Eleanor tidak bergerak lagi. Tubuhnya menegang. Meskipun menjadi suami istri selama 3 tahun, Jeremy tidak pernah memeluknya tidur seperti ini. Eleanor tidak terbiasa. Dia sampai tidak berani memejamkan matanya.Selain itu, Eleanor tidak mengerti alasan Jeremy melakukan hal seperti ini. Ada yang janggal dari Jeremy. Hanya saja, Eleanor tidak tahu apa itu.Sambil berpikir begitu, Eleanor menoleh untuk melihat. Alhasil, dia mendapati Jeremy sudah tidur. Bukannya pria ini insomnia? Sejak kapan tidurnya secepat ini? Tidur Jeremy jelas-jelas begitu lelap. Lantas, kenapa malah terlihat seperti orang sekarat waktu itu?Apa mungkin pengobatannya berhasil? Namun, Jeremy baru diobati tiga kali. Masa hasilnya secepat itu? Sepertinya, Jeremy tidak perlu pengobatan apa pun lagi.Eleanor awalnya masih merenung dengan kedua mata terbuka lebar. Namun, lambat laun dia mulai mengantuk hingga akhirnya tertidur.Pukul 3 dini hari, Jeremy perlahan-lahan membuka matanya. Tatapannya dingin dan tajam. Setelah
Eleanor segera becermin untuk memeriksa pakaiannya. Semalam, dia sengaja memakai baju dan celana panjang. Tidak ada masalah pada pakaiannya. Eleanor pun menghela napas lega.Pagi-pagi, Andy datang untuk mengantar pakaian. Ketika Eleanor selesai mandi dan keluar dari kamar, Jeremy sudah memakai setelan dan minum kopi dengan santai. Dia bersikap seolah-olah ini adalah rumahnya.Eleanor menghampiri. "Kenapa kamu belum pergi?""Putraku masih di sini." Tidak terlihat perubahan apa pun pada tatapan Jeremy."Itu pu ...." Eleanor menarik napas dalam-dalam. Dia tidak ingin berdebat."Kamu sangat sibuk, 'kan? Biar aku saja yang antar dia ke sekolah.""Memangnya aku nggak punya mobil sampai-sampai harus kamu yang antar?" Jeremy mengalihkan pandangannya dari wajah Eleanor.Eleanor menarik napasnya dalam-dalam lagi. 'Jangan marah, jangan marah. Sabar saja.'Andy melirik kedua orang itu, lalu segera menyerahkan pakaian Harry. "Bu, ini untuk Tuan Daniel."Eleanor pun mengambilnya. Andy memberanikan d
"Memangnya susah untuk mencari tahu?"Benar juga. Jeremy bisa mendapatkan informasi apa pun yang dia inginkan. Tidak ada yang bisa luput dari pandangannya.Eleanor tidak bicara lagi. Suasana menjadi sunyi senyap. Segera, mobil Maybach berhenti di depan perusahaan Eleanor.Eleanor tidak berlama-lama. Dia mengucapkan terima kasih, lalu membuka pintu mobil dan turun. Jeremy pun tidak menghalanginya. Dia hanya menurunkan jendela, menatap wanita itu masuk.Beberapa menit kemudian, mobil Maybach menarik perhatian banyak orang. Ketika melihat wajah tampan Jeremy, orang-orang sontak bersorak."Bu ... bukannya itu Pak Jeremy? Kukira siapa tadi. Kenapa dia bisa di sini?""Tadi aku melihat seorang wanita turun dari mobilnya. Dia mengantar pacarnya ya?""Jangan sembarangan. Pacar Pak Jeremy adalah Nona Keluarga Pratama. Mana mungkin dia kemari."Setelah mendengar obrolan orang-orang di sekitar, Jeremy bergegas pergi.Di Grup Pratama, Yoana yang duduk di ruangannya tampak gusar setelah melihat foto
Keysha menyesap kopi yang disajikan asisten, lalu tertawa dengan tidak berdaya. "Kamu rasa permintaanku ini nggak bakal membuat mereka curiga? Jujur saja, mereka sudah menunjukkan ketulusan mereka padaku. Aku malah ngotot mau bertemu bos mereka. Orang-orang mungkin bakal mengira aku punya niat jahat pada bos mereka."Yoana tertawa dan membalas, "Ngapain takut? Kamu Keysha. Berapa banyak perusahaan yang mengincarmu? Nggak berlebihan kalau kamu meminta bos perusahaan kecil seperti itu menemuimu."Keysha mengangkat alisnya dan terkekeh-kekeh. "Masa? Sayangnya, penjualan parfummu kalah dari perusahaan kecil seperti itu."Keysha tahu Yoana hanya memanfaatkannya. Jika Yoana tidak mencarinya duluan, dia tidak mungkin membuat kesepakatan dengan mereka secepat itu. Namun, penjualan parfum Grup Pratama memang kalah dari Grup Stelea.Setelah mendengar sindiran Keysha, senyuman pada wajah Yoana pun memudar. Dia sangat kesal setiap kali ada yang membahas hal ini. Saking emosinya, dia pun memelototi
Eleanor menoleh menatap Vivi, lalu bertanya, "Kalau ada yang lebih cocok, kenapa nggak bilang sejak awal? Siapa orang itu?"Vivi menopang dagunya dengan tangan, lalu menatap Eleanor sambil tersenyum menyipitkan mata. "Orangnya adalah ... Glenn."Alis Eleanor berkerut untuk sesaat. Kemudian, dia menunduk dan merespons secara singkat.Vivi pun menatapnya dengan penuh minat. "Gimana menurutmu?"Eleanor merapikan dokumen dengan tenang. "Boleh saja. Tapi, dia memenangkan penghargaan beberapa tahun lalu sebelum Keysha. Posisinya lebih tinggi di industri hiburan. Pasti sulit untuk diajak negosiasi.""Ya sudah, biar saja. Kamu yang pergi negosiasi dengannya."Eleanor mendongak. "Kenapa harus aku?"Vivi mencondongkan badannya ke arah Eleanor. Kemudian, dia mengedipkan mata dengan nakal. "Karena kalian punya hubungan. Kalau bukan kamu, siapa lagi?""Hubungan apa? Kami sudah nggak berhubungan 8 tahun.""Benar juga. Waktu itu, dia ke luar negeri karena kamu nikah. Setelah dia balik, kamu malah ke
"Kita bicara di telepon saja.""Aku nggak suka bicara di telepon.""Ya sudah, nggak usah bicara." Eleanor hendak mengakhiri panggilan.Bella segera menghentikan. "Sebentar, aku bukan ingin menyulitkanmu kali ini ataupun mendesakmu cerai. Tolong datang sebentar. Aku lagi sakit. Aku nggak mungkin bisa mencelakaimu, 'kan? Aku tunggu di rumah sakit."Bella langsung mengakhiri panggilan. Eleanor hanya bisa mengernyit. Pada akhirnya, dia tetap pergi ke rumah sakit.Di dalam bangsal, kepala Bella diperban. Hanya ada dia di sini. Suasana sunyi senyap.Ketika melihat Eleanor, Bella menunjuk kursi. "Duduklah."Eleanor pun duduk. "Kenapa kamu sendiri saja? Jeremy nggak datang?"Bella mendengus. Dia merasa kesal setiap kali mengungkit putranya. "Semua gara-gara anakmu. Anakku jadi nggak mau mengakuiku."Jelas sekali, sekarang Bella bukan hanya mengeluhkan sikap Eleanor, tetapi juga sikap Jeremy."Maksudmu?"Bella memijat keningnya. "Dia menyuruhku minta maaf pada putramu. Kalau nggak, aku bakal me
Jika Eleanor tidak kembali untuk menyelamatkannya, Bella mungkin sudah menjadi abu sekarang.Ternyata sifat manusia memang tidak bisa berubah. Ketika Jeremy mengalami kecelakaan dan kritis, Yoana langsung membatalkan pernikahan dan pergi ke luar negeri.Saat itu, Bella sangat marah dengan keputusan Keluarga Pratama. Namun, Simon memberitahunya bahwa Yoana punya kesulitan tersendiri. Itu sebabnya, Bella tidak membencinya lagi.Namun, dilihat dari situasi sekarang, sepertinya yang dikatakan Simon tidak benar. Yoana memang wanita egois."Aku nggak marah. Aku selamat dari musibah. Mana mungkin marah?" timpal Bella tanpa melirik Yoana sedetik pun.Sudut bibir Yoana berkedut. Dia tahu apa yang membuat Bella marah. Dia buru-buru menjelaskan, "Bibi, aku tahu kamu marah padaku. Aku terlalu takut saat itu, makanya nggak sempat menolongmu. Aku memang salah. Kalau bisa, aku lebih memilih aku yang terluka."Siapa juga yang bisa memercayai perkataan seperti ini? Bella masih tidak menghiraukan Yoana.
Kedua orang itu menuruni mobil dengan santai. Mereka menatap Eleanor dengan sorot mata mencela. Tiara berkata, "Kak, maaf. Aku nggak sengaja. Kamu nggak terluka, 'kan?""Nggak sengaja?" Eleanor menatap mereka dengan wajah datar. Jalanan begitu luas. Kenapa mobil malah menyerbu ke arahnya? Jelas sekali, kedua wanita ini berniat jahat padanya. Jika terlambat sedetik saja, Eleanor mungkin sudah tertabrak."Jadi, yang sengaja itu gimana? Yang langsung menabrakku sampai mati?" sindir Eleanor.Karena tidak ada siapa pun di sini, kedua wanita itu pun tidak berpura-pura lagi. Tiara mendengus. "Kenapa memangnya kalau kamu tertabrak dan mati? Paling-paling aku bayar kompensasi. Cuma sekitar 4 miliar kok. Lagian, kamu nggak berhak berkomentar karena nggak tertabrak. Kamu mau memeras kami ya? Kamu semiskin itu?""Sebenarnya bisa saja kalau kamu mau memeras uang kami. Berbaring saja di tanah, lalu berguling-guling. Mungkin saja, kami bakal kasihan melihatmu seperti itu."Tiara terkekeh-kekeh, lalu
Yoana merasakan sakit yang luar biasa. Dia tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari Jeremy benar-benar akan memperlakukannya seperti ini demi Eleanor.Saat Jeremy menembak 3 kali, Andy yang berdiri di samping hanya bisa menyaksikan dengan ngeri. Akhirnya, dia maju dan mengingatkan, "Bos, kalau terus menembaknya, dia akan mati. Takutnya, pihak Keluarga Pratama nggak akan tinggal diam."Bagaimanapun, Yoana adalah Nona Besar Keluarga Pratama. Jika dia mati seperti ini, mereka pasti tidak akan membiarkannya begitu saja.Jeremy melirik Yoana yang tergeletak di lantai seperti seonggok daging tak bernyawa, matanya dipenuhi dengan kebencian yang dalam. Dia melemparkan pistol di tangan ke Andy, lalu mengambil saputangan yang diberikan Andy. Sambil mengelap tangan, dia berucap dengan suara dingin, "Kematian terlalu mudah baginya."Kematian sering kali merupakan bentuk pembebasan terbaik. Saat ini, Yoana bahkan tidak pantas untuk mati."Panggil dokter untuk mengobatinya. Nggak perlu menggunakan
"Bu Vivi, bos kami juga sangat sedih. Tolong tenang." Andy maju untuk menarik Vivi menjauh.Vivi tiba-tiba terjatuh di atas pasir, wajahnya penuh air mata. "Dosa apa yang telah Eleanor lakukan sampai harus bertemu denganmu? Sebenarnya keuntungan apa yang dia dapatkan?""Semua ini salahmu, salahmu! Berengsek! Untuk apa kamu berlutut di sini? Saat dia masih ada, kamu nggak menghargainya. Sekarang dia sudah nggak ada, untuk apa kamu pura-pura sedih di sini?"Entah kalimat mana yang memicu emosi Jeremy, tetapi cahaya di matanya semakin dingin. Akhirnya, dia mendongak dan menatap Vivi dengan tegas, "Dia nggak mati. Dia hanya marah padaku dan sembunyi. Aku akan menemukannya. Aku pasti akan menemukannya dan membawanya pulang."Jeremy meyakinkan dirinya sendiri. Eleanor hanya sedang marah dan tidak mau memaafkannya. Selama amarahnya reda, dia pasti akan kembali.Selama Eleanor kembali, apa pun yang wanita itu inginkan akan diberi, entah itu orang atau nyawa, semuanya akan diberikan. Asalkan di
"Ah! Jangan pukul lagi .... Lepaskan, ah ... ah! Tolong! Tolong ....""Aku akan membunuhmu, Yoana! Kamu memang pembawa sial! Kamu berkali-kali mencelakai Jeremy! Aku akan membunuhmu!" pekik Bella.Simon memegang keningnya, menutup mata, dan menarik napas dalam-dalam. Kemudian, dia melambaikan tangan dengan tak berdaya. "Seret dia.""Segera siapkan mobil, panggil semua orang untuk mencari! Cepat, cepat sedikit!"....Jeremy mencari di laut selama setengah jam penuh. Tidak ditemukan! Tidak ada yang ketemu!Jeremy terus memperluas area pencariannya. Permukaan laut terasa sunyi dan mencekam, tak seorang pun berani bersuara.Semua orang tahu, dengan ombak yang begitu besar tadi, orang yang terluka dan tersapu ombak selama setengah jam tanpa ditemukan ... tidak akan berakhir baik."Nggak mungkin, Eleanor bisa berenang! Dia akan baik-baik saja, pasti baik-baik saja ...." Jeremy terus mencari tanpa lelah.....Eleanor tidak tahu bagaimana akhirnya dia bisa sampai ke tepian. Ombak dingin terus
Justin segera menopang tubuh Simon dengan kedua tangannya dan menepuk dada Simon untuk menenangkan dirinya. "Tuan Simon? Tuan Simon? Tuan, bertahanlah. Cepat panggil dokter. Cepat!"Namun, dua menit kemudian, sebuah kabar datang lagi lebih cepat daripada datangnya dokter. "Tuan Simon, ada kabar dari sana bilang Tuan Jeremy baik-baik saja. Dia tidak jatuh ke laut."Simon pun menarik napas dalam-dalam dengan bantuan Justin, tatapannya akhirnya terlihat kembali bersinar. Dia langsung memerintah dengan lantang dan suara yang serak, "Jadi, dia sudah kembali? Uhuk uhuk. Dia sudah kembali? Cepat suruh dia pulang!"Pada saat itu, seorang pengawal lainnya yang baru saja menutup telepon bergegas masuk ke ruangan itu. "Tuan Simon, Tuan Jeremy ...."Simon segera maju dan bertanya, "Ada apa dengan dia?""Nona Eleanor jatuh ke laut, jadi Tuan Jeremy ikut melompat untuk mengejarnya," jawab pengawal itu.Wajah Simon yang baru saja pulih pun kembali pucat, Justin juga segera menopang tubuhnya dengan si
Eleanor menahan napasnya saat melihat tangan besar yang sedang mencengkeram belati yang tajam itu. Darah pun terus menetes ke wajahnya dari ujung belati itu.Jeremy berdiri di sana dengan wajah yang pucat dan kening serta pipi kanannya terluka akibat benturan. Bahkan pakaiannya pun sudah robek karena tergores benda tajam. Penampilannya terlihat sangat berantakan.Melihat Jeremy yang menggigit bibirnya dan menatapnya dengan tatapan yang dingin, pria yang tadi mencoba menusuk Eleanor langsung ketakutan dan melepaskan belatinya. Dia secara refleks mundur. Namun, di detik berikutnya, belati itu langsung memelesat ke lehernya.Melihat kejadian itu, pemimpin kelompok itu langsung tercengang saat melihat Jeremy tidak mati. "Tuan ... Jeremy?"Eleanor juga menatap Jeremy dengan tidak percaya. Setelah terdiam cukup lama, dia akhirnya memanggil nama Jeremy.Jeremy segera membungkuk dan memeriksa kondisi Eleanor. Melihat tubuh Eleanor yang penuh dengan luka, dia langsung menyipitkan matanya. Dia m
Para pria itu mulai merasa waspada. Mereka mengangkat belati mereka dan perlahan-lahan mendekati Eleanor.Meskipun tubuhnya penuh dengan luka, amarah di hati Eleanor membuatnya tetap bertahan. Dia juga tidak tahu dari mana datangnya kekuatan ini. Saat para pria itu mengarahkan belati mereka ke arahnya, dia kembali mengayunkan tongkat kayu di tangannya.Namun kali ini, para pria itu sudah mempersiapkan diri mereka. Mereka mengarahkan belati mereka untuk menyerang Eleanor dari arah yang berbeda. Mereka menyerang bagian yang tidak mematikan, tetapi cukup membuat Eleanor kesakitan.Gerakan Eleanor yang terluka parah sudah tidak secepat dan sekuat sebelumnya lagi, sehingga tongkat kayunya berhasil ditendang terlepas dari tangannya dan lengannya terluka karena ditebas. Dia hanya bisa merintih kesakitan, membuat pria yang memimpin kelompok itu tertawa terbahak-bahak."Jangan biarkan dia mati terlalu cepat," kata pemimpin kelompok itu."Heh." Eleanor yang terhuyung-huyung pun menundukkan kepal
Tepat pada saat itu, lampu dari mobil-mobil di belakang menerangi punggung Eleanor. Saat dia menoleh, dia melihat mobil-mobil itu sudah berhenti dan sekelompok orang keluar dari mobil. Mereka adalah orang-orang yang tadi mengejarnya dan kini kembali lagi. Dia mengepalkan tangannya dengan erat saat melihat mereka perlahan-lahan mengepungnya, tetapi dia tidak merasakan sakit sedikit pun.Pemimpin kelompok itu melihat ke sekeliling, tetapi tidak melihat mobil yang dinaiki Eleanor dan juga Jeremy. Namun, saat melihat jejak ban yang mengarah ke tebing dan juga jejak darah dari Eleanor, dia langsung memiliki firasat buruk. Dia langsung memberikan isyarat pada bawahannya untuk segera melaporkan hal ini pada Yoana.Mendengar kabar Jeremy mungkin jatuh ke laut dan tewas, ekspresi Yoana langsung membeku dan kakinya lemas sampai langsung terjatuh ke lantai. Dia segera maju dan meraih kerah bawahannya. "Apa ... yang kamu katakan? Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi! Katakan sekali lagi!"Bawa
Eleanor tiba-tiba merasa cemas saat melihat mobil masih tidak melambat sedikit pun. Matanya membelalak dan berteriak dengan keras, "Jeremy, injak rem!"Jika mobilnya masih tidak berhenti, Eleanor merasa mereka akan jatuh ke dalam jurang bersama mobilnya. Mereka juga masih tidak tahu seberapa tinggi jurang itu, peluang untuk bertahan hidup sangat kecil jika mereka jatuh.Ekspresi Jeremy terlihat sangat muram saat melihat jarak mereka dengan tebing sudah tidak sampai 20 meter. Dengan laju yang secepat ini, bahkan membelok arah pun sudah tidak sempat lagi.Melihat jarak mobil dengan tebing makin dekat dan Jeremy masih tidak melambat sedikit pun, dia merinding dan ekspresinya terlihat sangat ketakutan. Namun, di detik berikutnya, Jeremy malah segera membuka sabuk pengamannya."Kamu?" kata Eleanor sambil menatap Jeremy yang membuka pintu mobil dengan tatapan tidak percaya.Jeremy berteriak, "Lompat!""Apa?" tanya Eleanor dengan bingung.Jeremy menatap Eleanor. Saat ini, dia akhirnya menyada
Eleanor baru saja hendak mengoperasikan ponselnya, tetapi benturan keras dari mobil belakang membuat tubuhnya terdorong ke depan dan ponselnya pun terlempar. Sebelum sempat mengambil ponselnya, dia mendengar suara tembakan lagi.Ekspresi Jeremy terlihat sangat marah. Dia segera menekan kepala Eleanor dan berkata, "Tunduk, jangan bergerak."Kaca jendela mobil sudah pecah dan angin dingin terus bertiup masuk.Eleanor mencoba untuk meraih ponselnya, tetapi dia akhirnya hanya bisa menstabilkan tubuhnya karena mobil berguncang. Para pengejar masih enggan menyerah dan jumlah mereka malah makin banyak. Mereka benar-benar bertekad untuk menghabisinya malam ini. Tidak perlu berpikir panjang pun, dia sudah tahu orang yang mengirim mereka adalah Yoana.Sementara itu, orang-orang dari Keluarga Adrian sudah melaporkan kejadian ini pada Simon.Mendengar Jeremy sedang bersama dengan Eleanor, Simon langsung bangkit. "Apa yang kamu katakan? Apa dia terluka?""Saat ini dia masih baik-baik saja," jawab o