Ketika mendengar suara kakaknya lagi, Harry merasa sedikit bersemangat. Dia menjawab, "Ini aku. Kak, aku mau bertemu denganmu. Boleh nggak?"Daniel ragu sejenak sebelum bertanya, "Kamu sudah di ibu kota?"Harry membalas, "Ya, papamu menindas mamaku. Hmph! Jangan pikir masalahnya akan selesai begitu saja. Aku punya rencana kecil dan mau melibatkan Kakak. Gimana? Mau bantu aku nggak?"Daniel sudah tahu bahwa video semalam pasti ulah Harry karena dia memang ahli komputer. Dia membalas, "Oke, aku sudah mau pulang sekolah. Kamu di mana? Aku akan pergi menemuimu. Kita bisa bicara nanti."Harry menolak, "Nggak perlu, aku sudah punya sopir. Kamu kirim saja lokasimu, aku yang akan datang menemuimu."Daniel memberikan alamatnya sambil berujar, "Oke. Hati-hati di jalan.""Tenang saja," ucap Harry.Setelah menutup telepon, Harry memberikan alamat itu kepada sopirnya. Dia duduk di kursi mobil, membuka laptop, dan mulai bekerja dengan terampil.Harry datang ke ibu kota bukan untuk merepotkan Eleanor
Eleanor langsung berdiri tegak. Punggungnya terasa dingin seolah-olah tertangkap basah karena melakukan sesuatu yang salah. Saat mengangkat kepala, dia langsung melihat mata gelap dan dalam Jeremy.Jantungnya sontak berdebar. Mungkin karena punya tujuan tertentu, Eleanor merasa seolah pikirannya akan terbaca di bawah tatapan tajam pria itu.Eleanor berusaha untuk menenangkan diri dan terus mengingatkan dirinya agar tidak menunjukkan tanda-tanda mencurigakan.Jeremy perlahan berjalan mendekatinya, lalu bertanya, "Kamu lagi lihat apa?"Makin Jeremy mendekat, Eleanor makin mundur. Hingga akhirnya, punggungnya menempel pada dinding. Sementara itu, Jeremy menatapnya dengan mata memicing.Eleanor menggertakkan gigi, lalu berpura-pura tenang sambil berucap, "Karena tunggu terlalu lama, jadi aku cuma lihat-lihat sekeliling."Mata Jeremy yang hitam pekat memancarkan aura dingin, tetapi dia sepertinya tidak meragukan ucapannya. Dia hanya membalas, "Oh."Eleanor diam-diam menghela napas lega, lal
Jeremy akhirnya memejamkan mata sepenuhnya dan tertidur tanpa disadari. Melihat pria itu sudah terlelap, Eleanor baru merasa lega.Eleanor mulai membereskan alat-alat akupunkturnya dan melihat jam tangan. Ini sudah larut, sekolah sudah lama berakhir. Namun, kenapa anak Jeremy masih belum pulang juga?Eleanor mulai merasa cemas. Dia melihat-lihat kamar seperti pencuri, tetapi tetap tidak menemukan satu pun foto di sana.Eleanor benar-benar sangat ingin bertemu dengan anak itu. Namun, tidak masalah karena dia bisa menunggu. Anak itu pasti akan pulang nantinya.Eleanor berjalan mendekati Jeremy yang sedang tidur dan berencana melepas jarum di kepalanya. Saat itu, Yoana muncul dari luar dengan penuh semangat. Penampilannya tetap rapi dan cantik seperti biasanya."Remy ...." Senyumnya mendadak hilang saat melihat Eleanor. Suaranya langsung berubah tajam ketika bertanya, "Eleanor, kenapa kamu ada di sini?"Melihat Jeremy yang terbaring di sofa dengan beberapa jarum tertancap di kepalanya, Yo
"Kamu bilang apa?" tanya Yoana yang mendengarnya dengan jelas.Eleanor sama sekali tidak takut. Dia menjawab, "Aku bilang kamu bodoh. Ini namanya akupunktur, metode pengobatan dalam pengobatan tradisional. Pikirkan baik-baik. Kalau aku bunuh Jeremy di rumahnya, bukannya tindakanku seperti bunuh diri?"Rumah Keluarga Adrian penuh dengan pengawal yang terlatih. Sebagai seorang wanita yang lemah, mana mungkin Eleanor akan mencoba mencelakainya?Itu sama saja seperti pembunuh tanpa keterampilan yang mencoba membunuh kaisar di istana. Jelas, itu adalah tindakan mencari mati. Eleanor memang membenci Jeremy, tetapi dia masih punya anak dan harus menjaga nyawanya baik-baik.Yoana membalas sambil mengernyit, "Siapa yang tahu apa rencanamu? Aku akan segera memanggil dokter. Kalau kamu bohong, aku nggak akan melepaskanmu."Eleanor mengangkat tangannya sembari membalas, "Silakan."Usai berkata demikian, Eleanor lanjut mencabut jarum dari kepala Jeremy. Namun, Yoana maju lagi dan berusaha mendorong
Yoana berbalik dengan gembira dan memberi tahu Eleanor, "Eleanor, kamu dengar, 'kan? Remy menyuruhmu pergi!" Eleanor hanya sedikit tersenyum sinis."Maksudnya kamu." Suara Jeremy terdengar dingin dan tajam. Sementara itu, matanya terlihat agak memicing.Ekspresi bahagia di wajah Yoana seketika memudar. Dia tidak percaya sehingga mencoba memastikan lagi, "Remy, kamu menyuruhku pergi?"Namun, jawabannya sudah jelas. Yoana gemetar ketakutan ketika bertanya, "Kenapa? Remy, aku melakukannya demi kebaikanmu."Jeremy menatapnya sejenak dan berkata dengan dingin, "Jangan sampai aku mengatakannya dua kali."Yoana menggigit bibirnya dengan keras. Melihat Jeremy benar-benar marah, dia tidak mengerti apa yang membuatnya begitu kesal. Bagaimanapun, dia hanya peduli padanya.Setelah memikirkannya, Yoana tidak menemukan alasan yang masuk akal. Dia pun menyalahkan Eleanor atas segalanya. Gara-gara Eleanor, Jeremy memperlakukannya seperti ini.Yoana menggertakkan gigi sambil menatap Eleanor dengan penu
"Nggak kok," jawab Eleanor.Nada suara Jeremy terdengar tidak senang ketika bertanya, "Kalau begitu, kenapa kamu duduk begitu jauh dariku?"Eleanor membalas sambil tersenyum, "Kenapa aku harus duduk dekat denganmu?"Jeremy pun mengernyit. Dia bertanya lagi, "Mejanya sebesar ini. Apa kamu nggak merasa aneh?"Eleanor menerima makanan yang disodorkan pembantu, lalu merespons, "Aku nggak merasa aneh. Dulu juga selalu begini, 'kan? Dulu kamu bisa terbiasa, masa setelah lima tahun jadi nggak bisa?"Jeremy menatapnya dengan ekspresi makin muram. Dia tahu betul maksud di balik sindiran halus Eleanor.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Jeremy mengambil sumpitnya dan mulai makan. Eleanor juga tidak memperhatikannya dan langsung mulai makan.Dari sudut ruangan, seorang pembantu diam-diam memotret mereka berdua, lalu mengirimkannya kepada Yoana.Saat Yoana melihat foto di mana Jeremy dan Eleanor duduk bersama untuk makan, kecemasannya langsung meningkat."Eleanor, ternyata kamu memang belum menyerah,"
Untuk menghindari perhatian, kedua anak itu sepakat untuk bertemu di dalam mobil Harry. Ini adalah pertama kalinya mereka bisa saling melihat satu sama lain dengan jelas dari jarak dekat. Hal itu membuat keduanya merasa sedikit bersemangat.Harry langsung memeluk Daniel, lalu berucap, "Kak, akhirnya kita bisa bertemu!"Daniel merasakan hangatnya pelukan Harry. Ekspresinya yang dingin pun perlahan melunak. Dia mendongak untuk membalas pelukan adiknya."Kak, kenapa kamu bisa sama Papa Jahat? Aku dan Mama dulu selalu berpikir .... Kami selalu berpikir ...." Harry berhenti sejenak dan matanya mulai memerah.Daniel melepaskan pelukannya dan menatap Harry, lalu bertanya, "Berpikir apa?"Harry membalas, "Kami pikir kamu sudah nggak ada, tapi ternyata kamu masih hidup. Kalau Mama tahu, dia pasti akan sangat senang."Mata Daniel mulai berbinar-binar. Dia bertanya, "Benarkah? Kalau Mama tahu aku masih ada, dia benar-benar akan merasa senang?"Harry mengangguk dengan penuh semangat ketika merespo
Ketika Andy dan yang lainnya menemukan Harry, dia sedang duduk di bawah lampu jalan dengan sebatang rumput di mulutnya. Harry menopang wajah kecilnya, seolah-olah memang sedang menunggu mereka datang."Daniel," panggil Andy yang terengah-engah. Bersama para pengawalnya, dia berlari menghampiri Harry, lalu bertanya, "Daniel, kenapa kamu di sini? Kami sangat khawatir. Ayo, kita segera pulang."Harry berdiri dan menatap Andy. Dia tahu bahwa pria ini adalah asisten Jeremy. Harry menjelaskan, "Paman Andy, aku nggak pergi jauh kok. Aku menunggu kalian di sini dari tadi. Tapi kalian lambat sekali. Begitu aku menoleh, kalian sudah hilang."Dua pengawal yang bertugas melindungi Daniel, menunduk dan merasa bersalah saat berdiri di belakang Andy.Andy pun menghela napas dan berjongkok di depan Harry dengan wajah tegang. Dia memberi tahu, "Daniel, Bos sangat marah karena kamu pergi tanpa izin hari ini. Kita sebaiknya cepat pulang.""Kalau Papa Jahat ... Papa marah, sangat menakutkan?" tanya Harry