Bab 40"Ah, tidak. Lupakanlah. Aku juga sedang bercanda. Mengapa kalian terlihat begitu ramai, sampai melupakan ada yang sedang cemberut di sana, tuh?!" Pria itu menunjuk sang kakak yang duduk bersandar di sofa. Pria itu sudah melepas jas putih miliknya dan menyandarkan di sofa pula."Siapa yang cemberut? Aku hanya sedikit lelah. Kamu pikir menghadapi pasien dengan segala macam wataknya itu urusan gampang?!""Resiko pekerjaan itu, Mas. Mas sendiri kan yang memilih menjadi seorang dokter? Gara-gara Mas memilih menjadi seorang dokter, akibatnya akulah yang kebagian tugas mengelola perusahaan Papa...." Atta mulai mengoceh, seperti biasanya ia menjahili sang kakak."Sok sibuk kamu! Kamu hanya kebagian mengurus Hotel Permata, sementara perusahaan yang lain, sudah ada orang kepercayaan Papa yang mengurus. Gitu saja kok mengeluh?!""Habis Mas duluan yang mengeluh....""Saya bukan mengeluh, wahai Attalarich El Fata." Pria itu memanggil nama panjang adiknya lantaran sedikit kesal. "Aku hanya i
Bab 41Sistem penanggalan sudah menunjukkan penghujung tahun, tepatnya pertengahan Desember. Tak terasa aku sudah 7 bulan menjadi ibu susu Gibran. Sang pewaris keluarga El Fata itu tumbuh sehat dan bahagia, tidak kekurangan suatu apapun, meski tanpa sentuhan ibu kandungnya.Sekarang Gibran sudah boleh memakan makanan pendamping ASI. Aku sendiri yang membuat MPASI untuknya. Sedapat mungkin aku tidak membiarkan Gibran memakan bubur instan, meski pengawetnya aman bagi bayi sekalipun.Papanya Gibran itu dokter, dan pastinya akan terus mengawasi apa yang dimakan dan diminum oleh putranya. Jika sedang berada di rumah sakit, aku selalu membuat MPASI di kantin. Pihak kantin memberiku izin untuk membuat MPASI di dapur mereka, tentu karena mengingat Gibran adalah anak pemilik rumah sakit ini.Hasilnya, apa yang dimakan oleh Gibran selalu fresh, sehat dan bergizi.Hari ini aku sengaja membawa Naira ke rumah sakit, karena aku akan berbelanja pernak-pernik untuk peringatan Hari Ibu. Tepat tanggal
Bab 42"Kenapa tidak?! Tuhan itu maha baik. Selama ini kalian terobsesi dengan keturunan, sampai melakukan segala cara untuk menyingkirkanku yang dianggap mandul." Tatapanku beralih pada dua orang perawat yang masih sibuk berbelanja. Troli yang mereka dorong sudah hampir penuh. Di samping boneka, pihak rumah sakit juga memberikan hadiah berupa satu set alat makan yang cantik. Harganya memang tidak seberapa, hanya sekedar tanda kecil bahwa pihak ke rumah sakit begitu menghargai setiap pasien yang mempercayakan perawatan diri dan buah hatinya ke rumah sakit Ibu Dan Anak Hermina"Alah... paling-paling juga anak dari pria lain!" seru mbak Yuna."Kalau begitu, kalian menganggap jika Mas Keenan itu mandul?" Aku mengerjapkan mata berkali-kali, sedikit menjahili dua orang yang pernah menyakitiku ini. Rasanya puas juga melihat mereka sepertinya kelimpungan."Tidak mungkin anak saya mandul. Saya saja punya tiga anak kok. Baik dari papanya maupun saya, tidak ada riwayat mandul. Kami sekeluarga
Bab 43"Berasa jadi pengemis kalau begini caranya," gerutu Yuna. Dia terus mengeluh sambil mengamati barang-barang yang dipajang di rak dan mulai memilih barang yang sesuai dengan kebutuhannya."Kamu pakai sabun mandi dan shampo ini saja. Harganya lebih murah," tegur Yunita. Dia mengambil shampo dan sabun mandi cair kemasan reffil yang sudah diletakkan Yuna ke dalam troli, lalu menukarnya dengan shampo dan sabun mandi yang harganya lebih murah. Bukan cuma itu. Dia mengambil odol, sikat gigi, detergen, pelembut pakaian dari dalam troli, lalu menggantinya dengan produk serupa yang harganya lebih murah."Aduh, Ma. Masa Mama hitung-hitungan sama harga. Biasanya juga nggak," keluh Yuna lagi. Tapi dia memilih pasrah saja dan terus mendorong troli mengiringi ibunya."Mika jangan dibiasain lagi makan makanan cepat saji. Itu nggak sehat. Kamu bikin aja sendiri." Lagi-lagi Yunita menegur saat Yuna akan membuka freezer yang berisi dengan nugget, sosis, dan kawan-kawannya."Mana aku bisa bikin ya
Bab 44"Oh... maaf, saya nggak nyadar." Pria itu mengangguk, lalu mendekati ranjang, menatap putranya yang tertidur. Dua buah guling yang berbentuk boneka Keroppi dan Doraemon berada di sisi kanan dan kirinya."Nggak apa-apa, Dok. Kalau Dokter mau istirahat, kami bisa keluar kok. Nanti kalau Adek Gibran bangun, Dokter bisa dipanggil lagi kami," ujarku."Iya benar, saya memang mau istirahat sebentar. Nanti jam 13.30 siang akan ada operasi lagi. Mudah-mudahan tidak ada lagi pasien dadakan.""Oh, kalau begitu baiklah, Dok. Saya dan Naira akan keluar dulu sekalian mau shalat zuhur." Aku menarik Naira dan berjalan menuju pintu, keluar dari ruang peristirahatan itu. Masih ada waktu hampir satu jam, cukup untuk kami shalat zuhur dan makan siang. "Sekarang mbak Alifa seperti nyonya saja. Semua orang di rumah sakit ini hormat sama mbak Alifa," ujar Naira. Saat ini mereka tengah berada di salah satu lorong dan berpapasan dengan para petugas medis yang terlihat tersenyum dan mengangguk hormat k
Bab 45Keenan membuka mata dan terlonjak dari tempat duduk. Seketika ia merenggangkan tubuhnya dari wanita yang juga tak kalah kaget, karena ternyata Donita juga memejamkan mata sembari bersandar di bahu pria itu."Bu Eli," tegur wanita itu."Ternyata benar ya, rumor yang beredar jika seorang bos itu biasanya selingkuh sama sekretarisnya. Dan ternyata memang benar sih!" Tangan wanita itu sudah terulur bermaksud menarik Donita, namun Keenan lebih dulu membuat Eliana tidak berkutik. Dia malah menarik Eliana, lalu mengunci sepasang tangan wanita itu di belakang tubuhnya."Lepas, Mas. Kamu apa-apaan sih? Niat banget melindungi pelakor ini?!""Kamu pikir, aku diam saja melihat kamu mau berlaku seenaknya sama karyawan terbaik di perusahaan ini?!" Keenan balas membentak."Tapi dia pelakor, Mas. Aku dengar percakapan kalian barusan. Dia mengompori kamu supaya menceraikan aku!""Saya nggak mengompori Pak Keenan untuk menceraikan Ibu. Cuma yang bener aja sih, logikanya mana ada pria yang tahan
Bab 46"Ibu, apa kabar?" Aku mencium tangan yang mulai agak keriput itu. Hari ini RSIA Hermina kedatangan tamu istimewa. Dialah Ibu Wardah Aurora, ibunda dari dokter Aariz El Fata, yang merupakan pemilik rumah sakit ini."Saya sangat sehat dan bahagia, apalagi hari ini bisa berjumpa sama kamu, Alifa. Kenapa jarang sekali main ke rumah utama, hmm...? Saya sangat merindukan cucu saya," ujarnya ramah."Aduh... maaf sekali, Bu. Kebetulan Dokter Aariz maupun Mas Atta belum sempat mengantar. Karena kalau bersama dengan adek Gibran, biasanya saya diantar langsung oleh salah satu dari mereka," jelasku. Sebenarnya agak sungkan juga. Aku melihat jelas dari sorot matanya seperti menahan kerinduan."Wanita yang penurut." Perempuan tua itu mengusap kepalaku, sentuhan yang hangat. "Saya merasa sangat senang, karena di bawah asuhanmu cucu saya tumbuh menjadi anak yang sehat dan bahagia.""Saya senang sekali bisa menyusui dan mengasuh Adek Gibran. Dia menganggap saya seperti ibunya sendiri, Bu." Aku
Bab 47[Selamat hari ibu, wanita yang hebat!Teriring doa, semoga tetap menjadi seperti ini, memberikan cinta yang besar kepada putramu.Alifa, bolehkah saya minta sesuatu? Saya ingin agar kamu menjadi Ibu yang sebenarnya untuk cucu saya, Gibran dan calon adik-adiknya nanti. Menikahlah dengan Aariz. Saya mohon....]Tubuhku lemas seketika. Bahkan secarik kertas itu terlepas dari peganganku, jatuh ke lantai.Isi kotak itu memang benar sebuah boneka beruang yang cantik dan berukuran mungil. Namun bukan itu saja. Ada sebuah kotak yang ternyata isinya adalah satu set perhiasan bertahtakan berlian. Sepertinya satu set perhiasan ini dipesan khusus, karena kotak perhiasannya tertera logo merek perhiasan itu."Mbak dilamar?" cicit Naira."Aku tidak mengerti, Naira. Ini membingungkan. Aku nggak tahu." Menggunakan tanganku yang gemetar, aku segera membungkus kembali barang-barang itu, berikut dengan kertas yang berisi tulisan tangan bu Wardah. Aku membungkusnya seperti semula, lengkap dengan p
Bab 169Atta memang sungguh tidak terduga. Dia cerdik melebihi ekspektasi, walaupun terkadang sikapnya rada menyebalkan. Tapi Aariz tidak menampik, Atta memang memiliki kepekaan tinggi jika ada bahaya disekitar mereka.Dia dan Atta memang jarang akur, jarang satu pemikiran dan pendapat, tapi mereka tetaplah saudara. Di dalam diri mereka mengalir darah yang sama, darah El Fata.Di sela-sela kesibukannya yang berkali-kali lipat meningkat sejak Hotel Permata bekerjasama dengan perusahaan milik Keenan, Atta tetap meluangkan waktunya untuk mengamati perkembangan yang terjadi di rumah utama, terutama Alifa dan orang-orang yang berada di sekitar perempuan itu. Bahkan Naira dan Maya pun tidak luput dari perhatian Atta, walaupun sebenarnya kedua gadis itu bisa dipercaya.Aariz dan Alifa bahkan tidak pernah berpikir sampai sejauh itu. Meski Alifa selalu berusaha menutupi kehamilan dengan pakaian longgar, tetapi memakai pakaian yang sangat longgar bukan merupakan style Alifa. Alifa memang menyuk
Bab 168"Sudah berapa bulan, Mbak?" tunjuk Atta pada perut Alifa."Berapa bulan?!" Perempuan itu sangat terkejut. Selama ini tidak ada yang tahu tentang kehamilannya selain mereka berdua."Mbak bisa menyembunyikan kehamilan pada semua orang, tetapi tidak padaku." Pria itu tersenyum, tapi senyumnya terasa amat misterius."Berapa bulan apanya? Kamu jangan macam-macam deh!" sergah Aariz. Tentu saja ia panik. Dia tidak menyangka ternyata ada orang yang mengetahui kehamilan Alifa, padahal mereka sudah berusaha maksimal untuk menutupi fakta itu."Aku hanya menginginkan kejujuran kalian. Mbak Alifa sudah hamil berapa bulan?" tegas pria itu. "Jangan coba-coba mengelak. Aku sudah tahu semuanya. Aku hanya ingin menguji kejujuran kalian."Alifa terlihat menghela nafas, sebelum akhirnya mendesah. "Sudah hampir 5 bulan, Ta. Dari mana kamu tahu jika aku hamil?""Akhir-akhir ini Mbak Alifa terlalu tertutup sama aku. Di awal aku malah berpikir jika Mbak ingin menghindariku setelah menikah dengan Mas
Bab 167"Masa Mas bohong sih?"Setelah memberikan penjelasan panjang lebar kepada keluarga pasien, termasuk menahan kekesalannya terhadap keluarga pasien yang terlihat sama sekali tidak khawatir dengan keadaan anggota keluarganya, bahkan malah lebih khawatir kehilangan sawah ketimbang nyawa istri sendiri, Aariz langsung kembali ke ruangan pribadinya di rumah sakit umum ini. Tentu dia mencemaskan Alifa yang harus ia tinggalkan sendirian di ruangan ini, apalagi proses operasi pengangkatan rahim itu memakan waktu berjam-jam karena penuh dengan pendarahan dan prosedurnya jauh dari kata mudah.Sebagai seorang dokter kandungan, satu hal yang paling ia hindari adalah operasi pengangkatan rahim, karena ini yang paling krusial. Bukan cuma tingkat kesulitannya yang tinggi, tapi juga tingkat emosional, karena diangkatnya rahim dari tubuh seorang perempuan, berarti mematikan harapan perempuan itu beserta keluarganya untuk mendapatkan keturunan.Terbukti, dia harus berjuang mati-matian untuk meya
Bab 166 "Mana suaminya? Panggil kemari ya." perintah Aariz kepada Nia, yang dengan segera dituruti gadis itu. Dia beranjak meninggalkan ruangan. Hanya berselang 5 menit, Nia sudah datang diiringi dengan dua orang laki-laki. Seorang laki-laki separuh baya, dan satu lagi merupakan laki-laki yang sudah tua renta. "Silahkan duduk." Pria itu mendengus kasar sebelum akhirnya ia berhasil menguasai dirinya. Sebenarnya dia ingin sekali marah, tapi dia tetap harus menjaga sikap. Ini adalah kedua kalinya dia bertemu dengan suami dari pasien yang mengalami pendarahan pasca operasi caesar ini. Dua tahun yang lalu dia juga menangani kasus yang sama. Jejak rekam medik pasien bernama Rusmina ini membuat Aariz rasanya ingin angkat tangan saja. "Mohon maaf, dua tahun yang lalu saya lah yang menangani persalinan ibu Rusmina, persalinan anak ketiga yang waktu itu pun juga mengalami kasus yang sama. Persalinan lewat operasi caesar dengan kasus plasenta akreta dan obesitas. Saat itu saya sudah m
Bab 165"Aku ikut, Mas!" Perempuan itu mengambil tasnya, lalu memegang tangan sang suami, membuat Aariz menghela nafas berat. Dia tentu paham maksud sang istri."Kamu yakin? Mas tidak tahu kapan kita bisa pulang. Mungkin malam....""Tidak apa-apa. Aku bisa menunggu di ruang pribadi Mas seperti biasa.""Baiklah." Pria itu berjongkok, lalu mencium pipi anak sambungnya sekilas. "Papa dan Mama berangkat dulu ya. Gibran baik-baik sama tante Naira."Beruntungnya tidak ada drama yang menghambat kepergian mereka. Gibran anak yang anteng dan jarang rewel. Dia sudah biasa hanya bersama pengasuhnya. Aariz mengendarai mobilnya dengan terburu-buru, meski tidak ugal-ugalan. Dia tetap memperhatikan keselamatan berlalu lintas, apalagi ada istri di sampingnya.Alifa hanya terdiam. Dia tidak berminat untuk berbicara dengan sang suami, dan justru tenggelam dalam pikirannya sendiri. Frasatnya sudah tidak enak saat dokter Halimah menelpon. Alifa tahu dokter Halimah adalah orang yang loyal kepada suaminy
Bab 164 "Program masih berjalan, walaupun tidak terlalu efektif. Ada orang yang dikhususkan untuk mengurusi itu," jelas Aariz. "Kok bisa? Bukannya kemarin banyak yang menyambut antusias program itu? Terutama para ibu hamil atau pasangan suami istri yang merencanakan kehamilan dan punya anak." Alifa menyerngitkan kening. Dia baru ingat, karena terlibat secara langsung saat launching program itu. Dan dia melihat sendiri bagaimana antusiasme para undangan yang memenuhi tempat acara itu, terutama ibu-ibu hamil yang memang pernah memeriksakan kandungan ke RSIA Hermina, atau yang sedang menjalani promil. "Mas juga kurang tahu apa sebabnya, tetapi Mas bersyukur masih banyak juga orang yang percaya dengan RSIA Hermina, dan masih banyak orang yang mau menitipkan uangnya agar nantinya mereka bisa merencanakan persalinan yang aman dan selamat." "Itu tujuan kita, bukan?" tukas Alifa. "Itu tujuan utama, di samping pihak rumah sakit pastinya akan mendapatkan dana segar yang bisa digunakan
Bab 163Membayangkannya saja sudah membuat Alifa merasa ngilu, apalagi jika ia sendiri yang mengalaminya. Jangankan riwayat SC 3 kali, riwayat SC 1 kali pun pasien tidak boleh melahirkan di rumah, apalagi tanpa ada bantuan dari tenaga medis. Seharusnya ketika pasien akan melahirkan, harus dirujuk ke rumah sakit yang lengkap peralatan dan tenaga medisnya, karena melahirkan normal dengan riwayat SC sebelumnya rentan terjadi robekan rahim yang bisa mengancam jiwa, baik ibu maupun bayi.VBAC ( Vaginal Birth After Cesarean) atau persalinan normal setelah operasi caesar tidak bisa dilakukan sembarangan, harus di awasi ketat oleh dokter kandungan. Bukan cuma itu. Fasilitas operasi harus disiapkan untuk berjaga-jaga bila terjadi komplikasi di dalam persalinan, semisal robekan di rahim.Aariz benar-benar mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan sangat tinggi. Dia bahkan memijat pelipisnya berkali-kali dengan keringat dingin yang membasahi dahi. Bukan sekedar nyawa pasien yang menjadi taruhan
Bab 162Keenan benar-benar membawa Naira keluar dari apartemen pagi ini setelah mereka selesai sarapan. Namun ternyata dia tidak membawanya langsung pulang ke rumah utama keluarga El Fata, tetapi justru jalan-jalan keliling kota dan berakhir dengan mampir di sebuah mall yang memiliki wahana permainan anak."Santai saja, Nai. Aariz dan Alifa tidak akan pulang pagi-pagi. Mereka itu pergi ke villa dan kamu tahu tempatnya di mana, bukan?" bujuk Keenan sembari mengingatkan. Dia menyadari ekspresi Naira yang muram. Dia berusaha menjelaskan bahwa tidak mungkin Aariz dan Alifa akan pulang cepat, mengingat lokasi villa keluarga yang terletak di desa, suatu daerah di luar kota."Aku cuma ingin cepat sampai di rumah, Mas. Aku capek.""Capek dengan tingkah Mas?" Pria itu tersenyum kecut. "Maaf ya." Namun lagi-lagi tangannya lancang mengacak rambut gadis itu. "Percayalah, Mas tidak pernah bermaksud macam-macam, melainkan hanya menuruti keinginan hati saja.""Bermain drama, ngaku-ngaku aku adalah
Bab 161"Mas akui, Mas bukan pria yang baik, tetapi tidak seberengsek seperti yang kamu duga. Hubungan Mas dengan Donita tidak seperti yang kamu pikirkan. Mas sekamar dengan Donita, karena ingin menjaga perempuan itu. Dia adalah karyawan terbaik Mas. Dia itu aset perusahaan yang harus Mas jaga. Dia adalah pahlawan bagi Mas. Disaat perusahaan mengalami krisis, Donita berdiri dengan tegar bersama dengan tim kami menyelamatkan perusahaan. Menurutmu apa yang harus Mas lakukan untuk membalas jasanya?" Keenan berkata dengan suara perlahan memberi pengertian pada gadis itu. Cara bicaranya sudah seperti seorang lelaki yang memberi pengertian pada pacar yang tengah cemburu karena dia dekat dengan wanita lain."Aku nggak ada kaitannya sama hubungan Mas dengan Mbak Donita. Apa urusannya denganku?" rajuk gadis itu seraya melengos ke samping."Jelas ada urusannya dengan kamu, karena kamu mengira Mas itu kumpul kebo dengan Donita. Kamu pasti mengira Mas sedang menjalin hubungan tanpa status! Kamu s