Reza duduk di meja kantornya dengan segudang berkas yang menumpuk di hadapannya. Sudah lima bulan sejak ia bergabung dengan perusahaan, dan situasinya semakin rumit setiap hari. Laporan keuangan menunjukkan kerugian besar, sementara pembelian bahan baku untuk RB Skincare tampak mencurigakan.Dani, yang saat itu menjadi tangan kanan Reza, mendatangi ruangan dengan raut serius. "Bos, kita punya masalah besar," katanya sembari menyerahkan dokumen dengan beberapa transaksi yang terlihat janggal. "Ada tanda tangan Anda di dokumen-dokumen ini, padahal kontrak ini sudah berlangsung sebelum Anda bergabung di perusahaan."Reza memandang dokumen-dokumen itu dengan kening berkerut. "Aku tidak pernah menandatangani ini. Kenapa ada namaku?""Sepertinya seseorang mencoba menjebak Anda. Semua ini sudah terjadi sejak lama, tapi tanda tangan Anda dipalsukan untuk membuatnya seolah-olah ini kelalaian Anda," jelas Dani.Reza terdiam sesaat. Di dalam benaknya, satu nama terlintas—Pak Bima, pamannya. Oran
Chandra duduk gelisah di ruang kerja Pak Bima, menatap ayahnya yang berjalan mondar-mandir di depan jendela besar. Wajah Pak Bima terlihat tegang, menunjukkan bahwa situasi ini lebih serius dari yang ia duga. Setelah beberapa saat, Pak Bima menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Chandra dengan tajam."Chandra," kata Pak Bima dengan nada tegas, "kau tahu kita tidak bisa membiarkan kasus ini lepas kendali. Perusahaan dalam masalah besar. Kau harus ikut dalam rencana ini."Chandra menghela napas berat. "Papa, aku tidak mau terlibat lebih jauh lagi, terutama kalau ini soal Raysa. Aku tidak akan berhubungan lagi dengannya. Ini bukan urusanku."Mendengar nama Raysa, Pak Bima semakin berang. "Ini bukan soal mau atau tidak mau, Chandra! Kau tahu betul bahwa Raysa bisa terlibat dalam masalah besar kalau kita tidak mengambil tindakan sekarang. Dia tahu terlalu banyak tentang transaksi itu, dan dia mungkin saja dihubungi oleh pihak-pihak yang menyelidiki kasus ini. Kau harus memperingatkan
Via tersentak mendengar pernyataan Eyang Wiryo tentang rencana perjodohannya dengan Chandra. Dalam hatinya, ia benar-benar terkejut. Ia tidak pernah menyangka bahwa Eyang Wiryo, yang selalu ia anggap sebagai sosok nenek yang baik dan sederhana, ternyata adalah orang kaya dengan kekuasaan besar. Lebih dari itu, fakta bahwa ia harus dihadapkan pada perjodohan yang tidak ia inginkan membuatnya merasa terjebak.Via menatap Eyang Wiryo dengan mata yang mulai berkaca-kaca, merasa semua tekanan datang begitu tiba-tiba. Dia menahan napas sejenak sebelum berkata dengan suara yang gemetar namun tegas, "Eyang... sebenarnya, aku sudah menikah."Pernyataan itu membuat ruangan terasa hening. Chandra, yang tadinya duduk dengan tenang, tiba-tiba terlihat terkejut. Dia membeku, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Matanya menyipit, menahan emosi yang mulai memuncak di dadanya.Eyang Wiryo mengernyitkan dahi, jelas tidak menduga hal itu. "Kau sudah menikah, Via?" Eyang bertanya dengan na
Dani akhirnya menemukan bukti kuat mengenai penyelewengan dana besar-besaran yang melibatkan Chandra dan Raysa. Setiap kali ia memeriksa catatan transaksi dan faktur pembelian, angka-angka yang tidak wajar semakin jelas. Pembelian bahan baku fiktif dan pengalihan dana ke rekening pribadi Raysa menjadi bukti krusial. Ini bukan hanya skema biasa, tapi rencana yang sudah dijalankan sejak lama oleh Chandra, dan Raysa terlibat langsung sebagai eksekutornya.Setelah mengumpulkan bukti yang cukup, Dani segera melapor ke Reza. Reza, yang sudah mencium adanya penyelewengan, merasa lega sekaligus murka. Mereka segera memutuskan untuk menggelar rapat dengan seluruh pemegang saham guna membahas masalah ini secara terbuka. Namun, Reza tahu bahwa ini bukan hanya tentang uang, tapi tentang reputasi keluarga dan posisinya di perusahaan. Chandra dan Raysa telah bermain licik di belakangnya, dan dia tahu mereka tidak akan menyerah tanpa perlawanan.Sementara itu, Pak Bima, paman Reza, sudah mendengar t
Pak Bima duduk di kantornya dengan tatapan licik. Dia baru saja menerima kabar dari informannya yang membuatnya tersenyum puas. Fakta bahwa Reza pernah menikah dengan Raysa memberinya peluang besar untuk memojokkan keponakannya.“Kau pikir bisa lolos dari ini, Reza? Masa lalumu akan menghancurkanmu,” gumamnya sambil mengerutkan dahi, memikirkan langkah berikutnya.Dia pun memanggil Chandra ke kantornya. “Kita akan mainkan ini dengan halus, Chandra. Sebarkan rumor tentang Reza yang menggelapkan uang perusahaan Raysa saat mereka masih menikah. Pastikan semua pemegang saham tahu, dan biarkan mereka mempertanyakan integritas Reza.”Chandra tersentak ketika mendengar bahwa Raysa adalah mantan istri dari sepupunya. "Oh My God, jadi selama ini Reza suami Raysa!" batin Chandra kesal. Chandra ragu sejenak, tetapi tahu bahwa dia tidak bisa menolak perintah ayahnya. “Apa ini tidak terlalu berlebihan, Pa?”Pak Bima tersenyum dingin. “Tidak ada yang berlebihan ketika kita bicara soal kekuasaan, C
Setelah skandal tentang dirinya dipublikasikan, Raysa merasa hidupnya hancur. Semua mata memandangnya dengan tuduhan, seolah seluruh dunia menyalahkannya. Kemarahan membuncah di dalam dirinya, dan satu-satunya orang yang bisa ia pikirkan adalah Chandra.Raysa segera menuju rumah Chandra dengan tekad bulat. Begitu sampai di sana, tanpa basa-basi, dia langsung mengetuk pintu dengan keras. "Chandra! Buka pintunya!" serunya dengan nada tegas.Tak lama, Chandra membuka pintu dengan wajah penuh kejengkelan. "Apa lagi sekarang, Raysa? Bukankah sudah cukup masalah yang kamu buat?""Masalah? Kamu mau bicara soal masalah?" Raysa menatapnya dengan tajam. "Kamu pikir aku yang membuat semua ini? Pak Bima menggunakan aku sebagai kambing hitam, dan kamu duduk tenang seolah tidak terlibat apa pun!"Chandra menghela napas panjang dan dengan kasar berkata, "Dengar, Raysa. Aku tidak ada hubungannya dengan ini. Kamu yang terlibat, jadi jangan coba-coba menyeretku ke dalamnya."Raysa, yang sudah sangat te
Pagi itu, saat Reza baru saja terbangun di kursi ruang rawat Raysa, terdengar suara berita dari TV di ruangan sebelah. Suara pembawa berita yang lantang dan jelas membuat Reza terperangah."Berita mengejutkan datang dari salah satu perusahaan skincare terbesar. Mantan suami dari Raysa, terlihat di rumah sakit di paviliun kandungan, di mana Raysa dirawat setelah mengalami keguguran. Dugaan kuat bahwa mereka masih menjalin hubungan mesra meski sudah bercerai. Bahkan kabarnya, kehamilan Raysa adalah hasil dari hubungan gelap tersebut!"Reza tersentak. Raysa, yang masih lemah di tempat tidur, mengangkat kepalanya pelan, mencoba memahami situasi. Tatapan mereka bertemu, dan seketika wajah Raysa berubah pucat. "Reza... ini semua salah... ini fitnah," katanya dengan suara bergetar.Reza segera berdiri, membuka pintu ruangan untuk memeriksa situasi di luar. Dia tahu ini tidak akan berakhir baik. Beberapa perawat dan pasien sudah mulai bergosip tentang berita tersebut. Wajah-wajah penasaran mu
Reza pulang ke rumah dengan wajah letih, berharap bisa langsung beristirahat setelah semalam penuh di rumah sakit. Namun, begitu membuka pintu, suasana di dalam rumah terasa aneh. Tidak ada sambutan hangat dari Via, hanya kesunyian yang membuatnya merasa ada sesuatu yang salah.Via duduk di ruang tamu dengan wajah masam, tangan terlipat di dada, matanya menatap Reza tajam. Bukannya mendekati atau berbicara, dia malah diam dengan ekspresi marah yang sangat kentara.Reza, yang bingung melihat sikap Via, mencoba mendekat dengan hati-hati. “Hei, aku baru pulang,” katanya pelan, berharap mendapat sedikit pengertian. Tapi, Via tetap diam, tak menggerakkan otot wajah sedikit pun.Lisa, yang entah dari mana tiba-tiba muncul, dengan santai menyodok situasi. “Oh, Mbak Via lagi nggak mood ya? Padahal, Mas Reza kan baru pulang dari… ah, ya, rumah sakit. Sama Mbak Raysa ya, Mas? Romantis banget berduaan di rumah sakit bagian kandungan.” Lisa menambahkan dengan nada jahil.Via menoleh dengan cepat
Eyang Wiryo terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Wajahnya pucat, dan oksigen di hidungnya membuat semua orang yang hadir semakin khawatir. Suasana ruang perawatan terasa begitu tegang.Di sekelilingnya, berkumpul seluruh anggota keluarga yang selama ini terlibat dalam konflik warisan. Ada Reza, Via, Randi, Johan, Chandra, dan Bima, sang dalang dari semua kekacauan ini.Dengan suara bergetar, Eyang Wiryo berbicara, memecah kesunyian, "Aku tidak pernah membayangkan keluargaku akan berantakan seperti ini... Apa yang kalian semua cari? Harta? Kekuasaan? Apa semua itu lebih berharga dari keluarga kita?"Tak ada yang menjawab. Mereka hanya menunduk, entah karena merasa bersalah atau masih menyimpan amarah masing-masing.Eyang Wiryo menghela napas panjang. "Aku akan mengatakan sesuatu yang harus kalian dengar baik-baik. Reza adalah pemilik sah dari perusahaan keluarga kita. Semua harta yang kalian perebutkan berasal dari suamiku yang pertama, dan Bima... kamu bukan anak dari suami pertama
Chandra melangkah dengan cepat menuju kediaman ayahnya, Bima. Pikirannya penuh dengan pertanyaan yang berputar tanpa henti. Fakta bahwa Randi adalah saudara tirinya, dan Johan juga bagian dari skema besar ayahnya, membuatnya tidak bisa diam saja.Saat ia memasuki ruang kerja Bima, pria itu tampak tenang, duduk di balik meja besar dengan segelas teh di tangannya. Seakan tidak ada yang terjadi."Chandra," sapa Bima tanpa ekspresi. "Kau datang dengan wajah penuh amarah. Apa yang kau inginkan?"Chandra mengepalkan tangannya. "Aku ingin jawaban. Aku ingin tahu kenapa kau menyembunyikan fakta bahwa Randi adalah saudaraku! Kenapa kau memalsukan hasil DNA-nya?!"Bima meletakkan gelasnya dengan tenang, lalu menatap Chandra dalam-dalam. "Karena aku tidak pernah berniat mengakui Randi sebagai bagian dari keluarga ini."Chandra terhenyak. "Apa maksudmu?! Dia anakmu!"Bima mendengus kecil. "Dan itu adalah kesalahan yang seharusnya tidak pernah terjadi."Chandra semakin geram. "Bagaimana dengan Joh
Setelah Johan berhasil ditangkap, Reza bersama Randi dan Via kembali ke tempat persembunyian mereka. Namun, meski Johan kini berada di tangan pihak berwenang, Reza masih merasa ada sesuatu yang belum selesai. Di tengah malam yang sunyi, Reza duduk di ruang kerja kecilnya, membaca kembali dokumen-dokumen yang mereka sita dari Johan. Namun, semakin ia membaca, semakin ia menyadari bahwa ada sosok lain yang lebih besar di balik ini semua. Nama Bima, pamannya sendiri, terus muncul dalam berbagai transaksi dan laporan rahasia. Reza menggertakkan giginya, tangannya mengepal. "Jadi selama ini… Paman Bima yang mengatur semuanya?" Tiba-tiba, suara ketukan di pintu membuatnya tersadar. Randi masuk dengan wajah penuh kebingungan. "Ada apa, Reza? Kau terlihat tegang," tanya Randi. Reza mengangkat salah satu dokumen dan melemparkannya ke meja. "Lihat ini. Nama Paman Bima ada di setiap transaksi ilegal Johan. Dia bukan hanya mengetahui semua ini, dia adalah dalangnya!" Randi membaca do
Pagi itu, Reza menerima pesan dari Bayu. Isinya singkat, tetapi cukup membuat adrenalin Reza meningkat."Johan mulai bergerak. Dia tahu tentang dokumen itu. Hati-hati."Reza duduk di kursi, menatap papan penuh strategi di depannya. Ia tahu bahwa Johan tidak akan tinggal diam setelah mengetahui dokumen itu ada di tangan yang aman. Kini, semua yang telah ia persiapkan harus berjalan sempurna, atau semuanya akan sia-sia.Via muncul dari dapur, membawa secangkir teh untuk Reza. Ia menatap wajah Reza yang terlihat semakin lelah namun tetap penuh keyakinan.“Kamu yakin bisa mengatasi ini, Reza?” tanya Via pelan, duduk di depannya.Reza menatap Via dengan tatapan lembut namun penuh tekad. “Aku harus yakin, Via. Kalau aku nggak bergerak sekarang, Johan akan terus menghancurkan segalanya. Aku nggak akan membiarkan itu terjadi.”Via terdiam sejenak, lalu menggenggam tangan Reza. “Kalau kamu butuh bantuan, aku di sini. Jangan terlalu memaksakan diri, Reza.”Reza tersenyum kecil. Sentuhan Via mem
Malam itu, Reza duduk di ruang tamu yang remang. Di depannya terdapat tumpukan dokumen penting yang baru saja ia dapatkan dari salah satu informannya. Wajahnya serius, penuh konsentrasi, membaca setiap detail yang bisa menjadi kelemahan Johan.“Reza, apa ini cukup untuk melawan dia?” tanya Randi sambil mendekati meja, pandangannya menyapu dokumen tersebut.“Ini lebih dari cukup,” jawab Reza, menutup map dengan tegas. “Dokumen ini adalah bukti nyata bahwa Johan terlibat dalam penyelundupan besar. Kalau kita bisa menyerahkannya ke pihak yang tepat, itu akan menghancurkan dia.”Via yang duduk di sofa terlihat gelisah. “Tapi Johan nggak akan tinggal diam. Dia pasti sudah tahu bahwa kita sedang bergerak melawannya.”Reza menatap Via dengan tatapan penuh keyakinan. “Aku tahu itu, Via. Tapi aku nggak akan biarkan dia menang. Ini tentang keadilan, bukan hanya untuk kita, tapi untuk semua orang yang sudah dia rugikan.”Pagi harinya, Reza mengumpulkan Randi dan Via di sebuah kafe kecil yang jau
Keesokan paginya, Reza kembali ke apartemen dengan penampilan yang terlihat lelah, namun tatapannya masih penuh keyakinan. Via yang tengah duduk di ruang tamu langsung berdiri begitu melihat Reza masuk.“Kamu nggak apa-apa?” tanya Via, mendekat dengan nada penuh kekhawatiran.“Aku baik,” jawab Reza singkat. “Dokumen itu sudah aman. Sekarang kita hanya perlu menunggu langkah Johan berikutnya.”Randi, yang sejak tadi mengamati dengan cemas, akhirnya bersuara. “Reza, aku nggak ngerti kenapa kamu nggak membiarkan aku ikut tadi malam. Kalau mereka menyerang kamu di tengah jalan, gimana?”Reza menatap Randi dengan serius. “Karena aku butuh kamu di sini. Tugasmu menjaga Via, memastikan dia aman. Kalau aku gagal, setidaknya masih ada kamu di sini untuk melindungi dia.”Via yang mendengar ucapan itu merasa hatinya bergetar. Meskipun Reza tidak pernah mengungkapkan perasaannya secara langsung, tindakan dan ucapannya selalu menunjukkan betapa ia peduli.Sore itu, ketika suasana sedikit tenang, p
Reza dan Via mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi, mengikuti lokasi yang dikirimkan Randi. Jalanan malam yang sepi memberikan suasana mencekam. Via terus memperhatikan ponsel, memastikan mereka tidak kehilangan jejak.“Dia ada di jalan dekat gudang tua di pelabuhan,” ujar Via sambil menunjuk layar ponselnya.Reza mengangguk. “Kita harus berhati-hati. Jika Johan sudah mempersiapkan jebakan, tempat seperti itu ideal untuk menyergap.”Ketika mereka hampir sampai, Reza memperlambat mobilnya. Dari kejauhan, ia melihat sosok Randi berlari sambil membawa map dokumen. Dua pria mengejarnya dengan senjata di tangan.“Pegang erat,” ujar Reza singkat pada Via.Tanpa ragu, Reza menginjak pedal gas dan meluncur ke arah para pengejar. Kedua pria itu terkejut dan melompat menghindar saat mobil Reza mendekat.Randi segera naik ke dalam mobil, napasnya tersengal. “Mereka nggak akan berhenti. Mereka tahu dokumen ini terlalu penting untuk dilepaskan.”Reza hanya mengangguk. Ia berbalik, menatap Via
Reza mengintip dari jendela dan melihat dua mobil hitam berhenti di depan rumah. Beberapa pria keluar dengan ekspresi serius."Johan," gumam Reza, menyadari siapa yang mengirim mereka.Randi mulai panik. "Apa yang harus kita lakukan? Mereka pasti sudah tahu kita di sini."Reza menatap Randi dengan tajam. "Kita tidak akan lari. Kali ini, kita lawan."Pria-pria itu mulai mendekati pintu, mengetuknya keras. "Buka pintunya, Reza! Kami tahu kamu ada di dalam!"Reza mengambil napas dalam-dalam. "Randi, siapkan dokumen-dokumen itu. Kalau aku gagal, kamu harus pergi dari sini dan serahkan semuanya ke Pak Hendra.""Reza, kamu serius? Kamu mau melawan mereka sendirian?""Aku tidak akan membiarkan mereka mengambil apa yang sudah kita perjuangkan," kata Reza dengan mantap.Ia membuka pintu perlahan, berdiri di hadapan para pria itu dengan tatapan dingin."Kalian mencari aku?" tanya Reza sambil tersenyum tipis.Tanpa basa-basi, salah satu pria mencoba menyerang Reza. Namun, Reza dengan sigap mengh
Di apartemennya, Randi termenung dengan pikiran yang berkecamuk. Fakta bahwa Johan adalah kakaknya tidak mudah ia cerna. Ia duduk di kursi, memandangi meja yang penuh dengan dokumen yang diberikan Johan sebelumnya, termasuk hasil tes DNA palsu."Kalau aku percaya Johan, apa yang akan terjadi dengan Via? Dengan Reza?" gumam Randi, suaranya berat.Namun, di tengah kebimbangannya, ponselnya berdering. Nama Johan muncul di layar. Dengan enggan, Randi mengangkat panggilan itu."Randi," suara Johan terdengar tajam, "aku butuh jawabanmu sekarang. Kamu di pihakku atau tidak?"Randi terdiam. "Johan, kenapa kamu melakukan ini? Kenapa kamu harus membuat semua ini rumit?""Karena aku tidak akan diam sementara Reza mengambil semua yang seharusnya milik kita!" bentak Johan. "Dia hanya pura-pura baik, Randi. Dia memanfaatkan kamu dan Via!""Via nggak ada hubungannya dengan ini!" balas Randi, mulai kehilangan kesabaran."Oh, tentu saja ada," Johan tertawa sinis. "Kamu pikir dia benar-benar peduli pad