Keadaan sudah kembali tenang. Waktu makan malam pun tiba dan semua makanan sudah terhidang di meja. Untuk mengurangi ketegangan dan menyambung kembali komunikasi yang harmonis, eyang Wiryo mengajak kedua cucunya untuk duduk bersama di meja makan.
Usai menyantap makanan, eyang Wiryo memulai pembicaraan. Kali ini, bukan tentang perusahaan, tetapi kembali pada topik awal. Yaitu tentang pernikahan.Beliau bertanya tentang rencana pernikahan Reza dan Nadia. “Sudah sampai mana persiapan kalian?” tanyanya.Namun, Reza tak memberi jawaban pasti karena dia sudah menikah dengan Via. Rasanya mustahil untuk bisa segera mengurus pernikahan dengan Nadia yang dia sendiri tidak yakin itu akan terjadi. Akan tetapi, dia juga belum bisa berterus terang pada semua orang tentang dirinya saat ini."Tadi Nadia telpon Eyang. Katanya kamu akan mengumumkan pertunangan kalian?" tanya Eyang yang tak dijawab oleh Reza"El, jangan menggantungkan Nadia. Nadia benarRasa penasaran Via menuntunnya untuk melihat lebih dekat. Perlahan dia membuntuti Nadia dan menyaksikan sendiri bagaimana Reza menyambutnya. Mereka kemudian terlibat obrolan dan tak lama masuk bersama ke kamar. “Apa yang mereka bicarakan?” Mendadak keingintahuan Via meningkat beberapa kali lipat. Pikiran buruk menyerang, membuat curiga beranak pinak memunculkan beberapa praduga. Karena penasaran yang tak bisa diabaikan, Via mendekat dan coba mendengar percakapan Nadia dengan Reza dari balik pintu. Sedemikian rupa dia mengatur posisi agar mendapat apa yang diinginkan. Sementara di dalam, Reza tengah melakukan pembahasan serius dengan Nadia. Perihal rencana pernikahan mereka. “Jadi, kapan kamu akan mengumumkan pertunangan kita dan menetapkan tanggal pernikahan? Aku sudah tidak tahan dan ingin semua ini cepat berakhir,” ucap Nadia. “Aku tahu apa yang menjadi kekhawatiranmu, tapi untuk saat ini aku belum bisa melakukannya.” Reza membuang napas kasar pertand
Via menunggu dengan tidak sabar tentang apa yang ingin segera dia dengar. Matanya menatap Reza dengan gelisah dan penuh tuntutan. “Kenapa kamu membawa masuk wanita itu ke kamarmu? Setelah tidak bisa bicara denganku kamu langsung mencari wanita lain dengan mudah?” tanya Via pada akhirnya. Gadis itu meledak karena tidak tahan dengan semua pertanyaan yang terus berputar di kepala. Reza yang belum mengerti arah pembicaraan Via hanya bisa mengerutkan kening. “Wanita siapa maksudmu?” “Sudahlah. Jangan pura-pura tidak tahu dan bingung seperti itu. Kejadiannya belum lama, bahkan belum ada satu hari. Mustahil rasanya untuk lupa.” Via membuang muka. “Sungguh, aku sama sekali tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.” “Sebentar. Apa mungkin kamu menjadi seorang pria panggilan? Astaga jika itu benar, maka aku sungguh tidak bisa hidup denganmu.” “Bisa kamu perjelas ke mana arah pembicaraan ini? Kenapa tiba-tiba menurutku begitu? Memang apa yang sudah aku lakukan?” “Kamu membawa seorang w
Via bergegas ke kamar Reza untuk memastikan uang 10 Milyar yang sebelumnya dibicarakan. Beberapa waktu lalu, dia berjelajah di situs jual beli tempat dan menemukan lokasi yang cocok untuk memulai usahanya. Bahkan dia pun langsung memastikannya kepada Randi dan mendapat lampu hijau dari pria tersebut. Sesampainya di depan kamar Reza, Via langsung masuk karena memang pintu kamar itu tidak tertutup sepenuhnya. Namun, begitu menginjakan kaki di area dalam, Via terkejut saat melihat Dani. Akan tetapi, yang lebih membuatnya terkejut adalah posisi duduk Reza yang di matanya terlihat tidak sopan. Dia duduk dengan posisi tumpang kaki, punggung menyandar di sofa, satu tangan berada di dagu persis seperti orang yang sedang berpikir, dan satu tangan lagi mengetuk-ngetuk permukaan sofa. “Astaga.” Via menggeleng tak percaya melihat kelakuan Reza. Dia pun kemudian menyapa Dani dengan sopan dan memberikan Reza tatapan super tajam. Via memukul lengan atas Reza yang semula mengetuk permukaan sofa d
Via tersenyum lebar. Setelah berhasil menguasai perasaan dia pun menghubungi Randi untuk menanyakan perihal tempat yang sebelumnya mereka bicarakan lewat telepon. Reza sempat bertanya mengapa harus Randi, tetapi Via menjawab jika pria itu cukup bisa diandalkan perihal jual beli tanah. Waktu berlalu, setelah mendapat tanah yang diincar Via langsung memulai pembangunan klinik. Dia turun langsung untuk memastikan semuanya karena tidak mau ada dana yang keluar tanpa kejelasan. Meski dia memakai sistem borongan kepada tukang, tetapi dia tetap ingin memastikan karena uang yang dipakai bukan uang pribadi miliknya. Selain mempersiapkan klinik, Via juga mulai berbelanja kebutuhan lain yang salah satunya tentu saja bahan untuk skincare. Namun, karena kesibukannya ini, Via jadi jarang mengunjungi sang ibu. Bahkan terhitung sejak membangun klinik, dia belum sama sekali ke panti jompo. Karena itulah, Via pada akhirnya meminta Reza untuk menemui ibunya di panti terlebih dulu dan akan menyusul
Via dan Reza masih berada di dalam keheningan, setelah sedikit menceritakan kisah hidupnya, bibir via pun bergetar sembari berkata, “Maafkan aku,” ucap Via ketika tak bisa lagi menahan air mata yang akhirnya mengalir dan membasahi pipi. Segera dia membersihkannya sambil membuang muka karena tak ingin Reza melihat. Sementara, Reza hanya mengangguk paham. Tak mudah memang menceritakan perihal keadaan keluarga pada orang lain. Terlebih tentang kisah menyedihkan macam itu. “Jangan minta maaf. Kamu tidak salah apa pun.” Tangan kanan Reza menyentuh pundak Via dan menepuknya pelan. Pria itu mencoba untuk memberikan rasa nyaman. Via kembali menarik napas dan menembusnya dengan sangat pelan kali ini. “Raysa ingin menikah dengan anak orang kaya dan dia ingin memperbaiki statusnya di dokumen kenegaraan. Kamu tahu, ibunya Raysa tidak punya buku nikah resmi,” katanya sambil menyeka sisa air mata. Reza mengangguk paham. Pikiran sempat tertuju pada Candra begitu Via menyebut soal Raysa yang aka
Tanpa memedulikan Reza, Via langsung menghampiri Bella. Dia memegang pergelangan tangan temannya tersebut dan membawanya ke area kamar mandi. “Kenapa kamu ada di sini?” tanya Via menuntut penjelasan. “Hal yang sama ingin kutanyakan padamu,” balas Bella. Beberapa saat, keduanya hanya saling menatap. Sama-sama menuntut penjelasan tentang keberadaan masing-masing. “Aku yang pertama kali memberi pertanyaan. Jadi, jawab saja dulu,” tegas Via. Bella mengembus napas pasrah. “Kamu tidak melihat seragam yang aku kenakan?” “Kenapa kamu melakukan ini? Apa kamu sudah lupa dengan apa yang dilakukan Raysa terhadap kita dulu? Dia hampir membuatmu dipenjara.” Bella menarik napas dalam. Melirik seseorang yang tengah mencuci tangan di wastafel. Seragam mereka sama. “Kamu tahu, dari awal membelamu itu menjadi sebuah kesalahan untukku. Lagipula, jika diingat aku dapat masalah saat itu karena dirimu bukan? Jadi, jelas bukan Raysa yang jadi penj
Via tiba-tiba menarik tangan Reza, saat tubuh laki-laki itu hendak memasuki sebuah toko perabotan rumah tangga. Via menariknya menjauh dari pintu, kemudian tangannya mengisyaratkan agar Reza membaca nama tokonya.Reza yang tak paham malah menggerak-gerakkan alisnya, membuat Via langsung menarik Reza agar mendekat. "Kamu tahu berapa harga barang-barang di dalam sana? Jadi mendingan kita cari toko yang biasa aja, banyak kok," bisi Via."Aku mau yang di sini." Reza kembali berniat melangkah, saat kakinya bergerak, Via kembali menariknya lagi."Uang kita gak akan cukup Za, atau kita mau cari-cari aja buat referensi terus kita beli di toko lain. Sepakat?" ujar Via lagi.Reza mengangguk saja dan tangannya langsung menggenggam Via, membawanya masuk ke store perabotan yang dikenal dengan harga yang lumayan. Ada harga ada kualitas, itu memang timeline yang tepat untuk semua barang mewah.Via hanya celingukan, dia sesekali membuka tag di barang-bar
Reza tersenyum sembari menggerak-gerakkan alisnya, mengejek Raysa kalau memang dia mampu membeli semua barang mahal itu. Raysa menghentakkan kakinya, lantas pergi dari sana. Dia kesal karena tak berhasil mempermalukan Via dan Reza."Kamu gila ya, ini 300 juta loh, kita bisa membeli yang harganya jauh lebih murah!" protes Via sembari menarik tangan Reza."Gak apa-apa, sekali-kali 'kan gak ada salahnya," balas Reza yang terdengar meremehkan nominal yang baru saja mereka hamburkan."Iya, tapi kalau kamu beli yang harganya mahal juga kita bisa bangkrut. Gimana kalau uangnya habis gitu aja?" Reza tersenyum pada kedua pelayan toko yang masih berdiri di sana, menunggu keputusan mereka untuk membayar semua barang itu. "Ini kayu jati, kita bisa menjualnya lagi nanti. Tenang aja, semakin lama harganya semakin mahal, jadi nanti kita bakalan untung," bisik Reza.Via menahan dirinya, dia melihat pelayan toko yang masih menatap mereka berdua membuat Via akhirnya setuju. Dia juga malu kalau harus m