Bab 99"Jadi Alifa benar-benar menikah dengan anaknya Bu Wardah?" "Iya, Ma. Mereka sudah menikah kurang lebih sebulan yang lalu, tapi resepsinya baru sekarang digelar," sahut Keenan."Masa sih? Jangan-jangan bukan Alifa yang mantan istri kamu itu, karena di dunia ini kan banyak yang punya nama Alifa." Rosa yang tak percaya merebut undangan itu. Namun seketika ia terbelalak saat melihat foto Alifa dan Aariz di undangan."Benar-benar Alifa," gumam Rosa. Tentu saja dia shock. Kenapa setelah mereka mengusir Alifa dari rumah ini, Alifa justru mendapatkan pria lain yang jauh lebih mapan daripada adiknya?Tidak main-main. Itu adalah Aariz El Fata, pewaris pertama El Fata Group yang terkenal itu."Mbak Rosa masih bisa lihat, kan? Lah itu foto siapa??" tukas Keenan sinis. Dia segera mengambil kembali undangan mewah itu, lalu menyimpan di dalam tas kerjanya."Jadi, ini hanya bersifat pemberitahuan. Kalau kalian mau hadir ya, silahkan. Tapi tolong, jangan mengacau di acara hajatan orang. Jangan
Bab 100"Sama sekali nggak keberatan, asalkan Ina bersedia tinggal bersama kita. Memangnya dia mau?"Pagi ini keduanya sarapan. Demi keamanan perutnya, Donita hanya sarapan dengan roti dan susu khusus ibu hamil. Dia masih sering mual dan muntah meskipun tidak sesering dulu lagi. Rupanya obat anti mual yang diresepkan oleh dokter Aariz manjur juga.Keenan pun ikut-ikutan dengan menu sarapan Donita, hanya saja dia membuat secangkir teh manis dengan dua tangkup roti isi selai kacang di atas piring saji."Dia bersedia kok. Kamu nggak usah khawatir. Aku mengajak Sherina dan Ina tinggal di sini supaya lebih gampang menjaga kalian. Kamu yang sabar ya, karena sedikit banyak mungkin kamu akan sering berinteraksi dengan Sherina.""Nggak apa-apa, yang penting kan aku nggak harus full jaga Sherina, sebab aku juga kerja mendampingi Mas di kantor. Kalau hanya sekedar bermain, its oke.""Sherina itu bayi yang manis. Semenjak ditinggalkan oleh ibunya, entah kenapa dia tidak lagi sering rewel. Mungkin
Bab 101"Nggak usah tegang juga kali, Mbak. Seperti orang yang belum pernah nikah saja," goda salah seorang perempuan yang tengah sibuk mengaplikasikan kuas di wajahku."Gimana nggak tegang Mbak, wong ini adalah pengalaman pertama saya kok.""Kan katanya dokter Aariz itu adalah suami keduanya Mbak Alifa?""Iya benar." Aku ingin mengangguk, tapi sadar jika anggukanku pasti akan merusak tatanan riasan yang diciptakan oleh mereka. "Tapi untuk resepsi, ini pengalaman pertama saya. Saya menikah dengan suami pertama tidak ada resepsi.""Oh, gitu ya? Tapi Mbak Alifa hebat, karena bisa dapetin dokter Aariz. Dia kan kulkas berjalan, upss." Satu cubitan mendarat manja di lengannya."Jangan ngomongin orang di hadapan istrinya. Fokus aja sama kerjaanmu, Nuri," tegur salah satu perempuan yang lain. Perempuan itu tengah menyiapkan pernak-pernik yang harus kupakai."Maaf Mbak." Perempuan yang dipanggil Nuri itu meringis."Nggak apa-apa, Mbak Nuri. Memang kenyataannya begitu kok. Tapi aslinya dia bai
Bab 102Dada pria itu turun naik. Ini bukan sekedar urusan sang kakak, karena dia memang tidak begitu dekat dengan Aariz. Tapi ini masalah ibunya. Dia paling tidak bisa melihat ibunya menangis, bahkan hampir setiap hari. Sepanjang pernikahan dengan Winda, Aariz berubah menjadi pria pembangkang. Melihat perilaku mantan kakak iparnya ini, Atta bisa membayangkan bagaimana watak Reynaldi yang sebenarnya. Pantas saja dulu ibunya lebih memilih papa mereka, Hasyim El Fata, walaupun secara ekonomi Reynaldi jauh lebih baik saat itu. Namun berkat kerja keras sang ayah dan doa sang ibu, mereka tumbuh dan dibesarkan di lingkungan keluarga yang baik. Keadaan ekonomi terus membaik perlahan dari waktu ke waktu bahkan perusahaan-perusahaan yang bernaung di bawah El Fata Group mampu menguasai pasar.Dia dan kakaknya pun bisa mendirikan usaha secara mandiri. Tentu itu tak luput dari dukungan keluarga."Tapi kamu nggak bisa begini. Kamu tahu kan jika kami sudah punya anak? Tidak ada seorangpun yang men
Bab 103 "Bagaimana mungkin? Kamu ada di rumah sakit itu saat aku melahirkan seorang bayi laki-laki. Dan Papa yang memberikannya kepadamu begitu bayi itu lahir, bahkan aku belum sempat melihat wajahnya saat dokter dan Papa membawanya keluar dari ruangan operasi," bantah Winda. Dia tak terima dengan tuduhan Atta. Wajahnya yang sudah semakin memerah, tanda ia tak bisa mengendalikan amarahnya. Perempuan itu menunjuk-nunjuk Atta sembari melanjutkan bicaranya. "Kamu jangan mengada-ngada, Atta. Aku bukan wanita bodoh yang bisa dengan gampang kamu bohongi." "Tapi begitu gampang dibodohi oleh papamu sendiri! Seharusnya kamu melihat dulu bayimu sebelum papamu memberikan bayi itu kepadaku! Seharusnya kamu tahu kondisi bayimu yang sebenarnya. Ingat-ingatlah, apakah bayimu menangis saat dilahirkan? Apakah kamu tahu kondisi bayimu saat kamu lahirkan?" Atta bertanya berulang-ulang, yang membuat perempuan itu seketika terdiam. Ucapan Atta benar juga. Memang tidak terpikirkan oleh Winda saat i
Bab 104"Jadi anak kita sudah meninggal, Aariz?" Perempuan itu merosot jatuh ke lantai. Dia duduk sembari memeluk lututnya, menyembunyikan wajah dan air matanya.Pria itu seketika membeku. Dia memang berdiri, namun tidak bergerak sedikitpun untuk mendekati mantan istrinya. Dia sibuk dengan pikirannya sendiri. Jika memang benar bayi yang diberi nama Zaid itu ternyata putranya, maka berarti putranya sudah meninggal dunia. Kenyataan ini sungguh menyakitkan. Sedikitpun tidak pernah terpikirkan olehnya. Di awal dia hanya mengenal Gibran sebagai putranya sebelum tes DNA itu. Meski sempat terbetik pertanyaan di dalam hatinya, kenapa Gibran hanya mau disusui oleh Alifa. Gibran pun menolak semua merk susu formula, baik yang biasa maupun soya.Apakah ada yang kebetulan di dalam rancangan takdir? Apakah ini jalan supaya ia bisa berjodoh dengan ibunda Gibran ini? Pria itu memutar tubuhnya, lalu menarik sang istri agar berdiri. Mereka berdiri dengan tubuh saling menempel satu sama lain. Aariz
Bab 105"Kami menipumu?" Alifa menggeleng beberapa kali. Meski kaget dengan mode menyeramkan yang diperlihatkan oleh suaminya, tapi Alifa berusaha untuk mengerti. Memang tidak mudah untuk menerima kenyataan ini. Aariz pasti shock. Dulu ia mengira Gibran adalah darah dagingnya, lalu sang ibunda memintanya untuk tes DNA. Kenyataan kemudian membuat dia sempat membenci bayi itu, karena mengira Gibran adalah anak dari selingkuhan Winda.Nyatanya Gibran adalah anak kandung Alifa!Wajar kalau Aariz merasa dipermainkan. Alifa pun merasa ini terlalu mengejutkan."Kalian seolah menggiring opiniku bahwa Gibran adalah anak selingkuhan Winda yang harus aku terima dengan lapang dada, tapi nyatanya Gibran adalah anak kamu. Apa ini cara kalian agar aku bisa membenci mantan istriku, lalu berbalik mencintai dan menikah denganmu?!" Pria itu naik ke tempat tidur, dan duduk dengan kaki berselonjor. Dia masih menatap sang istri yang nampak menunduk. Dari raut wajahnya tersirat jelas jika Alifa saat ini t
Bab 106Dia sudah terlanjur menikahi perempuan itu, bahkan mengumumkan pada publik jika Alifa adalah istrinya. Pesta pernikahan digelar hari ini. Pasti akan sangat memalukan jika dia harus menceraikan Alifa hari ini juga. Bagaimana dia bisa menjaga reputasinya jika dia menceraikan Alifa sekarang? Belum lagi kemarahan yang harus ia terima dari ibu dan adiknya.Semua ini sangat rumit. Terlebih dengan bayi itu. Dulu ia mengira jika bayi itu adalah darah dagingnya, namun setelah tes DNA, ternyata ia tidak identik. Ibunya pun mengatakan jika Winda tidak sebaik yang ia kira. Opininya langsung tergiring jika bayi itu adalah anak selingkuhan Winda. Tidak pernah terpikir di benaknya jika Atta bermain, dengan menukarkan bayinya yang sudah meninggal dengan bayi orang lain yang masih hidup, lalu membawa ibu bayi itu ke rumah utama keluarganya.Sudah jelas dari awal, jika Atta dan ibunya memang berencana menjodohkan dirinya dengan ibu dari bayi itu. Dan terjadilah pernikahan ini.Apakah ia menye
Bab 147"Kamu masih belum nyerah juga buat bujukin saya untuk menengok Eliana, Ina?" tukas pria itu. Kesal juga rasanya, dua perempuan di apartemennya ini kompak, dua-duanya memintanya untuk menjenguk Eliana di rumah sakit."Memangnya apa salahnya? Bapak nggak perlu ngasih uang kok, yang penting datang sebentar. Cuman itu aja. Kita datang bukan buat Bu Eli, tetapi buat kita sendiri. Kita menunjukkan bahwa kita lebih baik dari Bu Eli, bukan menganggap dia nggak punya salah sama kita.""Kalian itu nggak bosan-bosannya," keluh pria itu sembari membantu mendorong troli yang penuh dengan barang belanjaan. Keduanya tengah berada di supermarket untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Acara belanja bulanan yang dimanfaatkan Ina untuk kembali membujuk pria itu agar mau menengok Eliana."Kamu mau tahu alasan lain, kenapa saya nggak mau menengok perempuan itu?" dengusnya gemas. "Kamu harus tahu, In. Dia itu semakin diberi hati, malah minta jantung.""Ya, jangan dikasih jantung dong, Pak. Cukup
Bab 146"Aku yang membuat mereka bercerai, dan aku pula yang harus membuat mereka rujuk. Ini sama sekali tidak lucu, Winda.""Tapi aku menginginkan mereka bisa rujuk," ucapnya berapi-api. Perempuan itu sangat cantik, dengan tubuh semampai, dengan kulit wajah yang begitu glowing. Namun kecantikan tubuhnya tidak lantas membuat hatinya juga cantik. Winda salah langkah. Dia berpikir Aariz tetap mencintai setelah mereka di cerai paksa, dan ia menikah lagi. Tak pernah disangka jika ternyata mantan ibu mertuanya menghadirkan perempuan baru yang bisa mengalihkan dunia Aariz.Kini terpaksa ia mati-matian mengembalikan cintanya. Segala cara harus ia lakukan."Atau kamu ingin jika aku menyingkirkan Alifa dengan cara kasar?!""Apa urusannya denganku? Tapi sekedar mengingatkan, sebaiknya kamu berpikir ulang untuk menyingkirkan Alifa. Status Alifa saat ini cukup kuat. Dia mendapatkan kasih sayang dan perlindungan dari keluarga El Fata, beda jauh saat kamu masih menjadi istrinya dokter Aariz. Kamu
Bab 145"Papa berangkat dulu ya, Sayang." Pria itu menggendong baby Arga, lalu mendaratkan kecupan di wajah mungil itu sekilas, dan menyerahkan kembali kepada Donita."Mas jadi menengok bu Eli?""Buat apa?" Pria itu merotasi malas kedua bola matanya, lalu menatap wanita itu tanpa kedip. "Apa untungnya buatku? Dia hanya ingin meminta perhatianku dan aku tidak akan pernah memberikan perhatianku lagi kepadanya.""Dengan alasan kemanusiaan....""Jika kamu pikir selama ini aku bukan manusia, rasanya kamu sudah salah paham. Aku sudah memanusiakan Eliana, memberinya kesempatan untuk hidup, dan memberinya kesempatan untuk kembali dekat dengan anaknya. Apa itu bukan manusia namanya?! Padahal untuk kesalahan sebesar yang sudah ia perbuat, dia sebenarnya lebih pantas untuk mati.""Dendam itu tidak baik, Mas."Aku sedang tidak membalas, tetapi membiarkan tangan Tuhan bekerja. Mungkin ini karma buat dia.""Mas." Perempuan itu memegang tangan Keenan setelah ia kembali merebahkan baby Arga di pembar
Bab 144"Saya hanya memberi kesempatan kepada Eliana untuk kembali dekat dengan putrinya, tapi bukan berarti itu adalah lampu hijau untuknya bisa kembali memanfaatkan saya. Dan saya pikir, ini memang bagian dari rencananya. Siapa lagi yang bisa dimintai tolong selain saya?!" Keenan menerima selembar kertas itu dari Ina sore ini saat ia baru pulang kerja.Dia membacanya sekilas. Alamat sebuah rumah sakit, dan ia tahu lokasinya."Tapi kasihan Bu Eli. Dia bilang dia kena tumor payudara dan harus dioperasi besok pagi," sahut Ina. Gadis itu memandangi Keenan tanpa berkedip."Kamu pikir dia hanya sekedar minta support, dukungan, atau minta ditengok, gitu aja?!" tukas pria itu."Jangan terlalu polos, Ina. Kamu ini baby sister anak saya, dan tahu benar bagaimana sikap Eliana selama ini. Tidak mungkin kan tiba-tiba saja dia baik dengan anaknya sendiri, yang sejak lahir sudah ia abaikan, kalau nggak ada apa-apa?!""Saya pun juga berpikir ke arah sana, Pak. Tapi saya hanya kasihan. Mungkin Bu El
Bab 143"Nggak! Nggak mungkin! Nggak mungkin! Nggak!" Perempuan itu seketika berteriak histeris. Tempo hari Eliana hanya mendapatkan pemeriksaan fisik, kemudian hasilnya akan dicek di laboratorium. Dan hari ini dia diberitahu hasilnya oleh dokter spesialis."Mohon maaf, Bu. Tapi saya menyatakan hal yang sebenarnya. Saya mendiagnosa sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Ibu positif mengidap tumor payudara....""Jadi...." Mata perempuan itu seketika mengembun."Tidak ada jalan lain untuk menghentikan semuanya, Bu. Kedua payudara Ibu harus segera dioperasi untuk menghindari penyebaran yang tidak bisa kita kendalikan.""Saya harus kehilangan payudara saya, Dok?""Daripada Ibu harus kehilangan nyawa Ibu, bagaimana?"Lunglai rasanya seluruh persendian Eliana. Vonis ini sangat mengerikan dan dia tak pernah membayangkan jika akibat dari penolakan menyusui bayinya dulu berakibat fatal. Setidaknya itu penjelasan yang diterimanya dari dokter spesialis. Menyusui bayi di tengarai bukan cuma b
Bab 142Eliana melenggang santai menuju sofa dan duduk di kursi nan empuk itu. Tak terlihat gurat lelah dan marah di wajahnya. Perempuan itu ternyata pandai berakting."Aku tunggu di sini, Ina. Aku ingin bertemu dengan putriku. Sudah sebesar apa dia sekarang?" Matanya berbinar-binar saat menyebut nama putrinya."Tapi, Bu....""Percayalah, aku tidak bermaksud jahat. Aku hanya ingin bertemu dengan Sherina, putriku. Sudah lama aku tidak ke sini. Bukan aku tidak ingin bertemu putriku, tapi Mas Keenan yang melarang. Bahkan aku bersabar dengan menemui Mas Keenan di kantor saja, walaupun aku sangat ingin menemui Sherina kembali. Dulu mas Keenan memintaku untuk lebih memperhatikan Sherina, dan sekarang aku memenuhi keinginannya." Eliana mengarang alasannya panjang lebar.Ina langsung berdecih. Kemarin kemana saja? Saat orang-orang, bahkan Sherina sekalipun sudah putus harapan dengan peran Eliana sebagai seorang ibu, kenapa sekarang baru ingat jika ia memiliki seorang putri kecil yang butuh
Bab 141Wanita itu mendengus. Dia mengibaskan tangannya kasar demi melepaskan pegangan tangan dua orang petugas security yang menyeretnya sampai ke luar gedung. Ditonton secara gratis oleh ratusan orang yang kebetulan berpapasan dengan mereka tak lagi menumbuhkan rasa malu di hati Eliana. Hatinya sudah mati. Dia sudah terbiasa dengan tatapan sinis semua orang. Meski jika dipikir-pikir, dia seperti seorang pengemis saja, yang meminta uang untuk biaya hidup sehari-hari kepada mantan suami.Dia sudah tak punya harga diri. Namun Eliana tak punya pilihan. Ekonomi keluarganya sudah berada di titik nadir. Dia sudah mencoba mencari pekerjaan, tetapi tak ada pekerjaan yang layak untuknya. Dia memang berpendidikan di luar negeri, namun dia tidak serius menuntut ilmu. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk clubbing dan pesta yang menghabiskan uang milik orang tuanya. Jadi tidak ada hal yang bisa dibanggakan dengan pendidikannya di luar negeri, bahkan dia diberhentikan secara paksa dari u
Bab 140Keenan tahu, orang yang dimaksud oleh dokter Aariz itu adalah Eliana, dan dokter Aariz juga memberi tindakan operasi caesar kepada Eliana atas paksaannya, karena pria itu tidak mau terlalu lama mendengarkan umpatan kesakitan dari mantan istrinya itu.Pria itu mendengar dengan jelas apa yang disampaikan oleh dokter Aariz. Obrolan mereka sangat jelas terdengar. Namun Keenan sengaja tidak mau turut campur. Tidak ada urusan dengannya. Lagi pula sepertinya Alifa memang hanya menginginkan bertemu dengan Donita.Terlihat jelas dari sikap dokter Aariz bahwa dia begitu posesif. Dia dan dokter Aariz sama-sama laki-laki dan tentu tahu bagaimana caranya agar pasangan tidak lagi berhubungan dengan mantan. Jelas sekali bahwa pria itu tidak menginginkan Alifa berhubungan kembali dengan mantan suaminya, walaupun hanya sebatas berteman."Apa aku terlihat menyedihkan?" Pria itu memutar bola matanya malas sembari berjalan mendekat setelah sepasang suami istri itu meninggalkan ruangan perawatan
Bab 139"Sepanjang kondisi kamu masih memungkinkan, Mas pasti mengizinkan." Aku berbaring dengan posisi miring menghadapnya. Pandangan kami beradu, aku mencoba menyelami apa yang ada di dalam pikirannya.Barusan ia bilang jika Donita sudah melahirkan, dan aku spontan mengemukakan keinginan untuk menjenguk Donita di rumah sakit, lagi pula itu adalah rumah sakit milik suamiku sendiri, seharusnya kan tidak masalah."Tapi ingat kamu nggak boleh mual-mual atau menunjukkan ekspresi yang mencurigakan, karena kita harus menyembunyikan kehamilan kamu," ujarnya lagi."Sampai saat ini aku masih tidak mengerti apa alasan Mas menyembunyikan semuanya.""Kelak kamu pasti akan mengerti jika usia kandunganmu sudah memasuki trimester ketiga.""Mas menyembunyikan sesuatu dariku," rajukku."Ini untuk kebaikanmu dan keluarga kita, jangan sampai kamu kenapa-kenapa." Pria itu melingkarkan tangan di pinggangku dan wajah kami pun terpadu. Dia mencium keningku lalu berlanjut ke pipi.Aku mendengus. "Mas selal