Pukul 6 sore, langit Fårö masih terang, bayangan benda mulai melebihi ukuran panjangnya. Rombongan anak asuh Ronja dan Lukas tiba di sisi pulau Fårö yang berseberangan dari Sudersand Resort. Mereka menyambangi Langhammars, yang merupakan cagar alam pinggir pantai. Tempat ini terkenal karena jajaran monolit atau bongkahan batu besar yang terbentuk secara alami dari batu kapur ratusan juta tahun lalu. Di Swedia, monolit kapur yang disebut raukar ini dapat ditemui di beberapa pantai laut Baltik. Namun, jajaran raukar di Langhammars termasuk salah satu yang terunik, dengan raukar tertinggi mencapai hingga 8 meter.
Usai mendapatkan penjelasan dari Lukas mengenai proses pembentukan raukar, anak-anak kemudian sibuk berimajinasi mengenai bentuk-bentuk raukar.
"Kamu berasal dari daerah pantai
Jovita membaringkan tubuhnya di chaise longue, sebuah sofa panjang dengan sandaran punggung dan tangan yang hanya ada di salah satu sisi. Sofa jenis ini biasa ditemui di ruang praktik psikolog atau psikiater. Walaupun bukan penganut fanatik aliran Psikoanalisis yang biasanya menggunakan sofa jenis ini saat melakukan terapi, Thomas menilai berbaring di sofa dapat membuat klien/pasiennya menjadi lebih rileks. Dan Jovita, adalah salah satu pasiennya yang sangat menyukai sofa ini. "Terima kasih sudah meluangkan waktumu di hari Sabtu, Thomas," ucap Jovita. Biasanya sesi konseling hanya diadakan di hari kerja. "Tidak masalah, kebetulan aku tidak ada kegiatan. Lagi pula seminggu ini kamu telah membantu kami dengan menemani anak-anak berlibur dan minggu depan akan pergi lagi, bukan?" sahut Thomas dengan senyum kebapakkannya.
Hari Sabtu adalah hari yang paling ditunggu oleh anak-anak di Swedia karena pada hari ini mereka diperbolehkan membeli dan memakan permen. Lördagsgodis atau Saturday Candy adalah sebutan untuk hari ini. Usai menjalani sesi konseling dengan Thomas, Jovita bersama Joseph menemani anak-anak membeli permen di Hemmakväll, sebuah toko yang menjual berbagai jenis permen dan cokelat kiloan, terletak sekitar 1,5 kilometer dari kediaman mereka. Suasana toko cukup ramai, dipenuhi oleh anak-anak yang juga ingin membeli permen. Keriangan terpancar dari raut wajah semua anak. "Kami tunggu di sini, kalian silakan memilih permen yang diinginkan," ucap Joseph saat mereka memasuki toko. Ia mengajak Jovita berdiri di salah satu sudut yang sepi, tapi dapat memantau pergerakan anak-anak.
Jarum di arloji Cartier Jovita menunjukkan pukul 7 pagi. Matahari sudah memunculkan diri sejak tiga jam lalu di langit Gotland ketika Jovita dan Joseph mulai memasuki feri berkecepatan tinggi yang akan menyeberangkan mereka ke daratan Swedia. Lima belas menit kemudian, feri berwarna putih dengan panjang hampir 200 meter dan berkapasitas hingga 1.500 penumpang tersebut mulai meninggalkan Pelabuhan Visby. Setelah memarkirkan Volvo putihnya di dek bawah, Joseph mengajak Jovita naik ke dek atas. Dua lantai geladak kapal terbawah digunakan untuk memarkir kendaraan, sedangkan dua dek di atasnya difungsikan sebagai ruang untuk penumpang, mulai dari tempat bersantai, area makan, kabin privat, serta ruang konferensi. Ruang makan menjadi area yang mereka tuju untuk menikmati sarapan. Sepotong sandwich dengan olesan smörgåskaviar di atasnya dan segelas teh hangat menjadi
Lima menit kemudian mereka sudah berada di luar apartemen, menyusuri jalan Kungsängsgatan. Setelah sekitar empat ratus meter berjalan, Jovita memerhatikan bahwa bangunan apartemen di daerah ini terlihat lebih lawas dan terkesan lebih padat dibanding area tempat tinggal Joseph. "Ini masih jalan yang sama dengan tempat tinggalmu, bukan?" tanya Jovita. Joseph mengangguk. "Bangunannya terlihat lebih tua. Daerahmu tampaknya lebih baru," ujar Jovita. "Ya ... ini daerah yang lebih lama. Tingginya urbanisasi dan makin bertambahnya jumlah mahasiswa membuat banyak pembangunan apartemen baru," jelas Joseph. Ia kemudian menunjuk ke satu bangunan bertingkat 4 berdinding merah bata yang terkesan agak kusam. "Itu apartemen pertamaku di sin
Setelah menempuh perjalanan sepanjang 1.200 kilometer dari Uppsala, Joseph dan Jovita sampai di tujuan utama mereka, Abisko, sebuah kota kecil yang terletak di sebelah utara Swedia. "Kita sudah sampai," ujar Joseph sambil memarkirkan mobilnya tidak jauh dari bangunan bertuliskan STF Abisko Touriststation. Jovita memandang ke sekelilingnya yang merupakan daerah pegunungan. Ia melirik Cartier di pergelangan kirinya, pukul 22 malam tapi langit tak ubah seperti pukul 4 sore di Jakarta. Ia mulai bisa menangkap kejutan apa yang diberikan Joseph. "Apakah ini midnight sun, Joe?" tanya Jovita dengan mata berbinar. Midnight sun adalah fenomena alam ketika matahari sama sekali tidak menyentuh horizon, alias tidak ada malam
"Tadi kamu bilang sedang cemas, apa yang merisaukanmu?" tanya Jovita sambil membelai lembut rambut cokelat tua Joseph. Ia bisa memaklumi rasa malu yang mungkin merasuki Joseph setelah pengakuan atas masa lalu. "Aku sepakat keterbukaan adalah hal utama agar hubungan ini berhasil. Namun, aku juga harus menghadapi kemungkinan kamu tak mau lagi bersamaku setelah tahu semuanya," - Joseph mengangkat wajahnya - "dan maaf harus mengungkapkannya di hari ulang tahunmu." "Oh Joe ... keterbukaanmu justru hadiah ulang tahun yang kian melengkapi kebahagiaanku. Aku sudah dibohongi oleh mantan suamiku untuk waktu yang cukup lama. Terlalu banyak rahasia yang disembunyikannya, sehingga kejujuran adalah satu hal yang sangat kubutuhkan saat ini. Aku sangat berterima kasih untuk itu ... and I love you more for that." Jovita mengulas senyum terind
Menjelang makan siang, Volvo XC40 putih yang dikendarai Joseph memasuki kota Stockholm. Setelah menginap semalam di kota Umeå sepulangnya dari mengunjungi desa Rávttas, tak lama setelah matahari terbit, mereka mulai melanjutkan perjalanan pulang ke Gotland dengan menyinggahi Stockholm. "Apa yang unik dari Stockholm? Kalau tidak salah kota ini terdiri dari banyak pulau?" tanya Jovita saat mobil mereka menyusuri jalan Klarastrandsleden yang berada di pinggir sungai. "Betul. Stockholm dijuluki sebagai kota yang mengapung di atas air karena kota ini terdiri dari empat belas pulau yang dihubungkan oleh lima puluh tujuh jembatan," sahut Joseph. "Jadi dengan menyeberangi jembatan, bisa jadi kita sudah berada di pulau yang berbeda?" Jovita menemukan jawaban mengapa sejak tadi selalu melihat
Keesokan hari, setelah berolahraga di pinggir dermaga dan menikmati sarapan, perjalanan pun dilanjutkan. Mengelilingi pulau Södermalm menjadi agenda hari itu sebelum pulang ke Visby. Jovita melihat plang toko berwarna hitam bertuliskan The English Bookshop di jalan yang sedang mereka lewati. Ia meminta Joseph untuk menghentikan kendaraan dan menyambangi toko berdinding kuning tua itu. "Aku ingin membelikan anak-anak buku cerita. Di situ pasti banyak buku menarik." Jovita memberikan alasan permintaannya berhenti di toko tersebut yang dikabulkan dengan segera oleh Joseph. Jovita dan Joseph bersamaan menarik napas panjang, menghirup bibliosmia¹ yang menguar begitu melangkahkan kaki memasuki toko buku. "Ternyata kita sesama book sniffer," ujar Joseph saat menya