Delia hampir menahan nafas, saat Deff berada di dekat pintu mobil itu. Bu Diana buru-buru ke sana, lalu menghadang Deff."Ada apa Tuan Deff?""Siapa di dalam?" tanya Deff dingin dan penasaran."Oh, itu keponakan saya. Oh ya, gimana jeruknya tadi?" Bu Diana berbohong karena ingin mengalihkan pembicaraan. Ia juga ingin urusannya dengan Deff cepat selesai."Lumayan, mulai besok kami akan ambil jeruk di kebun anda.""Wah, benarkah? Senang sekali bekerjasama dengan anda. Tapi gimana dengan tanah itu? Apa mau lihat-lihat dulu?""Tidak perlu, nanti biar asisten saya yang melihatnya.""Hmm, oke kalau begitu, jadi nggak enak bicara di sini. Ayo kita masuk ke butik. Kita minum-minum dulu di dalam.""Maaf, kami juga buru-buru. Masih ada urusan penting yang mesti diselesaikan. Permisi, ucap Deff usai menyalami tangan bu Diana. Setelah itu, ia gegas menuju mobilnya dan diikuti oleh asistennya.Setelah kepergian Deff, bu Diana kembali menemui Delia. Delia yang tadinya khawatir, kini sudah terlihat
Pada malam harinya, Putri pergi dari penginapan seorang diri. Tiba-tiba, ia malah bertemu dengan pria yang ingin mengganggunya malam itu."Hai cantik, kita bertemu lagi."Putri mengingat kejadian itu, namun ia tak bisa mengingat semuanya, karena waktu itu seperti ada yang memukulnya, lalu ia tersadar tak jauh dari penginapan. Putri sedikit panik, ia buru-buru pergi dari hadapan orang itu."Tunggu, mau ke mana kamu?" tanya dia lagi."Lepaskan aku, jangan coba-coba pegang! Tanganku ini halus tauuu! Kamu mau celaka in aku lagi?""Celakain kamu? Kamu lupa, waktu itu kamu juga kabur, dan tiba-tiba kamu sudah digendong oleh pria." Ia mengernyitkan keningnya."P-Pria?" Putri berusaha mengingat kejadian kemarin, tapi pikirannya begitu sulit untuk mengingatnya. "Iya? Dia siapa? Pacar kamu?" Pria itu mendekat ke arah Putri. Hingga wajah mereka kini bertemu.Dug! Jantung Putri serasa meledak, saat ia sadar kalau ternyata pria itu tampan juga. Namun Putri tidak mau terpesona oleh pria itu, ia in
Deg! Delia tersentak kaget, ia ingin berbalik, tapi merasa takut dengan orang itu. Apalagi di sini tak ada seorang pun yang ia kenal. Ia menetralkan nafasnya, sampai akhirnya berbalik."Kenapa sepatunya dilepas?" tanya seorang pemuda yang nampak sepantaran dengannya.Delia menatapnya lamat-lamat, sepertinya pria ini berbahaya. Ia menyentakkan tangan, tak ingin lama-lama dipegang oleh orang asing itu."A-anu, sepatunya kebuka. Tapi nggak papa, rumahku dekat sini kok." Ia buru-buru ingin pergi meninggalkan pria itu, namun satu tangannya kini ditahan, membuat jantungnya kembali berdegup."Mau ke mana? Biar bisa kuantar sekalian.""Nggak, aku bisa sendiri." Delia buru-buru pergi dari hadapannya.Pria itu tak tinggal diam. Dikejarnya Delia yang berjalan cepat di depan sana. Ia menghadang langkah cantik sang janda muda itu."Ayo ikut aku," ajaknya lagi sambil menggandeng tangan Delia."Kamu apa-apaan! Kita nggak saling kenal, kenapa kamu malah maksa?!"Pria itu tersenyum, lalu menggandeng D
Awan yang awalnya cerah, kini mendadak mendung. Hal ini sedikit mengganggu Rendra, karena malam ini ia akan menjemput Delia. Entah kenapa, walau baru pertama bertemu, ada daya tarik tersendiri dari diri Delia terhadap Rendra.Rendra yang sudah lama menjomblo seperti merasakan cahaya terang saat bertemu Delia. Tapi, baginya masih terlalu cepat jika ia ingin menjalin hubungan dengan Delia, apalagi dia masih belum tau asal usulnya. Tugasnya hanya berusaha menjaga Delia selama ia berada di sini.Putri sudah sampai di rumahnya, ia berlari menuju pintu sambil menggedornya dengan cepat. Kakinya terasa mau copot saat menginjak ke teras rumah.Krek."Putri?!!" Ibunya yang kebetulan membuka pintu kini terbelalak menatap wajah putri semata wayangnya."Ibuuuu!" seru Putri sambil memeluk tubuh ibunya erat. Rasanya nyaman, tak ada orang yang bisa mengalahkan pelukan ibunya. Sekian lama berpelukan, akhirnya ia melepas pelukan ibunya. Putri mengatur nafasnya, sebelum ia"Putri, kamu kenapa nggak bis
Pov DeliaAku berusaha tenang, tak ingin menunjukkan ketakutanku di hadapan pria ini. Tak ingin lemah, dan kembali dijajah olehnya. Dia hanya tersenyum mengejek, seolah menyatakan bahwa ia sekarang menang."Jawab aku, siapa pria yang bersamamu tadi?!"Aku diam, namun justru kediamanku malah membuatnya tak tenang. Lagi, ia melontarkan pertanyaan yang sama. Amarah mulai nampak menghiasi wajahnya yang tegas."Ayo jawab!" Tangannya meraih wajahku, lalu mendekatkan kearahnya.Deg. Lagi-lagi jantung ini berdebar dengan kencangnya. Bibirku kelu, rasa takut, panik dan kesal menyatu di dalam sana. "Kamu masih mau diam, Sayang? Baiklah, aku akan membuat bibirmu tetap diam."Cup, bibir itu mendarat sedikit di bibirku. Aku buru-buru menjauh, dan merasa panas di wajahku."Dasar breng-""Mau lagi?" Ia kembali menyeringai.Deff membawaku ke apartemennya di kota ini. Digandengnya tubuh mantan istrinya ini. Tak bisa aku berkutik karenanya."Lepas.""Diam, kalau kau ingin selamat." Ia berkata lembut n
Brakkk! Suara perkakas nampak dilahap habis oleh beberapa orang berperawakan tegap. Mereka terlihat sedang membuat keributan di sebuah acara pesta pernikahan. Para tamu begitu kaget dengan keadaan ini. Terlebih dengan kedua calon pengantin baru itu."Ada apa ini? Kenapa kalian menghancurkan acara ini?" tanya para tamu yang ada di sana."Maaf, kami hanya menjalankan perintah dari Tuan kami," sahut salah satu pengacau itu."Siapa yang menyuruh kalian?" tanya sang pengantin wanita yang kini turun ke tengah mereka.Namanya Delia Anastasya. Dia adalah seorang janda muda yang akan melaksanakan ijab kabul bersama Erlan, seorang duda muda anak satu."Jawab! Kenapa kalian diam saja? Siapa yang menyuruh kalian?" tanyanya lagi."Aku yang telah menyuruh mereka," sahut seorang pria dari ujung sana.Sesosok pria tampan melangkah ke tengah acara. Namany
Delia terlihat takut dengan pria yang ada di hadapannya ini. Ia mulai menangis bergetar. Deff tidak tega melihat keadaan mantan istrinya, lalu ia mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih lembut."Sayang, hei ini aku. Lihat aku baik-baik." Deff mendekatinya, lalu memeluknya.Delia terdiam di dalam pelukan Deff. Rasa hangat menjalar ke seluruh tubuhnya tiba-tiba. Kesadaran Delia perlahan mulai muncul. Ia segera mendorong Deff ke arah dinding."Lepaskan aku! Kamu tega sekali menghancurkan hari bahagiaku, Deff. Aku salah apa sama kamu?" tanya Delia mulai menangis tersedu-sedu. Air matanya kembali membanjiri wajah cantiknya.Deff melangkah perlahan mendekati mantan istrinya. "Maafkan Abang, Sayang. Abang ngelakuin ini semua demi kebaikanmu.""Nggak, aku nggak percaya."
""Nak, Deff. Ayo masuk dulu. Kita sudah lama tidak berbincang." Tante Mia bersikap begitu ramah terhadap Deff."Eh, iya Deff. Kami masih menganggapmu keluarga lho." Putri yang baru datang di dalam juga ikut membujuk."Mmm, ngomong-ngomong Nak Deff sekarang kerja apa?" tanya Tante Mia berbasa-basi."Tidak ada, saya hanya membantu menjalankan perusahaan keluarga saya. Ya sudah, saya permisi."Deff segera melengos dari tempat itu. Tante Mia terlihat membuang muka, karena tidak senang diperlakukan seperti itu. Padahal, dulu dia begitu angkuh terhadap Deff. Karena Deff dulu hanyalah penjual gorengan.Pada sore harinya, Deff kembali ke rumahnya, lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Bibi segera mendekati, wajah beliau terlihat begitu cemas."Nak, Deff.""Ada apa, Bi?""Anu .... Non Delia .... Bibi sudah be