Keesokan paginya Kayshilla pergi ke kantor polisi ditemani Adele, wanita itu menyempatkan diri datang ke Kediri meskipun sebentar lagi ia akan menikah. Pasalnya ia tidak tega dengan sahabatnya, beruntung suaminya tidak mengekang dan bahkan mau menemaninya."Kamu nanti harus kuat, Kay. Jangan pernah menunjukkan kalau kamu lemah," ucap Adele saat ia baru saja menghentikan mobil di parkiran kantor polisi."Iya.""Ingat! Kamu harus memperjuangkan keadilan untuk suamimu, dia sedang kesakitan saat ini dan kamu harus membuat pelakunya merasakan pembalasan yang lebih menyakitkan.""Pembalasan? Maksudnya?" Adele langsung menghentikan langkah, wanita itu mendengus pelan melihat Kayshilla yang sangat polos."Buat pelakunya kena pasal berlapis, pokoknya kamu tambah-tambahin saja biar dia mendapatkan hukuman berat."Kayshilla hanya membulatkan mulutnya dengan ber-oh ria. Ia mengacungkan ibu jari kepada Adele dan lantas meneruskan langkah memasuki kantor polisi. Sampai di dalam ia langsung disambu
"Bagaimana?" tanya Adele saat baru saja menjalankan mobilnya."Dia mengakui banyak hal, Del. Bahkan kejahatan yang tidak sempat terpikirkan olehku."Adele mengerutkan kening. "Maksudnya?"Kayshilla tidak langsung menjawab, ia menghela napas sejenak baru kemudian menceritakan semuanya. Adele yang mendengar penjelasan Kayshilla tentu saja terkejut, ia tidak menyangka Rayhan tega melakukan hal itu."Gila! Kelewatan banget!" pekik Adele.Adele tahu bagaimana sahabatnya hampir gila saat foto itu tersebar. Fitnah dan caci maki setiap hari dilayangkan kepada Kayshilla oleh orang-orang yang salah paham dengan foto itu, Kayshilla setiap hari menangis padanya lantaran tidak bisa melakukan apa-apa. Bahkan saat foto itu sudah dihapus dari media sosial, tidak menyurutkan orang-orang berkomentar negatif pada akun milik Kayshilla, sampai wanita itu harus menonaktifkan akun pribadinya."Tapi untungnya Gus Aaraf bisa mengerti, ya.""Alhamdulillah, Del. Mas Aaraf juga yang menghapus foto itu dari media
Keesokan paginya, rombongan keluarga sepupu Rafael datang ke rumah sakit. Kayshilla dan yang lainnya langsung menemui calon pendonor ginjal.Seorang remaja laki-laki berusia 19 tahun yang berparas tampan dan juga memiliki postur tubuh tinggi tegap. Namun, siapa sangka ia divonis tidak bisa hidup terlalu lama lagi karena penyakit yang menggerogotinya sedari kecil."Nak? Siapa namamu?" tanya Abah."Dewangga, Pak."Abah mengangguk, ia langsung memeluk Dewangga dengan erat. Begitu juga dengan remaja itu yang turut membalas pelukan Abah. Senyumnya sangat tulus, siapa pun yang melihatnya pasti merasakan kehangatan sikap Dewangga."Kamu datang seperti dewa penolong bagi putra kami, Nak. Terima kasih sudah mau menjadi pendonor untuk Aaraf.""Sama-sama, Pak. Selama ini saya tidak bisa banyak bekerja fisik, jadi mumpung masih ada sisa waktu hidup, saya ingin bermanfaat bagi orang lain. Bapak tenang saja, selama ini saya menjalani gaya hidup sehat dan rutin berolahraga, meskipun hanya olahraga r
Hari yang ditunggu pun tiba, Kayshilla kembali ditemani Adele ke pengadilan. Keduanya melangkah bersisian memasukinya gedung pengadilan.Ratna yang melihat klien-nya datang langsung menyambut Kayshilla dan membawa wanita itu untuk duduk di kursi tunggu."Pak Danang di mana?" tanya Kayshilla saat mendapati ruang tunggu itu kosong."Beliau sedang ke kantin untuk membeli beberapa minuman tadi, Bu," sahut Ratna.Kayshilla hanya mengangguk, tidak seberapa lama kemudian Danang datang dengan membawa empat botol minuman dingin."Silakan, Bu. Semoga bisa mengurangi rasa gugup."Kayshilla mengangguk dan lantas menerimanya. "Terima kasih, Pak.""Sama-sama, Bu," sahut Danang. Pria itu memang sangat formal, meskipun Aaraf dan Kayshilla sudah sangat dekat dengannya, tetapi tidak membuat Danang mengurangi rasa hormat kepada istri Bosnya itu.Sepuluh menit kemudian petugas datang dan mempersilakan Kayshilla beserta yang lainnya masuk, rombongan itu langsung disambut oleh jaksa dan mereka dipersilakan
Sosok itu keluar dari rumah sakit dan masuk ke dalam mobilnya, melaju meninggalkan parkiran dengan perasaan dongkol."Bagaimana?" tanya temannya yang duduk di kursi penumpang.Pria muda dengan beberapa bekas luka di wajahnya itu menatap sosok di balik kemudi dengan serius."Dia tadi latihan jalan sama istrinya.""Latihan jalan?! Berarti dia selamat dalam kecelakaan itu?!" Pria di kursi penumpang itu refleks mencondongkan tubuh."Yeah, seperti itu kira-kira.""Sialan!"Hening! Tidak ada jawaban dari sosok pria di balik kemudi, netranya masih fokus ke jalanan meskipun pikirannya tengah berpikir keras bagaimana cara melumpuhkan Aaraf.Tanpa terasa tangannya kembali terkepal saat mengingat interaksi Aaraf dengan Kayshilla tadi.'Seharusnya aku yang ada di sisi Kayshilla, bukan laki-laki itu!'"Sepertinya kita akan kesusahan kalau beradu fisik, harus aku akui Aaraf pintar dalam ilmu bela diri," celetuk pria muda yang duduk di kursi penumpang."Lalu?""Kita akan menggunakan cara lain, tentu
Empat bulan kemudian...Hari ini Aaraf dan Kayshilla kembali datang ke rumah sakit, bulan lalu Dokter mengatakan bahwa hari ini akan dilakukan operasi pelepasan pen. Tentu saja keduanya bahagia.Bagaimana tidak? Setelah berbulan-bulan melatih tulangnya, beberapa kali menjalani terapi dan menjaga pola makannya, akhirnya Aaraf dapat terlepas dari penderitaan itu. Meskipun setelah ini ia harus tetap bersabar sampai tulangnya benar-benar siap, tetapi setidaknya ini adalah perkembangan yang bagus."Sepertinya Pak Aaraf semangat sekali, ya, untuk sembuh?" celetuk Dokter setelah memeriksa keseluruhan kondisi Aaraf."Iya, Dok. Istri dan anak saya yang menjadi kekuatan untuk tetap semangat dan terus bangkit.""Terlihat dari perkembangan setiap bulannya, Anda menunjukkan grafik yang baik. Kami sebagi tim medis sangat bangga dengan semangat Anda, Pak. Semoga setelah ini Anda tetap semangat menjalani terapi lanjutan, sampai tulangnya benar-benar siap.""Terima kasih banyak, Dok.""Saya juga bangg
Keesokan harinya...Mobil jemputan baru saja berhenti di parkiran rumah sakit, Danang keluar dari sana dan lekas menghampiri Aaraf yang sudah menunggu di lobi bersama Kayshilla."Sudah dari tadi, Gus? Maaf, saya tadi ada meeting mendadak dengan para kolega," ujar Danang yang lantas disambut dengan senyuman oleh Aaraf."Tidak, kok. Kami masih lima menit di sini. Ya sudah, ayo kita pulang."Danang mengangguk, ia menggandeng tangan Aaraf sementara Kayshilla mengekor di belakang. Aaraf duduk di kursi depan bersama Danang, sedangkan Kayshilla sendirian di kursi penumpang.Mobil melaju membelah jalanan raya yang tidak terlalu ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang, Danang melajukan mobil dengan kecepatan sedang hingga dua puluh menit kemudian mobil itu sudah memasuki gerbang Pesantren.Danang menghentikan mobilnya tepat di halaman kediaman utama, kemudian ia lantas turun bersama Aaraf dan Kayshilla yang mengikuti dari belakang."Mas, aku mau langsung melihat Shaynala, ya."Aaraf mengang
"Loh, Kak Aaraf?" sahut wanita itu."Kamu ngapain di sini?""Aku dari perwakilan perusahaan yang akan menjalin kerjasama dengan perusahaan Anda, Kak." Wanita itu sontak menghentikan ucapannya dan refleks menutup mulut. "Eh, maaf, maksud saya Pak Aaraf. Kedatangan saya ke sini untuk rapat bersama Pak Danang, tetapi beliau belum datang kata sekretarisnya tadi," ucapnya lagi."Danang hari ini datang jam sepuluh, tadi dia sudah konfirmasi kalau sedang ada keperluan."Wanita itu mengangguk, ia kembali merapikan kertas-kertas di tangannya ke dalam map. Wajahnya terlihat teduh, sangat cantik dan manis dengan riasan minimalis, lesung pipi dan gigi gingsul nya. Mata bulat dan bulu mata lentik menjadi nilai lebih pada wajah imut itu, sehingga membuat semua mata terpaku pada kecantikannya."Berkas itu sangat penting, Ra?" tanya Aaraf.Kinara Larasati, wanita yang juga teman kuliah Aaraf dan Danang saat di luar negri. Wanita itu terkenal jarang bergaul, ia sangat pendiam bahkan dulu Aaraf jarang
Semua orang mengucap syukur dokter menyatakan kondisi Shaynala sudah baik-baik saja, meskipun wanita itu tetap harus rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil.Arsen terus menggenggam tangan sang istri, bibirnya terus meminta maaf atas kesalahannya yang telah membuat Shaynala seperti ini."Tidak apa-apa, Mas. Saat itu aku juga sedang kalut, jadi tidak berpikir dulu kalau mau bertindak," ujar Shaynala dengan suara lirih."Aku akan menebus semua kesalahanku, Dek. Dengan apapun caranya, aku akan membuatmu bahagia."Shaynala mengangguk, entah sudah yang ke berapa kalinya Arsen mengatakan hal seperti itu.Ia melihat penyesalan besar di mata suaminya, bahkan kedua mata elang itu masih memerah karena terlalu banyak menangis."Sekarang kamu harus fokus untuk kesembuhanmu, Dek. Nanti kita akan memulainya dari awal, aku berjanji akan selalu jujur dan terbuka dan berusaha hal seperti ini tidak akan terulang lagi," jelas Arsen yang membuat Shaynala langsung mengangguk."Mama sudah dibunuh D
Tujuh hari berlalu dan Aaraf baru kembali ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Selama tujuh hari sebelumnya, ia menyiapkan acara doa untuk kematian Kaindra. Namun, setiap hari pria paruh baya itu tetap berinteraksi melalui video call agar tahu kondisi putrinya.Namun, baru saja menginjakkan kakinya di depan ruang rawat Shaynala, Aaraf dikejutkan dengan tangis semua orang yang ada di sana."Ada apa ini?" Aaraf langsung memeluk tubuh Kayshilla. "Ada apa, Kay? Kenapa semuanya menangisi?""Dokter tadi mengatakan tubuh Shaynala menunjukkan reaksi yang menolak jantung barunya, Bi. Shaynala kejang-kejang, Ummi takut melihatnya. Ummi takut ..," jelas Kayshilla yang sontak membuat Aaraf melongo."Bukankah kata dokter, sejak kemarin aman?" tanya Aaraf dengan suara lirih."Iya. Tapi pagi tadi saat Ummi mau menyeka tubuhnya, Shaynala kejang-kejang." Kayshilla menangis tertuju pilu di dalam pelukan Aaraf, hal itu tak ayal juga membuat Aaraf turut menitikkan air mata.Sementara Arsen terus berdir
Kondisi Kaindra semakin memburuk, bahkan pria itu sempat kejang-kejang. Kayshilla baru saja tiba bersama keluarga Danang, wanita paruh baya itu sampai pingsan beberapa kali memikirkan kondisi Shyanala dan Kaindra."Ndra, kamu dengar Abi?" bisik Aaraf, saat ini ia berada di dalam ruangan Kaindra karena dokter menyuruhnya masuk beberapa saat lalu.Kaindra terus memanggil-manggil Abinya, matanya terbelalak ke atas dengan napas yang seperti orang tengah mengorok."Laa ilaha illallah," bisik Aaraf tepat di telinga Kaindra.Pria itu mengikuti dengan napas tersengal, bibirnya bergerak hebat dengan keringat basah yang mulai membasahi pelipis.Aaraf menggenggam punggung tangan Kaindra, sebelah tangannya lagi mengelus lembut kening yang terasa panas. Sambil bibirnya terus membisikkan kalimat tauhid."Syahadat, Ndra. Di dalam hati tidak apa-apa," bisik Aaraf yang langsung diangguki oleh Kaindra.Kaindra tampak mengambil napas dalam, terdengar serak dan seperti sangat kesakitan.Aaraf menguatkan
Aaraf tidak kuasa menahan beban tubuhnya saat mendengar penjelasan panjang tentang kejadian yang menimpa putrinya tadi, kedua matanya semakin deras mengalirkan cairan bening, dengan seluruh hatinya yang hancur berkeping-keping.Bibirnya terus memanggil-manggil nama Shaynala, membuat siapapun tidak tega melihatnya."Kenapa putriku harus mengalami seperti ini?" gumam Aaraf. "Dia tidak salah apa-apa, dia tidak tahu apa-apa. Tapi malah menjadi korban."Arsen menundukkan tubuh yang masih bersimpuh di bawah Aaraf, ia seperti tidak punya keberanian untuk mengangkat kepala.Hanya kata maaf yang keluar dari bibirnya, meskipun tidak mendapat sahutan dari Aaraf."Shaynala ..," bisik Aaraf.Pria paruh baya itu memejamkan kedua kelopak mata, detik berikutnya ia membuka lagi mata yang terpejam dan menatap ke arah Arsen."Bangunlah, Nak. Ini bukan salahmu, Abi paham kamu dijebak," ucap Aaraf sambil membantu menantunya untuk berdiri.Arsen semakin tergugu saat Aaraf dengan enteng merangkul tubuhnya, p
PLAKK!Wajah Arsen terhantam ke samping saat Rafael menamparnya dengan kencang, tanpa rasa iba Rafael mengangkat kasar dagu putranya dan kembali melayangkan bogeman mentah hingga membuat darah segar mengucur deras dari hidung."Papa kecewa sama kamu!" desis Rafael.Beberapa saat lalu Rafael memang mencari Arsen karena Adele yang mengatakan bahwa Kayshilla mencari putrinya. Kata Kayshilla, Shyanala pergi tidak lama setelah Arsen meninggalkan rumah dan sampai malam belum ada kabar.Tanpa pikir panjang Rafael langsung melacak keberadaan Arsen dan menyusul ke rumah yang digunakan sebagai tempat pertemuan Arsen dengan Kinara. Beruntung Rafael masih sempat bertemu Diego di gang masuk rumah itu, sehingga pria paruh baya itu langsung menyetop mobil Diego dan menginterogasinya."Apa yang akan kamu jelaskan pada mertuamu sekarang, hah?! Bagaimana bisa kamu tidak sadar kalau istrimu sedang mengikuti? Sekarang... papa tidak bisa lagi melindungi kamu, Sen," ucap Rafael.Arsen tidak menyahut, waja
Hujan turun tanpa diduga, Shaynala tetap nekat menerobos hujan tanpa peduli bajunya basah."Dek!" Arsen tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang, membuatnya sontak berteriak."Aaargh ... lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh!" Shaynala berusaha melepaskan tubuhnya, tetapi pelukan Arsen sangat erat.Wanita itu meneteskan air mata, bersatu dengan lebatnya air hujan yang rasa dinginnya semakin menusuk kulit. Udara malam menjadi saksi betapa panasnya hati pasangan tersebut, kedua insan itu sama-sama terluka dengan keadaan yang terus memicu masalah."Lepaskan aku, Mas, lepaskan aku ...," bisik Shaynala di sela-sela isak tangisnya. "Aku nggak bisa seperti ini terus, aku terluka saat tahu kamu akan punya anak dari perempuan lain. Mamamu juga meminta kita bercerai, Mas."Arsen tersentak dan tanpa sadar pelukannya sedikit melonggar, membuat Shaynala dengan mudah melepaskan diri.Shaynala berjalan cepat, tanpa peduli tanah basah yang mengotori sepatunya."Aku mencintaimu, Dek! Aku tidak akan mencerai
David berlari menuju ruang UGD, ia segera menemui Dokter yang ada di sana dan menanyakan bagaimanakah kondisi Kaindra."Benturan yang dialami pasien menyebabkan adanya pendarahan serius di dalam otak, Pak. Pasien juga mengalami patah tulang di beberapa bagian, dan terdapat banyak luka lecet. Kami baru saja memberikan transfusi darah karena pasien kehilangan banyak darah saat dibawa ke sini," jelas dokter.David mengangguk dengan lesu, ia duduk di sana dengan tatapan kosong yang terarah ke depan.Ia sudah menganggap Kaindra seperti seorang kakak, Kaindra sering membantunya bahkan memberikan banyak bonus di luar bonus perusahaan.Mendengar kondisi orang yang ia sayangi yang sedang kritis di dalam sana, membuat David merasa tidak berdaya. Meskipun ia terkenal tegas, tetapi ketika menyangkut keselamatan Kaindra, ia juga bisa menjadi rapuh."Mungkin nanti akan ada operasi kecil, Pak. Mohon Bapak menghubungi anggota keluarga lain untuk mengurus persetujuan operasi tersebut," kata Dokter.Se
Mobil milik Arsen baru saja berhenti di halaman luas Pesantren Al-Mubarok. Sesuai janjinya, dua minggu sekali ia akan datang ke sini untuk mengunjungi istrinya.Ia langsung duduk di sofa ruang tamu, menemani Abi mertuanya yang duduk sendirian di sana. Pria paruh baya itu terlihat tidak bersemangat, padahal Arsen tahu perusahaannya sudah berjalan stabil."Abi kemarin bertemu dengan Kaindra, Sen. Abi tidak bisa tenang," ucap Aaraf dengan suara lirih.Hening! Arsen tidak menyahut."Kaindra sibuk terus dan belum bisa ditemui, malah hari ini rencananya dia pergi ke luar kota lagi untuk pertemuan bisnis." Pria paruh baya itu menghela napas kasar. "Abi juga tidak enak mengganggu waktunya. Segan, Sen. Abi 'kan pernah mengecewakan dia," lanjutnya."Satu bulan lagi hari pernikahannya, pasti Kaindra akan mengundang Abi. Mungkin itu bisa jadi waktu yang tepat untuk Abi berbincang dengan Kaindra," sahut Arsen.Aaraf tampak berpikir. "Apakah Kaindra akan mengundang Abi? Sedangkan kemarin Abi bilang
"Kita akan menginap di sini, Tante?" tanya Larissa."Iya, rumahnya Arsen juga tidak jauh dari hotel ini. Jadi cocok sekali kalau kita menginap di sini untuk sementara waktu," sahut Kinara.Larissa mengangguk setuju. Di usia kandungannya yang sudah memasuki sembilan bulan, Larissa tidak bisa banyak protes dan hanya bisa menurut saja. Yang terpenting nanti kebutuhannya dan anaknya terjamin."Wanita itu masih di luar kota, Tante?"Kinara menoleh ke arah Larissa dengan kening mengernyit. "Maksud kamu Shaynala?""Iya, Tante. Dia," sahut Larissa yang sontak membuat Kinara tergelak."Sampai sebegitunya kamu nggak mau menyebut namanya, La." Kinara menjeda ucapannya barang sejenak. "Iya, dia masih di luar kota. Dan ini menjadi kesepakatan bagus untuk kita mengawasi Arsen."Wanita paruh baya itu memang menempatkan beberapa anak buah di sekitar kediaman Arsen untuk mengawasi Arsen dan mendapatkan banyak informasi."Tapi kalau kita langsung muncul, apa Arsen tidak akan marah? Dia 'kan membenciku,"