Share

Part 8

Author: Nay Azzikra
last update Last Updated: 2024-12-21 00:05:13
Part 8

POV Author

Lebih dari tiga hari Hanan tidak kunjung pulang ke rumah Felicia, bahkan sulit untuk dihubungi. Tidak dipungkiri, wanita berkulit putih itu merasa sangat curiga dan dirasa perlu mencari tahu kenapa sang suami menjadi berubah seperti sekarang. Ia meletakkan ponsel di kursi sebelah dan sudah bersiap ke butik setelah mengantar Abizar ke sekolah. Jarinya mengetuk setir mobil berkali-kali. Tak lama kemudian, ia menelpon seseorang.

“Antarkan aku nanti sore ke tempat suamiku bekerja,” ucapnya. “Ah, tidak. Kita berangkat agar sampai sana jam satu siang. Aku akan mengurus bisnisku dulu, nanti ke sekolah buat kasih tahu Abizar.”

Dengan cepat Felicia melakukan segala aktivitas agar pukul sebelas ia bisa meluncur ke toko bangunan Hanan.

“Jadi bagaimana, Ibu Felic, apakah Ibu sudah mendapatkan tempat baru untuk cabang butik Ibu?” tanya partner bisnisnya yang baru.

“Sudah. Aku juga sudah melakukan pembayaran dan sertifikat toko itu sudah berpindah padaku. Tempatnya memang bukan di
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 9

    Part 9Masih POV Author“Manjakan suami kamu! Kamu tidak punya harta seperti Felicia, maka kamu harus memberikan yang lain! Nayma, sementara waktu biar tinggal sama Ibu. Biar tidak mengganggu dan biar Hanan nyaman berada disisi kamu. Setelah dekat dengan dia, kamu nanti akan tahu bagaimana cara meluluhkan hati suamimu. Ingat, Safira! Kamu hanya istri kedua, maka separuh lebih hati Hanan harus kamu rebut!”Karena wejangan yang disampaikan ibunya itu, Safira jadi memiliki kekuatan untuk bersabar dalam kondisinya sekarang. Ia tidak mau lagi menuntut Hanan untuk menyayangi Nayma secepatnya.“Pokoknya kalau kamu ingin Nayma menjadi ratu dalam hidup hanan, maka hal utama yang harus kamu lakukan adalah menjadi babu untuk suamimu lebih dulu. Mengalahlah untuk menang, Safira!” Ucapan terakhir dari ibunya, membuat Safira bersemangat memanjakan Hanan.Siang saat Hanan istirahat, ia pulang ke rumah Safira. Istri keduanya melayani dengan sepenuh hati.“Kamu kenapa sih, Sayang, hanya sendok lho, aku

    Last Updated : 2024-12-23
  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 10 A

    Part 10POV SafiraMas Hanan, satu nama yang akhirnya mengisi hati ini setelah sekian lama terbelenggu rasa sakit yang tak terperi.Tidak ada satu pun wanita yang ingin seperti aku, menjanda di usia muda tanpa pekerjaan dan harus menanggung satu anak dan juga seorang ibu. Aku menikah di usia yang belia, yakni delapan belas tahun karena sebuah kecelakaan. Saat itu baru lulus SMA.Ah tidak! Sebenarnya aku sudah hamil sejak enam bulan sebelum kelulusan, tetapi bisa ku tutupi karena badan yang langsing. Adalah Mas Angga, cowok kakak kelas yang sudah berpacaran denganku sejak kelas dua SMA. Saat kami menikah, ia sudah duduk di bangku kuliah. Mas Angga berasal dari keluarga yang sederhana, sehingga kehidupan kami sangat kekurangan pada awal pernikahan.Terlahir sebagai anak semata wayang, Bapak hanya seorang sopir angkutan umum dan harus meregang nyawa setelah menikahkanku. Mungkin depresi karena aib yang sudah ku torehkan. Sementara Ibu, harus bekerja sebagai pembantu setelah kepergian Bapa

    Last Updated : 2024-12-24
  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 10 B

    Lelaki itu, dari mana tahu keberadaanku?Mas Angga hendak menarik tanganku, tetapi Mas Hanan sigap menghadang.“Aku tidak tahu siapa Anda, tetapi alangkah buruknya perangai Anda, memukul seorang wainta.” Dengan tegas Mas Hanan melindungiku.“Minggir jangan ikut campur! Dia istriku. Siapa kamu? Ah, jangan-jangan, kamu sudah menikah lagi ya, Safira? Pernikahan haram karena kamu masih menjadi istri sahku. Kenapa kamu menikah lagi, Safira? Apa karena kamu gatal, hah?” teriak Mas Angga.“Jaga bicaranya, Mas! Duduklah dan bicarakan baik-baik. Aku bukan suami Mbak Safira.”“Lalu siapa? Kamu datang untuk memuaskan nafsunya?” bentak Mas Angga.“Saya CV yang akan mengerjakan rumah Mbak Safira. Anda siapa? Datang-datang berteriak dan memukul seorang wanita?”Ah, Mas Hanan, bahkan di saat pria di hadapannya berkata kasar, ia masih bersikap lembut. Semakin membuat hati ini tertarik.“Saya suami dia. Mau apa kamu? Sekarang juga, hentikan pembangunan apapun di sini! Kalau tidak ingin saya tuntut kare

    Last Updated : 2024-12-24
  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 11 A

    Part 11“Katanya mau buat kamar lagi, kenapa belum juga beli bahan bangunan? Ibu nanti bilang sama tukang kalau sudah siap semuanya,” tanya Ibu seusai shalat Isya.“Entah, Bu, aku rasanya tidak bersemangat lagi. Kapan-kapan saja, Bu,” jawabku sambil masuk kamar.“Bagaimana, Safira, kamu siap apa tidak untuk bercerai dari Angga? Kalau sudah siap, Ibu kabari paman kamu.”“Aku belum memikirkan itu, Bu, aku sedang tidak enak badan.”“Kasihan Nayma, dia butuh sosok ayah. Bila memang kamu masih mencintai Angga, bolehlah bicarakan hal ini bagaimana baiknya, apa dia mau merubah sifat kasarnya. Kalau Ibu sejujurnya sudah tidak ingin kamu kembali sama dia. Tapi apa kamu mau seperti ini terus? Buat keputusan, Safira! Agar status kamu jelas.”Aku abai akan ucapan Ibu, memilih menutup pintu rapat dan menelungkupkan tubuh di atas kasur. Dari dulu, hati ini sulit untuk jatuh cinta. Sekalinya jatuh cinta, susah untuk berpaling. Itu sebabnya meski Mas Angga sangat kasar, dulu masih bertahan sebagai ist

    Last Updated : 2024-12-25
  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 11 B

    Ini lho yang buat snack buat acara kita tiap minggunya. Pak Hanan penasaran sama orangnya, ternyata sudah kebal. Dunia benar-benar sempit,” sahut Mbak Salamah.“Ah, iya kah, Mbak? Wah, kalau ada acara, saya bisa snack di Mbak Safira, ya? Istri saya juga doyan ngemil.”Sakit hati ini mendengar ia menyebut istrinya. Aku tersenyum tipis dan menunduk.“Mbak Safira ini, dia sebenarnya sudah pisah lama dari suaminya, tetapi belum cerai, barangkali Pak Hanan punya kenalan yang siap taaruf, Pak. Mbak Safira ini baik sekali orangnya. Pemalu dan pekerja keras, sayangnya trauma sekali dengan pernikahannya dahulu. Suaminya kasar dan suka menyiksa. Ah, maaf, Mbak Safira, saya terlalu banyak bicara.” Mbak Salamah memegang lenganku dan memperlihatkan wajah penuh penyesalan.“Nggak apa-apa, Mbak Salamah. Itu memang benar kok.” Aku melirik Mas Hanan, berharap ada ekspresi wajah kasihan yang ditunjukkan.“Sabar, hidup itu memang penuh ujian,” ucap Mas Hanan sambil tersenyum.Senyum itu menambah tampan d

    Last Updated : 2024-12-25
  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 12 A

    Part 12Hari-hari berlalu seperti biasanya dan Mas Hanan tidak pernah lagi mengikuti kajian. Apa dia tahu kalau aku menaruh rasa dan sengaja menghindar?Entahlah ....Ibu tidak pernah lagi membahas perceraianku dengan Mas Angga. Aku tetap berkomitmen akan menyelesaikan hubunganku dengan Mas Angga bila sudah menemukan sosok penggantinya.Siang itu cuaca mendung. Nayma ada kegiatan kemah pramuka di sekolah. Ibu ada job memasak di tempat orang hajatan. Karena merasa kesepian, aku iseng jalan-jalan naik motor ke sebuah tempat yang pemandangannya bagus. Masih sekitar kotaku tinggal.Rintik-rintik hujan mulai turun dan baru sadar jika tidak ada jas hujan yang kubawa. Naas, ternyata ada proyek pelebaran jalan yang mengakibatkan jalanan licin. Motorku tergelincir dan terjatuh. Jalan sepi hanya ada sepasang suami istri yang lewat dan menolong. Si istri lalu menghentikan satu mobil yang kebetulan lewat. Aku terkapar tak bisa bangun meski masih bisa mendengar. Beberapa anggota tubuh terasa perih.

    Last Updated : 2024-12-27
  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 12 B

    Posisi rumahku memang jauh dari rumah lain dan berada di dekat tikungan, jadi tidak ada tetangga yang membantu.“Aku tidak akan membiarkan kamu dimiliki orang lain, Safira! Toh kamu belum mau bercerai dari aku, bukan?”Sebuah tendangan kembali mendarat di tubuhku yang sudah terkapar.“Kalau masih mau melakukan kekerasan, saya akan panggil polisi. Perbuatan Anda sudah saya rekam,” ucap Mas Hanan tenang.“Kamu jangan ikut campur!” Mas Angga mengacungkan jari telunjuk tepat di depan wajah Mas Hanan.“Jelas saya ikut campur. Ada wanita lemah yang terancam keselamatannya. Jadi, pergi atau saya panggil polisi?”“Aku akan datang lagi nanti malam, Safira!” Mas Angga yang kesal berlalu pergi.Aku menangis tersedu-sedu. Mas Hanan memintaku membuka pintu rumah. Ia lalu membuatkan segelas teh hangat, nasi dan menyuruhku minum obat. Ah, beginikah rasanya diperlakukan sebagai ratu dalam rumah tangga?“Terima kasih, Mas sudah menolongku.”“Aku teringat adik perempuanku. Aku membayangkan jika dia ada

    Last Updated : 2024-12-28
  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 13 A

    Part 13“Mas Hanan, benarkah ini kamu, Mas? Mas, aku dimana? Dan lelaki jahat itu, dia kemana?” Setelah benar-benar sadar, aku bertanya kembali.“Jangan bertanya dulu, lebih baik kamu istirahat, yang penting kamu sudah berada di tempat yang aman sekarang dan suami kamu, dia tidak akan kesini lagi.”Aku menangis dan hendak memeluk Mas Hanan karena merasa butuh sandaran.“Jangan, Safira! Aku bukan muhrim kamu. Tunggu sebentar! Aku akan panggil Mbak Salamah. Dia ada di luar.”Ucapan Mas Hanan membuatku malu. Ya Allah, aku ingin menjadi yang halal untuknya. Agar bisa berlindung di balik punggungnya yang kekar. Sungguh ya Allah, aku rela jika ditkadirkan menjadi selir, asal lelaki yang menjadi suamiku adalah Mas Hanan.“Mbak Safira sudah bangun? Ya Allah, untung saja kami datang tepat waktu sehingga Mbak Safira bisa diselamatkan.” Mbak Salamah datang sambil mengusap kepalaku lembut.“Mbak Salamah ikut ke rumahku?”“Iya, Mbak. Pak Hanan menelpon Abi dan mengajak kerumah kamu. Pintu depan ter

    Last Updated : 2024-12-31

Latest chapter

  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 20B

    “Baiklah, aku tidak akan meminta Harun melaporkan keuangan. Kamu saja yang lapor, tapi tiap hari, ya!” ucap Felicia sambil tersenyum, terlihat Hanan menarik napas lega.“Nanti malam kita jadi makan di luar ya?” tanya Hanan.“Aku mau pulang habis ini. Kamu mau ikut?” tanya Felicia.“Kenapa mendadak pulang? Katamu masih ingin berhari-hari di sini?”“Tidak, aku berubah pikiran. Kasihan sama Abizar tidak ada teman.”“Aku akan antar kamu. Kita pulang bersama. Suruh Adi buat pulang naik kereta saja. Nanti aku balik kesini pakai kereta.”Felicia menatap Hanan lama. Ia merasa kehilangan sosok yang sangat melindungi dan mengayomi selama beberapa bulan ini.“Maaf aku sudah mengabaikanmu karena terlalu sibuk dengan pekerjaan di sini. Aku akan menghabiskan waktu satu minggu di sana, biar Abi bisa sekolah. Harun yang akan mengurus toko,” kata Hanan kemudian.Felicia hanya mengangguk pasrah. Mereka lalu pulang bersama untuk mengemasi barang.“Kamu berkemas saja, aku akan mengantar Adi ke stasiun,”

  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 20 A

    Part 20Felicia berkali-kali terbangun dan tak ia dapati Hanan yang mengejarnya ke kamar. Ia lalu melanjutkan tidur dan menunggu esok hari menjelang.Keesokan paginya, Hanan sudah bangun lebih dulu, menyiapkan sarapan pagi di meja makan dan juga keperluan Felicia dan Abizar mandi serta ganti baju.“Hari ini kamu mau kemana?” tanya Hanan sambil menata piring di meja.“Mau ke toko lagi karena Abizar masih kangen sama Papa sepertinya, jadi aku harus betah lama di sini,” jawab Felicia datar.“Papa, aku mau main sama Papa. Boleh minta ke kolam renang gak?” rengek Abizar sambil bergelayut manja di lengan Hanan.“Untuk sekolah Abizar gimana, Mah kalau kelamaan?” tanya Hanan.“Kamu keberatan Abizar di sini lama? Ada sesuatu yang ingin kamu kerjakan tanpa kami?” Felicia bertanya sambil tersenyum.“Tidak, tapi aku mengkhawatirkan Abizar.”“Abizar anak pintar, bukankah kita sudah biasa meminta materi pelajaran hari ini sama guru, terus Abizar belajar di rumah? Izin tiga hari tidak masuk sekolah

  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 19 B

    Hanan terbangun saat jam menunjukkan pukul satu siang. Ingat jika ada Felicia di sana, ia lalu gegas bangun dan mencari Harun.“Ibu sudah pergi karena Bapak tidur katanya.”“Pergi kemana? Kamu tahu tidak?”“Ya ke rumah kali, Pak, ‘kan ada Abizar di sana.”“Astaghfirullah kenapa aku bisa lupa ya?”“Jangan kebanyakan pikiran, Pak, biar tidak lupa,” celetuk Harun dan berlalu pergi.Ia segera berlalu meninggalkan toko dan pulang ke rumah dimana Felicia dan Abizar berada.“Ibu keluar sama Abizar, Pak. Soalnya nggak mau ikut Rehan mengaji, Abizar menangis minta ketemu sama Bapak,” kata Tri.“Terus sekarang mereka dimana?”“Tidak tahu, Pak. Kenapa nggak telpon sih, Pak?” Tri ikut terbawa emosi.“Astaghfirullah, kenapa tidak berpikir kesana ya?”“Satu lagi, Pak, Bapak kemana saja sih, Pak nggak pernah pulang kesini?”“Ceritanya panjang, tri,” jawab Hanan sambil berlalu menyusul Felicia ke toko.Akan tetapi, yang dicari tidak ada di toko. Berkali-kali menelpon, Felicia maupun Abizar tidak mau

  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 19 A

    Part 19“Dari kemarin. Aku menelponmu, ponsel kamu mati,” jawab Felicia santai. “Kamu pucat, Mas, sakit kah?” Ia balik bertanya.Hanan menelan saliva berkali-kali, tidak mengira jika Felicia akan datang tanpa memberitahu lebih dulu. Biasanya mereka membuat janji jika Felicia hendak menyusul.“Eh, iya, aku agak tidak enak badan, kamu datang dari kapan, Mah?”“Dari kemarin. Aku sudah bilang dari kemarin lho tadi. Kemarin sore aku kesini gak ada kamu terus aku pulang ke rumah, kata Mbak Tri kamu tidak pernah pulang.” Meski dada terasa panas dan ingin mengamuk, Felicia berhasil pura-pura bersikap manis di depan Hanan.“Ini nota yang tadi sudah dihitung apa belum ya, Bu? Ini ada lagi notanya, saya kasih sama Ibu apa sama Bapak?” Seorang karyawan datang dan merasa bingung.“Ah, sudah, Mbak, ini. Yang baru bawa sini!” jawab Felicia sambil mengulurkan beberapa lembar nota, lalu menerima nota yang baru.“Mah, butik kamu tinggal, siapa yang ada di sana?” tanya Hanan celingukan.Biasanya ia adal

  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 18 B

    Di tempat lain, Abizar sedang menangis sesenggukan karena tidak bisa menghubungi ayahnya. Saking sibuknya Hanan dengan Safira dan Nayma, ia sampai lupa kalau ponselnya mati.“Papa kenapa sih, Ma susah dihubungi? Papa apa sudah lupa sama aku?” tanya Abizar sambil memeluk lutut bersandar pada tembok.Felicia bingung hendak menjawab apa. Hatinya menjadi yakin jika sang suami memiliki orang ketiga.“Mama tidak bisa menjawab, Abi. Abi bilang sama Mama, Abi mau apa? Yang bisa membuat Abi bahagia apa saat ini? Kita keluar? Kita pulang atau apa?”Abizar menggeleng cepat. “Aku tidak ingin apa-apa, Mama. Aku ingin sama Papa.”Susah payah Felicia menghibur Abizar, anak itu tetap tidak mau berhenti menangis.“Anaknya Bu Tri tadi ajak main Abi ya? Main apa tadi Abi sama dia?”Abizar perlahan menghentikan tangisannya. “Main di pancuran, tapi sekarang sudah malam,” katanya sambil tersedu.“Ok, kita main ke rumah Bu Tri ya? Atau Abi mau anaknya Bu Tri tidur di sini? Besok pagi, dia pasti ajak Abi ke p

  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 18 A

    Part 18Siang itu di kediaman Safira dan Hanan.“Masakan kamu selalu membuat lidahku ketagihan,” kata Hanan sambil terus mengunyah makan siangnya.Safira tersenyum memperhatikan suaminya yang makan dengan lahap.“Tadi Mbak Salamah kasih kabar, katanya ada acara arisan di rumah dia, Mas. Arisan jamaah. Aku sudah bilang, ‘kan, gak bisa ikut karena sudah berjalan lama. Tapi Mbak Salamah memaksa, jadi bingung mau menolaknya gimana. Menurut Mas gimana ya cara menolak tawaran Mbak Salamah?” Sambil memindahkan lauk ke piring Hanan, Safira bertanya demikian.“Kamu ingin ikut apa tidak? Kalau kamu mau ikut, ya ikut saja, nanti aku antar. Aku tidak usah ke toko lagi.”“Jangan dong, Mas! Mas harus ke toko. Kalau aku boleh ikut, aku berangkat sendiri saja,” tolak Safira.“Aku tahu, acara itu dihadiri oleh sepasang suami istri. Kalau kamu ikut sendirian, kamu akan merasa asing. Lagian, hanya di kalangan mereka kita bisa tampil sebagai suami istri. Aku akan mengantarmu.”Safira tersenyum lebar. Bag

  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 17 B

    Felicia membaca pesan dari Hanan dengan ekspresi datar.Aku belum bisa pulang, Mah.Sudah dua hari lewat dari yang dijanjikan Hanan, lelaki itu masih tetap ingkar janji. Namun, Felicia tetap berusaha tenang. Ia lalu mengetik balasan.Ok. Lanjutkan saja."Kak, makasih ya sudah kasih tumpangan. Aku mau pulang sekarang, soalnya Mama suruh pulang dulu. Tentang tawaran dari Kak Felicia, aku baru bisa kesana minggu depan. Gimana?" Veronica muncul dari kamar tamu sambil membawa koper."Ok, gak papa, Ver. Salam buat mama kamu, ya? Nanti aku mau kesana buat survey tempat biar bisa kasih kamu arahan sekalian carikan kamu penginapan di sana. Tapi Kakak mohon jangan sampai ada orang yang tahu tentang ini, ya?" jawab Felicia sambil tersenyum."Baik, Kakak. Aku pulang ya? Jilbab yang Kakak pinjami semalam, boleh gak aku bawa pulang?" tanya Veronica lagi."Bawa saja! Nanti Kakak kasih yang banyak kalau kamu sudah siap melakukan tugas dari Kakak."Veronica berlalu sambil menyatukan jari telunjuk dan j

  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 17 A

    Part 17POV AUTHORSafira mematut diri di depan cermin. Gamis mahal dan perhiasan mewah di tangan membuat wanita itu semakin cantik."Tak mengapa jika aku hanya menjadi yang kedua. Yang penting Mas Hanan saat ini masih bisa ku kendalikan. Benar ternyata kata Ibu, aku harus merendah dan pura-pura mengalah agar Mas Hanan kasihan," ucapnya di depan cermin. "Daripada menjadi istri pertama, tapi menderita, lebih baik jadi istri kedua, tapi serasa permaisuri."Bel rumah berbunyi, Safira keluar. Hanan sudah menunggu dan memandangnya takjub."Kenapa dikunci sih pintunya?""Karena suamiku tidak ada di rumah, aku harus bisa menjaga harga diri. Jadi makan di luar?""Jadi lah. Kamu sudah siap masa mau dibatalin."Safira dengan cepat menyambar tas dan mengajak Hanan pergi. Di sepanjang jalan terus berfoto di dalam mobil."Aku boleh buat status gak, Mas?" tanya Safira."Boleh, tapi jangan sama aku, ya? Sementara ini foto kita berdua jangan dipublikasikan!""Iya deh, kan aku hanya simpanan," ucap Saf

  • Kubawa Maduku dalam Kesengsaraan   Part 16 B

    “Kemarin kamu harus pulang ke rumah Mbak Felic karena Abizar sakit. Sekarang aku ingin menghabiskan waktu bersama kamu, Mas. Dua minggu ke depan, jangan pergi kemana-mana, ya? Nayma sudah aku tinggal di rumah Ibu, jadi kita bebas berduaan.”Aku masih bingung hendak menjawab apa.“Siang kamu harus makan siang di rumah lho, Mas. Biar gak usah bawa bekal. Mas tinggal bilang saja, hari ini ingin masak apa saja.”Aku menggaruk kepala yang tidak gatal.“Mas tidak perlu bawa baju ke laundry, tidak perlu panggil orang buat bersih-bersih. Aku akan melakukan semua itu. Tugasku adalah mengabdikan diriku pada suamiku.”Safira, andai aku tidak memiliki Felicia, pasti akan bahagia memiliki kamu. Rasanya tidak tega akan menyampaikan hal ini. Dia sudah berkorban hidup jauh dari Nayma. Aku akan mencari cara untuk membatalkan liburan bersama Felicia. Setidaknya satu minggu agar bisa hidup bersama Safira layaknya suami istri.“Gimana, kamu setuju tidak akan pergi kemana-mana? Maksudnya, menginap. Kalau s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status