Share

Bab 98

Author: Jannah Zein
last update Last Updated: 2025-02-23 21:20:49

Bab 98

"Sama-sama, Mas. Aku kan juga pernah bilang, jangan menyamakan aku dengan istri yang saat Mas nikahi masih seorang gadis. Ada dua orang anak yang harus aku jaga dan aku perhatikan. Kamu ini menikahi janda, Mas...."

"Tapi kata orang, janda selalu di depan." Tawa pria itu terdengar merdu dan ia membungkukkan badan, mengecup kepala istrinya berkali-kali. "Bagaimana dengan anak-anak hari ini? Maaf, seharian ini Mas stay di rumah sakit terus."

"Mereka baik-baik saja." gumam perempuan itu. Alifa terlihat termenung.

Aariz yang menyadari situasi langsung merengkuh bahu istrinya.

"Kenapa, Sayang? Ada yang mengganggu pikiranmu?"

Perempuan itu menggeleng. Dia bahkan membuang mukanya ke arah jendela kamar mereka.

Aariz tak berani memaksa. Dia cukup tahu watak Alifa. Perempuan itu jarang sekali mengungkapkan isi hati, mungkin dia masih merasa sungkan. Mereka baru saja menikah dan Alifa masih perlu beradaptasi untuk menerima kehadiran dirinya.

"Ya udah, kalau nggak mau cerita. Tapi sekaran
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 99

    Bab 99"Jadi Alifa benar-benar menikah dengan anaknya Bu Wardah?" "Iya, Ma. Mereka sudah menikah kurang lebih sebulan yang lalu, tapi resepsinya baru sekarang digelar," sahut Keenan."Masa sih? Jangan-jangan bukan Alifa yang mantan istri kamu itu, karena di dunia ini kan banyak yang punya nama Alifa." Rosa yang tak percaya merebut undangan itu. Namun seketika ia terbelalak saat melihat foto Alifa dan Aariz di undangan."Benar-benar Alifa," gumam Rosa. Tentu saja dia shock. Kenapa setelah mereka mengusir Alifa dari rumah ini, Alifa justru mendapatkan pria lain yang jauh lebih mapan daripada adiknya?Tidak main-main. Itu adalah Aariz El Fata, pewaris pertama El Fata Group yang terkenal itu."Mbak Rosa masih bisa lihat, kan? Lah itu foto siapa??" tukas Keenan sinis. Dia segera mengambil kembali undangan mewah itu, lalu menyimpan di dalam tas kerjanya."Jadi, ini hanya bersifat pemberitahuan. Kalau kalian mau hadir ya, silahkan. Tapi tolong, jangan mengacau di acara hajatan orang. Jangan

    Last Updated : 2025-02-23
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Keenan, Talak Alifa!

    Bab 1"Apa? Saya hamil, Dok?" ulangku lirih. Aku menoleh sekilas kepada pria yang tengah fokus menghadapi alat USG yang terpasang tepat di sisi ranjang yang tengah kutiduri ini."Betul, Bu. Lihatlah, titik kecil ini menandakan sebuah embrio, titik kehidupan baru yang ada di rahim ibu." Pria muda itu menggerakkan kursor dan menunjuk ke titik yang dimaksud, walaupun tentu saja aku tidak mengerti karena bagiku sama saja. Layar di depanku itu hanya berwarna hitam putih dan aku tidak tahu titik yang dimaksud oleh dokter Aariz."Tapi bagaimana mungkin? Bukankah aku sudah lima tahun menikah dan belum juga dikaruniai anak?" Aku menggumam tanpa sadar. Seorang perawat perempuan membantuku bangkit dari pembaringan dan kini aku sudah duduk berhadapan dengan dokter Aariz.Sebenarnya dokter Aariz meresepkan obat pereda mual dan vitamin untukku, tapi sengaja tidak kutebus, karena uang yang kumiliki terbatas. Aku hanya sanggup membayar biaya pemeriksaan. Mungkin nanti aku akan membeli minyak kayu p

    Last Updated : 2025-01-01
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Pendarahan

    Bab 2"Tapi Ma, aku sangat mencintai Alifa. Aku nggak bisa kehilangan Alifa....""Dia itu hanya seorang pelacur. Masa iya kamu mau berbagi istri dengan laki-laki lain? Mikir, Keenan!" Kali ini kembali mbak Rosa yang bersuara."Kamu itu masih muda, masih banyak perempuan yang mau sama kamu. Lagi pula kalian juga tidak punya anak. Siapa tahu aja jika kamu menikah dengan perempuan lain, kamu bisa punya anak," bujuk mbak Yuna pula."Aku nggak peduli, Mbak. Aku nggak peduli apakah Alifa bisa melahirkan keturunanku atau tidak. Aku mencintai Alifa!" Pria itu memekik setelah ia berhasil membuat sang ibu kembali berdiri."Tapi kamu itu anak laki-laki. Kamu perlu seorang pewaris. Siapa yang akan mewarisi perusahaanmu kecuali anakmu nanti? Memangnya kamu mau, perusahaanmu diberikan kepada keponakanmu?" ucap mbak Rosa seolah-olah ia sangat memihak kepada mas Keenan, meskipun aku tahu benar jika selama ini mbak Rosa dan keluarganya hidup bergantung kepada kami. Untung saja mas Keenan adalah seoran

    Last Updated : 2025-01-02
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Senyum Bahagia

    Bab 3 Hari masih sangat gelap. Jalanan masih sepi. Aku melangkah dengan susah payah sembari menahan rasa cemas karena kurasakan darah terus mengucur dari area intimku. Bodohnya aku yang hanya mengenakan pembalut biasa sehingga akhirnya tembus dan cairan merah itu mengotori gamis yang kini kukenakan. "Bu!" Seorang petugas yang berjaga di gerbang depan menangkap tubuhku, sementaranya satu rekannya yang lain berlari ke dalam. Sebuah brankar segera datang dan aku langsung dibaringkan, lalu didorong masuk ke bagian IGD rumah sakit ini. "Maaf, apa ada keluarga ibu yang bisa dihubungi?" tanya seorang perawat perempuan yang barusan membantuku untuk berganti pakaian dengan seragam pasien rumah sakit. Sebelumnya dia juga yang menolong memakaikan popok untukku, supaya pendarahanku tidak mengotori pakaian dan sprei. Sosok mas Keenan melintas begitu saja di benakku, tapi hanya sekilas. Aku langsung menggeleng. Tidak mungkin aku menghubungi pria itu walaupun keadaan sedang genting. Dia sudah

    Last Updated : 2025-01-03
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Kenapa Takdir Begitu Kejam?

    Bab 4 Aku tahu jika bayiku memang harus dirawat di ruang anak karena menderita infeksi. Aku tidak tahu itu penyakit apa, tapi menurut informasi yang kudapat, katanya darah merah dan darah putih di tubuh bayiku tidak stabil. Aku kurang paham juga apa maksudnya, tapi mereka meyakinkan jika bayiku akan baik-baik saja. Lalu kenapa sekarang bayiku malah berpulang?Bahkan sebelumnya tidak ada informasi jika bayiku dalam keadaan kritis. "Anakku...." Aku memeluk putraku dengan perasaan hancur. Matanya sudah terpejam. Tubuh mungilnya begitu dingin. Sebelum ini, aku bahkan belum sempat menatap wajahnya karena bayiku langsung dibawa ke ruangan NICU setelah dikeluarkan dari perutku. Kenapa takdir begitu kejam? Aku hanya sempat mendengarkan tangis pertamanya, tapi kenapa keesokan harinya aku hanya bisa memeluk jasadnya saja? Tuhan, aku sudah nggak peduli jika harus kehilangan suami dan semua kasih sayangnya, tapi aku nggak bisa kehilangan anakku juga. Kenapa tidak sekalian saja Kau ambil ny

    Last Updated : 2025-01-04
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Tawaran Menjadi Ibu Susu

    Bab 5Aku terdiam dan balas menatap lurus pria itu. Kelihatannya dia memang bersungguh-sungguh ingin memintaku untuk menyusui keponakannya. Namun masalahnya, anak yang akan aku susui adalah anak dokter kandungan terbaik di kota ini. Mereka orang berada. Orang yang datang kepadaku ini pun adalah adik dokter Aariz. Dia hanya sekedar paman dari si bayi, bukan ayah si bayi. Memangnya ayahnya bayi itu bersedia jika anaknya aku susui?"Mbak tenang saja. Mbak pasti akan mendapat imbalan yang pantas, gaji bulanan dan bonus yang menggiurkan. Tinggal sebut berapa angkanya, insya Allah Mas Aariz maupun saya pasti akan memenuhinya," bujuk pria itu, mungkin karena melihat reaksiku yang tidak terlalu antusias."Ini bukan soal bayaran, Mas. Saya tidak berada dalam posisi menjual air susu saya. Sejujurnya saya masih ragu, karena yang menawarkan ini adalah Mas Atta, bukan Dokter Aariz sendiri," ujarku hati-hati. Aku berusaha memilih kalimat sebaik mungkin supaya ia tidak tersinggung."Ah iya, saya

    Last Updated : 2025-01-08
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Hadiah Kecil

    Bab 6 "Mbak Alifa, maaf." Attalarich langsung menangkupkan tangan di dadanya sesaat setelah dia memutar tubuhnya menghadap kepadaku. "Tidak apa-apa, Mas Atta. Saya siap kok diperiksa kesehatannya jika memang itu menjadi syarat saya diterima menjadi ibu susunya Dek Gibran," ujarku tenang. Buat apa tersinggung? Apa yang diungkapkan oleh dokter Aariz itu nggak salah, apalagi dalam kapasitasnya dia sebagai tenaga kesehatan. "Bukan begitu maksud Mas Aariz. Seharusnya dia tidak perlu meminta untuk memeriksa Mbak Alifa. Bukankah dia yang menangani proses persalinan Mbak Alifa kemarin? Seharusnya tahu dong rekam mediknya Mbak," ujar Atta sembari menatap sang kakak. "Siapa bilang?" Wajah pria itu terlihat dingin. "Aku menangani pasien VVIP yang kebetulan kondisinya juga darurat, sementara Ibu Alifa ditangani oleh dokter Halimah," jelasnya. "Benar, Mas." Aku langsung mengangguk lantaran teringat penjelasan dokter Aariz waktu itu. "Saya memang ditangani oleh dokter Halimah, kar

    Last Updated : 2025-01-09
  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Mengingat Alifa

    Bab 7 Di dapur, Keenan membuat secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Dia sudah biasa seperti ini sepeninggal Alifa. Dulu dia pernah menyuruh Eliana untuk membuatkan kopi untuknya, tetapi rasanya tidak pas. Akhirnya dia memilih membuat kopi sendiri. Keenan pun malas menyuruh istrinya untuk memasak, karena tahu Eliana tidak bisa memasak. Jangan sampai dapur ini seperti kapal pecah karena ulah Eliana. Untuk urusan memasak, Keenan lebih percaya kepada mbak Narti yang setiap hari datang ke rumah ini. Tugas mbak Narti adalah memasak dan mencuci pakaian, sementara urusan rumah dikerjakan oleh pak Amran yang merangkap sebagai tukang kebun dan bersih-bersih halaman. Keenan membuka lemari dapur dan kemudian mengeluarkan isinya. Makan malam sudah disiapkan oleh mbak Narti. Dia hanya tinggal makan saja. Keenan makan dengan lahap meskipun tentu saja masakan itu sudah dingin lantaran dia pulang larut malam. Namun Keenan tidak peduli, yang penting perutnya kenyang. Pria itu ha

    Last Updated : 2025-01-09

Latest chapter

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 99

    Bab 99"Jadi Alifa benar-benar menikah dengan anaknya Bu Wardah?" "Iya, Ma. Mereka sudah menikah kurang lebih sebulan yang lalu, tapi resepsinya baru sekarang digelar," sahut Keenan."Masa sih? Jangan-jangan bukan Alifa yang mantan istri kamu itu, karena di dunia ini kan banyak yang punya nama Alifa." Rosa yang tak percaya merebut undangan itu. Namun seketika ia terbelalak saat melihat foto Alifa dan Aariz di undangan."Benar-benar Alifa," gumam Rosa. Tentu saja dia shock. Kenapa setelah mereka mengusir Alifa dari rumah ini, Alifa justru mendapatkan pria lain yang jauh lebih mapan daripada adiknya?Tidak main-main. Itu adalah Aariz El Fata, pewaris pertama El Fata Group yang terkenal itu."Mbak Rosa masih bisa lihat, kan? Lah itu foto siapa??" tukas Keenan sinis. Dia segera mengambil kembali undangan mewah itu, lalu menyimpan di dalam tas kerjanya."Jadi, ini hanya bersifat pemberitahuan. Kalau kalian mau hadir ya, silahkan. Tapi tolong, jangan mengacau di acara hajatan orang. Jangan

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 98

    Bab 98"Sama-sama, Mas. Aku kan juga pernah bilang, jangan menyamakan aku dengan istri yang saat Mas nikahi masih seorang gadis. Ada dua orang anak yang harus aku jaga dan aku perhatikan. Kamu ini menikahi janda, Mas....""Tapi kata orang, janda selalu di depan." Tawa pria itu terdengar merdu dan ia membungkukkan badan, mengecup kepala istrinya berkali-kali. "Bagaimana dengan anak-anak hari ini? Maaf, seharian ini Mas stay di rumah sakit terus.""Mereka baik-baik saja." gumam perempuan itu. Alifa terlihat termenung.Aariz yang menyadari situasi langsung merengkuh bahu istrinya. "Kenapa, Sayang? Ada yang mengganggu pikiranmu?"Perempuan itu menggeleng. Dia bahkan membuang mukanya ke arah jendela kamar mereka. Aariz tak berani memaksa. Dia cukup tahu watak Alifa. Perempuan itu jarang sekali mengungkapkan isi hati, mungkin dia masih merasa sungkan. Mereka baru saja menikah dan Alifa masih perlu beradaptasi untuk menerima kehadiran dirinya."Ya udah, kalau nggak mau cerita. Tapi sekaran

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 97

    Bab 97Seketika Keenan membeku. Dia tak menyangka akan bertemu dengan pria ini di sini. Dia sudah mencoba menghindari dokter Aariz dengan tidak membawa Donita ke RSIA Hermina. Namun dia melupakan jika dokter Aariz juga praktek di rumah sakit lain. Seharusnya ia tahu jika ini adalah rumah sakit milik pemerintah daerah, yang di mana dokter Aariz masih merupakan dokter yang paling banyak dicari calon pasien, terutama calon pasien yang tidak mungkin masuk ke RSIA Hermina, karena rumah sakit itu tidak bekerjasama dengan pihak BPJS."Selamat malam, Pak Keenan, Ibu Donita. Silahkan duduk. Apakah ada yang bisa saya bantu?" Pria itu menyambut dengan sikapnya yang sangat profesional. Tutur kata dan senyum yang ramah dan hangat, khas seorang dokter."Selamat malam juga, Dok. Saya ingin memeriksakan kehamilan," ujar Donita."Baiklah, Bu. Silahkan berbaring. Kita USG dulu ya," ujarnya sembari bangkit dan berjalan menuju alat USG yang tepat berada di samping tempat tidur pasien.Donita menurut. Dia

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 96

    Bab 96Hari terus berganti.Meski Donita terus menolak tawarannya, tetapi Keenan tetap memperlihatkan perhatian pada wanita itu. Membuatkan susu ibu hamil, mengingatkannya untuk mengonsumsi vitamin, bahkan membelikannya setelan kerja untuk ibu hamil.Perut Donita memang masih rata. Tapi beberapa bulan kemudian, pasti akan terlihat dan Keenan sudah memperhitungkan resiko itu. Dia tidak akan memecat Donita. Namun demi menjaga nama baik perempuan itu, dia merencanakan cuti panjang untuk Donita, sehingga dia bisa menjalani kehamilannya dengan baik dan tanpa beban. Sebab bukan tidak mungkin jika dipaksakan untuk terus bekerja saat perutnya membuncit, akan muncul gosip miring yang dialamatkan kepada Donita dan mengguncang mental perempuan itu. Sebenarnya bukan cuti, karena Donita akan tetap bekerja. Donita akan bekerja dari apartemen mereka. Keenan pun akan membatasi wanita itu untuk keluar dari apartemen jika perut Donita mulai membesar.Dengan bekerja dari apartemen, setidaknya Donita ti

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 95

    Bab 95Perempuan itu hanya tersenyum tipis. Pantas saja dulu Keenan lebih memilih Alifa ketimbang Aina. Ternyata attitude Aina jelek, padahal sebagai istri pemimpin perusahaan, seharusnya memiliki attitude yang baik. Di samping cantik, dia juga harus cerdas, memiliki public speaking yang bagus, dan bisa menempatkan diri sebagai istri dari pimpinan sebuah perusahaan."Perkenalkan, namaku Donita. Aku sekretarisnya Keenan dan sekaligus sebagai kekasihnya sekarang." Donita menyodorkan tangan yang ditepis oleh Aina. Namun, alih-alih tersinggung, Donita justru tersenyum semakin lebar.Rasanya menyenangkan juga melihat gadis itu yang terlihat kepanasan."Aku tak butuh perkenalan dari kamu. Namun posisi kamu sebagai sekretaris itu rawan. Jangan mengaku kekasih deh. Kamu pikir aku akan percaya, hmmm...? Bukankah seorang sekretaris lebih sering menjadi wanita pemuas bosnya. Aku bukan wanita kampung yang tak tahu apa-apa soal itu.""Terserah apa katamu, Aina. Tapi yang jelas, begitulah keadaanny

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 94

    Bab 94Suara bel di depan membuat aktivitas Donita yang tengah memotong-motong setengah ekor ayam berhenti. Dia mencuci tangannya di wastafel, kemudian segera membalikkan tubuhnya."Biar aku saja," cegah Keenan. Pria yang sebelumnya tengah asyik menghadapi laptopnya itu segera beranjak dari kursi dan bergegas menuju pintu depan.Donita menggeleng, tapi ia kembali fokus dengan kegiatannya. Meskipun indera penciumannya sangat sensitif terhadap bumbu dan masakan, tetapi Donita memaksakan diri untuk tetap memasak. Dia tidak mungkin bermanja pada Keenan yang jelas-jelas bukan ayah dari anak yang tengah dikandungnya. Bahkan dia menolak untuk dinikahi oleh pria itu, karena tidak mau membuatnya repot.Entah kenapa hari ini dia sangat ingin makan ayam masak kecap, tapi ayamnya harus dipotong kecil-kecil. Donita menggunakan setengah ekor ayam yang ditumis dengan bumbu-bumbu yang sudah ia buat sebelumnya. Supaya lebih praktis, wanita menggunakan cooper untuk menghaluskan bumbu. Di samping itu, b

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 93

    Bab 93"Kamu kenapa, Don?" Pria itu segera bergegas menyusul ke kamar mandi. Wajah Donita nampak pucat, karena dia sudah memuntahkan seluruh isi perutnya."Aku baik-baik saja, Mas, hanya sedikit mual dan pusing." Wanita itu meringis, lalu membasuh wajahnya dan sisa muntahannya yang memenuhi wastafel."Kita ke dokter saja ya. Belakangan ini aku lihat kamu lesu dan nggak ada semangat. Apakah kamu kecapean?""Kemungkinan iya, Mas. Tapi nggak usah ke dokter juga kali. Dibawa istirahat saja pasti akan enakan kok," tolaknya."Nggak ada bantahan, Donita. Kamu harus ke dokter sekarang. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu. Kalau ke dokter kan nanti ketahuan penyakitnya. Kamu itu sakit maag atau apa? Bukan cuma kali ini kan kamu muntah? Bahkan sudah beberapa hari ini begitu-begitu saja." Pria itu memapah Donita, lalu membawanya duduk di tepi tempat tidur. Dia sendiri yang mengambilkan dress untuk pakaian ganti sekretarisnya ini, lalu membantunya mengenakan pakaian. Lantaran seringnya melih

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 92

    Bab 92"Kamu mau bulan madu ke mana?" Pria itu bertanya setelah meletakkan bekas makanku di atas lemari nakas.Spontan aku menggeleng. "Tidak ada urusan bulan madu di benakku. Aku nggak kepikiran apa-apa, Mas. Nggak bulan madu juga nggak apa-apa, lagian pekerjaan Mas kan banyak. Anak-anak juga susah kalau ditinggalkan, walaupun ada baby sisternya. Aku kan sudah bilang, kalau aku nggak janji akan melayanimu seperti layaknya seorang istri yang masih gadis. Aku janda, dan anaknya banyak.""Cuma dua, Sayang. Nggak banyak itu.""Tiga, Mas. Zaid, Gibran, dan Anindita," ralatku. "Bagaimana bisa suamiku melupakan fakta jika aku memiliki anak bernama Zaid? Walaupun dia sudah tiada, tetapi dia tetap anakku!""Maaf, Sayang." Mas Aariz mengusap-usap bahuku dengan lembut."Iya, kita memang punya tiga anak. Tapi kalau kita nanti pergi berbulan madu, pasti akan bersama dengan anak-anak, Naira dan Maya. Kalau nggak gitu, nanti anak-anak repot mencarimu." Pria itu mengelap bibirku dengan tisu. Bibirk

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 91

    Bab 91"Kan bisa dikeringkan dengan hairdryer," ucap Atta sekenanya. Dia tak lagi melihat ponsel, malah antusias melihat kakaknya yang menata roti di atas piring, lalu membuatkan segelas susu."Cei cei... yang habis malam pertama, sarapannya di bawain ke kamar." Lagi-lagi pria itu menggodanya."Makanya nikah, Atta. Nanti kamu pasti akan merasakan kayak yang Mas lakukan, bahkan mungkin lebih daripada ini," ujar Aariz datar. Dia bergegas membawa nampan itu pergi menuju kamarnya.Atta hanya menggeleng, lalu kembali memusatkan perhatian pada ponsel. Ada beberapa email yang harus ia buka. Namun baru juga lima menit, ibunya datang ke ruangan ini."Sarapan yang benar, jangan kerja melulu."Pria itu berdehem. "Iya, Ma."Wardah duduk sembari menatap putra bungsunya dalam-dalam. "Apakah kamu tidak berpikir untuk menikah juga?""Memangnya mau menikah sama siapa, Ma?" Pria itu merotasi bola matanya malas."Siapapun perempuan yang kamu inginkan, Mama pasti merestui kok, asal jangan ada hubungannya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status