"Aku berangkat dulu ya?"
Liora tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan saat sang suami meminta ijin padanya untuk berangkat kerja.Baru saja mereka berdua telah menghabiskan waktu untuk sarapan bersama. Liora saat ini juga sudah berpakaian rapi, namun karena mereka bangun terlalu siang Arka jadi terburu-buru untuk segera ke rumah sakit dan tidak bisa mengantarkannya ke kantor."Andai saja aku tidak memiliki jadwal untuk mengecek pasien pagi ini, aku pasti akan mengantarkanmu." Tentu Arka sangat merasa bersalah. Di saat dia harus meyakinkan Liora bahwa dirinya mulai membuka hati, dia justru harus tetap mengutamakan pasien daripada istrinya sendiri."Tidak apa-apa sayang. Aku baru saja mengirimkan pesan untuk Ervan, mungkin sekarang dia sudah dalam perjalanan menuju ke sini."Arka mengangguk percaya. Dia kemudian mulai berdiri dari duduknya, lalu mengusap pucuk kepala sang istri sesaat. "Kamu hati-hati ya. Aku hanya bisa mempercayakan ErvanPukul sebelas siang. Liora baru saja selesai menemui kliennya di sebuah kafe. Kini dia masuk kembali ke mobil hitam yang sejak tadi menunggunya. Di kursi pengemudi mobil itu, seorang laki-laki menatap Liora yang baru memasuki mobil dengan sorot datar."Lama sekali, aku sangat mengantuk menunggumu di sini," protesnya kesal.Liora mengernyit tidak suka. "Bisakah sehari saja kau menjalankan pekerjaanmu tanpa mengeluh?"Ervan berdecak kesal saat perempuan di belakang kursinya justru membentaknya. Dia memutuskan untuk mulai menyalakan mesin mobilnya, lalu kembali menatap Liora melalui spion mobil."Setelah ini kemana lagi?""Ke perusahaan, aku sudah tidak memiliki urusan lain di luar."Ervan hanya mengangguk, tapi tak mengiyakan perintah Liora kali ini. Mobil yang dia bawa kini tidak mengarah ke perusahaan Liora, justru berbalik arah dari tempat tujuan mereka. Liora yang sadar jika Ervan mengemudikan mobilnya tidak
Ervan mematikan mesin mobilnya, lalu menoleh ke belakang menatap Liora yang kini tampak bingung karena dia telah membawanya ke rumah sakit."Sebelum aku menjelaskan padamu apa tujuanku membawamu ke sini. Aku akan bertanya lebih dulu padamu, apa yang telah Seyla katakan padamu hingga membuatmu menangis?"Liora diam. Pikirannya kembali teringat dengan ucapan Seyla waktu itu yang begitu menyakitkan baginya. "Dia ... memintaku untuk meninggalkan Arka agar Arka bisa kembali padanya."Ervan mengangguk percaya. Dia tak terkejut, sudah dia duga sejak awal Seyla tetap menginginkan Arka sekalipun laki-laki itu telah mengkhianatinya."Tapi, sepertinya aku juga tidak harus menuruti permintaannya. Karena aku memiliki alasan kuat untuk tak meninggalkan Arka." Liora mengusap pelan perutnya yang dia rasanya mulai sedikit terlihat membesar beberapa hari ini. "Liora, aku sudah mengatakan jika aku akan berada di pihakmu kan? Maka mulai hari ini aku akan me
Sudah hampir setelah jam, Arka menyibukkan dirinya dengan beberapa berkas pasien di atas mejanya. Kini dia berniat untuk menyudahinya dan mengistirahatkan pikirannya sejenak. Pandangannya mendadak terarah pada ponsel miliknya yang masih berada di atas meja samping tumpukkan berkas di depannya. Padahal beberapa jam lalu sahabatnya mengirimkan pesan padanya jika Liora akan segera ke sana untuk menemuinya, tapi sampai sekarang Arka masih tak melihat tanda-tanda istrinya akan datang ke sana. Dia juga sempat membalas pesan Ervan dan menanyakan kenapa Liora ingin menemuinya, tapi sahabatnya itu tak kunjung membalasnya lagi."Apa aku harus menelpon Liora?" tanya Arka yang mulai penasaran dengan keberadaan sang istri saat ini. Dia menyetujui niatnya untuk menelpon perempuan itu, namun saat dirinya nyaris mengambil ponsel mendadak pintu ruangannya justru terbuka. Seorang perempuan memakai mini dress berwarna navy memasuki ruang itu tanpa ijin dari Arka
Dengan langkah pelan, Ervan mendorong kursi roda Seyla menyusuri setiap lorong rumah sakit. Sesekali dia melirik arloji di pergelangan tangannya. Senyum tipis mulai terukir di bibirnya, Ervan tak sabar melihat hal apa yang akan Liora lakukan untuk menyakiti perasaan Seyla. Ervan tau, Liora adalah perempuan licik. Jadi, tanpa harus Ervan katakan mungkin Liora sudah bisa membuat rencana yang menyakitkan untuk Seyla. "Seyla, kau masih ingat. Setelah aku membawamu menemui Arka, tolong tepati janjimu untuk menuruti satu permintaan dariku."Tanpa berpikir panjang, Seyla langsung mengangguk mengiyakan ucapan Ervan.Kini langkah Ervan terhenti, mereka sudah sampai di depan pintu ruangan pribadi Arka. Ervan kemudian meraih knop pintu di depannya, dia kembali melihat arloji di pergelangan tangannya sesaat. Dia yakin, pasti Liora sudah menyiapkan semuanya. Pintu pun akhirnya terbuka.Seketika, Seyla dan Ervan serempak membulatkan mata. N
Arka terdiam. Dia tak mungkin akan meninggalkan Liora sendiri di sana demi Seyla. Liora adalah istrinya, tidak mungkin dia harus mementingkan perasaan perempuan lain dan tak mempedulikan perasaan istrinya sendiri."Aku tidak akan menemui Seyla."Liora menatap suaminya dengan sorot memastikan, benarkan apa yang dikatakan Arka barusan? Benarkah laki-laki itu tidak akan mengejar Seyla dan meminta maaf pada perempuan itu?"Aku harus tidak peduli dengan apa yang terjadi pada Seyla. Dan ... kenapa juga aku harus menjelaskan padanya? Apa yang kita lakukan barusan memang hal wajar yang dilakukan oleh sepasang suami istri. Jika dia merasa sakit hati karena hal itu, aku rasa itu bukan urusanku. Karena dia bukan siapa-siapaku."Terlihat jelas mata Arka mulai memerah menahan air mata saat mengatakan semua itu. Membuat Liora bisa merasakan apa yang sebenarnya Arka rasakan. Tapi mau bagaimana lagi, apa yang dikatakan Arka barusan memang yang seharusnya Arka lak
Ervan menghentikan langkahnya setelah dirinya sampai membawa Seyla ke ruang rawat perempuan itu kembali. Dia menatap wajah Seyla sesaat, perempuan itu masih menahan isakan setelah melihat apa yang terjadi di ruang Arka tadi."Sudahlah, kau tak perlu menangisi laki-laki yang bahkan tak mempedulikanmu lagi. Sekarang kau sudah percaya kan, bahwa Arka sudah tidak mencintaimu lagi?"Seyla menghapus air matanya yang masih membekas di pipi. Dia masih tak percaya kenapa Arka begitu dengan mudahnya melupakan dirinya dan justru membuka hati untuk perempuan lain? Benarkan karena dia terlalu lama koma? "Kau jangan lagi berpikir jika Liora melakukan hal jahat pada Arka dan membuat Arka terpaksa menikah. Karena apa yang kau lihat barusan sudah cukup jelas, Arka juga mencintai Liora. Mereka menikah bukan karena paksaan, tapi karena saling mencintai. Aku tau ini sangat menyakitkan untukmu, tapi tolong percayalah dan mulai lupakan Arka saat ini juga. Karena jika kau terus
Laki-laki yang masih memakai kemeja dokter berjalan keluar rumah sakit mengiringi langkah istrinya. Sesampainya di luar, langkah mereka terhenti saat pandangan mereka bertemu pada seorang laki-laki berpakaian serba hitam terlihat menunggu kedatangan mereka. "Aku pulang dulu ya sayang?" ijin Liora pada sang suami. Arka mengarahkan pandangannya pada Ervan sesaat, lalu kembali menatap Liora. "Hati-hati ya."Liora mengangguk mengiyakan. Dia kemudian berjalan menuju tempat mereka memarkirkan mobil, Ervan nyaris mengikuti."Tunggu."Langkah Liora dan Ervan serempak terhenti, mereka kembali menatap ke arah Arka dengan sorot tanya. "Kenapa sayang?" tanya Liora penasaran. "Aku ingin berbicara dengan Ervan sebentar, kamu boleh menunggu di mobil lebih dulu."Tentu Liora jadi curiga, apa yang ingin dibicarakan suaminya dengan Ervan? Apa ini menyangkut tentang Seyla? Liora kemudian mengarahkan pandangannya pada Ervan, la
Satu Minggu berlalu ...Di sebuah ruang keluarga seorang pria paruh baya bersama istri dan satu anak perempuannya tengah berkumpul. Diandra dan Erika tentu merasa bingung, masih pagi David meminta mereka berkumpul tidak seperti biasanya."Diandra, sebentar lagi kita akan mempunyai cucu."Mata Diandra seketika melebar, menatap suaminya dengan sorot kaget. "Cucu?""Liora sekarang sedang hamil, dia juga baru mengabariku beberapa hari lalu."Perlahan tangan Diandra mengepal erat, rahangnya mulai mengeras menahan amarah. Tentu saja kehamilan Liora ini adalah kabar buruk baginya. Diandra semakin takut, jika anak tirinya itu memiliki keturunan pasti David juga akan memberikan harta semakin banyak pada Liora."Diandra, aku ingin kita memberikan hadiah yang sangat mewah untuk kelahiran cucu pertama kita ini. Kita masih mempunyai waktu lama untuk merencanakan hadiah apa yang akan kita berikan."Diandra menggeleng tak setuju. Dia t
Pagi harinya, Liora dan Arka langsung memutuskan untuk segera pulang ke rumah. Karena mereka hanya membawa satu baju ganti, jadi mereka tak mungkin akan bermain-main di pantai lebih dulu sebelum pulang. Sesampai di rumah, mereka langsung membersihkan diri masing-masing. Mereka juga sempat membeli makanan di luar untuk di bawa ke rumah. Karena perjalanan yang cukup jauh, tentu Liora juga pasti lelah, Arka tak mungkin meminta sang istri untuk menyiapkan sarapan untuk mereka. Kini mereka duduk di ruang makan, menikmati sarapan yang sudah siap di meja makan. "Minggu depan Kala sudah mulai masuk sekolah kan?" tanya Liora memastikan. Kala mengangguk membenarkan. "Iya ma, sekarang Kala jadi tidak sabar untuk masuk sekolah. Saat masuk sekolah nanti, Kala akan minta ibu guru untuk memanggil nama Kala lebih dulu, agar Kala bisa menceritakan kisah liburan Kala bersama mama papa lebih dulu ke teman-teman."
"Wahh cantiknya!" seru Kala saat melihat hamparan bintang di langit. Saat ini dia duduk di depan tenda, beralaskan tikar dan didampingi mama papanya di sampingnya. "Papa, ayo kita hitung bintang-bintang itu." Mendengar ucapan sang anak, Liora justru tertawa kecil. "Mana mungkin kita bisa menghitung bintang itu. Jumlahnya sangat banyak, pasti sampai berjuta-juta." "Kala suka dengan bintang-bintang itu, andai saja bisa menatapnya setiap malam. Arka menghela nafas pelan. "Sayang sekali bintang tidak muncul setiap malam. Tapi jika cuacanya bagus dan Kala ingin melihatnya lagi saat di rumah, Kala bisa keluar rumah sebelum tidur. Papa dan mama akan menemani Kala." "Benarkah?" Arka mengangguk mengiyakan, membuat anak itu bersorak riang. "Terimakasih papa." "Kamu tidak berterima kasih juga pada mama? Mama juga akan menemanimu melihat bintang," ucap Liora memasang raut cemburu.
Cukup lama setelah Arka dan Liora menemani Kala bermain membuat istana pasir, menikmati makan siang bersama, bercerita, bercanda, berfoto dan banyak hal yang mereka lalui hingga akhirnya matahari mulai tenggelam di ufuk barat.Liora dan Arka berdiri membelakangi kamera yang masih menyala, mereka menikmati senja di pantai itu sambil bergandengan tangan. Sesekali menertawakan Kala yang tengah berlari bersama anak lainnya mengejar burung camar yang terbang di langit-langit senja. "Kala itu ... mirip denganmu ya."Liora menoleh, menatap sang suami dengan sorot tak setuju. "Tapi cara berpikirnya mirip denganmu, lihat saja jika dia memutuskan sesuatu ... sangat sama sepertimu."Arka terkekeh pelan. Mungkin yang dikatakan Liora memang benar. "Tapi dia cantik, sepertiku kan?" Liora tersenyum bangga. Dia melepaskan genggamannya lalu melipat tangannya ke depan dada. "Jika kamu tidak menikah denganku, anakmu mungkin tidak akan secantik Kala."
Cukup lama Liora dan Arka berjalan di tepi pantai bergandengan berdua saja. Mereka benar-benar menikmati waktu berdua, mengingatkan mereka kembali dengan masa-masa di mana Liora masih mengejar cinta Arka.Tapi sekarang, Liora sudah tak mengejarnya lagi. Dia sudah berhasil memiliki Arka. "Liora."Liora ikut menghentikan langkahnya saat Arka berhenti. Laki-laki itu kini menatapnya dengan sorot serius, entah kenapa tatapan itu justru membuat Liora gugup. Sudah sangat lama dia tak merasa seperti ini.Arka meraih satu tangan istrinya lagi, menggenggamnya erat. "Terimakasih telah menghadirkan kebahagiaan ini."Liora tersenyum. "Seharusnya aku yang harus mengatakan itu. Terimakasih sayang.""Dan ada satu hal yang ingin kembali ku katakan padamu."Liora tak menjawab, dia masih menunggu dengan perasaan yang begitu penasaran. Apa yang ingin dikatakan Arka?"Aku sungguh mencintaimu."Liora tertegun. Kalimat itu .
Pukul delapan pagi, mobil yang Arka kemudikan akhirnya sampai juga di tempat tujuan mereka. Baru keluar dari pantai saja Kala begitu tampak antusias melihat pemandangan yang indah. Ini pertama kalinya dia diajak ke sana. Kala jadi tak sabar untuk bermain pasir dan air di pinggir pantai itu. Dia juga melihat banyak anak kecil seumurannya bermain di sana. "Mama papa ayo!"Arka mengambil beberapa peralatan di bagasi mobil, seperti kursi lipat, tripod, kamera, makanan ringan dan minuman. Tentu Arka tak mau momen spesial ini tak diabadikan begitu saja. "Ayo," ajak Liora. Dia mengulurkan tangannya untuk menyuntik sang anak. Sedangkan Arka yang sibuk membawa barang-barang, mulai mengikuti langkah mereka dari belakang. Sampai di tepi pantai, Arka langsung mencari tempat yang pas untuk menyusun tempat duduk yang akan menjadi tempat istirahat mereka nantinya saat lelah bermain. Kala yang begitu antusias mulai melepas alas ka
Arka meletakkan secangkir kopi susu di atas meja. Dia lalu duduk di samping sahabatnya yang sejak tadi sudah menunggunya di kursi teras rumah."Istri dan anakmu sudah tidur?" tanya Ervan memastikan. Arka menjawabnya dengan anggukan. Jika tidak mengingat ucapan Ervan di wahana bermain tadi, Arka juga tidak mau meminta Ervan untuk datang ke rumahnya. "Besok aku dan Liora akan mengajak Kala ke pantai, jadi mungkin hanya malam ini ada waktu untuk mengobrol bersamamu. Takutnya apa yang ingin kau bicarakan itu sangat penting, jadi aku tidak mau menundanya lama."Ervan mengangguk paham. Namun sebelum mengatakan inti pembicaraan mereka, Ervan justru tertawa pelan. "Apa kau tidak mau berterimakasih padaku? Jika bukan karena caraku untuk mengajak Kala ke wahana bermain tadi, mungkin Liora tidak akan bersikap seperti ini, mungkin istrimu masih belum sadar jika anaknya begitu sangat penting, jadi bukankah karena caraku ini Liora jadi sadar?"Arka m
Terlalu semangat dan menikmati liburan hari ini, Kala kelelahan. Kini sudah menunjukan pukul 7 malam, mereka seharusnya sudah sampai ke rumah, tapi jalanan malam itu mendadak macet. Tak ada cara lain, Arka harus dengan sabar mengikuti antrian panjang di jalanan yang sudah mulai gelap itu. Jarak rumahnya dari tempat wahana bermain tadi juga sangat jauh, memerlukan waktu hampir dua jam untuk ke sana. Tapi Arka tak mengeluh, paling tidak hari ini dia bisa melihat putrinya tersenyum bahagia.Arka menoleh, sang anak kini sudah terlelap di pangkuan Liora. Liora dengan tulus sejak tadi terus mengusap punggung sang anak, berusaha membuat kenyamanan untuk tidur anak itu walau tidur dengan posisi yang mungkin tidak biasa."Apa kamu lelah?" tanya Arka memastikan keadaan sang istri. Liora menjawab dengan gelengan, lalu mengukir senyum. "Hari ini sangat menyenangkan, aku sama sekali tidak lelah. Mungkin aku lebih menyukai hari seperti ini
Anak kecil yang sejak tadi duduk di kursi taman sambil menikmati es krim di tangannya tak sadar jika ada dua orang dewasa mendekatinya."Kala."Kala berhenti menikmati es krim tersebut, kini dia mendongak. Mata seketika berbinar senang melihat kedua orang tuanya akhirnya datang juga.Dia tidak akan marah lagi pada Liora ataupun Arka, karena sebelum Ervan meninggalkannya tadi dia sudah berjanji pada Ervan. Karena Ervan sudah membuat rasa sedih Kala hilang, maka dia harus memaafkan kedua orang tuanya, seperti yang Kala janjikan pada Ervan tadi."Mama, papa!"Liora dan Arka memutuskan untuk ikut duduk di samping anak itu. "Kala, maafin mama ya."Kala terdiam sesaat, dia tau apa maksud mamanya barusan. Dia kemudian menggeleng tak ingin menyalahkan sang mama. "Mama enggak salah, Kala yang harus minta maaf ke mama. Kala tau mama sibuk, tapi Kala selalu meminta mama untuk menemani Kala. Maafin Kala ya ma."Arka tersen
Dengan tergesa, Liora dan Arka keluar dari mobil setelah sampai di sebuah tempat yang cukup ramai. Ini pertama kalinya mereka datang ke sana. Liora melihat banyak anak kecil bersama orang tuanya bersenang-senang di tempat itu. Di sana juga banyak wahana untuk anak kecil yang terlihat begitu menyenangkan. Liora yakin Ervan tak membohongi mereka saat ini, pasti benar Kala sangat menyukai tempat itu."Arka, Liora!"Perhatian Arka dan Liora langsung tertuju ke asal suara yang memanggilnya barusan. Ervan benar ada di sana, dan mulai menghampiri mereka.Namun Liora tetap tidak bisa tenang, tidak ada Kala di dekat Ervan. Lalu di mana anaknya? Bukankah Ervan saat di telpon tadi mengatakan sedang bersama Kala?"Ervan, mana Kala?" tanya Arka yang juga sama khawatirnya dengan Liora.Ervan menghela nafas pelan. Lalu menjelaskan semuanya. "Kala hanya ingin berlibur."Arka tau, Minggu ini anaknya libur sekolah. Bahkan Minggu lalu Kal