Share

Lipstik

Penulis: Ina R
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Hari masih pagi aku tidak ingin dirusak oleh prasangka-prasangka. Meski feelingku sebagai istri mengatakan itu bukanlah hadiah untukku, karena jelas sekali kalau lipstik itu bekas pakai.

Aku memaksa tersenyum demi mencairkan suasana. Mas Restu yang tadi nampak begitu gugup seketika ikut tersenyum, ada perasaan lega di wajahnya.

"Oh terima kasih ya, Mas. Mungkin perasaanku saja melihat lipstiknya seperti bekas pakai," sindirku masih dengan tersenyum.

"Mu-mungkin, Mbaknya terlalu bersemangat pas nunjukin hasil warnanya sampai di garis-garisin gitu ditangannya," terang Mas Restu sembari mempraktekan dengan tangannya, dan malah terdengar mengada-ngada.

"Oh mungkin juga, Mas," jawabku.

"Kamu suka gak warna lipstiknya?" tanya Mas Restu.

"Eum ... Suka kok, Mas."

Tidak lama kemudian terdengar ponsel Mas Restu berdering. Mas Restu yang hendak memakai baju yang sudah kusiapkan di atas ranjang pun, menghentikan kegiatannya dan melihat ke arah ponsel yang tergeletak di atas nakas.

"Siapa, Mas?" tanyaku penasaran, karena melihat Mas Restu yang seperti tengah ragu untuk menerima telponnya.

"Em ... Te-teman kantor, Mas angkat telpon dulu ya!" ucap Mas Restu sembari melangkah, menjauh.

Aku hanya mengangguk, meski dalam hati juga penasaran siapa sebenarnya yang menelpon kenapa Mas Restu tidak bicara di sini saja?

***

"Lam, mungkin hari ini, Mas lembur. Jadi, kamu tidak perlu tungguin, Mas," ujar Mas Restu saat kami tengah sarapan bersama.

"Kok lembur lagi, Mas baru juga pulang dari luar kota? Emang, Mas gak kangen sama aku juga anak-anak?" protesku sengaja.

"Bukan begitu, 'kan Mas kerja juga buat kalian," jawab Mas Restu.

"Iya deh, Mas aku percaya kok. Kalau Mas sedang berjuang buat kita, bukan buat orang lain," sindirku lalu tersenyum.

Mas Restu yang tengah makan tiba-tiba tersedak mendemgar ucapanku.

"Mas, kenapa? Pelan-pelan makannya, kayak ada yang nungguin aja," selorohku sembari menyerahkan segelas air minum.

Mas Restu masih terbatuk-batuk sampai-sampai wajahnya memerah. Lalu, segera minum air pemberianku.

"Mas gak apa-apa, kan?" tanyaku lagi setelah batuknya mereda.

"Gak apa-apa, kayaknya tadi Mas tadi cuma terlalu bersemangat aja makannya," jawab Mas Restu yang terdengar tak masuk akal.

"Ya udah kalau gitu, Mas berangkat dulu ya!" pamitnya seraya bangkit dari tempat duduk.

Aku pun ikut berdiri dan menyambut tangannya. Lalu, menciumnya dengan takzim.

"Nizam, nanti berangkat sama Mama ya! Papa pergi dulu. Ghazi jagain Mama ya!" ujar Mas Restu pada Nizam dan Ghazi yang tengah asyik makan.

"Siap, Pa!" Bocah lelaki yang baru duduk di bangku TK itu menjawab dengan semangat. Sementara Ghazi asyik dengan makanannya. Umurnya baru dua tahun setengah, jadi belum terlalu mengerti, kalau lagi mau saja ia akan bersemangat jika Mas Restu pamit berpergian.

Mendengar jawaban, Nizam Mas Restu tersenyum. Lalu, kedua bocah tersebut menyambut tangan papanya dan menciumnya.

"Mas berangkat ya!" Mas Restu pun kembali pamit, sebelum ia benar-benar pergi.

Aku mengangguk. "Hati-hati, Mas jangan lupa jaga hati, jaga mata!" ucapku sembari melempar senyum bercanda.

Namun, ternyata sukses membuat Mas Restu nampak salah tingkah.

"Kayak ABG aja, mesti diingatin jaga hati jaga mata segala," kilah Mas Restu dengan tersenyum kikuk.

Aku tertawa. "Siapa tau berguna, Mas. Saat lagi lihat yang kinclong di luar sana," ucapku masih dengan nada candaan.

Mas Restu nampak tersenyum, meski sebenarnya ia tidak bisa menutupi rasa salah tingkah saat mendengar ucapanku tersebut. Entah apa yang sedang ia tutupi, hingga wajahnya terlihat panik begitu.

***

Setelah Mas Restu berangkat, aku pun segera berkemas untuk segera mengantar Nizam ke sekolah, dan ke tempat kerja. Sementara Ghazi kutinggal bersama Bi Atun.

"Ma, bekal Papa tinggal," ucap Nizam sembari menunjuk pada sebuah kotak bekal warna telur asin tersebut.

"Ah iya, nanti Mama anterin aja kalau gitu."

Aku dan Nizam pun segera berangkat, dan mengeluarkan mobil dari car port. Pak Budi yang bertugas sebagai penjaga keamanan gegas membuka pintu gerbang. Lalu, perlahan mobil yang ku kendarai mulai meluncur membelah jalan.

Tujuan utamaku adalah mengantar Nizam terlebih dahulu, baru akan mengantar bekal makan siang Mas Restu yang tertinggal, setelahnya berangkat ke kantor.

Usai mengantar Nizam, aku segera kembali menekan pedal gas melanjutkan menuju tempat Mas Resru bekerja, beruntung satu arah jadi aku tak perlu repot untuk putar balik.

Begitu sampai, aku segera turun dan di sambut security yang jaga.

"Mau ketemu, Bapak ya, Bu?" tanya Pak Bagas yang memang sudah mengenalku sebagai istrinya Mas Restu.

"Iya, mau nganter bekalnya Mas Restu ketinggalan," terangku sembari melempar senyum.

"Oh begitu," jawab Pak Bagas sambil manggut-manggut.

"Ya sudah kalau begitu, saya masuk dulu ya, Pak!"

"Oh iya, mari, Bu silahkan!"

Aku pun gegas melangkah menuju ruangan Mas Restu. Mas Restu pasti kaget, karena jarang-jarang aku datang kemari apa lagi jam segini.

Tiba di depan pintu ruang kerjanya, aku hendak mengucap salam. Namun, terhenti saat tanpa sengaja aku mendengar suara seseorang tengah bicara.

"Jadi kapan, Mas akan jujur sama istrinya, Mas soal ...." Kalimat itu terjeda.

"Kenapa kamu taroh lipstik di koper, Mas?" Itu suara Mas Restu, entah siapa lawan bicaranya.

Bersambung ...

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Mungkinkah Restu mendua
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
feeling istri sangat kuat,bahwa ada gejala selingkuh pada suaminya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Menyesal Usai Bercerai   Curiga

    "Jadi kapan, Mas akan jujur sama istrinya, Mas soal ...." Kalimat itu terjeda."Kenapa kamu taroh lipstik di koper, Mas?" Itu suara Mas Restu, entah siapa lawan bicaranya.Tidak terdengar ada jawaban, namun setelahnya terdengar derap langkah menuju ke arah pintu. Begitu pintu terbuka, Mas Restu begitu nampak terkejut dengan kedatanganku."Ni-nilam? Sudah berapa lama kamu di situ?" tanya Mas Restu terdengar gugup.Aku tersenyum, lebih baik aku pura-pura tidak tau apa-apa saja, karena aku juga tidak mendengar dengan jelas, jika aku langsung bertanya tentunya aku tidak aka menerima jawaban yang kuinginkan."Baru kok, Mas. Mau nganter bekal Mas yang ketinggalan." Aku menyerahkan bekalnya ke tangan Mas Restu. "Kenapa, Mas kayak takut dan panik gitu?" tanyaku pura-pura tidak tau apa-apa."Eum ... Gak apa-apa, ayo kita ke sana!" ajak Mas Restu sembari merangkul pundakku, sepertinya ia sengaja mengajakku menjauh dari ruangannya."Kenapa sih, Mas?" tanyaku masih dengan pura-pura tidak paham, d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Menyesal Usai Bercerai   Kedatangan Tamu

    Tiba di parkiran aku segera masuk ke mobil, dan bersiap untuk segera pergi. Namun, tanpa sengaja aku melihat sesuatu yang membuat kecurigaanku semakin bertambah."Mas Restu? Mau kemana dia, lalu siapa perempuan itu?" Aku bertanya pada diri sendiri dengan begitu penasaran karena melihat mereka terlihat begitu akrab.Mas Restu berjalan ke arah mobilnya, sepertinya ia tidak menyadari jika aku masih ada di sini karena teralalu asyik mengobrol. Bahkan Mas Restu membukakan pintu mobil untuk perempuan itu."Mau kemana mereka? Bahkan ini belum jam makan siang, lagian aku juga sudah membawakannya bekal tadi?" Hati dan pikiranku begitu tak tenang. Lebih baik aku ikuti saja mereka.Begitu mobil Mas Restu keluar dari area parkiran, perlahan aku pun mengikuti mereka.Aku sengaja menjaga jarak beberapa meter dari mobil Mas Restu agar tidak ketahuan. Aku terlalu fokus memperhatikan mobil mereka hingga tanpa sadar lampu merah, dan aku terjebak di antara mobil lainnya, sementara mobil Mas Restu berb

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Menyesal Usai Bercerai   Kerja Sama

    Saat tengah sibuk melihat buku laporan bulannya tiba-tiba pintu di ketuk."Ya masuk!" ucapku.Ternyata Dela. "Permisi, Bu di depan ada yang mau ketemu, Ibu!" "Siapa?" tanyaku penasaran sembari menaikkan alis, karena jarang-jarang yang mau ketemu, kalau pun mau beli cukup dengan karyawan lainnya."Katanya Mike, Bu," jawab Dela."Mike?" tanyaku heran, siapa ya sepertinya aku tidak punya kenalan bernama Mike. "Ya sudah bilang tunggu sebentar," ucapku."Baik, Bu." Dela pun segera ke luar dari ruangan. Sementara aku membereskan berkas-berkasnya secara asal-asalan.Aku keluar, kulihat di pojok ruangan seorang lelaki yang tengah duduk, begitu melihatku ia langsung bangkit. Aku melangkah, mendekat pada lelaki tersebut."Saya Mike," ucapnya memperkenalkan diri sembari mengulurkan tangan."Oh iya, saya Nilam," jawabku sembari menangkupkan kedua tangan depan dada, yang membuatnya menarik tangannya dengan canggung. "Maaf sebelumnya apa kita saling kenal?" Aku bertanya sopan, juga penasaran. Taku

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Menyesal Usai Bercerai   Menyadap WA Restu

    "Ni-nilam?" ucap Mas Restu gugup. Ia menatapku dengan wajah pucat seolah tengah kepergok maling."Su-sudah berapa lama kamu di situ?" tanyanya memastikan."Baru kok, Mas aku keluar mau ambil minum. Gak sengaja lihat, Mas di situ," jawabku santai sambil tersenyum.Mas Restu tersenyum lega, ketegangan di wajahnya sedikit hilang mendengar jawabanku."Oh gitu, mau Mas ambilin?" tawarnya yang menurutku terdengar tak biasa, karena aku merasa Mas Restu tengah mengalihkan kegugupannya."Gak usah, Mas," tolakku.Mas Restu tersenyum kikuk dan menggaruk-garuk tengkuknya yang kuyakin tak gatal, ia malah terlihat salah tingkah yang membuatku geli sendiri."Ya sudah kalau gitu, Mas ke kamar ya!" Mas Restu berjalan melewatiku."Mas!" panggilku.Mas Restu menoleh saat langkahnya sudah hampir mencapai pintu."Tadi aku gak sengaja denger soal transfer, siapa?" tanyaku masih dengan ekpresi santai."Ah i-iya, i-itu te-temannya, Mas mau pinjam uang," terbata Mas Restu menjawab, wajahnya nampak pias."Siap

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Menyesal Usai Bercerai   Mengawasi Restu

    [Nilam lagi, Nilam lagi kapan sih, Mas jujurnya aku capek kucing-kucingan kayak gini!]Apa maksud dari pesan ini? Bukankah, Mas Restu bilang kalau teman yang mau pinjam uangnya itu laki-laki? Terus apa maksudnya kucing-kucingan atau jangan-jangan ...?Astaga!Tungkai kakiku terasa lemas membayangkan jika apa yang menjadi kecurigaanku ternyata benar, bagaimana? Pesan kembali masuk dari, Mas Restu.[Sabar dong! Sebagai gantinya nanti Mas lebihin transfernya ya] [Bener ya, Mas dua kali lipat, soalnya aku juga butuh buat arisan] emotion merajuk.[Iya, jangan ngambek ya! Ntar Mas berangkat kerja Mas transfer ya!][Ah shiaap, bosqu] emotion k*s.Seketika tubuhku benar-benar merasa limbung, jadi selama ini kecurigaanku benar? Sudah sejauh mana hubungan mereka?Tidak lama kemudian, Mas Restu datang, tidak ada yang aneh dari sikapnya lelaki itu masih terlihat sama seperti hari-hari biasanya. Pintar sekali ia menyembunyikan kebohongannya, sekarang aku yakin kalau Mas Restu memiliki simpanan.T

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Menyesal Usai Bercerai   Dibalik sikap manis

    Sudah dua jam lebih aku di sini, seperti orang b*doh. Menunggu Mas Restu keluar untuk bertemu teman chatnya yang belum kuketahui jenis kelam*nanya itu.Namun, sampai saat ini belum ada tanda-tanda lelaki itu akan keluar, barangkali jam makan siang nanti. Rasa haus mendera, membuatku terpaksa untuk turun, beruntung ada pedagang keliling yang menjual air minum. Saat akan membayar minum yang memang tidak jauh dari lokasi kantor aku melihat Mobil Mas Restu keluar dari parkiran. Aku gegas melangkah ke mobil, jangan sampai aku kehilangan jejak, sia-sia sudah penantian ku beberapa jam yang lalu."Mbak kembaliannya!" teriak yang jual minuman."Ambil saja!" ucapku tanpa menoleh sembari mempercepat langkah.Aku segera masuk ke mobil, dan mengikuti mobilnya Mas Restu. Aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan, masih pukul setengah sebelas. Kenapa, Mas Restu keluar apa pekerjaannya sudah selesai? dan juga apa bosnya tidak marah?Aku bertanya-tanya pada diri sendiri sembari tetap fokus

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Menyesal Usai Bercerai   Itu foto editan

    "Apa, cerai? Kamu lagi gak bercanda, 'kan, Lam?" tanya Anya terkejut saat aku menceritakan permasalahan rumah tanggaku. "Diminum dulu coklat panasnya, biar kamu lebih tennangan dikit!" Anya menaruh dua mug besar berisi coklat yang masih panas terlihat dari asapnya yang masih mengepul."Makasih ya An! Kamu adalah sahabat terbaikku," ujarku sembari meraih mugnya, dan melempar senyum, Anya pun membalas tersenyum."Memangnya kamu sudah yakin dengan keputusanmu?" tanya Anya lagi.Anya adaalah sahabat sewaktu SMA dulu, dan sampai sekarang ini. Persahabatan kami semakin akrab saat tau kalau, Anak kami sama-sama bersekolah di taman kanak-kanak yang sama. Dari dulu sampai sekarang ini, kalau ada apa-apa kami sering bercerita dan berbagi, begitulah kekraban pertemanan ini, "Sepertinya itu adalah jalan terbaik, agar Mas Restu bisa bebas melakukan apa yang diinginkannya," ucapku pelan. "Kuakui perempuan itu memang cantik, dan muda," lanjutku lagi, merasa minder. "Paling juga cantik luarnya doan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Menyesal Usai Bercerai   Lelaki Egois

    "Sudah berapa lama kalian berhubungan, Mas?" Aku tetap bersikap santai, seolah-olah baik-baik saja, meski sebenarnya dalam hati, aku begitu hancur."Ayolah, Lam jangan mudah percaya dengan hal begituan, ini zamannya digital, dan itu hanya editan," ujar Mas Restu ia masih tetap kukuh menyangkal. "Bagaimana mungkin, Mas bisa membohongimu!"Mendengar itu membuatku terasa muak, pintar sekali Mas Restu bersilat lidah, sudah ketahuan dan aku sendiri yang melihatnya langsung tetap saja ia ingin bersandiwara."Sudahlah, Mas kamu tak perlu menyangkal lagi. Apa bukti ini kurang cukup?" Setenang mungkin aku bertanya sembari menunjukkan galeri ponsel.Mata Mas Restu langsung terbelalak tak percaya, dengan susah payah ia meneguk saliva."Kamu masih mau menyangkal, Mas?" "Ja-jadi kamu ngikutin, Mas?" Terbata ia bertanya."Iya seharian ini aku ngikutin kamu, karena akhir-akhir ini aku menaruh curiga semenjak aku datang ke kantor mengantarkan bekal untukmu!" tegasku.Mas Restu mengusap wajahnya deng

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Menyesal Usai Bercerai   Pernikahan

    "Eum ... Maaf ... Aku, a-aku tidak bi...," Kalimat kuterjeda saat melihat seseorang tiba-tiba hadir diacara ini, dan membuatku terkejut. Tidak menyangka dengan kehadiran mereka."Bapak, Ibu ... Kok bisa di sini?" Aku bertanya heran."Iya. Nak Mike yang undang Bapak sama Ibu kesini," jawab Bapak sembari tersenyum."Ibu dan Bapak tidak bisa memaksa, hanya bisa memberi restu," timpal Ibu."Jadi, Ibu dan Bapak sudah tahu kalau ...?" Ibu dan Bapak langsung kompak mengangguk sembari tersenyum. Aku melihat mereka begitu bahagia."Aku tahu apa yang membuatmu ragu, dan sekarang mereka sudah di sini. Jadi, jawaban kamu gimana?" tanya Mike memastikan.Aku menghela nafas dan membuangnya perlahan, selain restu Ibu dan Bapak, aku juga butuh restu dari anak-anakku."Eum, maaf Mike. Tapi aku? Aku tidak bisa ... Karena ...?" Aku menjeda kalimatnya sembari memejamkan mata, takut kalau Mike tersinggung. Tapi mau bagaimana lagi aku tidak bisa mengambil keputusan sendiri tanpa persetujuan kedua anakku.W

  • Menyesal Usai Bercerai   Dilamar

    Menjelang pagi ...Aku sudah bersiap untuk berangkat ke rumah makan, beraktifitas seperti biasanya. Pukul 06 lebih 30 biasanya jam segini, Dela dan yang lainnya sudah hampir selesai memasak. Aku memang lebih sering datang menjelang pagi, karena bumbu khususnya sudah kusiapkan, mereka juga sudah paham apa yang harus dilakukan.Hari ini aku sengaja memesan taksi online karena mobilku lagi di bengkel. Begitu selesai memesan taksi online, ponselku bergetar sejenak menghentikan langkahku. Ternyata ada pesan whatsApp dari Mike.[Nanti sore jangan lupa siap-siap ya!] Usai membaca pesannya aku hanya tersenyum dan memasukkan ponsel ke dalam tas tangan tanpa berniat untuk membalasnya. Tidak lama kemudian taksi online yang kupesan pun datang.Tiba di rumah makan pukul 07 lebih lima, Dela dan teman-temannya mulai sibuk membersihkan dan menata ruangan."Eh, Bu Nilam udah dateng. Selamat pagi Bu," sapa Dela dan Diah."Iya pagi, juga! Semangat ya!" jawabku tersenyum. Lalu, melangkah menuju ruangan

  • Menyesal Usai Bercerai   Cemburu Buta

    "Eum ... Ta-tapi ....""Besok saya jemput, kamu harus sudah siap-siap. Saya mau ke kasir dulu Assalamualaikum," ucap Mike tanpa mau mendengar penjelasanku. Lalu, beranjak pergi."Waalaikumsalam ...," jawabku setelah Mike sudah menjauh.Dentingan jam bergerak ke kanan membawa waktu bergerak maju, tanpa terasa hari sudah sore. Aku melirik jam yang melingkar dipergelangan tangan pukul 16 lebih lima. Sudah lama aku tidak berkunjung ke rumah Ibu dan Bapak, ada perasaan kangen."Del, saya mau pulang duluan kamu urus semuanya ya!" ucapku saat keluar dari ruangan melewati dapur."Oh siap, Bu," jawab Dela."Ya udah kalau gitu, nanti kalau makanannya gak habis bagi-bagi aja sama teman-teman ya, atau bagi-bagi aja sama siapa gitu. Assalamualaikum.""Baik, Bu. Waalaikumsalam."Aku pun melangkah ke luar menuju parkiran di mana mobilku berada, dan meluncur membelah jalan. Saat dijalan entah kenapa tiba-tiba aku sangat ingin sekali makan bakso.Setelah mencari-cari akhirnya dapat. 'sepertinya kedai

  • Menyesal Usai Bercerai   Nilam

    Saat memori tengah memutar kenangan masa lalu. Tiba-tiba pintu ruanganku diketuk, dan itu membuatku sedikit terlonjak kaget."Assalamualaikum, Bu. Boleh aku masuk?" tanya Dela. Orang kepercayaanku."Ah iya, Waalaikumsalam. Masuk!" jawabku.Dela pun masuk. "Ada apa?" tanyaku langsung, karena biasanya Dela kesini ada sesuatu yang ingin ia sampaikan."Di depan ada tamu, nyariin Ibu," jelasnya."Siapa?" tanyaku."Biar gak penasaran Ibu lihat saja sendiri." Bukannya menjawab, Dela malah membuatku semakin penasaran.Ya begitulah sikap Dela, menganggap aku sudah seperti kakaknya sendiri. Karena, sejak masih bersama Mas Restu dulu ia sudah ikut bekerja denganku, dan menjadi orang kepercayaan. Namun, setelah Ayuna yang pegang rumah makannya Dela berhenti karena tak tahan dengan sikap Ayuna yang semena-mena, itu katanya. Ia sempat cari kerja kesana kemari. Pernah juga kerja di laundry. Hingga akhirnya Tuhan kembali mempertemukan kami saat aku mulai menjalankan bisnis rumah makan baru, dan Del

  • Menyesal Usai Bercerai   Kenapa Harus Nilam?

    "Iya benar, dengan saya sendiri. Siapa ya?" tanyaku penasaran."Perkenalkan saya Dela. Apa benar rumah makan Bapak yang terletak di simpang lima mau di jual?" tanyanya.Mendengar nama itu rasanya tak asing, ah mana mungkin Dela yang dulu kerja di rumah makan kami, waktu bersama Nilam dulu. Ya setelah Ayuna yang memegang rumah makannya banyak karyawan ngeluh, terutama Dela dia memilih untuk mengundurkan diri.Tidak mungkin Dela itu, ada banyak Dela di dunia ini. Jika benar, apa sekarang dia sudah jadi orang kaya? Ah terserah sajalah yang penting ada yang minat dengan rumah makannya."Ah iya benar, apa Anda berminat untuk membelinya?" tanyaku langsung tanpa banyak basa-basi."Siapa, Mas?" tanya Ayuna berbisik."Yang mau beli rumah makan," bisikku tak kalah pelan.Wajah Ayuna langsung terlihat senang, binar bahagia diwajahnya begitu kentara."Iya Pak, bos saya yang berminat membeli rumah makan, Bapak," ucapnya.Dahiku mengernyit mendengarnya ucapannya, kalau ternyata bosnya yang berminat

  • Menyesal Usai Bercerai   Kesulitan Ekonomi

    "Apa, Mas dipecat?" tanya Ayuna dengan nada tak percaya saat kuberi tahu keputusan Pak Samsul. Aku hanya bisa mengangguk lemah membuat Ayuna langsung terduduk lemas di atas kursi."Ini uang pesangonnya!" Aku menyerahkan amplop putih yang tadi diberi Pak Samsul.Dengan lemas Ayuna pun membuka amplopnya. "Segini gak bakalan cukup buat bayar semua tagihan, gimana kita bayar cicilan mobil dan yang lainnya, Mas?" tanyanya dengan suara bergetar."Lama-lama aku bisa gila kalau kayak gini terus," sambungnya lagi sembari memijit pelipis.Aku pun tak tahu harus bagaimana, aku juga tidak menyangka jika akhirnya akan seperti ini. Beberapa tahun terakhir ini keadaan ekonomi benar-benar terasa sulit membuatku pusing, ditambah gaya hidup Ayuna yang tinggi. Sementara rumah makan, sudah tutup otomatis tidak ada penghasilan yang masuk, bahkan sebelum tutup sembilan bulan yang lalu gaji karyawan terpaksa kami bayar dengan uang pribadi.Semenjak dipegang Ayuna bukannya untung malah buntung, awal-awal ma

  • Menyesal Usai Bercerai   Restu Cemburu

    "Ah i-iya anak-anak ... Sebentar lagi ujian sekolah," ucapku cepat.Alis Nilam langsung nampak bertaut, mungkin mendengar ceritaku yang terkesan biasa saja."Bukankah memang sebentar lagi ujian semester, Mas?" tanyanya nampak heran."I-iya, gak terasa mereka sudah semakin besar," ucapku yang semakin kehilangan kata-kata.Mendengar itu wajah Nilam semakin terlihat heran, terlihat ia mendesah pelan. Mungkin jengah dengan ceritaku yang terkesan mencari kesempatan agar bisa berdua dengannya."Eum ... Sebenarnya, boleh gak kalau pulang nanti, Mas an ..." ucapanku terjeda saat tiba-tiba ponsel Nilam berdering."Eum, sebentar ya, Mas aku angkat telpon dulu!" ucapnya."Ah iya, silahkan!" jawabku.Nilam pun bangkit dari duduknya dan melangkah menjauh. Setelah beberapa menit kemudian ia kembali."Maaf, Mas aku harus pulang duluan, Mike udah nungguin di depan. Oh iya tadi Mas mau ngomong apa?" tanyanya yang seketika membuat hatiku terasa kecewa.Bagaiman tidak harapan untuk mengantarnya pulang

  • Menyesal Usai Bercerai   Penyesalan Restu

    POV Restu "Jadi gimana, Mas udah dapat pinjamannya?" tanya Ayuna.Aku menggeleng lemah, pasalnya akhir-akhir ini pengeluaran begitu banyak. Bahkan gaji yang biasanya berlebih saat bersama Nilam dulu kini jadi terasa kurang karena harus membayar banyaknya cicilan."Terus gimana, Mas? Udah dua kali lho aku gak hadir di acara arisan, debt kolektor juga udah bolak balik sampai pusing aku tu, mana Kayla bentar lagi ulang tahun," keluh Ayuna sembari duduk menyandarkan tubuhnya ke kursi, wajahnya terlihat cemberut."Kartu kreditkan kamu yang pake, jadi terima aja konsekuensinya. Ulang tahunnya Kayla gak usah dirayain, yang penting doa aja," ucapku mendengar Ayuna mengeluh."Ya maka dari itu kamu cari solusi dong, Mas. Ya gak bisalah gak dirayain kasianlah sama Kayla teman-temannya pada dirayain.""Ya terus gimana? Udah kamu jual saja dulu perhiasanmu, nanti kalau ada uang beli lagi," jawabku memberi solusi."Apa jual perhiasan? Gak, gak aku gak mau enak aja," protes Ayuna tak terima."Ya te

  • Menyesal Usai Bercerai   Harapan Ibu

    Niat mau pulang akhirnya tertunda karena pertemuan tak sengaja ini."Jadi, Bu Nilam sudah tidak bekerja di rumah makan itu lagi?" tanya Mike setelah kami duduk beberapa saat di salah satu resto."Iya," jawabku sembari menyeruput jus orangenya."Jadi bagaimana dengan kerja sama kita, sudah sebulan ini pesanan yang saya minta waktu itu tidak sesuai, rasanya beda," ucap Mike sembari kedua tangannya bertaut menopang dagu."Saya minta maaf, saya janji akan ganti uangnya. Tapi, nyicil ya!" ucapku tak enak.Mike terlihat menghela nafas dalam. Aku tau orang sepertinya uang bukan masalah. Tapi, ini masalah kepercayaan. Lalu, perlahan ia memijat pelipisnya."Bagaimana cara kamu mengganti uangnya?" tanyanya kemudian dengan wajah serius."Eum ... Saya memang belum dapat pekerjaan, tapi saya janji begitu dapat akan saya cicil," jawabku tak kalah serius."Hem ... Tapi, saya tidak yakin," ujar Mike dengan santai sambil menatapku dengan intens.Ah, bisa-bisanya lelaki ini merendahkanku, mentang-menta

DMCA.com Protection Status