Jeremy akhirnya memejamkan mata sepenuhnya dan tertidur tanpa disadari. Melihat pria itu sudah terlelap, Eleanor baru merasa lega.Eleanor mulai membereskan alat-alat akupunkturnya dan melihat jam tangan. Ini sudah larut, sekolah sudah lama berakhir. Namun, kenapa anak Jeremy masih belum pulang juga?Eleanor mulai merasa cemas. Dia melihat-lihat kamar seperti pencuri, tetapi tetap tidak menemukan satu pun foto di sana.Eleanor benar-benar sangat ingin bertemu dengan anak itu. Namun, tidak masalah karena dia bisa menunggu. Anak itu pasti akan pulang nantinya.Eleanor berjalan mendekati Jeremy yang sedang tidur dan berencana melepas jarum di kepalanya. Saat itu, Yoana muncul dari luar dengan penuh semangat. Penampilannya tetap rapi dan cantik seperti biasanya."Remy ...." Senyumnya mendadak hilang saat melihat Eleanor. Suaranya langsung berubah tajam ketika bertanya, "Eleanor, kenapa kamu ada di sini?"Melihat Jeremy yang terbaring di sofa dengan beberapa jarum tertancap di kepalanya, Yo
"Kamu bilang apa?" tanya Yoana yang mendengarnya dengan jelas.Eleanor sama sekali tidak takut. Dia menjawab, "Aku bilang kamu bodoh. Ini namanya akupunktur, metode pengobatan dalam pengobatan tradisional. Pikirkan baik-baik. Kalau aku bunuh Jeremy di rumahnya, bukannya tindakanku seperti bunuh diri?"Rumah Keluarga Adrian penuh dengan pengawal yang terlatih. Sebagai seorang wanita yang lemah, mana mungkin Eleanor akan mencoba mencelakainya?Itu sama saja seperti pembunuh tanpa keterampilan yang mencoba membunuh kaisar di istana. Jelas, itu adalah tindakan mencari mati. Eleanor memang membenci Jeremy, tetapi dia masih punya anak dan harus menjaga nyawanya baik-baik.Yoana membalas sambil mengernyit, "Siapa yang tahu apa rencanamu? Aku akan segera memanggil dokter. Kalau kamu bohong, aku nggak akan melepaskanmu."Eleanor mengangkat tangannya sembari membalas, "Silakan."Usai berkata demikian, Eleanor lanjut mencabut jarum dari kepala Jeremy. Namun, Yoana maju lagi dan berusaha mendorong
Yoana berbalik dengan gembira dan memberi tahu Eleanor, "Eleanor, kamu dengar, 'kan? Remy menyuruhmu pergi!" Eleanor hanya sedikit tersenyum sinis."Maksudnya kamu." Suara Jeremy terdengar dingin dan tajam. Sementara itu, matanya terlihat agak memicing.Ekspresi bahagia di wajah Yoana seketika memudar. Dia tidak percaya sehingga mencoba memastikan lagi, "Remy, kamu menyuruhku pergi?"Namun, jawabannya sudah jelas. Yoana gemetar ketakutan ketika bertanya, "Kenapa? Remy, aku melakukannya demi kebaikanmu."Jeremy menatapnya sejenak dan berkata dengan dingin, "Jangan sampai aku mengatakannya dua kali."Yoana menggigit bibirnya dengan keras. Melihat Jeremy benar-benar marah, dia tidak mengerti apa yang membuatnya begitu kesal. Bagaimanapun, dia hanya peduli padanya.Setelah memikirkannya, Yoana tidak menemukan alasan yang masuk akal. Dia pun menyalahkan Eleanor atas segalanya. Gara-gara Eleanor, Jeremy memperlakukannya seperti ini.Yoana menggertakkan gigi sambil menatap Eleanor dengan penu
"Nggak kok," jawab Eleanor.Nada suara Jeremy terdengar tidak senang ketika bertanya, "Kalau begitu, kenapa kamu duduk begitu jauh dariku?"Eleanor membalas sambil tersenyum, "Kenapa aku harus duduk dekat denganmu?"Jeremy pun mengernyit. Dia bertanya lagi, "Mejanya sebesar ini. Apa kamu nggak merasa aneh?"Eleanor menerima makanan yang disodorkan pembantu, lalu merespons, "Aku nggak merasa aneh. Dulu juga selalu begini, 'kan? Dulu kamu bisa terbiasa, masa setelah lima tahun jadi nggak bisa?"Jeremy menatapnya dengan ekspresi makin muram. Dia tahu betul maksud di balik sindiran halus Eleanor.Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Jeremy mengambil sumpitnya dan mulai makan. Eleanor juga tidak memperhatikannya dan langsung mulai makan.Dari sudut ruangan, seorang pembantu diam-diam memotret mereka berdua, lalu mengirimkannya kepada Yoana.Saat Yoana melihat foto di mana Jeremy dan Eleanor duduk bersama untuk makan, kecemasannya langsung meningkat."Eleanor, ternyata kamu memang belum menyerah,"
Untuk menghindari perhatian, kedua anak itu sepakat untuk bertemu di dalam mobil Harry. Ini adalah pertama kalinya mereka bisa saling melihat satu sama lain dengan jelas dari jarak dekat. Hal itu membuat keduanya merasa sedikit bersemangat.Harry langsung memeluk Daniel, lalu berucap, "Kak, akhirnya kita bisa bertemu!"Daniel merasakan hangatnya pelukan Harry. Ekspresinya yang dingin pun perlahan melunak. Dia mendongak untuk membalas pelukan adiknya."Kak, kenapa kamu bisa sama Papa Jahat? Aku dan Mama dulu selalu berpikir .... Kami selalu berpikir ...." Harry berhenti sejenak dan matanya mulai memerah.Daniel melepaskan pelukannya dan menatap Harry, lalu bertanya, "Berpikir apa?"Harry membalas, "Kami pikir kamu sudah nggak ada, tapi ternyata kamu masih hidup. Kalau Mama tahu, dia pasti akan sangat senang."Mata Daniel mulai berbinar-binar. Dia bertanya, "Benarkah? Kalau Mama tahu aku masih ada, dia benar-benar akan merasa senang?"Harry mengangguk dengan penuh semangat ketika merespo
Ketika Andy dan yang lainnya menemukan Harry, dia sedang duduk di bawah lampu jalan dengan sebatang rumput di mulutnya. Harry menopang wajah kecilnya, seolah-olah memang sedang menunggu mereka datang."Daniel," panggil Andy yang terengah-engah. Bersama para pengawalnya, dia berlari menghampiri Harry, lalu bertanya, "Daniel, kenapa kamu di sini? Kami sangat khawatir. Ayo, kita segera pulang."Harry berdiri dan menatap Andy. Dia tahu bahwa pria ini adalah asisten Jeremy. Harry menjelaskan, "Paman Andy, aku nggak pergi jauh kok. Aku menunggu kalian di sini dari tadi. Tapi kalian lambat sekali. Begitu aku menoleh, kalian sudah hilang."Dua pengawal yang bertugas melindungi Daniel, menunduk dan merasa bersalah saat berdiri di belakang Andy.Andy pun menghela napas dan berjongkok di depan Harry dengan wajah tegang. Dia memberi tahu, "Daniel, Bos sangat marah karena kamu pergi tanpa izin hari ini. Kita sebaiknya cepat pulang.""Kalau Papa Jahat ... Papa marah, sangat menakutkan?" tanya Harry
Jeremy bertanya sambil mengernyit, "Membelikan aku kue?"Harry mengangguk, lalu meletakkan kue di sofa dan mulai naik ke sofa sendiri. Sofanya agak tinggi. Berhubung belakangan dia makan terlalu banyak, naiknya menjadi agak susah.Jeremy memperhatikan Harry yang menggunakan tangan dan kakinya untuk naik ke sofa. Pemandangan itu terlihat lucu dan menggemaskan."Tentu saja, ini kejutan buat Papa," ucap Harry dengan bangga.Jeremy bertanya, "Kamu kabur dari pengawal cuma untuk beli ini?"Harry tertegun sebentar, lalu cepat-cepat mengangguk dengan tegas. Dia menjelaskan, "Ya, benar! Aku sengaja beli ini buat Papa biar Papa nggak tahu dulu. Namanya juga kejutan!"Sambil berkata begitu, Harry langsung membuka kue dan mengambil sesendok besar. Kemudian, dia menyodorkannya ke mulut Jeremy sambil berucap, "Ayo, Pa. Coba dulu. Rasanya manis dan enak!"Jeremy mengangkat alis. Aura dingin di wajahnya perlahan-lahan menghilang. Dia menolak dengan lembut, "Aku nggak makan yang manis-manis ...."Namu
Eleanor mengelus kepala anaknya, lalu memberi tahu, "Mama nggak marah kok. Mama senang Harry bisa datang. Tenang saja, Mama pasti akan melindungimu."Daniel mengangguk dengan semangat ketika menimpali, "Aku juga akan melindungi Mama."Tatapan Eleanor terlihat lembut. Dia bertanya sambil tersenyum puas. "Harry sudah makan?"Daniel menggeleng, lalu menjawab, "Belum."Berhubung sibuk kabur dari pengawal dan merencanakan sesuatu dengan Harry, dia sampai lupa makan."Kalau begitu, Mama buatkan mi kesukaanmu ya," ucap Eleanor.Daniel mengangguk berulang kali, lalu berucap, "Ma, aku mau bantu."Eleanor memberi tahu, "Oke. Oh ya Harry, kita akan tinggal di sini untuk waktu yang lama. Jadi, besok Mama akan ajak kamu pilih sekolah."Daniel kembali mengangguk dengan patuh, lalu membalas, "Oke, aku nurut saja."Melihat anaknya yang sangat nurut, Eleanor merasa ada yang aneh. Sebelumnya, Harry memang anak yang baik, tapi hari ini sikapnya lebih manis dari biasanya. Dia terus menempel padanya, bahka