Raditiya dan Ana menghentikan langkahnya tidak terlalu jauh dari tempat Arka dan Liora berada. Keduanya tidak menyadari jika Raditiya dan Ana memperhatikan mereka dari kejauhan.Arka kini yang sudah duduk di samping Liora menghela nahas pelan. Sang istri masih meluruskan pandangannya, tak mau menatap Arka."Liora, tolong pikirkan ini baik-baik dengan kepala dingin. Aku tau apa alasanmu ingin memiliki anak, dan menurutku itu bukan alasan yang baik. Jika alasannya karena aku, lalu apa kamu yakin sudah siap menjadi seorang ibu untuk anak kita nanti?""Aku bisa menjadi seorang ibu. Aku bisa menjaganya dengan baik," jawab Liora penuh percaya diri tanpa berpikir panjang.Mendengar hal itu, Arka kembali menghela nafas berat. "Liora, bukankah kamu akan menjabat sebagai CEO di perusahaan ayahmu? Lalu bagaimana jika anak kita nanti memasuki usia sekolah? Kamu juga tau aku adalah dokter. Jika kita berdua bekerja, siapa yang akan menjaganya dan mengantarkannya ke sekolah?"Liora terdiam sesaat. D
"Arka, Liora," panggil Ana membuat pasangan suami istri muda yang tadinya berdebat itu kini menoleh ke arahnya. Ana menghampiri, lalu menatap ke arah sang menantunya lebih dulu."Kamu terlihat lelah Liora. Bagaimana jika kamu ke kamar lebih dulu, sepertinya mbak tadi sudah selesai membersihkan kamar untuk kalian berdua."Liora menghela nafas pelan. Sebenarnya walau sudah lelah, tapi Liora masih tetap ingin berdebat dengan Arka. Dia tak mau menyudahi semua ini sebelum Arka menyetujui permintaanya.Namun sepertinya Ana sudah bisa menebak apa yang saat ini ada di pikiran Liora. Wanita itu lalu berbisik pada menantunya, "mama tau apa yang kamu inginkan. Tunggu saja di kamar, mama dan papa akan berbicara pada Arka."Liora berkedip takjub, nyaris tak percaya dengan apa yang Ana bisikan padanya barusan. Kedua sudut bibir Liora nyaris terangkat, dia menahan senyum senang. Ternyata mertuanya itu berpihak padanya juga. Liora kemudian mengangguk menurut, lal
Sesampainya di depan kamar, Ana menghentikan langkahnya. Pintu kamar itu sejak tadi dibiarkan terbuka, membuat Liora di dalam sana menyadari kedatangan Ana dan Arka. Dia lalu menghampiri."Mama.""Liora, kamu dan Arka sebaiknya segera istirahat. Jangan bertengkar lagi ya setelah ini."Arka maupun Liora diam, tak mengiyakan permintaan sang mama. Membuat Ana menghela nafas pelan.Pandangan Liora kini menatap ke arah sang suami. Dia sejak tadi sudah penasaran, memangnya apa yang telah dibicarakan Ana dan Raditiya kepada Arka tadi?"Arka, masuklah!" pinta Ana yang langsung dituruti oleh sang anak. Arka mulai melangkah memasuki kamar, sedangkan Liora masih berdiri di hadapan Ana tak segera menyusul sang suami masuk ke dalam."Liora," panggil Ana menyadarkan Liora yang tengah berpikir keras. Menantunya itu kini menatanya bertanya. Ana hanya tersenyum sambil berbisik pelan, "papa baru saja memberi minuman khusus untuk Arka. Mi
Mendengar bisikan manja dari istrinya, membuat Arka seketika meneguk ludahnya dengan susah payah. "Ah iya, ada yang ingin aku tunjukan padamu."Kali ini Arka mengernyit tak paham setelah mendengar kalimat selanjutnya dari Liora. Perempuan itu mulai beringsut duduk, dan melepas hoodie yang sejak tadi dia pakai.Betapa tercengangnya Arka setelah Liora melepas hoodie dan menyisakan lingerie berwarna hitam, yang sama persis dipakai Liora saat masih di rumah tadi.Ternyata Liora tidak berganti baju, hoodie yang dipakai perempuan itu hanya sekedar untuk menutupi lingerie yang Liora pakai.Setelah menunjukan baju seksinya pada sang suami, Liora kembali merebahkan tubuhnya dan memeluk Arka dengan manja. Dia tersenyum menggoda. "Aku yakin, pasti kamu sangat menyukai jika aku memakai baju ini. Apa aku semakin cantik sayang?"Arka hanya menghela nafas berat. Dia tak bisa berkutik, ataupun berpikir jernih. Ditambah pandangannya ti
Perlahan kelopak matanya mulai terbuka, Liora berkedip beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk pada pandangannya. Dia lalu menggeliat, dan merasakan sebuah tangan masih melingkar di pinggangnya. Liora kemudian menoleh, dan mendapati sang suami masih terlelap di sampingnya dengan tenang.Kedua sudut bibir Liora terangkat, mengukir senyum senang. Dia begitu sangat puas setelah menyelesaikan aktivitasnya tadi malam bersama Arka. "Akhirnya aku bisa membuatmu menyentuh tubuhku lagi sayang," ucap Liora pelan tak berniat untuk mengusik tidur sang suami. Liora berusaha memiringkan tubuhnya, dan mencium singkat bibir laki-laki itu. Setelah melalukan hal itu, Liora kembali ke posisinya semula. Namun dia justru terkejut saat Arka tiba-tiba membuka matanya. "Sa-sayang, maaf aku jadi membangunkanmu," ucap Liora merasa bersalah. Arka tak menjawab. Laki-laki itu hanya menatapnya dengan sorot datar. Bahkan dia juga sama
Pagi ini, Liora dan Arka akan kembali pulang ke rumahnya. Namun sebelum itu, mereka diajak sarapan bersama oleh Raditiya dan Ana. Selama kegiatan makan bersama berlangsung, Ana sejak tadi terus memperhatikan menantu dan anaknya. Keduanya hanya saling diam, melahap makannya. Ana tak bisa menebak apa yang telah terjadi pada mereka tadi malam. Namun jika dilihat dari raut wajah Liora, menantunya itu sudah tidak marah lagi. Sedangkan Arka, Ana tak bisa menebak. Putranya itu selalu memasang raut tanpa ekspresi."Kenapa kalian tidak pulang besok saja?" tanya Ana memecah hening di sana. Raditiya yang tadi juga sibuk melahap makanannya sambil bermain ponsel pun akhirnya mengarahkan pandangannya pada sang putra di seberang mejanya. Dia mengangguk setuju dengan ucapan sang istri. "Benar, papa sangat rindu denganmu Ka. Kenapa tidak tinggal di sini dulu sampai beberapa hari?""Arka sudah mulai masuk kerja pa. Jadi, Arka ingin cepat pulang saja. Ka
Beberapa hari setelah pulang dari rumah orang tuanya. Seperti biasa, Arka selalu menyiapkan sarapan pagi lebih dulu di meja makan sebelum dia berangkat bekerja. Tak lupa, dia juga harus membangunkan Liora yang masih tidur. Pintu kamar perempuan itu masih tertutup, Arka sudah hafal Liora tak mungkin bisa bangun pagi jika bukan Arka yang membangunkannya lebih dulu. Dia mengetuk pintu kamar itu dengan pelan. "Liora, bangunlah. Aku akan berangkat bekerja."Sedangkan di dalam kamar itu, Liora masih berbalut selimut tebal dengan penampilan yang masih berantakan. Dia mulai menggeliat saat merasa tidurnya mulai terusik. "Aku masih mengantuk ..." Matanya masih terlalu berat untuk dibuka. Sedikitpun Liora tak berniat untuk melawan rasa kantuknya. "Liora, kalau begitu aku berangkat sekarang. Kamu jangan lupa untuk sarapan, sudah aku siapkan di atas meja."Kali ini Liora tak menjawab. Perempuan itu justru mendengkur bertanda t
"Selamat ibu Liora, semoga perusahaan ini bisa semakin maju untuk kedepannya."Liora menerima jabatan dari rekan kerjanya. Dia lalu tersenyum, dan mengangguk mengiyakan. Baru saja acara penyerahan jabatan untuk Liora selesai. Kini semua pejabat penting yang tadinya ikut merayakannya mulai meninggalkan ruang itu. Dan tersisa beberapa orang saja, termasuk ayahnya.Setelah putrinya selesai berbicara dengan banyak orang, David kemudian menghampiri. Dia tersenyum saat melihat raut bahagia putrinya itu masih terukir jelas di wajahnya."Selamat sayang, ayah yakin kamu bisa membuat perusahaan ini lebih baik lagi."Liora mengangguk dengan percaya diri. Dia lalu berucap, "ayah tidak perlu khawatir. Perusahaan ini akan baik-baik saja di tangan Liora, kecuali perusahaan ini jatuh pada orang yang tidak tepat mungkin itu bisa ayah khawatirkan. Misalkan saja jatuh di tangan kak Erika."Senyum David seketika luntur. Liora selalu saja merendahka
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal