Semalam Kayshilla tidur cepat dan bangun saat jam menunjukkan pukul tiga pagi, wanita itu lekas beranjak ke kamar mandi guna mengambil wudhu, baru kemudian ia menunaikan salat tahajud. Seusai salam, ia tersentak saat menoleh dan mendapati suaminya tengah duduk di sofa.Aaraf memandang Kayshilla tanpa berkedip, bahkan bibir itu mengulas senyum manis. Sedangkan Kayshilla langsung mengalihkan wajah dan mulai berdzikir."Padahal aku ingin jamaah tahajud, Kay. Tapi ternyata kamu bangun lebih dulu.""Saya kebangun, Mas. Mas kalau mau salat silakan saja," sahutnya tanpa menoleh.Aaraf lekas beranjak menuju kamar mandi, pria itu terlihat melangkah pelan dari ujung netra Kayshilla. Jujur saja Kayshilla merasakan perih di ulu hati, apalagi saat mengingat tadi Aaraf memuji seseorang di masa lalunya.'Entah sebesar apa perjuangan Ayrani dulu, sampai suamiku tidak bisa menghapus bayang-bayangnya,' batinnya.Tidak seberapa lama kemudian Aaraf sudah keluar dari kamar mandi, saat itu juga Kayshilla b
"Kamu ngomong sama siapa itu, Kay?" Adele bertanya seraya menatap seorang pria yang tadi berbincang dengan Kayshilla."Dosenku di kampus yang dulu, dia tanya-tanya aku kuliah di mana, terus tanya juga alasanku pindah karena apa.""Terus kamu jawab jujur kalau di suruh pindah sama Gus Aaraf?" tanya Adele yang membuat Kayshilla mencebikkan bibir.""Ya nggak lah, Del. Ngapain aku omongin, aku tadi cuma bilang kalau cari kampus yang dekat dari kantornya Gus Aaraf. Jadi biar mudah antar jemputnya."Adele tergelak. "Gus Aaraf itu aneh, ya, Kay. Dia cemburu kamu dekat sama laki-laki lain, tapi dia masih menjalin hubungan dengan perempuan lain.""Aku juga nggak tahu mau nya gimana, Del." Kayshilla mengulum senyum saat mengingat suaminya cemburu ketika ia dekat dengan Devano, tetapi senyum itu langsung padam saat mengingat hubungan suaminya dengan Ayrani.Kayshilla masuk ke dalam mobil Adele dan langsung melesat menuju pesantren. Jalanan lumayan ramai lantaran berbarengan dengan anak pulang sek
Hari-hari terus berlalu, berganti minggu bahkan bulan. Seorang wanita cantik tengah menengadahkan muka ke arah langit, menghitung sudah berapa kali purnama berganti."Aku besok ada perjalanan ke luar kota, Kay," celetuk Aaraf yang baru saja keluar dari kamar mandi."Memangnya kamu nggak capek, Mas? Hampir satu minggu ini kamu lembur terus, lho." Ia sontak berbalik badan."Nggak papa, toh malam ini bisa beristirahat. Aku nanti akan tidur cepat biar besok nggak lemas."Kayshilla mengangguk, menatap pria tampan yang selama tiga bulan ini masih mengacuhkan dirinya. Aroma wangi menguar memenuhi ruangan, tetapi ia hanya bisa menghirup tanpa mendekapnya.Tiga bulan terkahir ini Aaraf sangat sibuk mengurus perusahaannya, hampir setiap hari ia akan lembur. Sementara Kayshilla, wanita itu semakin tenggelam dalam kesepian."Kamu nggak papa 'kan aku tinggal lagi?""Nggak papa, Mas. Sudah biasa."Aaraf langsung menghentikan gerakan tangan yang tengah mengusap ponsel, pria itu menatap Kayshilla yan
Ayrani tengah menatap pantulan dirinya dari kaca, ia tersenyum saat menatap bayangannya yang begitu cantik. Riasan minimalis itu tampak menyatu sempurna dengan wajah manisnya."Nduk," ucap Bibi Izza yang baru saja masuk ke dalam kamar."Iya, Bi?" sahutnya.Wanita paruh baya itu langsung memeluk bahu keponakannya. "Mahesa baru saja tiba bersama keluarganya. Berdoa, ya ... semoga ijab qabulnya lancar.""Iya, Bi.""Sekarang kamu harus tenang, jangan mikir macam-macam, takutnya nanti malah pusing. Besok 'kan masih ada acara di Hotel, Nduk."Wanita itu hanya mangut-mangut, ia hampir lupa kalau acara resepsinya besok diselenggarakan di hotel."Nduk ... jadikan pernikahan ini sebagai ibadah. Kamu harus berbakti kepada Mahesa dan kedua orang tuanya, kamu harus mencurahkan banyak kasih sayang kepada mereka."Ayrani mengangguk pelan, ia merasakan telapak tangan sang Bibi mengusap lembut punggungnya."Setelah ini, kalau ada apa-apa dahulukan kepentingan suamimu dan kedua orang tuanya, Nduk. Pama
Kayshilla memasuki kediaman dengan langkah tergesa. Ia ingin segera meledakkan tangisnya di kamar mandi, tempatnya meraung dalam diam selama tujuh bulan ini. Terkadang Kayshilla berpikir, apa tidak ada sedikit saja bahagia untuknya?Tok! Tok! Tok!Wanita itu tersentak dan langsung menghapus kasar air matanya, ia kemudian melangkah menuju pintu dan menarik engsel."Ada apa, Mas?" tanyanya saat mendapati Aaraf berdiri menjulang di depan pintu.Tanpa menjawab sepatah katapun, pria itu langsung menarik Kayshilla masuk ke dalam pelukannya. Kayshilla yang mendapat perlakuan seperti itu jelas saja bingung, tetapi tubuhnya tidak memberontak sama sekali saat Aaraf mengeratkan pelukan."Maafkan aku, Kay. Aku memang belum bisa melupakan dia, tapi percayalah kalau aku selalu berusaha. Saat tengah berusaha, terkadang nggak semulus dugaan. Tapi aku terus mencobanya, Kay."Hening! Kayshilla tidak bergeming. Ia sebenarnya tahu kalau hubungan yang dijalin selama lima tahun tidak akan mudah dilupakan
"Suka tadi sama es krimnya?" tanya Aaraf seraya terus fokus pada kemudi.Kayshilla mengangguk."Kalau suka, aku bisa membelikannya setiap hari.""Nggak usah, Mas. Nanti kalau setiap hari malah bosan.""Baiklah kalau begitu. Lalu, sekarang? Mau mampir ke mana lagi?""Langsung pulang saja, Mas."Ujung netra Aaraf melirik kepada Kayshilla yang sama sekali tidak menoleh ke arahnya. Namun, ia tidak sakit hati, pria itu sadar bagaimana kekecewaan Kayshilla.Setelah menempuh beberapa menit perjalanan, akhirnya mobil itu sudah sampai di pesantren. Kayshilla langsung turun tanpa menunggu suaminya. "Nduk?"Kayshilla yang hendak masuk ke dalam kamar langsung menghentikan langkah saat suara Umik memanggil, wanita itu menoleh dengan senyum manisnya. "Iya, Mik," sahutnya."Dari mana?""Habis jalan-jalan sama Mas Aaraf, Mik"Wanita peruh baya itu terkekeh mendengarnya. "Kalian ini manis banget, sih, sering menghabiskan waktu berdua. Umik jadi inget saat masih menjadi pengantin baru dulu, Nduk," uja
Dua minggu kemudian...Mahesa dan Ayrani melakukan perjalanan bulan madu ke Bali, pasangan itu juga mengajak Zaki dan Izza untuk ikut serta. Meskipun dua paruh baya itu awalnya menolak, tetapi karena paksaan dari Mahesa, akhirnya Zaki luluh dan menurut."Paman nanti nggak akan ganggu kalian?" tanya Zaki saat mereka baru saja tiba di hotel.Mahesa hanya terkekeh mendengar pertanyaan yang sudah puluhan kali Zaki lontarkan. "Paman, Mahesa sudah bilang berkali-kali kalau kami malah senang Paman dan Bibi mau ikut. Mana ada kami terganggu." Pria itu mengalihkan pandangannya kepada Ayrani. "Iya 'kan, Dek?" tanyanya."Iya, benar. Paman dan Bibi tidak usah merasa gimana-gimana, ya. Pokoknya Paman dan Bibi nikmati saja liburan ini. Ini sebagai ungkapan terima kasih karena Paman dan Bibi sudah menikahkan kami."Zaki terenyuh, begitu pula dengan Izza yang langsung menggenggam tangan keponakannya. "Terima kasih banyak, Nduk. Bibi memang belum pernah ke Bali, ini pengalaman pertama yang sangat meny
Tanpa terasa sudah satu minggu Mahesa dan Ayrani menghabiskan waktunya di Bali, akhirnya pasangan itu memilih untuk pulang. Selama di sini Ayrani tidak banyak pergi keluar, ia setiap hari mual dan muntah parah. Sehingga Mahesa lebih memilih berdiam diri di kamar menemani wanita itu. Begitu pula dengan Zaki dan Izza yang lebih memilih menghabiskan waktu bersama keponakannya."Aku mau beli jus lemon, Mas," celetuk Ayrani saat melihat penjual jus dipinggir jalan."Biar Bibi yang jalan ke sana, Nduk. Kamu tunggu saja di mobil.""Nggak usah, Bi. Ayrani mau beli sendiri, lagian itu nggak antri kok.""Mau aku temani?" tawar Mahesa.Ayrani menggelengkan kepala. "Nggak usah, Mas. Nggak tahu kenapa aku pengen saja beli sendiri," sahutnya."Ya sudah, hati-hati kalau begitu, Dek."Ayrani kembali mengangguk, selanjutnya ia lantas keluar dari mobil dan berjalan menuju penjual jus buah. Entah kenapa lidahnya terasa pahit, sehingga ia ingin sekali makan dan minum sesuatu yang asam.Saat tengah asyik