Yoana mengamati ekspresi Jeremy dengan gugup, takut Jeremy akan menunjukkan perhatian terhadap Eleanor."Kak Eleanor nggak bisa masuk ya? Biar kubawa dia masuk." Bastian adalah orang pertama yang berdiri."Ehem, ehem." Danuar berdeham dua kali, menarik Bastian. "Tsk, kenapa kamu ikut campur urusan orang lain?""Apa maksudmu ikut campur urusan orang lain ...."Danuar mengambil sepotong kue kemudian sontak menyumpal mulut Bastian. "Kamu pasti lapar, makan yang banyak."'Tutup mulutmu saja deh! Kak Jeremy masih duduk di depan kita. Kita nggak berhak mengurus masalah ini!'Bastian melihat ekspresi Danuar yang aneh, lalu menyipitkan matanya dengan ragu.Danuar menatap Jeremy. "Kak, kamu bawa Kak Eleanor masuk dong. Seharusnya dia lupa bawa undangan. Dia jadi nggak bisa masuk, kasihan sekali."Satu kalimat Danuar mengubah pernyataan Yoana menjadi Eleanor lupa membawa undangan. Maknanya langsung berubah.Jeremy mengernyit. Apa urusannya wanita itu dengannya? Mereka sudah hampir bercerai. Elea
Mendengar suara yang familier, Eleanor langsung mengangkat kepalanya. Yang muncul di depannya adalah wajah pria yang tampan dan penuh pesona.Eleanor mengangkat alisnya. "Kamu juga datang untuk menghadiri pesta ini?"Charlie berdiri santai, mengangkat alisnya sedikit. Kemudian, dia menyahut dengan suara rendah, "Ya, lagi bosan, makanya aku keluar untuk cari kesibukan. Mau masuk nggak?""Mau." Vivi baru saja menelepon dan memberitahunya bahwa dia masih butuh sekitar sepuluh menit lagi untuk tiba.Meskipun Eleanor tidak peduli pada tatapan orang-orang di sini, dia tetap merasa canggung kalau menunggu terlalu lama. Kini, ada Charlie yang bisa membawanya masuk. Eleanor merasa sangat bersyukur."Tapi, setelanmu ini ...." Eleanor menekan dagunya dengan jari sambil mengamati tubuh Charlie. "Kenapa rasanya agak aneh?"Charlie melirik pakaiannya dengan santai. "Apanya yang aneh?""Bukankah terlalu kecil?"Avery yang mengikuti di belakang Charlie merasa lucu. Tentu saja kecil, itu jasnya. Charli
Begitu ucapan ini dilontarkan, ekspresi ketiga orang itu tampak berbeda-beda.Charlie tersenyum, menunjukkan kegembiraannya mendengar kata "pacar". Kemudian, dia mengangkat alisnya dan memuji, "Kamu pintar sekali bicara."Yoana semakin tidak bisa menahan senyumannya setelah mendengar pengakuan ini."Karena kamu begitu pintar bicara, kuhadiahi kamu dengan wisata satu hari di luar kota besok." Senyuman di wajah Charlie tiba-tiba sirna, digantikan dengan tatapan dingin dan berbahaya.Charlie tentu memahami maksud ucapan Yoana. Wanita ini ingin memanfaatkannya untuk memisahkan Eleanor dengan Jeremy agar timbul kesalahpahaman di antara mereka. Jika itu Eleanor, dia akan dimanfaatkan dengan senang hati. Namun, berani sekali wanita jelek ini memanfaatkan dirinya!Setelah mendengar ucapan Charlie, ekspresi Yoana langsung berubah. Kenangan mengerikan pada malam itu tiba-tiba membanjiri benaknya.Aura dingin dan menakutkan yang terpancar dari tubuh Charlie, membuat Yoana tidak bisa menahan rasa
Atas dasar apa ada begitu banyak orang yang membela Eleanor? Apa yang wanita ini punya yang membuatnya pantas mendapatkan semua itu?Yoana merasa sangat tidak adil. Dia meletakkan gelas anggurnya ke atas meja dengan kuat, lalu menghampiri Eleanor."Kamu mau ke mana, Kak?" Tiara melihat Yoana minum beberapa gelas anggur secara berturut-turut. Jelas sekali, wanita ini pasti sudah mabuk."Kemari." Yoana melambaikan tangannya, memberi isyarat agar Tiara mengikutinya. Eleanor tidak bisa menolak orang yang bersulang untuknya tadi. Dia sempat minum dua gelas anggur. Karena khawatir tubuhnya kurang nyaman, dia berbalik dan keluar untuk menghirup udara segar.Di luar terdapat kolam renang terbuka yang sangat besar. Angin dingin akhir musim gugur berembus. Setelah berdiri sesaat, Eleanor memutuskan untuk kembali."Eleanor." Tiba-tiba, terdengar suara dingin dari belakang. Eleanor pun berhenti dan menoleh. Alisnya terangkat saat melihat Yoana berdiri di belakangnya.Ekspresi Eleanor tampak tidak
Begitu keluar dan melihat pemandangan di depan, wajah Jeremy langsung sedingin es. Di permukaan air, hanya terlihat Yoana yang sedang meronta-ronta. Tidak ada sosok Eleanor.Jeremy langsung melepaskan jasnya, lalu melompat ke dalam kolam tanpa ragu sedikit pun.Ketika Jeremy hendak mencari Eleanor, dia malah mendengar teriakan ketakutan Yoana. "Remy, tolong aku. Tolong ...."Seiring terdengarnya suara minta tolong Yoana, Jeremy mendengar suara gelembung air, seolah-olah Yoana benar-benar tenggelam.Saat ini, kepala Eleanor muncul di permukaan air. Jeremy bergegas berenang ke arahnya. Ketika hendak menyelamatkan Eleanor, dia baru teringat bahwa Eleanor sangat pintar berenang.Saat itu, Eleanor pernah mempermainkan Jeremy di dalam laut, bahkan menyelamatkan Vivi yang hampir tenggelam. Jadi, Jeremy merasa wanita ini tidak perlu ditolong.Sebaliknya, suara Yoana terdengar semakin lemah. Yoana yang benar-benar butuh pertolongan.Jeremy ragu-ragu sejenak, lalu berbalik dan menjulurkan tangan
"Lepaskan aku." Eleanor mendorong tubuh Jeremy untuk menjauh dari pelukannya.Tiba-tiba, suasana menjadi mencekam!Kegembiraan karena Eleanor terbangun seketika menghilang dari tatapan Jeremy, hanya menyisakan rasa dingin yang menusuk. Jadi, wanita ini benar-benar tidak ingin disentuh olehnya!Semakin Eleanor menolak untuk disentuh, Jeremy justru semakin ingin menyentuhnya. "Mau ke mana kamu? Kondisimu lemah sekali." Jeremy menariknya kembali dengan kasar. Tidak ada sedikit pun kelembutan pada suaranya.Tubuh Eleanor basah kuyup sehingga gaun ketat yang melekat di tubuhnya semakin menonjolkan lekukan tubuhnya yang sempurna. Segalanya terlihat sangat menggoda. Jeremy memeluknya erat-erat. Tubuhnya yang tinggi dan besar menghalangi pandangan orang lain kepada Eleanor.Jeremy tidak ingin orang lain melihat Eleanor yang seksi seperti ini, benar-benar tidak ingin.Danuar dan Bastian keluar dengan santai karena tidak tahu apa yang terjadi. Saat melihat setengah orang di aula pesta keluar, me
Sebaliknya, Yoana tampak seperti akan pingsan. Jeremy mengernyit, lalu menggendong Yoana. "Bawa jalan."Jeremy menggendong Yoana mengikuti manajer hotel menuju kamar.Eleanor berdiri tegak dengan sekuat tenaga. Dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan Jeremy.Saat kerumunan mulai bubar, Eleanor yang sudah berusaha keras menahan diri akhirnya tidak kuat lagi. Dia hendak bersandar pada dinding, tetapi sebuah tangan menahannya.Eleanor mendongak dan tatapannya bertemu dengan mata gelap Charlie. Saat melihat Charlie yang juga basah kuyup, Eleanor merasa sangat bersyukur. Dia tahu bahwa Charlie juga melompat ke air untuk menyelamatkannya."Terima kasih," ucap Eleanor.Wajah Charlie terlihat datar. Suaranya dingin menusuk. "Kenapa harus bersikeras begini?"Eleanor menarik sudut bibirnya sedikit. "Untuk apa terlihat lemah?" Hanya orang yang dicintai yang berhak terlihat lemah, 'kan?"Kita pulang saja," ujar Eleanor dengan suara pelan. Namun, ketika dia hendak melangkah, matanya malah terpeja
Jeremy mengedarkan tatapan tajam. Dia menarik Yoana kembali. "Lepaskan.""Minggir."Jeremy mengernyit dan hendak menyingkirkan tangan Charlie. Namun, Charlie sontak menangkisnya dengan tangan yang satu lagi.Keduanya bertarung sengit. Kemampuan mereka seimbang sehingga bisa bertarung beberapa ronde.Yoana yang tercampakkan hanya bisa menyaksikan keduanya saling memukul. Suasana hati mereka berdua sangat buruk hari ini. Kemarahan yang sudah lama terpendam meledak, seolah-olah ingin melampiaskan semuanya."Kamu begitu menyayangi dia ya?" Tatapan Charlie memancarkan kemarahan. Dia benar-benar ingin membunuh Yoana.Jeremy tentu menyadari hal ini. Yoana tidak melakukan kesalahan apa pun, tapi pria ini seperti orang gila yang ingin membunuhnya. Jeremy tidak akan membiarkannya. "Pergi!""Kalau nggak? Aku harus memberi wanita ini pelajaran hari ini." Charlie tidak pernah ragu untuk memukul wanita. Siapa pun yang menyakiti Eleanor akan dia bunuh. Tidak ada yang bisa menghentikannya.Jeremy mela
Andy juga memandang Harry dengan penuh kekaguman. Harry menatap Tora dengan tegas dan berkata, "Tadi kamu bilang transfer itu dari akun anonim. Sekarang keluarkan detail transaksi transfernya."Tora berniat menolak, tetapi seketika merasakan dinginnya moncong pistol yang ditekan ke pelipisnya.Dengan nada dingin, Andy berkata, "Pak Tora, kami sudah sangat menghormati Anda. Kalau Anda terus keras kepala, Anda mungkin nggak akan keluar dari rumah ini hidup-hidup. Pikirkan baik-baik. Lagi pula, kata sandi komputer Anda sudah dibobol. Menemukan catatan transfer itu hanya masalah waktu."Tora tahu mereka tidak main-main. Mereka akan benar-benar melakukannya.Dengan gigi terkatup rapat, dia akhirnya mengalah. Meski dengan sangat enggan, Tora mengeluarkan catatan transaksi dari komputernya.Jeremy melihat ke arah Harry yang masih sibuk dengan komputer. "Bisa temukan identitas pengirimnya?""Ya. Tapi ini butuh sedikit waktu," jawab Harry sambil jari-jarinya terus menari di atas keyboard. Seten
Itu adalah laptop miliknya dan laptop itu disimpan dengan aman di kantornya. Pintu kantor hanya bisa dibuka dengan sidik jarinya, bahkan gergaji listrik pun tidak akan mampu membukanya.Tora menatap Jeremy dengan keterkejutan luar biasa. Jangan-jangan, monster ini menggunakan bahan peledak untuk menghancurkan pintu kantornya? Bukan hanya itu. Kantornya sangat tersembunyi dan anak buahnya tidak akan membiarkan siapa pun dari pihak Jeremy masuk begitu saja.Satu-satunya kemungkinan adalah orang-orang Jeremy menerobos masuk, membantai semua yang menghalangi mereka, menghancurkan pintu kantornya, dan menemukan laptop itu.Tora ternganga, mulutnya terbuka lebar karena terkejut, tetapi terlalu marah untuk mengatakan apa-apa. Tidak heran dia ditahan di sini begitu lama. Ternyata ini semua adalah bagian dari rencana Jeremy!Luar biasa, sungguh luar biasa! Tora hampir meledak karena marah.Namun Jeremy tetap menunjukkan ekspresi tenang yang dingin.Di bawah tatapan Jeremy, Andy membuka laptop i
Eleanor selalu licik dan penuh tipu muslihat. Yoana mulai curiga bahwa Eleanor sengaja meminta dokter mengatakan hal itu agar mereka lengah."Jangan terlalu banyak berpikir. Fokus saja untuk memulihkan diri," kata Alicia. Namun, karena jari-jarinya yang sangat sakit, dia hanya sempat mengucapkan beberapa kata sebelum buru-buru pergi mencari dokter.Yoana tetap tidak bisa tenang. Matanya memicing dengan tajam. "Ayah, di mana Remy? Kenapa dia tiba-tiba meninggalkan rumah sakit?"Patrick mengerutkan alis. "Aku juga nggak tahu."Yoana merasa ada yang tidak beres dengan kepergian Jeremy dari rumah sakit secara tiba-tiba. Rasa cemas mulai menyelimuti pikirannya.Setelah mempertimbangkan cukup lama ...."Ayah, aku tetap merasa ini nggak benar. Anak itu nggak boleh dibiarkan hidup. Kalau dia nggak mati, semua usaha kita selama ini akan sia-sia," kata Yoana dengan geram."Aku akan utus orang untuk terus awasi. Kita lihat dulu beberapa waktu ke depan sebelum bertindak," jawab Patrick yang tidak
Dengan mata merah dan berkaca-kaca, Eleanor menarik napas dalam-dalam, lalu berdiri dan menatap dokter. "Terima kasih banyak, Dokter."Dokter memberikan beberapa instruksi sebelum hendak pergi, tetapi Eleanor memanggilnya kembali. "Dokter, tunggu sebentar.""Ada yang bisa saya bantu lagi, Bu Eleanor?"Eleanor melirik ke luar ruangan, lalu menurunkan suaranya. "Aku ingin minta bantuan Anda untuk sesuatu ...."Setelah mendengarkan permintaan Eleanor, dokter melihat ke arah luar, lalu mengangguk dan berkata, "Baik, saya mengerti.""Terima kasih banyak.""Ini juga demi keselamatan pasien, sudah seharusnya," jawab dokter.Di luar, Patrick dan Alicia masih enggan pergi. Mendengar kabar bahwa anak Eleanor sadar, wajah mereka berubah suram.Ketika dokter keluar dari kamar, Bella segera mendekat untuk bertanya. Patrick dan Alicia juga memperhatikan dengan saksama."Dokter, bagaimana kondisi anak itu? Kalau dia sudah sadar, apakah berarti dia nggak dalam bahaya lagi?" tanya Bella dengan penuh ke
Dua pengawal Keluarga Adrian segera maju untuk melindungi Eleanor. Namun tiba-tiba, terdengar suara teguran keras dari belakang. "Aku mau lihat siapa yang berani!"Semua orang menoleh ke arah suara itu dan terlihat Bella sedang duduk di kursi roda dengan didorong oleh seorang pelayan.Karena merasa bersalah, Bella tidak datang menjenguk Daniel selama beberapa hari terakhir. Namun hari ini, dia memutuskan untuk datang dan langsung melihat keributan ini."Apa-apaan ini? Ini tempat apa? Rumah sakit! Siapa yang suruh kalian buat keributan di sini?" Bella menatap tajam ke arah kerumunan dan suaranya penuh kemarahan.Sungguh tidak tahu aturan.Tidak ada yang memikirkan tempat ini adalah rumah sakit. Anak di dalam sedang berjuang hidup, tetapi mereka masih punya keberanian untuk membuat keributan di depan kamar.Eleanor akhirnya melepaskan tangan Alicia yang hampir pingsan karena rasa sakit. Alicia terhuyung mundur beberapa langkah sebelum akhirnya ditahan oleh Patrick.Dengan nada penuh amar
"Maaf, Pak Patrick. Bos kami sudah memberi perintah untuk menjaga tempat ini, kami nggak bisa membiarkan Anda masuk," jawab salah satu pengawal dengan nada tegas."Kalau begitu, sampaikan pada Jeremy bahwa aku yang memerintah. Suruh dia datang menemuiku kalau berani. Aku jamin kalian nggak akan mendapat masalah," kata Patrick dengan nada sombong.Wajah pengawal itu menunjukkan sedikit keengganan. "Pak Patrick, bukankah Anda hanya berani datang karena tahu Bos kami lagi nggak di sini? Kalau Pak Jeremy marah, Anda sendiri juga nggak akan aman, apalagi menjamin keselamatan kami."Mereka tidak datang di saat Jeremy berada di sana, tapi langsung muncul begitu dia pergi. Jelas sekali mereka takut pada Jeremy. Pengawal-pengawal itu bukan orang bodoh dan mereka tidak akan termakan oleh ancaman kosong seperti itu.Patrick semakin marah melihat mereka tetap keras kepala. "Kalian mau minggir atau nggak? Kalau nggak, jangan salahkan kami kalau harus bertindak kasar!""Silakan saja, tapi hari ini A
Eleanor berpikir sejenak dan kira-kira bisa menebak siapa yang melakukannya. Jika memang demikian, anggap saja itu ulahnya, dia tidak peduli!Jeremy perlahan mengalihkan pandangannya. "Aku nggak bilang begitu.""Kalau kamu berpikir begitu, itu juga nggak salah," Eleanor mengangguk, mengakui tanpa ragu-ragu.Saat itu, dokter keluar dari ruang perawatan intensif. Eleanor segera berdiri. Dokter mengangguk, memberi isyarat bahwa dia sekarang bisa masuk untuk menemani Daniel.Eleanor tidak mengatakan apa-apa lagi pada Jeremy dan langsung masuk ke kamar.Daniel masih seperti kemarin, mengenakan masker oksigen. Wajah kecilnya pucat, matanya tertutup rapat, seolah-olah tidak ada tanda-tanda kehidupan.Melihat kondisi Daniel seperti itu, Eleanor merasa seluruh kekuatannya lenyap. Dia menarik napas dalam beberapa kali, tetapi rasa sesak di dadanya tidak kunjung hilang.Seperti biasa, Eleanor duduk di samping Daniel dan menggenggam tangannya yang kecil dengan hati-hati. Dia mulai bercerita dengan
Para pelayan yang sebelumnya ketakutan oleh kejadian tadi hanya bisa bersembunyi di sudut ruangan. Ketika mereka sadar dan ingin mengejar, semuanya sudah terlambat.Pintu kamar Yoana dipenuhi orang-orang yang berkumpul untuk menyaksikan pemandangan kacau dan agak menyeramkan di dalam. Banyak di antara mereka mengeluarkan ponsel dan mulai merekam."Astaga, apa yang dilakukan dua orang ini sampai dibalas seperti ini?""Iya, pasti mereka melakukan sesuatu yang buruk. Kalau nggak, siapa yang tega membalas dendam sekejam ini?"Tiara keluar dari kamar dengan penampilan yang sangat berantakan. Orang-orang di sekitar langsung menutup hidung dan menjauh darinya."Astaga, baunya menyengat sekali! Cepat masuk lagi, jangan keluar!""Benar, jangan mengganggu orang lain dengan bau ini."Komentar orang-orang membuat Tiara merasa sangat malu. Dengan wajah merah padam, dia kembali ke kamar dengan penuh rasa malu dan amarah.Namun, kamar itu sendiri sudah dipenuhi bau amis darah yang sangat menyengat, m
"Hah, tunggu saja," kata Glenn sambil menatap dengan sorot mata yang gelap, lalu berjalan ke jendela dan menelepon seseorang.Vivi memandangnya dengan bingung, tidak tahu apa yang dia rencanakan.Setengah jam kemudian.Entah dari mana, mereka berhasil mendapatkan dua jas putih seperti dokter. Dengan masing-masing membawa dua ember putih, mereka tiba di depan kamar Yoana.Vivi memandang benda yang dipegangnya, lalu menoleh ke arah Glenn yang kini telah menyamar dengan sangat rapi. "Kamu yakin nggak akan ada yang mengenalimu?""Apa yang perlu ditakutkan? Aku lagi menjalankan misi kebenaran."Vivi mengangkat ibu jarinya dengan kagum. "Hanya karena kamu bilang itu misi kebenaran, aku resmi jadi temanmu."Glenn menyeringai, "Sama-sama.""Ayo."Mereka berdua mendorong pintu kamar. Yoana sedang bersandar di tempat tidur sambil bermain ponsel. Wajahnya sudah terlihat jauh lebih baik. Luka-lukanya memang menyakitkan, tetapi tidak sampai mengancam nyawa.Keluarga Pratama yang kaya telah menyedia