"Semalam kamu nggak pulang?""Baru datang." Padahal Jeremy sebenarnya tidak pulang semalaman. "Sana cuci mukamu, lalu sarapan."Eleanor tertegun dan mematung. Jeremy menghentikan gerakan tangannya dan menoleh ke arah Eleanor. "Kenapa?" tanyanya."Hah? Nggak apa-apa, cuma melamun." Eleanor turun dari ranjang dan mengenakan sepatunya. Setelah selesai membersihkan diri, Jeremy juga sudah selesai menyiapkan sarapan di meja."Ayo, sini makan.""Ya." Eleanor mengangguk. Dia menunduk untuk menyantap buburnya, tetapi ekspresi wajahnya tampak agak tidak nyaman. Dia merasa ada sesuatu yang aneh dari Jeremy.Namun, apa yang aneh?Sepertinya dia tidak terlalu berengsek lagi! Malah sepertinya jadi baik? Jeremy bahkan bisa merawatnya di sini.Ini adalah perlakuan yang tidak pernah diterima Eleanor selama tiga tahun pernikahan ini. Apa maksudnya Jeremy melakukan semua ini sekarang?Eleanor diam-diam mengangkat matanya, mencuri pandang ke arah Jeremy. Namun, seperti sebelumnya, pandangan mereka bertem
Alicia segera mencoba menenangkan suasana, lalu berkata pada Bella dengan nada tidak ramah, "Semua ini pasti ulah Eleanor. Bella, kamu nggak boleh terus biarkan wanita itu berada di sisi Jeremy. Aku lihat Jeremy bahkan sudah kehilangan kemampuannya untuk berpikir jernih karena dia."Mata Bella langsung menjadi dingin dan menatap Alicia dengan tajam. "Maksudmu, anakku begitu bodohnya sampai dipengaruhi sama wanita?"Sebagai ibu yang sangat bangga dengan putranya, Bella tidak akan membiarkan siapa pun merendahkan Jeremy seperti itu.Alicia menyadari kesalahannya dan segera mengganti nada bicaranya. "Bella, bukan itu maksudku. Maksudku adalah, wanita seperti Eleanor itu licik sekali, niatnya pasti buruk. Orang seperti dia harus dijauhkan."Bella memandangnya dengan kesal sebelum akhirnya mengendurkan ekspresinya. Dia berbalik menatap Yoana dan bertanya, "Yoana, ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi tadi malam."Mendengar pertanyaan itu, Yoana yang sudah merasa bersalah, refleks men
Saat Eleanor mendengar Vivi menyebut nama Jeremy, dia langsung merasa tidak nyaman. Dengan panik, dia mencoba mengecilkan volume ponselnya, tetapi entah bagaimana malah membuat volume menjadi maksimal.Ketika dia menyadari tatapan penuh intimidasi dari Jeremy yang melirik ke arahnya, Eleanor merasa ingin menghilang dari muka bumi saat itu juga."Hei? Kenapa nggak bicara? Haha, jangan bilang Jeremy ada di dekatmu sekarang, ya." Suara Vivi terdengar dengan nada bercanda di ujung telepon.Eleanor menutupi wajahnya dengan satu tangan, merasa tidak tahu harus berkata apa. "Selamat, tebakanmu benar."Ada jeda panjang di telepon sebelum Vivi menarik napas panjang. Panggilan itu langsung diputus tanpa sepatah kata pun.Eleanor merasa dunia sedang mempermainkannya.Tatapan Jeremy yang sebelumnya fokus pada ponselnya kini beralih ke Eleanor. Dengan nada dingin, dia mengulang, "Berhubungan sama kamu?"Sudut bibir Eleanor berkedut. "Eh haha .... Vivi cuma suka bercanda. Jangan diambil hati, ya.""
"Akhir-akhir ini aku sibuk. Nanti kalau ada waktu, kita bicarakan lagi. Aku ada urusan di perusahaan. Kamu sendiri saja di sini."Belum sempat Eleanor menyelesaikan kalimatnya, Jeremy sudah berbalik dan pergi meninggalkan kamar. Eleanor hanya bisa menatap punggungnya yang menghilang dengan bingung.Reaksinya barusan ... sepertinya dia sedang marah. Apa dia tidak ingin bercerai?Pikiran itu tiba-tiba muncul di benaknya, tetapi Eleanor buru-buru menepisnya. Pria yang dulu pernah melemparkan surat cerai ke wajahnya dan ingin bertunangan dengan Yoana, mana mungkin dia tidak ingin bercerai?Eleanor merasa akhir-akhir ini dia terlalu sering berpikir berlebihan.Kini, kamar rawat inap itu sepenuhnya menjadi miliknya. Eleanor berpikir akhirnya dia bisa menikmati pagi yang tenang. Namun, ketenangannya tak bertahan lama. Pintu kamar tiba-tiba terbuka lebar tanpa ada ketukan sama sekali.Eleanor mengerutkan alis dan berbalik untuk melihat siapa yang masuk.Suasana hatinya yang semula cukup baik l
"Eleanor, aku tanya padamu, apa kamu tahu Jeremy membatalkan kerja sama dengan Keluarga Pratama?" Bella akhirnya buka suara. Nada bicaranya lebih lembut dan tidak setajam Alicia atau Yoana."Tahu," jawab Eleanor. Dia memang mendengar Jeremy menyebutkan hal itu saat menelepon tadi pagi.Alicia langsung mendengus dingin. "Lihat? Aku sudah bilang dia yang menghasut Jeremy untuk membatalkan kerja sama dengan kami. Memang wanita licik!"Bella mengerutkan alisnya dan menatap Alicia dengan dingin. Mata tajamnya yang penuh wibawa memperlihatkan sedikit kemarahan."Menghasut? Bu Alicia, kamu terlalu memujiku. Apa kamu pikir Jeremy itu orang bodoh yang nggak punya pikiran sendiri? Keputusan sebesar itu, apa mungkin dipengaruhi sama omonganku?"Bella melirik Eleanor pertanda setuju. Dia menatap Alicia dengan sinis. Dia paling benci orang lain merendahkan putranya. Sebagai presdir perusahaan, bagaimana jadinya jika keputusannya bisa dipengaruhi oleh seorang wanita."Alicia, nggak usah ngomong kala
Eleanor meletakkan gelas di tangannya ke atas meja. Melihat Bella sudah pergi, Yoana juga tidak berpura-pura lagi. "Eleanor, kalau kamu masih mau ambil uang Jeremy, nggak usah mimpi! Aku nggak akan setuju."Dua triliun bukan nominal yang sedikit. Bagaimanapun, Yoana tidak akan membiarkan Eleanor mendapat keuntungan sebesar itu.Eleanor tertawa sinis. "Kamu pikir ini tergantung persetujuanmu?""Pembagian harta dalam perceraian itu tergantung kesepakatan pasangan. Sejak kapan seorang wanita simpanan punya hak bicara?""Kamu ... Eleanor, coba saja sebut aku simpanan lagi!" seru Yoana."Simpanan, simpanan, simpanan, simpanan. Kenapa? Dulu berani melakukannya, sekarang nggak tahan dipanggil begitu?" Eleanor membalas Yoana dengan senjatanya sendiri. Tidak puas rasanya jika dia tidak membuat Yoana kesal."Wanita sialan!" Yoana menggertakkan giginya dan hendak menampar Eleanor.Namun, Eleanor bereaksi cepat. Tatapannya menjadi dingin dan dia mengambil cangkir air di dekatnya, lalu melemparkann
Pria yang duduk di kursi utama tampak berwajah dingin dan suram. Namun, sorot mata yang penuh dengan kemarahan terlihat sangat jelas.Andy saat ini juga berkeringat deras. Namun dia tahu, satu-satunya orang yang bisa membuat bos mereka semarah ini tidak lain adalah orang dari rumah sakit tadi.Entah apa yang dikatakan oleh Eleanor kepada bosnya, sejak keluar dari rumah sakit, ekspresi Jeremy tampak seperti ingin menghancurkan dunia.Kepala Departemen HRD menyelesaikan laporan pekerjaannya dengan hati-hati, lalu berdiri di tempat dan menunggu perintah dari bos besar.Namun, beberapa detik berlalu, Jeremy tetap tidak berbicara sepatah kata pun. Kepala Departemen HRD melirik Andy di sampingnya dengan cemas. Matanya seakan-akan sedang meminta pertolongan.Andy menyeka keringat di dahinya, lalu melangkah maju dengan hati-hati mendekati Jeremy dan berkata dengan suara pelan, "Bos, Pak Jose sudah selesai memberikan laporan."Jeremy mengerutkan alis, menundukkan kepala, membuka dokumen di tang
"Kenapa kamu?"Saat melihat Jeremy berjalan masuk, ekspresi Yoana awalnya tampak terkejut. Tadinya dia mengira harus menunggu lama karena Jeremy masih sedang rapat. Tak disangka, Jeremy malah meninggalkan rapat demi menjumpainya.Hanya saja, kegembiraannya hanya berlangsung selama sedetik. Jeremy sepertinya menganggapnya sebagai orang lain.Yoana tidak bisa mengendalikan ekspresi wajahnya yang kaku. "Ini aku. Jeremy, kamu kira siapa?"Jeremy mengernyit. Andy yang mengikutinya dari belakang juga tertegun saat memasuki ruangan kantor."Bu Yoana?"Tatapan yang dingin dilemparkan kepada Andy. Seketika, Andy merasa dirinya diliputi hawa dingin. Padahal seharusnya Eleanor, kenapa malah jadi Yoana?Andy menoleh kepada sekretaris wanita yang berdiri di belakangnya, seolah-olah wanita itu yang membuatnya dalam masalah. "Bukannya kamu bilang Nyonya datang? Kenapa malah jadi Bu Yoana?"Merasakan hawa intimidasi dari bosnya, sekretaris wanita itu berkata dengan gemetaran, "Nyonya yang kumaksud itu
"Masuklah." Vivi membuka pintu kursi belakang, memberi isyarat kepada kedua anak kecil untuk masuk.Tiba-tiba, kedua anak itu langsung membeku. Mata besar mereka menatap orang di dalam mobil dengan tidak percaya. Mereka terpaku di tempat, tidak bisa bergerak sedikit pun.Ketika melihat kedua anak itu menatapnya dengan penuh keterkejutan, mata Eleanor langsung memerah. Tanpa ragu, dia turun dari mobil dan langsung memeluk mereka berdua."Anak-anakku, Mama sudah kembali."Kedua anak itu tetap tidak bergerak. Sampai suara lembut Eleanor terdengar di telinga mereka, hingga kehangatan pelukannya menyelimuti mereka, barulah mereka sadar ....Dalam sekejap, mata mereka yang basah. Air mata mulai berlinang di wajah mereka."Mama?" panggil Harry dengan ragu."Mama di sini. Maafkan Mama, Daniel, Harry. Kalian sampai menunggu begitu lama. Mama sudah kembali." Suara Eleanor bergetar saat dia memeluk mereka erat-erat.Akhirnya, kedua anak itu menyadari bahwa ini bukan mimpi. Ibu mereka benar-benar
Keesokan harinya, di bandara.Eleanor tetap memutuskan untuk kembali. Dia tidak bisa begitu saja meninggalkan kedua anaknya begitu saja.Begitu turun dari pesawat, Eleanor sekali lagi menginjakkan kaki di tempat ini. Perasaannya agak sedih.Pada akhirnya, dia tetap kembali.Sebuah Audi putih berhenti di depan Eleanor. Seorang wanita bergegas turun, menatapnya dengan mata membelalak. Seketika, matanya dipenuhi air mata."Eleanor ...." Vivi menatap Eleanor yang berdiri hidup-hidup di depannya, tidak tahu dirinya harus menangis atau tertawa. "Eleanor, ini ... benaran kamu?"Eleanor tersenyum lembut. "Ini aku."Air mata Vivi langsung mengalir deras. Dia berlari dan langsung memeluk Eleanor erat-erat."Eleanor! Kamu ... kamu benaran masih hidup .... Huhu ... kemarin saat kamu meneleponku, kupikir aku sedang mimpi .... Kamu menghilang begitu lama, aku ketakutan setengah mati ...."Vivi menangis dengan emosinal, tubuhnya bahkan gemetar saat memeluk Eleanor. Eleanor membiarkan dirinya dipeluk.
Jeremy pasti akan menemukan Eleanor dan membawanya kembali, sementara Simon juga tidak akan membiarkan keturunan Keluarga Adrian dibawa pergi. Kecuali meninggal, Simon tidak akan berhenti memburu Eleanor.Jelas, ini bukan kehidupan yang Eleanor inginkan. Namun, dia juga tidak mungkin meninggalkan anak-anaknya dan tetap tinggal di sini. Satu-satunya pilihan adalah kembali dengan identitasnya sebagai Eleanor, agar bisa tetap melihat anak-anaknya.Charlie memahami ini dan Eleanor tentu lebih memahaminya.Eleanor mengatupkan bibir, tenggelam dalam pikirannya. Setelah berpikir lama, dia menunduk dan tersenyum pahit. Keluarga Adrian tidak mau melepaskannya, dia juga tidak bisa melepaskan anak-anaknya. Jadi, dia tidak akan bisa memutus hubungan dengan Keluarga Adrian untuk selamanya.Charlie mendongak, tatapan yang dalam menyapu Eleanor. Anak-anak selalu menjadi kecemasan Eleanor, juga menjadi ikatan yang tidak bisa dihapuskan di antara dia dan Jeremy. Sejujurnya, jika Charlie cukup kejam, di
Eleanor berpikir sejenak, lalu mengangguk. Jika dia sudah koma selama lebih dari dua bulan, itu artinya kondisinya pasti sangat buruk di awal. Masuk akal jika Charlie mengirim kedua anaknya ke Keluarga Adrian."Minum obat ini." Arnav datang dengan membawa semangkuk obat.Eleanor mencoba duduk dan Charlie segera membantunya. Dia menerima mangkuk itu. Aroma khas obat herbal langsung menyeruak. Eleanor mengendus perlahan dan segera mengenali komposisinya. Dia agak terkejut. "Ini ramuan penawar racun?""Ya, dua bulan yang lalu kamu diracuni. Obat ini bisa membantu membersihkan sisa racunnya," jelas Arnav."Kamu bilang aku diracuni?""Racunnya sangat bahaya. Tapi, untungnya Charlie ...." Arnav tiba-tiba berhenti bicara karena dia bisa merasakan tatapan Charlie yang langsung mengarah padanya. Dia segera berdeham dan mengganti ucapannya, "Untung saja ilmu medisku luar biasa, jadi aku berhasil menyelamatkanmu."Dengan cerdik, Arnav membanggakan dirinya sendiri dan menelan kata-kata yang hampir
Selena mengerutkan alisnya, menatap ke lantai dua. Simon yang berdiri di lantai atas mengangguk, memberi isyarat agar dia pergi. Dia yang akan menyelesaikannya.Selena langsung pergi. Pelayan yang berdiri di tempat terkejut selama beberapa detik. Dia tahu Jeremy terus mencari Eleanor. Ketika dia hendak mengejar, Simon memanggilnya ke ruang kerja.Saat Selena keluar, Jeremy baru saja kembali dari luar. Dari dalam mobil, Jeremy melihat ke luar. Dia merasa dirinya melihat sosok yang sangat familier. Hatinya sontak bergetar.Namun, sosok itu segera menghilang dalam kegelapan. Jeremy menarik kembali pandangannya dan tersenyum sinis.Sejak Eleanor pergi, dia merasa semua orang terlihat seperti Eleanor. Sebenarnya wanita itu ada di mana? Siapa orang yang ada dalam video itu?Jika itu bukan Eleanor, bagaimana mungkin dia bisa terlihat persis dengan Eleanor? Kenapa harus menuduh Eleanor?Jeremy memijat pelipisnya. Semakin dipikirkan, semua terasa semakin rumit.....Musim dingin berlalu, musim
Wanita itu menatap Simon selama beberapa detik, lalu berlutut dengan hormat di bawah tatapan terkejut dari Simon. "Kakek."Simon terkejut karena tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Kamu? Eleanor, apa yang kamu lakukan? Tunggu dulu ...."Simon segera bangkit dari kursinya sampai lupa mengambil tongkatnya, lalu berjalan mendekati wanita itu sambil bertumpu pada meja. Dia mengernyitkan alis dan mengamati wajah yang mirip dengan Eleanor itu dengan cermat. Bukan hanya wajah, bahkan suara dan ekspresi wanita ini juga mirip dengan Eleanor. Namun, Eleanor tidak mungkin memanggilnya kakek, apalagi berlutut seperti ini."Kamu bukan Eleanor. Siapa kamu?" tanya Simon.Wanita itu mengangkat kepalanya untuk menatap Simon, lalu memperlihatkan bekas luka yang samar di lengannya. "Kakek, aku ini Selena."Tubuh Simon langsung menjadi kaku dan tatapannya terlihat sangat terkejut saat menatap bekas luka yang familier itu. Setelah menatap Selena cukup lama, suaranya akhirnya kembali lagi. "Kamu ...
Saat suara itu perlahan-lahan menghilang, Jeremy mengernyitkan alisnya."Bos?" panggil Andy."Pergi periksa apa Eleanor punya saudara kembar," kata Jeremy.Andy langsung maju dan menjawab, "Bos, Nona Eleanor nggak punya saudara kembar."Dia sudah sering menyelidiki semua tentang Eleanor, sehingga dia bisa memastikan Eleanor tidak memiliki saudara kembar. Meskipun ada, saudara kembar Eleanor itu pun tidak memiliki alasan menyamar menjadi Eleanor untuk mencelakai anak Yoana dan menjebak Eleanor."Bos, Nona Eleanor memang punya adik tiri dari ibu yang berbeda, namanya Tiara. Tapi, wajah mereka nggak mirip sama sekali," lanjut Andy, yang berarti orang di dalam video itu tidak mungkin adalah Tiara.Jeremy berdiri dan berjalan ke depan jendela besar, lalu menatap pemandangan di luar sambil mengernyitkan alisnya. Dia yakin masih celah yang terlewatkan dalam penyelidikannya, sehingga dia segera mengeluarkan ponselnya dan melangkah keluar.Pada saat itu, Bella yang kebetulan melewati ruang kerj
Satu minggu pun berlalu, Jeremy yang berada di dalam ruang kerja terus memancarkan aura yang dingin dari seluruh tubuhnya. Tidak ada perubahan apa pun dari pihak Charlie dan Eleanor juga tidak pernah muncul di sekitar sana. Eleanor masih menghilang dengan tanpa jejak.Sementara itu, tidak peduli apa pun cara yang digunakan Jeremy untuk menginterogasi para preman itu, mereka tetap bersikeras mereka hanya mengikuti perintah dari Eleanor. Meskipun dia sudah menangkap dan mengancam keselamatan keluarga mereka, jawaban mereka tetap sama seperti sebelumnya.Melihat sikap para preman itu, Jeremy berpikir mereka tidak mungkin melindungi orang lain sampai mengorbankan nyawa keluarga mereka sendiri. Dia juga menyelidiki apakah mereka memiliki kelemahan yang bisa dimanfaatkan orang lain, tetapi tetap tidak ada bukti pemerasan, transaksi uang, ataupun ancaman apa pun. Berarti jawaban mereka benar dan tidak ada informasi yang bisa digali lagi.Namun, hal itu membuat Jeremy tiba-tiba teringat dengan
Selama beberapa hari ini, Jeremy sudah hampir gila karena khawatir. Dia sangat ingin tahu apakah Eleanor baik-baik saja.Charlie menjilat bibirnya dan berkata, "Benar-benar nggak ada di sini. Kalau nggak percaya, silakan cari sendiri. Kalau kamu menemukannya, kamu boleh membawanya pergi."Jeremy menyipitkan matanya dan menatap Charlie dengan tatapan yang makin dingin, seolah-olah sedang menilai apakah Charlie mengatakan yang sebenarnya. Saat ini, dia hanya bisa mengandalkan dugaannya karena dia juga tidak bisa memastikan apakah Eleanor memang ada di tempat ini.Selain itu, Jeremy juga tidak bisa percaya perkataan Charlie karena Charlie terlibat dalam masalah ini. Charlie yang membawa pergi anaknya dan juga menangani Sergio. Meskipun Charlie membiarkannya mencari, dia juga tidak bodoh sampai benar-benar menggeledah tempat ini. Bukan hal yang sulit jika Charlie benar-benar berniat menyembunyikan Eleanor di Leroria yang begitu luas.Jeremy menatap Charlie sambil menyipitkan matanya. Setel