" gumam Aaraf. "Dia tidak salah apa-apa, dia tidak tahu apa-apa. Tapi malah menjadi korban."Arsen menundukkan tubuh yang masih bersimpuh di bawah Aaraf, ia seperti tidak punya keberanian untuk mengangkat kepala.Hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya, meskipun tidak mendapat sahutan dari Aaraf."Shaynala ..," bisik Aaraf.Pria paruh baya itu memejamkan kedua kelopak mata, detik berikutnya ia membuka lagi mata yang terpejam dan menatap ke arah Arsen."Bangunlah, Nak. Ini bukan salahmu, Abi paham kamu dijebak," ucap Aaraf sambil membantu menantunya untuk berdiri.Arsen semakin tergugu saat Aaraf dengan enteng merangkul tubuhnya, p
PLAKK!Wajah Arsen terhantam ke samping saat Rafael menamparnya dengan kencang, tanpa rasa iba Rafael mengangkat kasar dagu putranya dan kembali melayangkan bogeman mentah hingga membuat darah segar mengucur deras dari hidung."Papa kecewa sama kamu!" desis Rafael.Beberapa saat lalu Rafael memang mencari Arsen karena Adele yang mengatakan bahwa Kayshilla mencari putrinya. Kata Kayshilla, Shyanala pergi tidak lama setelah Arsen meninggalkan rumah dan sampai malam belum ada kabar.Tanpa pikir panjang Rafael langsung melacak keberadaan Arsen dan menyusul ke rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan Arsen dengan Kinara. Beruntung Rafael masih sempat bertemu Diego di gang masuk rumah itu, sehingga pria paruh baya itu langsung menyetop mobil Diego dan menginterogasinya."Apa yang akan kamu jelaskan pada mertuamu sekarang, hah?! Bagaimana bisa kamu tidak sadar kalau istrimu sedang mengikuti? Sekarang... papa tidak bisa lagi melindungi kamu, Sen," ucap Rafael.Arsen tidak menyahut, waja
Hujan turun tanpa diduga, Shaynala tetap nekat menerobos hujan tanpa peduli bajunya basah."Dek!" Arsen tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya sontak berteriak."Aaargh ... lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh!" Shaynala berusaha melepaskan tubuhnya, tetapi pelukan Arsen sangat erat.Wanita itu meneteskan air mata, bersatu dengan lebatnya air hujan yang rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Udara malam menjadi saksi betapa panasnya hati pasangan tersebut, kedua insan itu sama-sama terluka dengan keadaan yang terus memicu masalah."Lepaskan aku, Mas, lepaskan aku ...," bisik Shaynala di sela-sela isak tangisnya. "Aku nggak bisa seperti ini terus, aku terluka saat tahu kamu akan punya anak dari perempuan lain. Mamamu juga meminta kita bercerai, Mas."Arsen tersentak dan tanpa sadar pelukannya sedikit melonggar, membuat Shaynala dengan mudah melepaskan diri.Shaynala berjalan cepat, tanpa peduli tanah basah yang mengotori sepatunya."Aku mencintaimu, Dek! Aku tidak akan mencerai
David berlari menuju ruang UGD, ia segera menemui Dokter yang ada di sana dan menanyakan bagaimanakah kondisi Kaindra."Benturan yang dialami pasien menyebabkan adanya pendarahan serius di dalam otak, Pak. Pasien juga mengalami patah tulang di beberapa bagian, dan terdapat banyak luka lecet. Kami baru saja memberikan transfusi darah karena pasien kehilangan banyak darah saat dibawa ke sini," jelas dokter.David mengangguk dengan lesu, ia duduk di sana dengan tatapan kosong yang terarah ke depan.Ia sudah menganggap Kaindra seperti seorang kakak, Kaindra sering membantunya bahkan memberikan banyak bonus di luar bonus perusahaan.Mendengar kondisi orang yang ia sayangi yang sedang kritis di dalam sana, membuat David merasa tidak berdaya. Meskipun ia terkenal tegas, tetapi ketika menyangkut keselamatan Kaindra, ia juga bisa menjadi rapuh."Mungkin nanti akan ada operasi kecil, Pak. Mohon Bapak menghubungi anggota keluarga lain untuk mengurus persetujuan operasi tersebut," kata Dokter.Se
Mobil milik Arsen baru saja berhenti di halaman luas Pesantren Al-Mubarok. Sesuai janjinya, dua minggu sekali ia akan datang ke sini untuk mengunjungi istrinya.Ia langsung duduk di sofa ruang tamu, menemani Abi mertuanya yang duduk sendirian di sana. Pria paruh baya itu terlihat tidak bersemangat, padahal Arsen tahu perusahaannya sudah berjalan stabil."Abi kemarin bertemu dengan Kaindra, Sen. Abi tidak bisa tenang," ucap Aaraf dengan suara lirih.Hening! Arsen tidak menyahut."Kaindra sibuk terus dan belum bisa ditemui, malah hari ini rencananya dia pergi ke luar kota lagi untuk pertemuan bisnis." Pria paruh baya itu menghela napas kasar. "Abi juga tidak enak mengganggu waktunya. Segan, Sen. Abi 'kan pernah mengecewakan dia," lanjutnya."Satu bulan lagi hari pernikahannya, pasti Kaindra akan mengundang Abi. Mungkin itu bisa jadi waktu yang tepat untuk Abi berbincang dengan Kaindra," sahut Arsen.Aaraf tampak berpikir. "Apakah Kaindra akan mengundang Abi? Sedangkan kemarin Abi bilang
"Kita akan menginap di sini, Tante?" tanya Larissa."Iya, rumahnya Arsen juga tidak jauh dari hotel ini. Jadi cocok sekali kalau kita menginap di sini untuk sementara waktu," sahut Kinara.Larissa mengangguk setuju. Di usia kandungannya yang sudah memasuki sembilan bulan, Larissa tidak bisa banyak protes dan hanya bisa menurut saja. Yang terpenting nanti kebutuhannya dan anaknya terjamin."Wanita itu masih di luar kota, Tante?"Kinara menoleh ke arah Larissa dengan kening mengernyit. "Maksud kamu Shaynala?""Iya, Tante. Dia," sahut Larissa yang sontak membuat Kinara tergelak."Sampai sebegitunya kamu nggak mau menyebut namanya, La." Kinara menjeda ucapannya barang sejenak. "Iya, dia masih di luar kota. Dan ini menjadi kesepakatan bagus untuk kita mengawasi Arsen."Wanita paruh baya itu memang menempatkan beberapa anak buah di sekitar kediaman Arsen untuk mengawasi Arsen dan mendapatkan banyak informasi."Tapi kalau kita langsung muncul, apa Arsen tidak akan marah? Dia 'kan membenciku,"