Adele baru saja selesai menyuapi Kayshilla, wanita itu kembali meletakkan piring di atas nakas dan lantas membantu sahabatnya itu kembali berbaring."Mau tidur lagi?" tanya Adele yang lantas disahuti gelengan kepala oleh Kayshilla."Tidak, Del. Aku pengen ke kamarnya Mas Aaraf. Bagaimana, ya, keadaannya sekarang?" Adele tidak langsung menyahut, ia tahu kalau beberapa saat lalu Aaraf dinyatakan kembali kritis. Tidak mungkin ia akan jujur kepada Kayshilla, sementara Dokter saja memintanya untuk menjaga pikiran Kayshilla agar tidak stres."Del? Kira-kira aku boleh nggak ke ruangan Mas Aaraf sekarang? Aku kangen dan pengen lihat keadaannya," ucap Kayshilla lagi saat melihat Adele hanya diam."Sekarang sudah malam, Kay. Lebih baik besok saja, siapa tahu besok kondisi kamu sudah membaik. Aku sekarang juga mau istirahat," sahut Adele."Oh, iya. Ya Allah aku lupa kalau kamu belum istirahat, Del. Maaf, ya."Adele mengangguk dengan senyuman hangatnya. "Nggak papa. Lebih baik kamu sekarang tidu
Kayshilla menempelkan keningnya pada kening Aaraf, senyuman manis masih terukir jelas pada bibir tipis itu, menandakan ia masih bahagia atas kabar yang di dengarnya barusan.Namun, tiba-tiba suara berdenging mengusik gendang telinganya. Kayshilla menegakkan tubuh, menolah pada deretan alat medis serta layar monitor yang ada di sebelah ranjang suaminya. Saat itu juga bola matanya sontak membelalak lebar saat mendapati gambar garis tidak beraturan pada layar monitor itu.Ia kembali menoleh ke arah suaminya berbaring, manik bening itu hampir keluar saat melihat tubuh Aaraf bergetar hebat."Astaghfirullah!" pekiknya dengan telapak tangan kanan yang reflek menutup mulut.Kakinya melangkah lencang keluar ruangan, sekuat mungkin ia memanggil Dokter dengan suara yang menggelegar, hingga tidak lama kemudian Dokter dan para perawat datang. "Ada apa, Bu? Kenapa teriak-teriak? Ibu bisa memencet tombol yang ada di samping ranjang kalau membutuhkan kami," ucap Dokter laki-laki itu dengan suara lem
Dua minggu berlalu dan Aaraf sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa, setiap harinya Kayshilla tiada henti membisikkan kalimat-kalimat positif, bahkan wanita cantik itu juga lebih bersemangat dari pada biasanya. Namun, tetap saja Aaraf tidak mau merespon, ia masih betah tertidur dalam ketidaksadarannya."Nggak kerasa sudah jam tujuh malam," gumamnya seraya melihat pada jam yang bertengger di dinding. Ia kembali melihat ke arah suaminya, memgulas senyum manis dan kemudian berkata, "aku mau salat dulu, Mas. Nanti kita ngobrol-ngobrol lagi, ya."Wanita itu bangkit dan beranjak menuju kamar mandi mandi dan mengambil wudhu, kemudian ia melaksanakan kewajiban empat rakaatnya di dalam ruangan itu. Ia khusuk dalam setiap gerakannya, menyambung wirid setelahnya dan kemudian memanjatkan doa. "Alhamdulillah," gumamnya seraya bangkit hendak kembali ke dekat ranjang suaminya.Namun, baru saja tubuhnya berbalik, wanita yang masih dalam balutan mukena itu sontak membelalakkan mata saat melihat peman
Malam semakin larut, Abah dan Umik sudah keluar dari ruang rawat putranya, sementara Adele juga sudah kembali ke hotel sepuluh menit yang lalu. Ruang rawat VIP itu menyisakan Aaraf dan Kayshilla, dua insan yang masih asyik bercengkerama melepaskan rindu."Sudah hampir tengah malam, Mas. Kamu nggak tidur? Dokter tadi 'kan bilang besok kamu sudah boleh pulang dan rawat jalan di rumah, sebaiknya kamu tidur supaya tubuh kamu segera sehat," ucap Kayshilla."Kamu ngantuk?" tanya Aaraf.Wanita itu mengangguk. "Yeah, sedikit.""Ya sudah, ayo kita tidur. Tapi kamu tidur di sini, ya." Aaraf menepuk ranjang dengan sebelah tangannya, menggeser perlahan tubuhnya seakan meminta Kayshilla untuk berbaring di sampingnya."Hah? Nggak!" Kayshilla menggeleng dengan mata melotot. "Jangan aneh-aneh, Mas. Kamu itu baru saja bangun dari koma, tubuh kamu masih lemah. Aku takut kalau nanti nggak sengaja menyenggol dan malah membuat kamu kesakitan. Sebaiknya kita tidur sendiri-sendiri dulu, toh besok sore kamu s
Tumbuh menjadi gadis cantik dan pintar, Shaynala Humaira Ibrahim menjadi incaran para pria yang ingin menjadikannya sebagai istri. Namun, ia menolak semua lamaran yang datang. Satu pria yang dikenalnya sedari kecil — Kaindra Yusuf Mahesa, adalah alasan kenapa ia selalu menolak lamaran. Namun, bagaimana jadinya kalau pria itu ternyata tidak menyukainya?Sampai akhirnya datang seorang pria menawarkan pernikahan untuknya, Arsenio Madeva Ekadanta. Keluarganya tidak dapat menolak lamaran Arsen karena sebuah hutang budi.Lantas, bagaimana dengan perasaan Shaynala?Ditengah kemelut kebimbangan itu, tiba-tiba Kaindra datang dengan membawa kata cinta dan meminta Shaynala menolak lamaran Arsen.Pada siapa akhirnya Shaynala akan menjatuhkan hatinya?Cinta pertamanya, atau pilihan orang tuanya?
"Nanti malam Kiyai Yahya akan datang ke sini bersama putranya, Nduk. Tadi sudah telepon Abi, katanya ingin melamar kamu."Terdengar helaan napas kasar dari gadis cantik itu. Gadis cantik dengan balutan gamis berwarna biru, berpostur tinggi semampai dan berkulit putih. Hidung mancung serta bibir tipis merah alami semakin membuat wajahnya manis, belum lagi bulu mata lentik dan alis tebal yang mewarisi Abi nya."Nala tidak mau, Mi. Maaf," sahutnya lirih.Shaynala Humaira Ibrahim, putri pertama Aaraf dan Kayshilla. Gadis berusia 25 tahun itu sudah beberapa kali menolak lamaran yang datang, ia selalu mengatakan ingin meneruskan S-3 sebelum menikah, tetapi nyatanya tidak seperti itu!Ada satu hal yang tidak Shaynala katakan kepada siapapun, bahkan Umi nya sendiri. Ia menunggu seorang pria yang disukainya melamar dirinya, tetapi entah kenapa pria itu tidak kunjung peka."Tidak mau melihat dulu?" tanya Kayshilla, wanita berusia 47 tahun yang masih terlihat cantik dan segar."Tidak, Mi." Shayn
Pagi ini Shaynala meminta izin kepada Abi nya hendak datang ke universitas untuk melakukan daftar ulang, tetapi pria paruh baya itu melarang dan malah memintanya untuk datang ke perusahaan."Kan sudah ada Kak Kaindra, Bi. Nala mau ke kampus, loh, urus daftar ulang," timpal gadis cantik itu dengan memelas."Nanti ada rapat dengan para komisaris, kamu bisa belajar sama Kak Kaindra, Sayang."Gadis cantik itu mendengus lirih, berdekatan dengan Kaindra adalah hal yang paling dihindarinya akhir-akhir ini. Bagaimana bisa Abi nya malah menyuruhnya dekat-dekat? Yang ada luka di hatinya tidak kunjung sembuh."Daftar ulang masih bisa besok. Tapi kalau rapat dengan komisaris tidak dapat ditunda. Kamu bisa belajar banyak hal nanti, agar saat kamu sudah siap memegang perusahaan itu, kamu tidak kaget." Aaraf kembali menjelaskan saat putrinya hanya diam saja."Coba dulu, ya. Abi jamin kamu akan suka dengan kegiatan seperti ini," ucapnya lagi mencoba merayu Shaynala.Perusahaan dipegang oleh Kaindra ka
Mobil mewah itu sudah berhenti di pelataran pesantren. Shaynala hendak turun, tetapi gerakannya terhenti saat tiba-tiba Kaindra membuka suara."Jangan dekat-dekat dengan Reagen, Ning.""Apa urusannya denganmu? Bukankah selama ini kalau ada pria yang datang melamar, kamu selalu bilang terserah? Kenapa dengan Reagen kamu posesif sekali?" sahut Shaynala.Geram! Yeah, ia benci dengan sikap Kaindra seperti ini, karena itu sama saja membuatnya semakin berharap. Jika boleh memilih maka Shaynala akan lebih memilih Kaindra cuek padanya, bukan mengekang dengan alasan melindungi seperti ini."Reagen bukan pria baik, kalau yang datang melamar kamu kemarin semuanya baik, dan aku tidak mungkin melarang seperti ini," sahut Kaindra tanpa menolehkan kepala dan masih menatap lurus ke depan."Aku sudah dewasa dan punya pilihan sendiri, Kak. Berhenti mengurusiku mau dekat dengan siapapun, karena ... karena kamu bukan kekasihku," sahutnya lirih.Deg! Kaindra menggeram emosi mendengar jawaban Shaynala.Gad