(Author P.O.V)
Jodi berada di sebuah ruangan di klinik dia baru saja memeriksa seorang pasien, setelah pasien itu meninggalkan ruangannya, Jodi menoleh ke arah ponsel yang sejak tadi berdering. Dia membaca sebuah pesan di ponselnya lantas langsung menelpon seseorang.
"Ada kabar apa?" tanyanya, tampak dia mendengarkan dengan serius penuturan seseorang di balik telpon. "Apa kau tahu alasannya? Mengapa secara tiba-tiba?"
Jodi kemudian bangkit dari kursinya, melangkah ke arah jendela dengan tetap ponsel di gengamannya, "Baiklah, secepatnya cari semua tentang masa lalunya itu. Dan satu lagi bawa ke hadapanku orang yang telah mengakibatkan Ayuni terkunci di gudang!" Ia lalu menutup ponselnya, sorot matanya yang tajam menjadi suram.
Yasmin dan Bu Ratih sedang berada di halaman rumah, tampak Yasmin sedang bermain bola karet sendiri. Kecuali di sekolah, dia memang sudah terbiasa bermain sendiri ketika di rumah. S
Bila suka dengan ceritanya silahkan nyalakan bintang ya! Agar penulis lebih semangat lagi untuk update cerita selanjutnya. Terima kasih!
(Author P.O.V) Jodi meninggalkan gudang dengan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia marah besar dengan Jefri yang mencoba mengancamnya menggunakan Ayuni. Dan satpam itu, sungguh pandai bersandiwara. "Jefri, aku tidak akan membiarkan ini. Kau berani menyeret Ayuni dalam perselisihan kita, jika begitu caranya akan aku tunjukan siapa aku sebenarnya," Jodi berbicara sendiri di balik kemudinya kilatan matanya menunjukan suatu kesungguhan dan kemarahan. Dia tiba di sebuah gedung apartement di tengah kota, kemudian dia turun dari mobil dan masuk menuju lantai sepuluh. Dia mencoba menyingkarkan kemarahan yang ada dalam dirinya agar terlihat wajar. Setelah sampai di depan pintu yang di tuju dia mengetuk pintu, tak lama seseorang membukakan pintu untuknya. "Jodi! Sayaang kamu datang!" Pekik seorang wanita cantik menghambur memeluk Jodi, dia tampak menggunakan gaun tidur berbahan sutra yang sedikit memperlihatkan belahan dadanya,
(Authot P.O.V) Bramantyo!!! Ayuni mengerutkan keningnya, seingatnya ibunya tidak pernah menyebut nama itu di depannya. Mungkinkah seperti dugaannya bahwa ibunya pernah bekerja dengan pemilik pabrik sebelumnya? Atau ini hanya sebuah kebetulan saja? Dia menutup laptopnya dan mencoba untuk tidak memikirkn segala hal yang menyangkut pemilik pabrik. Tugasnya hanya bekerja saat ini, dia kembali kepada pekerjaannya yang lain. Tiba-tiba dia menerima sebuah pesan di ponselnya, sebuah pesan tanpa nama. 'Aku akan menejemputmu nanti selepas kau bekerja.' Ayuni melihat riwayat pesannya yang terdahulu dan dia bisa mengetahui jika pesan itu berasal dari Jodi. Dia tersenyum simpul memikirkan perlakuan Jodi kepadanya, mereka menjadi dekat dan menjadi sepasang kekasih itu adalah hal yang menurut Ayuni sesuatu yang tidak pernah dia bayangkan tapi ini benar nyata. Tapi dia ragu apakah semua ini akan berjalan baik-baik saja? &
(Author P.O.V) "Bagaimana kau bisa tahu kalau dia pelakunya? Apakah orang itu kau?" Ayuni bertanya dengan menatap kedua manik cokelat Jodi. "Maksudmu?" Jodi tampak keheranan dengan pertanyaan Ayuni mencoba mencari tahu apa yang ada dalam pikiran Ayuni. "Beberapa hari yang lalu, dia meneleponku dan meminta maaf padaku awalnya aku tidak mengerti dengan maksudnya, dia mengakui jika dirinya adalah orang yang mengunciku di gudang atas perintah seseorang yang dia juga tidak mengenal orang yang memerintahkannya," Ayuni mengatakn dengan sedikit bergidik. "Lalu?" tanya Jodi penuh selidik. "Dia terdengar seperti sangat ketakutan, dia mengatakan sekelompok orang mengejarnya dan meminta padaku agar orang-orang itu tidak mengejar dan melukainya, dia melakukan itu hanya karena tergiur dengan uang yang di tawarkan padanya, untuk itu dia memohon agar aku mengatakan kepada orang yang mengejarnya untuk tidak berbuat sesuatu padanya
(Author P.O.V) "Aku Ayahnya!" Ungkapan Bram cukup membuat Jodi terkesiap, kata-kata yang tadi sudah ia siapkan untuk di lontarkan kepada Bram seketika hilang begitu saja. "Kau bisa mengerti bukan bagaimana kekhawatiran seorang ayah kepada putrinya?" kata Bram, yang membuyarkan sikap terpegun Jodi untuk beberapa saat. Jodi lalu memandang laki-laki itu kemudian mengatakan, "Apakah kau mengira dia akan senang menerima kehadiranmu secara tiba-tiba? Aku sedikit khawatir tentang itu." Jodi berpikir, Ayuni yang memiliki kepribadian cenderung tertutup tidak akan mudah menerima seseorang dalam hidupnya, terlebih lagi menerima kehadiran seseorang yang selama ini tidak diketahui namun memiliki peran penting atas hidupnya. Ayuni hanya mengetahui ayahnya telah tiada dan tentu hanya ada satu ayah dalam hidupnya. "Aku tidak akan memaksanya untuk menerimaku, aku memang bersalah telah menelantarkannya, aku hanya ingin meng
(Author P.O.V) Ayuni mengerutkan kedua alisnya tidak mengerti dengan ucapan Jodi. "Mengapa kakakmu melakukan itu padaku? Aku tidak mengenal dia," ucap Ayuni menatap Jodi dan menunggu penjelasannya. Jodi menghela napasnya dengan berat kemudian dia berkata, "Aku dan dia selau berselisih terakhir dia ingin mencelakai aku dan sekarang kamu yang menjadi sasarannya karena dia tahu kamu seseorang yang berharga dalam hidupku," tuturnya. Ayuni terpegun sesaat mendengar penuturan Jodi, memikirkan seburuk apakah perselisihan itu hingga harus melibatkan orang luar ke dalam permasalahan mereka? Apa memang seperti itu drama konflik orang-orang kaya? "Mencelakaimu bagaimana?" tanya Ayuni. "Nanti kau akan tahu, sekarang masuklah! Sudah waktunya untuk kau bekerja," titah Jodi. "Hm baiklah," jawab Ayuni. Dia pun akhirnya berpisah di depan gerbang pabrik dan melepaskan genggaman erat tangan Jodi yan
(Author P.O.V) Tatapan gadis itu sedikit membuat Ayuni gamang, "Iya, aku Ayuni!" jawabnya. Gadis itu beralih menatap Jodi kemudian turun pada tangan mereka yang bertaut saling menggenggam. Ayuni yang melihat pandangan itu segera hendak melepaskan gengaman tangannya, namun Jodi mencegahnya dengan mengeratkan genggaman itu. "Kamu siapa?" tanya Jodi. "Aku Tania, putri Bramantyo!" jawab gadis itu. "O-oh kau putrinya Pak Bram, hallo apa kabar?" sahut Ayuni. Tania menyunggingkan bibirnya, "Kabarku buruk, hariku menjadi buruk karena mengharuskanku bertemu denganmu," jawabnya. Jodi sudah bisa memahami situasi, Tania yang nampak tak senang dengan kakak tirinya, Ayuni. "Ada perlu apa?" tanya Jodi. "Aku hanya ingin melihat wanita yang tidak tahu malu ini, bagaimana apa kau senang sudah mendapatkan warisanmu?" ucap Tania dengan sinis. Ayuni merasa tidak nyaman denga situasi
(Author P.O.V) Heru berjalan dengan cepat menuju ruangan di mana Ayuni berada, dia bisa tahu akan terjadi keributan besar dilihat dari gelagat Tania. "Tok...tok.tok... "Maaf mengganggu Bu!" sapa Heru. "Tidak apa-apa, ada apa Pak Heru?" balas Ayuni, menghentikan gerakan jari jemarinya yang sedang menari lincah di keyboard laptopnya. "Ada Nona Tania di depan, dia menunggumu di sana sekarang," jawab Heru. "A-ah iya," Ayuni menjawab dengan sedikit terbata, perasaannya menjadi tidak karuan. 'Bukankah dia mengatakan akan datang lagi besok? Mengapa sekarang dia sudah datang lagi?' batin Ayuni. "Saya akan segera ke sana Pak Heru," lanjut Ayuni, setelah itu Heru pun meninggalakan Ayuni. Tania bersender pada mobilnya, dia bersikap acuh ketika orang-orang mencoba melayangkan pandang ke arahnya dengan penasaran, tidak lama ia melihat Ayuni datang. "Tania, ayo kita bicara di ruangank
(Author P.O.V) Ayuni membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang Jodi katakan. Para pegawai pun ramai bergemuruh memberikan berbagai tanggapannya. Tania menghela napasnya, dia masih ingin membuat Ayuni menderita lebih lama lagi sebelum mengetahui tentang siapa Ayuni sebenarnya. "Kamu jangan berbohong! Kau mengatakan ini hanya karena ingin menyelamatkan aku di hadapan mereka kan?" kata Ayuni, berharap yang diucapkan Jodi suatu kebohongan. "Aku tidak bohong Ayuni!" jawab Jodi. "Tapi ayahku sudah meninggal dan ibu ... bagaimana mungkin ini ... konyol!" ucap Ayuni, dengan memaksakan senyum pedar. "Ibu kandungmu sudah meninggal dan Bramantyo adalah ayah kandungmu. Kau di rawat oleh Bu Ratih sejak kau masih bayi," jelas Jodi. "Kau ... kenapa kau bisa bisa tahu ini?" tanya Tania heran dengan menatap Jodi. Namun Jodi memilih tak menjawab. "Si Ayuni anak kandung pemilik pabrik? Ini tidak m
Dalam beberapa saat Jodi membiarkan Ayuni memeluknya. Entah kenapa dia melunak, ada sesuatu yang mendorong untuk membelai wanita yang kini sedang mendekapnya erat. Namun, sikap angkuh menahannya agar tidak melewati batas.Berbagai pertanyaan hadir di benak Jodi. Siapa Ayuni? Siapa wanita yang begitu berani memeluknya tanpa rasa malu. Apa arti dirinya bagi mereka? Mengapa mereka menangis ketika ia datang kembali ke desa itu?"Apa kita pernah dekat sebelumnya?" tanya Jodi, setelah beberapa saat mereka terdiam.Ayuni melepaskan pelukannya, ia mulai sadar dan merasa malu atas tindakannya. Dia mengerti, Jodi pasti keheranan."Ah, maaf. Kau sangat baik, walaupun sikapmu terkadang membuat jengkel tapi kau seorang dokter yang baik bagi kami. Selain itu ruma kita yang berdekatan membuat kami merasa kehilangan ketika mendengar kau meninggal," jawab Ayuni. Dia tidak memberitahu hubungan spesial di antara mereka. "Rumahku?" "Iya. Itu rumahmu, di sanalah kamu tinggal selama ini." Ayuni menunjuk
Setelah menggertak para wanita itu, Jodi kemudian masuk ke dalam mobil karena tidak ingin menjadi pusat perhatian mereka. "Tenyata aku benar-benar pernah tinggal di tempat ini. Mereka sampai menganggapku hantu karena mengira aku sudah meninggal."Berdasarkan petunjuk yang ia temukan dari ponselnya, Jodi datang ke desa tempatnya bertugas. Gisel bisa saja menghapus semua isi yang ada di dalam ponsel Jodi, akan tetapi Jodi tahu cara untuk bisa mengembalikan apa yang pernah tersimpan di dalamnya meskipun tidak semua. Berdasarkan sebuah email yang ia temukan di buku catatan miliknya. Dia bisa melihat jika dalam beberapa bulan sebelum kecelakaan Jodi berada di desa.Jodi kebingungan di dalam mobil dan terus berputar-putar mengikuti jalan desa, sampai menjelang sore. "Ck, seharusnya aku tadi bertanya kepada mereka," gumam Jodi seorang diri.Jodi menghentikan mobilnya ketika melihat seorang wanita tua berdiri di tepi jalan. Dia membuka kaca jendela ketika bertanya."Permisi, apakah di seki
"Ayuniii!" teriak Santi sambil berlari menuju ruangan Ayuni ketika mereka berada di pabrik."Ada apa, San? Kok teriak-teriak begitu sih?" tanya Ayuni yang melihat Santi ngos-ngosan."Ayuni ... Kamu pasti tidak percaya hah ...," jawab Santi masih dengan berusaha mengatur napasnya."Tidak percaya apa? Kamu tenangin dulu, ayo duduk." Ayuni mengajak Santi duduk di sofa. Namun Santi menggeleng-geleng kepala sambil menggerakkan tangannya, pertanda ia menolak untuk duduk. "Tidak, kamu harus lihat ini!"Ayuni menghampiri Santi yang sedang menunjukkan ponsel padanya."Ada apa?" "Coba perhatikan video ini. Ini adalah rekaman CCTV tersembunyi, yang saudaraku pasang di depan rumahmu. Dua hari yang lalu kami menemukan bangkai ayam itu lagi kan?" tanya Santi.Ayuni menatap Santi sambil mengangguk. Dadanya berdebar kencang karena sebentar lagi akan tahu siapa yang telah membuat teror untuknya selama ini. "Lihat dan perhatikan baik-baik!" ujar Santi."Apa kita mengenal orang itu?" "Lihat saja!""
Ayuni terduduk lesu dengan tangan yang menelungkup wajahnya, betapa banyak kejutan-kejutan dalam hidupnya. Entah kini dia harus bahagia atau sedih. Namun satu yang harus Ayuni lakukan, yaitu bersyukur! Mensyukuri keselamatan Putri yang dicintainya dan juga mensyukuri apa yang ia lihat seseorang yang terekam di otaknya secara jelas itu kini nyata bukan lagi bayang-bayang selama beberapa berputar-putar di benaknya. Bergegas Ayuni bangkit. Bodoh! Mengapa dia malah duduk di sana? Dia berjalan dengan setengah berlari, menuju pintu yang akan dilalui orang tadi. Namun, tampaknya dia terlambat sepertinya perawat tadi terburu-buru membawa pasien yang berkursi roda. Masih dengan setengah berlari, Ayuni mencari-cari sosok itu, tapi dia benar-benar menghilang. Ayuni kalah cepat! Kembali Ayuni menuju ruangan putrinya, masih ada Fabian di sana sedang duduk di samping pembaringan Yasmin yang sudah terjaga menikmati sepotong kue di mulutnya. "Ibu, dari mana saja?" ta
Suara sirine ambulans merebak ke seisi desa yang damai. Dalam ambulans itu Yasmin terbaring dengan perban di kepalanya. Dan di samping Yasmin terbaring, duduk Ayuni dengan isak tangis yang tiada henti sejak satu jam yang lalu.Ambulans itu akan menuju rumah sakit besar, setelah sebelumnya Yasmin mendapat pertolongan pertama di klinik desa. Ayuni tidak sendiri duduk di samping Yasmin, dia ditemani dokter baru di klinik yang memaksa ikut bersama mereka."Ayuni, tenanglah! Dia pasti akan selamat." ucap Fabian, menenangkan Ayuni yang masih terisak.Ayuni menggenggam tangan kecil putrinya, yang belum sadarkan diri sejak peristiwa tadi. Dan itu semakin membuat Ayuni khawatir. Dia tidak ingin kehilangan putri tercintanya, hanya Yasmin yang membuat Ayuni tegar dalam menjalani hidup selama ini.Setelah dua jam perjalanan mereka tiba di sebuah rumah sakit besar terdekat dari desa. Para medis langsung mengambil tindakan pada Yasmin, gadis kecil itu menga
Ayuni melihat ke arah orang itu sekilas, lalu kembali melanjutkan tujuannya membeli ayam goreng untuk Yasmin. Dia naik ke atas motor dan merogoh kunci motor di saku bajunya.Orang itu malah menghampiri Ayuni dan berdiri di depan motornya."Bisakah kita bicara sebentar?" tanya orang itu, dokter baru di klinik yang menggantikan Jodi."Aku harus pergi, bisakah kamu pergi dari hadapanku saja! Bertingkahlah seolah kita tidak pernah saling mengenal!" ketus Ayuni."Ada banyak yang ingin aku bicarakan padamu. Kita harus bicara!""Fabian, tidak ada yang harus dibicarakan. Tolong minggir! Aku tidak ingin membuat anakku menunggu terlalu lama," tekan Ayuni. Dia mencoba memundurkan motor untuk menghindari laki-laki yang bernama Fabian itu."Aku sangat merindukanmu, Ayuni!" cetus Fabian.Tidak peduli dengan yang diucapkan Fabian, Ayuni melajukan motornya meninggalkan Fabian sendiri."Rindu dia bilang? Hah ...," cibir Ayuni, saat di per
"Hallo apa kabar Ayuni? Kau pasti tidak lupa denganku 'kan?" ucap dokter itu seraya tersenyum.Ayuni tidak menajwab, ia tampak memalingkan wajahnya. Ayuni terlihat tidak senang sekaligus tidak nyaman, Santi pun menyadari itu dengan mengerutkan kedua alisnya.'Apa mereka saling mengenal?' batin Santi.Dokter itu kemudian mengecek suhu tubuh Ayuni dan memeriksa infusan yang tergantung di sampingnya."Dia sudah bia pulang sore ini 'kan Dok?" tanya Santi."Iya dia bisa pulang sore ini juga, karena tidak ada yang serius. Hanya saja dia harus menjaga pola makannya dengan baik," jawab dokter itu."Syukurlah kalau begitu. Ayuni kau dengar itu, memang berat kehilangan seseorang tapi kau juga harus ingat dengan kesehatanmu." ucap Santi.Ayuni masih terdiam."Pasti orang itu seseorang yang sangat berharga," cetus dokter yang memeriksa Ayuni."Dia baru saja kehilangan Ayah dan kekasihnya dalam waktuyang hampir bersamaan," sahut Sant
"Ibuu ... aku pulaang!" seru Yasmin saat tiba di rumahnya sepulang skolah. Dia melihat ke sekelilingnya yang nampak sepi, ketika masuk pun tidak tampak ibu dan neneknya di ruang tengah. "Bu, Nenek," panggilnya. Dia menengok ke kamar ibunya, ia merasa lega ketika ibunya itu sedang terbaring di tempat tidur dengan terlelep. Karena terlihat begitu pulas, gadis kecil itu mengurungkan niatnya untuk membangunkan Ayuni. Yasmin pun mencari Bu Ratih setelah mengetahui neneknya itu tidak ada di kamarnya. Dia mencoba mencari ke belakang rumah, siapa tahu neneknya itu sedang menyiram tanaman-tanaman di sana. Namun, dia tidak menemukan neneknya itu. "Haah ... pasti nenek kabur dan kelayapan lagi," ucap Yasmin, dengan menghela napas. Itu memang sering terjadi, akan tetapi dia selalu pulang dengan diantarkan oleh para tetangga yang mengetahui jika Bu Ratih mempunyai alzheimer dan memang sudah tua. Yasmin memutuskan membangunkan Ayuni untuk mencar
Bramantyo meninggal! Inikah maksud dari ucapannya yang mengatakan tidak akan menggangu Ayuni lagi? Ayuni benar-benar lemas, harus seperti ini jalan takdir yang dilaluinya. Baru saja dia menerima kenyataan pahit, kabar buruk lain sudah datang menghampiri. "Pak Bram," lirih Ayuni. Dia bahkan belum sempat memanggilnya ayah atau papa, tapi laki-laki itu sudah pergi meninggalkannya. Bu Ratih yang mendengar itu tampak heran, Penyakit alzheimer yang dideritanya membuat dia sedang tidak mengingat Bram. Tania lalu membuka tasnya dan menyerahkan surat yang ditulis oleh Bram, sebelum dia meninggal. "Ini surat yang dia tulis untukmu," ucap Tania. Ayuni menerima surat itu dan memandang dengan sendu surat yang beramplop putih itu. "Aku baru tiga kali saja bertemu dengannya, saat terakhir kali bertemu sebenarnya begitu banyak yang ingin aku ceritakan padanya. Mengapa dia datang jika akhirnya harus pergi lagi?" li