Eleanor memang berpikir demikian. Dia harus mencari kesempatan untuk menemui anak itu dulu."Ya.""Beri tahu saja aku kalau butuh bantuan.""Terima kasih, Vivi."Setelah mengakhiri panggilan, Eleanor merenung. Dia berniat mencari pengacara untuk menanyakan tentang pengembalian hak asuh anak.Setelah memberi tahu pengacara tentang hubungannya dengan Jeremy, pengacara bilang peluang keberhasilannya tidak besar. Kecuali, Jeremy bersedia menyerahkan hak asuh anak.Sejak kecil, Daniel mengikuti Jeremy. Tidak peduli apakah Daniel ingin mengikuti Jeremy atau tidak, yang jelas Eleanor tidak bisa menang dari kekayaan dan kekuasaan Jeremy. Ini memang merepotkan.Eleanor memang memiliki perusahaan dan pekerjaan, keadaan ekonominya juga tidak buruk. Namun, jika melawan Keluarga Adrian di pengadilan, Eleanor jelas masih terlalu lemah. Bagaimanapun, Keluarga Adrian adalah keluarga terhebat di ibu kota.Saat ini, Eleanor merasa sangat pusing. Dia tidak bisa menempuh jalur hukum, juga tidak bisa mereb
!!!Dewa? Sepertinya para wanita ini harus mengunjungi dokter mata. Pria di hadapan mereka jelas-jelas adalah malaikat pencabut nyawa!Ketika Eleanor berpikir demikian, Jeremy kebetulan mengalihkan pandangan ke arahnya. Keempat mata itu bertemu pandang.Seketika, Eleanor mematung di tempat. Dia seperti tidak bisa mendengar suara apa pun lagi.Jeremy memakai setelan hitam yang dirancang khusus untuknya. Lampu jalanan yang terang menyinari tubuhnya, membuat sosoknya terlihat makin proporsional. Wajah tampan, hidung mancung, bibir tipis, dan mata yang mendalam.Saat ini, Jeremy memicingkan matanya sambil menatap Eleanor. Eleanor sontak tersadar dari lamunannya. Harus diakui bahwa Jeremy memang tampan. Pesonanya cukup untuk membuat semua wanita terobsesi padanya.Namun, saat ini tubuhnya memancarkan aura yang dingin dan suram. Wajah tampan itu seolah-olah menyiratkan bahwa seseorang akan mati jika mengganggunya. Bisa dilihat bahwa pria ini memang cocok disebut sebagai malaikat maut.Ketika
"Kamu sendiri yang janji pagi tadi. Penyakit jiwa sekalipun harus kamu obati."Eleanor sungguh kehabisan kata-kata. Dia berbalik, lalu mengambil kartu hitam di meja dan melemparkannya ke dada Jeremy. "Ambil balik kartumu."Jeremy mengangkat alisnya dan tidak menangkap kartu itu. Dia membiarkan kartu itu jatuh dan menyahut, "Aku nggak akan mengambil barang yang sudah kuberikan."Eleanor tergelak saking kesalnya. "Jeremy, kalau Yoana tahu kamu di sini, menurutmu dia bakal menggila nggak?""Hal ini nggak ada urusannya dengannya.""Nggak ada urusan?" Eleanor mengangkat alis, lalu mengeluarkan ponsel untuk menelepon Yoana.Jeremy memicingkan matanya yang suram.Yoana segera menjawab panggilan. Terdengar suaranya yang dingin. "Eleanor, apa maumu?""Aku harus mengabarimu sesuatu. Jeremy ada di sini. Dia terlihat kurang normal. Cepat bawa dia pulang."Yoana termangu sejenak, seperti tidak percaya. Dia menyergah, "Itu nggak mungkin! Kamu pasti menipuku, 'kan?"Eleanor mengangkat alisnya menatap
"Kenapa malah diam? Bisu ya?" Jeremy merasa makin kesal melihat Eleanor hanya diam. Dia merangkul pinggangnya dengan makin erat.Eleanor tidak tahan lagi dengan sikap Jeremy ini. Dia mendongak dan memelotot, lalu menyahut dengan lantang, "Jangan ikut campur urusan orang!""Heh!" Jeremy mengangkat alis. "Ikut campur?""Jangan lupa, kamu yang memaksaku untuk tanda tangan surat cerai. Kita cuma belum punya akta cerai. Bukan urusanmu kalau aku punya pacar. Jangan menginterogasiku seolah-olah aku selingkuh darimu!" jelas Eleanor.Jeremy kesal hingga pembuluh darah di dahinya menggembung. Hebat! Hebat sekali! Dia menarik napas dalam-dalam untuk meredam amarahnya."Artinya, kamu mengaku bunga itu dari pacarmu? Kamu melarangku ke rumahmu karena takut ketahuan? Benar begitu?" tanya Jeremy.Eleanor malas meladeni Jeremy. Terserah dia mau berpikiran seperti apa. "Ya! Pacarku yang kasih! Sebentar lagi dia pulang! Jadi, mantan suamiku, tolong segera keluar dari rumahku! Jangan sampai pacarku salah
Yoana menangis sambil memaki Eleanor. Dia yang sudah berada di dalam mobil pun mendesak sopir untuk cepat.Di sisi lain, setelah mencium Eleanor hingga sesak napas, Jeremy baru melepaskannya. Wajah Eleanor memerah. Selagi Jeremy tidak memperhatikannya, dia buru-buru bangkit untuk membalikkan posisi mereka.Saat berikutnya, Eleanor mengambil pisau buah di meja samping dan menodongkannya ke leher Jeremy. "Jeremy, dasar berengsek!"Jeremy merasakan sesuatu yang dingin di lehernya. Dia tidak marah, melainkan tertawa. Kemudian, dia menarik Eleanor supaya lebih dekat dengannya. "Nyalimu makin besar saja.""Jangan sentuh aku. Kamu kira aku nggak berani membunuhmu?""Heh." Jeremy menyunggingkan senyuman tipis. Suaranya terdengar serak saat berujar, "Dicoba saja."Eleanor sungguh murka. Matanya memerah. Tangannya yang memegang pisau pun gemetaran.Jeremy mengangkat tangannya dan menahan pergelangan tangan Eleanor. Dia yang berbaring di sofa menahan Eleanor supaya tubuh keduanya saling menempel.
"Keluar, Jeremy. Aku sudah cukup benci sama kamu. Jangan buat aku semakin benci." Kata-kata Eleanor yang dingin hampir membuat Jeremy meledak lagi.Bibirnya sedikit terbuka, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu, tapi akhirnya tak sepatah kata pun keluar. Dengan kemarahan yang membara, Jeremy mengangkat tangannya dan memukul keras cermin di sebelahnya.Cermin itu pecah berkeping-keping dan tangannya terluka parah. Darah segar mengalir deras dari luka tersebut. Dia berbalik dan langsung pergi dengan langkah berat.Di luar, suara Vivi tiba-tiba terdengar, "Hei, kalian ngapain ngumpul di sini?" Saat Vivi sampai di lantai itu, dia melihat sekelompok orang berdiri di depan pintu rumah Eleanor.Karena mengira ada situasi serius yang terjadi, Vivi langsung masuk ke rumah. Begitu di ruang tamu, dia melihat Yoana berdiri di sana. Vivi berjalan mendekat dengan alis berkerut, "Yoana? Kenapa kamu bisa masuk ke sini? Mana Eleanor?"Kedua mata Yoana tampak memerah karena marah. Ekspresinya tampak ber
Eleanor dipaksa Jeremy untuk pergi ke rumah sakit. Setelah melalui pemeriksaan, untungnya cederanya tidak terlalu serius. Dokter di ruang periksa segera menangani pergelangan kakinya yang terkilir.Jeremy mungkin sadar bahwa Eleanor tidak ingin melihatnya. Jadi, dia memilih untuk pergi setelah mengantarkan Eleanor. Ketika Eleanor selesai dirawat, dia melihat bahwa yang menunggunya di luar adalah asisten Jeremy, Andy.Andy menyapanya dengan sopan, "Bu Eleanor, Bos menyuruhku untuk antar Anda pulang.""Nggak perlu, aku bisa pulang sendiri," jawab Eleanor dengan dingin sambil berjalan perlahan.Andy tetap bersikeras mengikuti dari belakang. "Bu Eleanor, jam segini sulit dapat taksi. Sebaiknya kuantarkan saja.""Aku bilang nggak perlu," ulang Eleanor tegas.Namun, ketika sampai di pintu keluar rumah sakit, Eleanor baru sadar bahwa dia tidak membawa ponsel ataupun uang. Dia mematung di tempat dengan canggung.Andy segera maju dan menawarkan, "Bu Eleanor, silakan."Pada saat itu, terlihat se
Ternyata dia masih belum pergi!Hembusan angin dingin terus masuk ke dalam mobil, membuat Eleanor sedikit menggigil dan menyelubungi bahunya. Di balik kabut hujan yang samar, muncul sebuah sosok yang tinggi dan tegap turun dari mobil. Matanya yang hitam pekat menatap ke arah mereka dengan mengintimidasi.Saat Jeremy mulai melangkah mendekat, Charlie memperlihatkan ekspresi yang semakin dingin dan tajam. Dia mengangkat tangan, lalu memutar bahu Eleanor dan mencondongkan tubuhnya ke arahnya.Wajahnya yang dingin dan tampan tiba-tiba membesar di hadapan Eleanor. Karena kaget, mata Eleanor terbelalak dan bulu matanya yang lentik bergetar halus. Dia mengangkat tangan untuk mendorong Charlie."Kamu ngapain?" tanyanya dengan nada bingung.Charlie menahan tangannya dan membuat gerakan seolah akan menciumnya. Eleanor mengernyit, tidak memahami apa yang sedang dia lakukan. Jarak mereka yang sangat dekat dari sudut pandang Jeremy terlihat seperti mereka berciuman dengan penuh gairah.Langkah Jere
Justin segera menopang tubuh Simon dengan kedua tangannya dan menepuk dada Simon untuk menenangkan dirinya. "Tuan Simon? Tuan Simon? Tuan, bertahanlah. Cepat panggil dokter. Cepat!"Namun, dua menit kemudian, sebuah kabar datang lagi lebih cepat daripada datangnya dokter. "Tuan Simon, ada kabar dari sana bilang Tuan Jeremy baik-baik saja. Dia tidak jatuh ke laut."Simon pun menarik napas dalam-dalam dengan bantuan Justin, tatapannya akhirnya terlihat kembali bersinar. Dia langsung memerintah dengan lantang dan suara yang serak, "Jadi, dia sudah kembali? Uhuk uhuk. Dia sudah kembali? Cepat suruh dia pulang!"Pada saat itu, seorang pengawal lainnya yang baru saja menutup telepon bergegas masuk ke ruangan itu. "Tuan Simon, Tuan Jeremy ...."Simon segera maju dan bertanya, "Ada apa dengan dia?""Nona Eleanor jatuh ke laut, jadi Tuan Jeremy ikut melompat untuk mengejarnya," jawab pengawal itu.Wajah Simon yang baru saja pulih pun kembali pucat, Justin juga segera menopang tubuhnya dengan si
Eleanor menahan napasnya saat melihat tangan besar yang sedang mencengkeram belati yang tajam itu. Darah pun terus menetes ke wajahnya dari ujung belati itu.Jeremy berdiri di sana dengan wajah yang pucat dan kening serta pipi kanannya terluka akibat benturan. Bahkan pakaiannya pun sudah robek karena tergores benda tajam. Penampilannya terlihat sangat berantakan.Melihat Jeremy yang menggigit bibirnya dan menatapnya dengan tatapan yang dingin, pria yang tadi mencoba menusuk Eleanor langsung ketakutan dan melepaskan belatinya. Dia secara refleks mundur. Namun, di detik berikutnya, belati itu langsung memelesat ke lehernya.Melihat kejadian itu, pemimpin kelompok itu langsung tercengang saat melihat Jeremy tidak mati. "Tuan ... Jeremy?"Eleanor juga menatap Jeremy dengan tidak percaya. Setelah terdiam cukup lama, dia akhirnya memanggil nama Jeremy.Jeremy segera membungkuk dan memeriksa kondisi Eleanor. Melihat tubuh Eleanor yang penuh dengan luka, dia langsung menyipitkan matanya. Dia m
Para pria itu mulai merasa waspada. Mereka mengangkat belati mereka dan perlahan-lahan mendekati Eleanor.Meskipun tubuhnya penuh dengan luka, amarah di hati Eleanor membuatnya tetap bertahan. Dia juga tidak tahu dari mana datangnya kekuatan ini. Saat para pria itu mengarahkan belati mereka ke arahnya, dia kembali mengayunkan tongkat kayu di tangannya.Namun kali ini, para pria itu sudah mempersiapkan diri mereka. Mereka mengarahkan belati mereka untuk menyerang Eleanor dari arah yang berbeda. Mereka menyerang bagian yang tidak mematikan, tetapi cukup membuat Eleanor kesakitan.Gerakan Eleanor yang terluka parah sudah tidak secepat dan sekuat sebelumnya lagi, sehingga tongkat kayunya berhasil ditendang terlepas dari tangannya dan lengannya terluka karena ditebas. Dia hanya bisa merintih kesakitan, membuat pria yang memimpin kelompok itu tertawa terbahak-bahak."Jangan biarkan dia mati terlalu cepat," kata pemimpin kelompok itu."Heh." Eleanor yang terhuyung-huyung pun menundukkan kepal
Tepat pada saat itu, lampu dari mobil-mobil di belakang menerangi punggung Eleanor. Saat dia menoleh, dia melihat mobil-mobil itu sudah berhenti dan sekelompok orang keluar dari mobil. Mereka adalah orang-orang yang tadi mengejarnya dan kini kembali lagi. Dia mengepalkan tangannya dengan erat saat melihat mereka perlahan-lahan mengepungnya, tetapi dia tidak merasakan sakit sedikit pun.Pemimpin kelompok itu melihat ke sekeliling, tetapi tidak melihat mobil yang dinaiki Eleanor dan juga Jeremy. Namun, saat melihat jejak ban yang mengarah ke tebing dan juga jejak darah dari Eleanor, dia langsung memiliki firasat buruk. Dia langsung memberikan isyarat pada bawahannya untuk segera melaporkan hal ini pada Yoana.Mendengar kabar Jeremy mungkin jatuh ke laut dan tewas, ekspresi Yoana langsung membeku dan kakinya lemas sampai langsung terjatuh ke lantai. Dia segera maju dan meraih kerah bawahannya. "Apa ... yang kamu katakan? Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi!"Bawa
Eleanor tiba-tiba merasa cemas saat melihat mobil masih tidak melambat sedikit pun. Matanya membelalak dan berteriak dengan keras, "Jeremy, injak rem!"Jika mobilnya masih tidak berhenti, Eleanor merasa mereka akan jatuh ke dalam jurang bersama mobilnya. Mereka juga masih tidak tahu seberapa tinggi jurang itu, peluang untuk bertahan hidup sangat kecil jika mereka jatuh.Ekspresi Jeremy terlihat sangat muram saat melihat jarak mereka dengan tebing sudah tidak sampai 20 meter. Dengan laju yang secepat ini, bahkan membelok arah pun sudah tidak sempat lagi.Melihat jarak mobil dengan tebing makin dekat dan Jeremy masih tidak melambat sedikit pun, dia merinding dan ekspresinya terlihat sangat ketakutan. Namun, di detik berikutnya, Jeremy malah segera membuka sabuk pengamannya."Kamu?" kata Eleanor sambil menatap Jeremy yang membuka pintu mobil dengan tatapan tidak percaya.Jeremy berteriak, "Lompat!""Apa?" tanya Eleanor dengan bingung.Jeremy menatap Eleanor. Saat ini, dia akhirnya menyada
Eleanor baru saja hendak mengoperasikan ponselnya, tetapi benturan keras dari mobil belakang membuat tubuhnya terdorong ke depan dan ponselnya pun terlempar. Sebelum sempat mengambil ponselnya, dia mendengar suara tembakan lagi.Ekspresi Jeremy terlihat sangat marah. Dia segera menekan kepala Eleanor dan berkata, "Tunduk, jangan bergerak."Kaca jendela mobil sudah pecah dan angin dingin terus bertiup masuk.Eleanor mencoba untuk meraih ponselnya, tetapi dia akhirnya hanya bisa menstabilkan tubuhnya karena mobil berguncang. Para pengejar masih enggan menyerah dan jumlah mereka malah makin banyak. Mereka benar-benar bertekad untuk menghabisinya malam ini. Tidak perlu berpikir panjang pun, dia sudah tahu orang yang mengirim mereka adalah Yoana.Sementara itu, orang-orang dari Keluarga Adrian sudah melaporkan kejadian ini pada Simon.Mendengar Jeremy sedang bersama dengan Eleanor, Simon langsung bangkit. "Apa yang kamu katakan? Apa dia terluka?""Saat ini dia masih baik-baik saja," jawab o
Tatapan Jeremy menjadi dingin dan muram saat melihat ada empat mobil yang sudah mengepung mereka. Dia mengumpat dengan pelan, orang-orang ini jelas menargetkan Eleanor. Sialan. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan memanggil para pengawalnya.Di belakang, Avery yang sedang mengemudi mobil juga menyadari situasi berbahaya itu. Dia langsung mendiskusikan strategi dengan bawahannya menggunakan perangkat audio nirkabel. Tak lama kemudian, mobil mereka segera melaju ke depan dan menghentikan beberapa mobil itu. Dia juga segera menghubungi Charlie.Tepat pada saat itu, Andy melihat mobil di samping tiba-tiba membanting setir dan menabrak ke arah mereka dengan nekat. Semuanya terjadi hanya dalam dua detik. Dia pun berteriak dengan mata yang membelalak, "Bos, pegang Nona Eleanor baik-baik."Bang!Terdengar suara benturan yang keras dan tubuh mereka berguncang sampai kepala Eleanor langsung terasa pusing. Kelihatan jelas, mobil Jeremy dan Eleanor ditabrak ke samping dengan keras. Untungnya, sab
"Apa yang ingin kamu katakan? Minta maaf? Aku nggak ingin mendengarnya." Eleanor menepis tangan Jeremy."Cuma beberapa menit," kata Jeremy dengan keras kepala, lalu menarik Eleanor masuk ke mobil dengan paksa.Di depan, Andy segera menyalakan mesin mobil. Para pengawal Keluarga Adrian pun mundur.Melihat Eleanor dibawa pergi, Avery langsung masuk ke mobil. "Kejar!"Angin malam musim gugur terasa lebih dingin dari biasanya. Di dalam mobil, tatapan Eleanor membeku seperti es. Sebuah sekat perlahan naik, memisahkan kursi depan dan belakang."Kamu benar-benar harus pergi?" Suara rendah terdengar di dalam kabin yang sunyi.Tanpa menoleh, Eleanor menjawab dengan suara dingin, "Ya. Kamu juga sudah janji akan membiarkan aku dan anak-anak pergi, tanpa mengganggu kami lagi."Jari-jari Jeremy memutih karena cengkeramannya terlalu kuat. Dia tak kuasa tertawa. Dia telah melukai wanita ini begitu dalam.Wajar jika Eleanor ingin pergi. Dia seharusnya bisa menerima jika Eleanor ingin membawa anak-anak
Untungnya, video ini selalu tersimpan di album rahasia di ponselnya. Tak disangka, lima tahun kemudian akhirnya berguna.Sergio mengepalkan tangannya erat-erat. Sebelum melihat video ini, dia sama sekali tidak percaya pada Yoana.Begitu banyak hal telah terjadi, wajar jika kebencian Yoana pada Eleanor sudah mencapai puncaknya. Dia mengira Yoana hanya ingin memanfaatkannya untuk menyingkirkan Eleanor, jadi dia berasumsi bahwa semua ini hanyalah kebohongan yang dibuat-buat.Sampai akhirnya dia melihat video itu. Wanita dalam video itu adalah Eleanor, ini bukan sesuatu yang bisa dipalsukan.Semua ini sudah berlalu bertahun-tahun, Yoana tidak mungkin bersusah payah membuat video palsu dan menyimpannya selama lima tahun.Saat ini, amarah di dadanya membuncah. Yoana melihat kebencian yang melintas di mata Sergio. Dia cukup memahami pria ini.Dulu, Sergio benar-benar menginginkan anak itu. Dia maju selangkah, mencengkeram kerah Sergio erat-erat. "Sergio, Jeremy nggak akan melepaskanku. Begitu