Mata Yoana berbinar-binar. Dia membalas sambil mengangguk, "Begitu ya."Setelah dokter selesai berbicara, mereka pergi membawa sampel darah. Sementara itu, Yoana mengepalkan tangannya erat-erat.Setelah keluar dari rumah Keluarga Adrian dan masuk ke mobil, Yoana segera mengeluarkan ponselnya untuk menelepon.Yoana berujar, "Sampel untuk tes DNA antara Remy dan Daniel sudah dikirim. Apa kamu yakin bisa menanganinya?"Orang itu membalas, "Tenang saja, aku akan mengurusnya.""Bagus. Ingat, jangan sampai ada kesalahan sedikit pun," ucap Yoana sambil menghela napas."Aku tahu," jawab orang itu.....Di ruang kerja, Daniel mengetuk pintu dengan lembut sambil memanggil, "Papa."Jeremy mendongak dan melihat anak itu berdiri di pintu. Ekspresi dinginnya sedikit mereda. Dia melambaikan tangan sambil bertanya, "Kenapa belum tidur malam-malam begini?""Aku sudah melihat semua yang terjadi di internet," jawab Daniel sambil berjalan mendekat dengan ekspresi serius. Dia menambahkan, "Pa, kamu seharus
Sudut bibir Eleanor menyunggingkan senyuman dingin. Dia sengaja berpura-pura tidak tahu dengan bertanya, "Kenapa?"Sejak ibunya menghilang, Robert membawa selingkuhannya dan anaknya yang lahir di luar nikah ke rumah. Dia bahkan mengambil alih semua milik ibunya.Saat itu, Eleanor masih sangat kecil, tetapi Robert tak pernah peduli padanya lagi. Setelah bertahun-tahun diabaikan, hari ini Robert tiba-tiba memanggilnya pulang dengan tergesa-gesa. Itu sudah pasti karena insiden semalam.Video rekaman itu juga memberikan dampak besar pada Tiara. Pasti adiknya yang mengadukan hal ini kepada Robert. Eleanor sudah terbiasa dengan sikap ayahnya yang selalu membela Tiara.Robert membalas, "Kamu masih berani bertanya? Apa kamu nggak tahu apa yang kamu lakukan tadi malam? Adikmu pulang semalam dengan wajah bengkak. Sebagai kakaknya, bukannya membelanya, kamu malah bantu orang lain untuk menamparnya. Eleanor, kenapa kamu nggak mati saja?""Adikmu terluka parah, tapi kamu baik-baik saja. Eleanor, ke
Eleanor membalas sambil tersenyum, "Tiara adalah kepala peracik parfum di Grup Pratama, tapi penjualan parfumnya kalah dari perusahaan kecil. Jadi, Yoana pasti akan menekannya."Eleanor melanjutkan, "Setiap kali merasa tertekan, Tiara bukannya berusaha memperbaiki diri, tapi malah ingin menyingkirkan orang yang membuatnya tertekan. Itu sebabnya, dia mencoba menyelidikiku. Bukannya itu wajar?""Kalau Yoana, dia sangat fokus pada keuntungan. Setelah berkali-kali kecewa oleh Tiara, dia pasti berpikir untuk mencari pengganti. Karena sudah mengalahkan Tiara, aku tentu menjadi targetnya," tambah Eleanor.Mendengar analisis Eleanor, Vivi bertepuk tangan sambil memuji, "Kamu benar-benar memahami mereka berdua." Eleanor tentu saja sudah melihat semuanya dengan jelas.Vivi menambahkan, "Tapi, sia-sia saja usaha mereka. Bahkan, para petinggi perusahaan pun belum pernah melihatmu. Mereka berharap bisa mendapatkan informasi tentangmu? Itu mustahil."Eleanor pun tersenyum. Tentu saja dia tidak akan
Jeremy terdiam. Dia menatap Eleanor, lalu menepis tangannya dan membalas dengan dingin. "Aku cuma mau bicara sebentar. Bisakah kamu dengarkan baik-baik?""Karena kamu mau bicara, aku harus mendengarkan dengan patuh? Kenapa? Apa aku ini anjing peliharaanmu?" balas Eleanor dengan tajam.Wajah Jeremy berubah sangat muram, seolah-olah ingin mencekik wanita yang pandai bicara ini. Andy yang berada di samping diam-diam berdoa agar bosnya tidak pingsan karena terlalu emosi.Jeremy pun memejamkan mata untuk menahan amarah. Dia akhirnya merespons, "Eleanor, mulutmu benar-benar tajam sekali.""Aku tahu itu, nggak perlu kamu kasih tahu," balas Eleanor.Jeremy menatap wajah Eleanor yang dingin dan tak acuh. Kata-kata yang ingin dia ucapkan terasa sulit dilontarkan."Apa aku sudah boleh pergi?" tanya Eleanor.Jeremy tidak menjawab. Eleanor pun langsung berbalik untuk pergi. Akan tetapi, pria itu malah menarik pergelangan tangannya dan mendorongnya ke badan mobil.Eleanor sangat terkejut. Tatapannya
Jeremy bertanya, "Masih ada syarat lain? Katakan semuanya sekaligus.""Syarat ketiga, lepaskan aku," ucap Eleanor dengan dingin sambil memperhatikan jarak di antara mereka. Kemudian, Eleanor mendorongnya menjauh dengan tegas. Pria itu pun mundur selangkah. Senyumnya mengandung arti yang sulit dimengerti."Kamu setuju begitu cepat. Jangan-jangan, punya maksud tertentu?" tanya Jeremy.Eleanor jelas tidak akan memberitahunya bahwa dia hanya ingin melihat anak itu. Kalau tidak, urusan Jeremy sama sekali tidak ada hubungan dengan dirinya. Bahkan jika pria itu sakit parah atau mati, itu juga bukan urusannya."Kalau kamu pikir aku punya maksud tersembunyi, lupakan saja. Jangan minta aku mengobatimu," ucap Eleanor sambil merapikan pakaiannya, lalu berbalik dan pergi.....Di rumah Keluarga Haningrat.Eleanor turun dari mobil dan memandang vila mewah di depannya sambil tersenyum dingin. Vila ini dulu dibeli oleh ibunya, tetapi sekarang sudah terdaftar atas nama Robert.Tempat yang dia tinggali
"Cukup!" Sebuah suara tua yang tegas terdengar tiba-tiba.Ekspresi Felicia berubah seketika. Dia diam-diam memutar matanya. Hanya saja ketika berbalik, dia malah menampilkan senyum manis kepada wanita tua yang baru saja keluar, Jovita.Jovita berjalan perlahan dengan bantuan tongkat. Tatapannya langsung tertuju pada Felicia, lalu dia memarahi dengan tegas, "Apa yang kamu katakan tadi? Rumah ini juga adalah rumah Eleanor.""Apa maksudmu dengan mengatur satu kamar untuknya? Kamu biasanya cukup patuh. Begitu aku nggak ada, kamu langsung menunjukkan sifat aslimu ya?" Suara Jovita terdengar penuh emosi.Suasana ruang tamu tiba-tiba menjadi sunyi. Tiara yang cerdik langsung maju untuk menopang neneknya sambil menjelaskan, "Nek, jangan marah. Ibu nggak bermaksud begitu."Jovita mendengus keras dan memberikan tatapan tajam kepada Robert. Kemudian, dia memarahi, "Robert, jangan pernah melupakan budi orang lain. Coba pikirkan gimana kamu bisa punya semua yang kamu miliki sekarang."Di sisi lain,
Ketika mendengar suara kakaknya lagi, Harry merasa sedikit bersemangat. Dia menjawab, "Ini aku. Kak, aku mau bertemu denganmu. Boleh nggak?"Daniel ragu sejenak sebelum bertanya, "Kamu sudah di ibu kota?"Harry membalas, "Ya, papamu menindas mamaku. Hmph! Jangan pikir masalahnya akan selesai begitu saja. Aku punya rencana kecil dan mau melibatkan Kakak. Gimana? Mau bantu aku nggak?"Daniel sudah tahu bahwa video semalam pasti ulah Harry karena dia memang ahli komputer. Dia membalas, "Oke, aku sudah mau pulang sekolah. Kamu di mana? Aku akan pergi menemuimu. Kita bisa bicara nanti."Harry menolak, "Nggak perlu, aku sudah punya sopir. Kamu kirim saja lokasimu, aku yang akan datang menemuimu."Daniel memberikan alamatnya sambil berujar, "Oke. Hati-hati di jalan.""Tenang saja," ucap Harry.Setelah menutup telepon, Harry memberikan alamat itu kepada sopirnya. Dia duduk di kursi mobil, membuka laptop, dan mulai bekerja dengan terampil.Harry datang ke ibu kota bukan untuk merepotkan Eleanor
Eleanor langsung berdiri tegak. Punggungnya terasa dingin seolah-olah tertangkap basah karena melakukan sesuatu yang salah. Saat mengangkat kepala, dia langsung melihat mata gelap dan dalam Jeremy.Jantungnya sontak berdebar. Mungkin karena punya tujuan tertentu, Eleanor merasa seolah pikirannya akan terbaca di bawah tatapan tajam pria itu.Eleanor berusaha untuk menenangkan diri dan terus mengingatkan dirinya agar tidak menunjukkan tanda-tanda mencurigakan.Jeremy perlahan berjalan mendekatinya, lalu bertanya, "Kamu lagi lihat apa?"Makin Jeremy mendekat, Eleanor makin mundur. Hingga akhirnya, punggungnya menempel pada dinding. Sementara itu, Jeremy menatapnya dengan mata memicing.Eleanor menggertakkan gigi, lalu berpura-pura tenang sambil berucap, "Karena tunggu terlalu lama, jadi aku cuma lihat-lihat sekeliling."Mata Jeremy yang hitam pekat memancarkan aura dingin, tetapi dia sepertinya tidak meragukan ucapannya. Dia hanya membalas, "Oh."Eleanor diam-diam menghela napas lega, lal
Tepat pada saat itu, lampu dari mobil-mobil di belakang menerangi punggung Eleanor. Saat dia menoleh, dia melihat mobil-mobil itu sudah berhenti dan sekelompok orang keluar dari mobil. Mereka adalah orang-orang yang tadi mengejarnya dan kini kembali lagi. Dia mengepalkan tangannya dengan erat saat melihat mereka perlahan-lahan mengepungnya, tetapi dia tidak merasakan sakit sedikit pun.Pemimpin kelompok itu melihat ke sekeliling, tetapi tidak melihat mobil yang dinaiki Eleanor dan juga Jeremy. Namun, saat melihat jejak ban yang mengarah ke tebing dan juga jejak darah dari Eleanor, dia langsung memiliki firasat buruk. Dia langsung memberikan isyarat pada bawahannya untuk segera melaporkan hal ini pada Yoana.Mendengar kabar Jeremy mungkin jatuh ke laut dan tewas, ekspresi Yoana langsung membeku dan kakinya lemas sampai langsung terjatuh ke lantai. Dia segera maju dan meraih kerah bawahannya. "Apa ... yang kamu katakan? Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi!"Bawa
Eleanor tiba-tiba merasa cemas saat melihat mobil masih tidak melambat sedikit pun. Matanya membelalak dan berteriak dengan keras, "Jeremy, injak rem!"Jika mobilnya masih tidak berhenti, Eleanor merasa mereka akan jatuh ke dalam jurang bersama mobilnya. Mereka juga masih tidak tahu seberapa tinggi jurang itu, peluang untuk bertahan hidup sangat kecil jika mereka jatuh.Ekspresi Jeremy terlihat sangat muram saat melihat jarak mereka dengan tebing sudah tidak sampai 20 meter. Dengan laju yang secepat ini, bahkan membelok arah pun sudah tidak sempat lagi.Melihat jarak mobil dengan tebing makin dekat dan Jeremy masih tidak melambat sedikit pun, dia merinding dan ekspresinya terlihat sangat ketakutan. Namun, di detik berikutnya, Jeremy malah segera membuka sabuk pengamannya."Kamu?" kata Eleanor sambil menatap Jeremy yang membuka pintu mobil dengan tatapan tidak percaya.Jeremy berteriak, "Lompat!""Apa?" tanya Eleanor dengan bingung.Jeremy menatap Eleanor. Saat ini, dia akhirnya menyada
Eleanor baru saja hendak mengoperasikan ponselnya, tetapi benturan keras dari mobil belakang membuat tubuhnya terdorong ke depan dan ponselnya pun terlempar. Sebelum sempat mengambil ponselnya, dia mendengar suara tembakan lagi.Ekspresi Jeremy terlihat sangat marah. Dia segera menekan kepala Eleanor dan berkata, "Tunduk, jangan bergerak."Kaca jendela mobil sudah pecah dan angin dingin terus bertiup masuk.Eleanor mencoba untuk meraih ponselnya, tetapi dia akhirnya hanya bisa menstabilkan tubuhnya karena mobil berguncang. Para pengejar masih enggan menyerah dan jumlah mereka malah makin banyak. Mereka benar-benar bertekad untuk menghabisinya malam ini. Tidak perlu berpikir panjang pun, dia sudah tahu orang yang mengirim mereka adalah Yoana.Sementara itu, orang-orang dari Keluarga Adrian sudah melaporkan kejadian ini pada Simon.Mendengar Jeremy sedang bersama dengan Eleanor, Simon langsung bangkit. "Apa yang kamu katakan? Apa dia terluka?""Saat ini dia masih baik-baik saja," jawab o
Tatapan Jeremy menjadi dingin dan muram saat melihat ada empat mobil yang sudah mengepung mereka. Dia mengumpat dengan pelan, orang-orang ini jelas menargetkan Eleanor. Sialan. Dia segera mengeluarkan ponselnya dan memanggil para pengawalnya.Di belakang, Avery yang sedang mengemudi mobil juga menyadari situasi berbahaya itu. Dia langsung mendiskusikan strategi dengan bawahannya menggunakan perangkat audio nirkabel. Tak lama kemudian, mobil mereka segera melaju ke depan dan menghentikan beberapa mobil itu. Dia juga segera menghubungi Charlie.Tepat pada saat itu, Andy melihat mobil di samping tiba-tiba membanting setir dan menabrak ke arah mereka dengan nekat. Semuanya terjadi hanya dalam dua detik. Dia pun berteriak dengan mata yang membelalak, "Bos, pegang Nona Eleanor baik-baik."Bang!Terdengar suara benturan yang keras dan tubuh mereka berguncang sampai kepala Eleanor langsung terasa pusing. Kelihatan jelas, mobil Jeremy dan Eleanor ditabrak ke samping dengan keras. Untungnya, sab
"Apa yang ingin kamu katakan? Minta maaf? Aku nggak ingin mendengarnya." Eleanor menepis tangan Jeremy."Cuma beberapa menit," kata Jeremy dengan keras kepala, lalu menarik Eleanor masuk ke mobil dengan paksa.Di depan, Andy segera menyalakan mesin mobil. Para pengawal Keluarga Adrian pun mundur.Melihat Eleanor dibawa pergi, Avery langsung masuk ke mobil. "Kejar!"Angin malam musim gugur terasa lebih dingin dari biasanya. Di dalam mobil, tatapan Eleanor membeku seperti es. Sebuah sekat perlahan naik, memisahkan kursi depan dan belakang."Kamu benar-benar harus pergi?" Suara rendah terdengar di dalam kabin yang sunyi.Tanpa menoleh, Eleanor menjawab dengan suara dingin, "Ya. Kamu juga sudah janji akan membiarkan aku dan anak-anak pergi, tanpa mengganggu kami lagi."Jari-jari Jeremy memutih karena cengkeramannya terlalu kuat. Dia tak kuasa tertawa. Dia telah melukai wanita ini begitu dalam.Wajar jika Eleanor ingin pergi. Dia seharusnya bisa menerima jika Eleanor ingin membawa anak-anak
Untungnya, video ini selalu tersimpan di album rahasia di ponselnya. Tak disangka, lima tahun kemudian akhirnya berguna.Sergio mengepalkan tangannya erat-erat. Sebelum melihat video ini, dia sama sekali tidak percaya pada Yoana.Begitu banyak hal telah terjadi, wajar jika kebencian Yoana pada Eleanor sudah mencapai puncaknya. Dia mengira Yoana hanya ingin memanfaatkannya untuk menyingkirkan Eleanor, jadi dia berasumsi bahwa semua ini hanyalah kebohongan yang dibuat-buat.Sampai akhirnya dia melihat video itu. Wanita dalam video itu adalah Eleanor, ini bukan sesuatu yang bisa dipalsukan.Semua ini sudah berlalu bertahun-tahun, Yoana tidak mungkin bersusah payah membuat video palsu dan menyimpannya selama lima tahun.Saat ini, amarah di dadanya membuncah. Yoana melihat kebencian yang melintas di mata Sergio. Dia cukup memahami pria ini.Dulu, Sergio benar-benar menginginkan anak itu. Dia maju selangkah, mencengkeram kerah Sergio erat-erat. "Sergio, Jeremy nggak akan melepaskanku. Begitu
Sumpah sekejam ini .... Sergio menyipitkan matanya, lalu melonggarkan cengkeraman di leher Yoana sedikit."Bicara."Yoana menggertakkan giginya dengan kuat. "Dulu aku memang menyewa beberapa preman untuk menyingkirkan anak itu dan menjebak Eleanor. Tapi sebelum sempat membayar, seseorang telah menggantikanku. Kamu tahu apa artinya ini?"Sergio mengerutkan keningnya.Yoana melanjutkan, "Itu berarti selain aku, ada orang lain juga yang menemui mereka. Mereka mengira aku dan orang itu adalah orang yang sama.""Orang lain?""Ya. Setelah kejadian itu, kamu pikir Jeremy nggak menyelidikinya? Dia menyelidikinya. Hasilnya di luar dugaannya, bahkan di luar dugaanku! Akun yang mentransfer uang kepada mereka ... adalah milik Eleanor!"Alis Sergio semakin berkerut, jelas karena tidak sepenuhnya percaya. "Kamu cuma ingin aku menyingkirkan Eleanor, jadi sengaja mengatakan ini, 'kan?""Hahaha ... hahaha!" Yoana tertawa terbahak-bahak. "Kamu nggak percaya? Aku juga nggak percaya saat pertama kali tahu
"Dia menyewa orang untuk membunuh anak kita! Anakku baru berusia 8 bulan, tetapi dia mati karena Eleanor menyuruh seseorang menabraknya dengan mobil! Kamu lupa? Apa kamu benar-benar lupa?" teriak Yoana sekuat tenaga, suaranya penuh dengan keputusasaan."Diam! Suruh dia diam!" Simon terbatuk keras beberapa kali, lalu berteriak dengan nada tegas dan marah.Aib keluarga tidak boleh tersebar! Bagaimana bisa Yoana bersikap seperti ini di depan umum? Dengan keadaan seperti ini, Yoana tidak pantas menyandang gelar Nyonya Keluarga Adrian!Alicia buru-buru menutup mulut Yoana, tetapi Yoana meronta-ronta dengan sekuat tenaga. Meskipun dua orang menahannya, mereka tetap tidak bisa menghentikannya.Air mata mengalir di seluruh wajahnya, membuatnya tampak seperti orang gila. Tak ada lagi jejak keanggunan dan martabat putri keluarga besar dalam dirinya.Eleanor menatap Yoana dengan dingin. Dia memang seharusnya gila. Dia memang seharusnya menderita. Itu adalah harga yang harus Yoana bayar untuk anak
Jeremy menggenggam erat laporan tes DNA itu, matanya tampak dalam dan penuh emosi. Tatapannya tertuju pada hasil tes di atas kertas ....Hubungan biologis dikonfirmasi!Melihat hasilnya, napasnya terhenti sejenak .... Anak-anak .... Mereka adalah darah dagingnya!Daniel dan Harry adalah putranya. Mereka adalah anak kandungnya bersama Eleanor.Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang. Tidak ada yang tahu betapa terguncangnya Jeremy saat membaca kata-kata itu.Selama ini, dia selalu mengira anak-anak itu adalah milik orang lain, tetapi kenyataannya mereka adalah anak kandungnya sendiri.Selama lima tahun, masalah ini terus menghantuinya. Kini ....Jeremy tersenyum pahit. Saat kebenaran akhirnya terungkap, dia merasakan campuran antara kegembiraan dan penyesalan yang luar biasa. Betapa bodohnya dia ....Emosi yang tak terhitung jumlahnya membanjiri hati, menyelimutinya secara habis-habisan. Pada akhirnya, hanya ada satu kalimat yang terngiang di benaknya, Jeremy, kamu memang bodoh!Dia menga