Share

60. Pengadilan

Penulis: Evie Edha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

60. Pengadilan

***

Semenjak Tuan Yarendra keluar dari rumah sakit beberapa hari lalu, Rasya dan juga Ava tidak pernah lagi tinggal di rumah mereka. Keduanya sama-sama tinggal di rumah keluarga Tuan Yarendra. Hal itu dilakukan karena permintaan Ava beberapa waktu lalu mengenai perceraian.

Jangan tanyakan bagaimana bahagianya Kafka saat itu. Ia selalu melayani Ava bak dia adalah suami siaga di mana sang istri tengah hamil. Beberapa kali Desi yang memang marah pada Ava menegur putra bungsunya akan sikap berlebihan itu.

Pernah mulut Desi kembali berulah dengan kata-katanya yang sangat menyakiti Ava. "Katanya dia hamil dengan kamu, yang berarti bukan suaminya. Jangan-jangan, itu juga bukan anak kamu melainkan Pria lain."

"Mama!" Kafka yang mendengar itu tentu saja marah. Bahkan ia sampai berdiri dan membanting sendok pada tangannya.

Jan

Evie Edha

Ava dan Rasya benar-benar berpisah. Lalu kenapa Clara seperti tidak bahagia?

| Sukai
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Menjadikanmu Milikku   61. Pembatalan

    61. Pembatalan *** Rasya menjalankan kendaraannya setelah memastikan Ava memasuki lobi apartemen. Ia melirik Clara yang hanya membuang pandangan ke arah luar kaca. Padahal, seingatnya tadi sang kekasih hanya menatap ke depan. "Kamu kenapa tidak membalas ucapan Ava?" tanya Rasya yang memecah keheningan di dalam mobil. Tidak ada jawaban dari Clara membuat pria itu menghela napas dalam. "Seharusnya kamu tidak bersikap demikian, Cla." Tepat setelah ia mengatakan hal demikian, Clara menatapnya cepat. Betapa terkejutnya ia mendapati wajah sang kekasih yang sembab karena air mata. "Kamu pikir, aku setega itu? Kamu pikir, aku tidak merasa bersalah pada Ava? Aku tertekan, Sya. Aku sedih," ucap Clara dengan air mata yang masih mengalir. "Bagaimanapun dia adalah sahabat aku. Karena aku kehidupanny

  • Menjadikanmu Milikku   62. Lamaran

    62. Lamaran *** Kafka menatap apa yang ia siapkan dengan perasaan puas. Semua yang ia lakukan seharian ini, terpampang nyata di hadapannya. Sesuai dengan keinginannya. Perasaan bahagia membuncah seketika dalam hati. Sebentar lagi, sebentar lagi apa yang ia inginkan akan segera terwujud. "Semuanya sudah siap. Tinggal kau membawa Ava datang kemari dan lakukan apa yang mau kau lakukan," ucap Ziqry yang berdiri di samping Kafka. Kafka menepuk pundak temannya itu dengan keras, tidak menghiraukan Ziqry yang meringis kesakitan. Pasalnya, ia terlalu bahagia saat ini. "Terima kasih karena sudah mau membantuku mempersiapkan semua ini." Sedikit ditambah remasan pada bahu pria di sampingnya, bukan menyakiti akan tetapi sebagai penyalur rasa bahagianya saat ini. "Sialan, kau!" Ziqry menepis tangan Kafka. Tidak ada kemarahan, hanya ada tawa dari bibir pria bermat

  • Menjadikanmu Milikku   63. Kecelakaan

    63. Kecelakaan *** "I can't," ucap Ava. Degupan jantung Kafka terasa semakin kencang. Kekhawatiran menguasainya dirinya, tetapi Kafka masih tetap berusaha untuk tenang. Pria bermata tajam itu tersenyum. "Aku tahu. Kamu tidak bisa. Tidak bisa menolak, bukan?" Terdengar tangis Ava yang menjadi isakan kecil. Perempuan yang ia cintai itu kembali menggelengkan kepalanya. "Maaf, Kaf. Maaf. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa menerima kamu." Raut kekecewaan kini terpatri di wajah Kafka. Genggaman tangannya pada tangan putih mulus milik Ava mulai melonggar, pertanda bahwa si empunya mulai melepaskan diri dari jeratannya. Setelahnya ia melihat Ava yang pergi menjauh dari dirinya dengan pandangan kosong. Kafka yang masih terkejut akan jawaban itu hanya bisa mematung, berusaha mencerna bahwa wanita yang ia cintai hanya mengerjai dirinya. *** Ava terus berl

  • Menjadikanmu Milikku   64. Kehilangan

    64. Kehilangan *** Kafka merasa tidak sabar melihat brankar yang masih didorong dari ambulance yang ditumpangi menuju rumah sakit. Ia merasa para perawat laki-laki itu terlalu lama melakukannya. Padahal, para perawat itu juga bertindak dengan cekatan ketika ambulance sudah memasuki area Rumah Sakit. Tanggapilah dengan wajar sikap Kafka ini. Perasaan panik yang pria itu rasakan saat ini membuat semuanya terasa salah di matanya. Kafka terus menggenggam erat tangan Ava. Tidak melepaskannya sedetik pun saat barankar berjalan menyusuri lorong panjang rumah sakit. Sebuah ruangan sudah menyambut mereka, Kafka terus melangkah ingin turut masuk bermaksud menemani perempuan yang dicintai. Namun, seorang perawat wanita mencegahnya.

  • Menjadikanmu Milikku   65. Pilu

    65. Pilu *** Kafka memegang erat tangan Ava yang masih terlelap. Beberapa saat lalu dokter harus menyuntikkan obat penenang untuk perempuan ini Karena di saat pertama kali sadar, Ava menanyakan keberadaan anaknya yang tidak lagi dapat dirasa dalam perutnya. Tentulah kabar yang diberikan dokter membuat Ava mengamuk. Perempuan itu syok tentunya. Merasa tidak terima, kecewa dan marah pada dirinya sendiri hingga ia menyakiti tubuhnya. Kafka semakin merasa tidak berdaya. Merasa semakin tidak berguna saat melihat keadaan Ava. Belum bisa dirinya mewujudkan kebahagiaan yang ia inginkan bersama Ava, semua musibah harus datang menerpa.

  • Menjadikanmu Milikku   66. Pelajaran

    66. Pelajaran *** Kafka menutup pintu ruangan Ava ketika ia ingin menerima sebuah panggilan. Ia menatap dalam sebuah nama yang tertera pada layar benda pipih di tangannya. Digesernya warna hijau lalu mendekatkan ponsel pada telinga. "Bagaimana?" tanyanya ketika panggilan tersebut telah tersambung. Ia dengarkan dengan saksama penjelasan dari seseorang. "Baik. Aku akan segera ke sana." Ia memegang erat ponsel di tangannya, memandang ke depan dengan tatapan amarah. Seperti ada sesuatu yang sangat ingin ia tuntaskan. "Sebentar lagi." Memasuki kamar rawat Ava, Kafka bermaksud untuk berpamitan pada perempuan yang ia cintai. *** Kafka memarkirkan mobilnya di rumah tua yang tidak terpakai, terbengkalai karena yang punya meninggalkannya begitu saja. Ia menatap bangunan yang tampak kotor di mana tanaman merambat seolah menutupi beton yang ber

  • Menjadikanmu Milikku   67. Pergi

    67. Pergi *** Seorang wanita paruh baya tengah menangis tergugu di dekapan sang suami. Pasangan suami istri itu menatap sedih keadaan putri mereka yang terbaring lemah di salah satu kamar rumah sakit. Kondisi putrinya sungguh memprihatinkan. Luka sayatan di wajah dan lengan tangannya meninggalkan bekas yang sangat kentara. Keluarga ini pun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Yang mereka ingat, mereka mendengar teriakan putri mereka di tengah malam. Saat mereka menghampiri putrinya, mereka menemukan keadaan putri mereka dengan luka di sekujur tubuh. “Pa, sebenarnya apa yang terjadi dengan putri kita?” tanya wanita paruh baya itu pada sang suami. Wajahnya sembab dipenuhi air mata. Kulit putih kini sudah memerah akibat terlalu banyak tangis yang dikeluarkan. “Papa juga tidak tahu, Ma.” Keduanya kembali menatap nanar putri mereka yang masih belum sadarkan diri. Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh. Terlihat tiga ora

  • Menjadikanmu Milikku   68. Penyatuan

    68. Penyatuan ***"Apa?" tanya Kafka dengan teriakkan. Membuat Yarendra dan Desi terkejut. "Kamu ini, bisa tidak, sih, tidak usah pakai teriak, Kaf?" peringat Desi pada Kafka. "Ava mau apa ke Bali, Pa?" "Papa tidak tahu, Kafka." Kafka berdecak. Tanpa kata, ia berlari keluar untuk pergi ke apartemen Ava. *** Ava memasukkan baju-baju pada kopernya. Semua barang-barang yang ia butuhkan sudah ia kirimkan terlebih dahulu. Agar memudahkan dirinya di perjalanan. Gebrakan pintu yang terbuka secara kasar membuat ia terkejut. Ava menghela nafas kala ia melihat siapa pelakunya. "Kafka, kamu membuat aku terkejut," gerutu Ava. Tanpa kata, Kafka mendekati Ava dan mengeluarkan semua baju-baju Ava yang telah susah payah Ava tata dengan rapi di dalam koper. "Kafka, kamu apa-apaan?" Masih den

Bab terbaru

  • Menjadikanmu Milikku   96. Ending

    96. Ending ***Empat tahun kemudian. "Darren. Om datang!" teriak Rasya ketika memasuki rumah besar Tuan Yarendra. "Lihat nih Om bawa apa?" teriaknya lagi dengan mengangkat tangan kanan di mana sebuah paperbag terlihat di sana. Sedang tangan kirinya senantiasa merangkul pinggang Clara di mana keduanya saling melempar senyum. Pasangan pengantin baru ini berjalan memasuki rumah lebih dalam. "Om, Rasya." Seorang bocah dengan kaus berwarna merah bergambar super hero yang katanya selalu diidolakan. Langkah kaki mungilnya mendekati Rasya. Sontak saja Rasya melepaskan rangkulannya pada Clara, berjongkok dan menyambut kedatangan keponakan tercintanya. "Apa kabar jagoan?" "Baik, Om," jawabnya polos dengan senyuman yang menampilkan deretan gigi mungilnya. Pandangan iris hitam legam itu mengarah

  • Menjadikanmu Milikku   95. Menjadi Orang Tua

    95. Menjadi Orang Tua***Suara tangis mungil memecah keheningan malam di mana semilir angin syahdu di luar ruangan memeluk semesta. Cahaya temaram lampu tidur itu tak mampu lagi menenangkan si pemilik daksa kala suara yang menjadi kebanggaan mereka akhir-akhir ini menyapa indra pendengaran.Iris mata hitam legam juga bola mata hazzle itu mengerjap beberapa kali, berusaha menyadarkan diri akan sebuah alarm merdu dari pangeran kecil yang berada pada box kayu yang terletak tidak jauh dari ranjang keduanya.Kafka bangkit lebih dulu, dengan tangan kanan ia mengucek mata. Tangis semakin keras terdengar, bertepatan dengan Ava yang juga mendudukkan diri ia bangkit dari ranjang, menyalakan lampu lalu mendekati box bayi dan melihat putranya menangis."Oh, Sayang. Anak Papa kenapa menangis?" Ia mengulurkan tangan, memegang dagu little

  • Menjadikanmu Milikku   94. Kembali Utuh

    94. Kembali utuh***Suasana aqiqahan putra pertama Kafka diadakan di rumah keluarga besar Yarendra. Ini semua dikarenakan Desi tidak memperbolehkan Kafka dan Ava pulang ke rumah mereka lebih dulu.Selain Desi yang ingin tinggal bersama cucu pertamanya, ia juga ingin membantu merawat anak Ava. Desi tidak ingin menantunya itu merasa kerepotan karena merawat anak mereka seorang diri. Jika Kafka mengatakan dia ingin menyewa seorang pengasuh bayi, Desi selalu mengatakan, “Dirawat keluarga sendiri lebih baik daripada orang lain.” Apa yang diucapkan Desi dibenarkan oleh Kafka dan Ava.Alhasil, Ava dan Kafka pun menuruti keinginan Desi untuk tinggal. Bagaimanapun, mereka juga tahu bagaimana Desi begitu menginginkan hadirnya seorang cucu sejak dulu."Darren sedang apa, Sayang?" tanya Kafka yang baru saja

  • Menjadikanmu Milikku   93. Welcome Darendra

    93. Welcome Darendra***“Sayang, hati-hati!" teriak Kafka saat melihat Ava langsung membuka pintu mobil dan turun begitu saja. Baru saja mobilnya berhenti di depan rumah orang tua Kafka. Namun Ava sudah membuat ia jantungan dengan tingkahnya yang tidak bisa diam. Kehamilan Ava sudah memasuki usia sembilan bulan. Perkiraan Dokter Ava akan melahirkan sekitar seminggu lagi. Bukannya membatasi ruang geraknya, Ava malah semakin menjadi.Jika Kafka melarangnya, Ava akan selalu menjawab, “Sayang, kata orang dulu, saat kehamilan kita menginjak usia tua, atau mendekati hari kelahiran, kita harus banyak gerak. Biar nanti proses kelahirannya lancar dan mudah. Kalau perlu nih, ya, aku harus mengepel rumah sambil jongkok.” Jangan tanyakan wajah Kafka saat Ava mengatakan Ava harus mengepel lantai dengan berjongkok. Kafka segera tu

  • Menjadikanmu Milikku   92. Kedatangan Ava

    92. Kedatangan Ava.***Suara pintu diketuk membuat ia membenahi jasnya. "Masuk," ucapnya tegas.Betapa terkejutnya Kafka ketika melihat wanita tadi yang memasuki ruangannya. Oh tidak. Ia lupa tidak memberi pesan pada Rai mengenai wanita ini yang tidak diinginkan kedatangannya."Selamat siang, Pak Kafka," sapanya dengan senyum yang dibuat manis. Percayalah. Bagi Kafka tetap manis senyum Ava.Wanita itu berjalan ke arah meja Kafka dengan berlenggak-lenggok menampilkan bokong sintalnya. Bukannya tergiur, Kafka malah merasa muak."Selamat siang, Ibu Rachel."Wanita bernama Rachel itu bukannya duduk di kursi yang tersedia, melainkan duduk di meja Kafka tepat di samping pria itu. Telunjuknya bergerak pelan di atas meja. "Bagaimana kalau panggil Rachel saja?"Kafka menarik tangannya dari atas meja k

  • Menjadikanmu Milikku   91. Terima kasih, Sayang.

    91. Terima kasih, Sayang. ***Kafka memandang horor ibu-ibu berdaster di depan mobilnya. Ia menatap Rani yang menampakkan raut wajah tidak enak hati padanya. Wanita itu mendekati ibunya."Bu. Bukan. Ini atasannya Rani di kantor," ucapnya pelan namun masih bisa didengarkan Kafka.Bola mata ibu Rani semakin terkejut. "Kamu pacaran sama bos kamu?""Wah. Rani dapat pacar bos besar," ucap ibu-ibu yang lain.Rani menepuk keningnya. Sedangkan Kafka melipat tangan di depan dada merasa tidak perlu meladeni mereka. "Bukan ibu-ibu!" teriak Rani.Ia menunjuk keberadaan Kafka. "Dia bos Rani. Sudah punya istri. Dia datang mau beli rujaknya Mbak Wati. Soalnya istrinya lagi ngidam.""Oalah." Terlihat jelas raut kekecewaan di wajah ibu-ibu itu."Mari, Pak saya antar ke warung Mbak Wati." Kafka mengangguk. Ia b

  • Menjadikanmu Milikku   90. Rujak

    90. Rujak***Kafka baru saja keluar dari ruang meeting bertepatan dengan ponselnya yang berbunyi. Nama Ava yang tertera membuat pria itu segera menggeser tombol hijau ke atas, ditempelkan benda pipih itu ke telinganya."Ya, Sayang," sapanya. Ia sedikit memberikan senyum hangat pada kolega yang baru saja keluar dari ruang rapat bersama dengan Rasya."Sayang. Aku pengen rujak. yang—""Rujak, ya? Siap. Akan aku belikan sekarang juga. Sabar, ya, Sayang," ucap Kafka. Ia melangkah cepat ke ruangannya. Setiap Ava meminta sesuatu untuk kehamilannya Kafka selalu bersemangat."Tapi—""Tenang, Sayang. Aku akan carikan. Apa pun yang kamu mau akan aku belikan. Bahkan kalau aku harus mencarinya ke ujung dunia, akan aku lakukan untukmu. Sudah dulu, ya. Aku akan mencarinya."Ia memasuki ruangan p

  • Menjadikanmu Milikku   89. Sabar

    89. Sabar*** "Begini?""Potongannya nggak rapi.""Begini?""Matengnya nggak rata.""Begini?""Bentuknya nggak kayak hati.""Begini?""Kuningnya pecah." "Begini?""Sayang. Bentuknya kurang sempurna." Kafka meremas dan mengacak rambutnya kasar, merasa frustrasi dengan apa yang diinginkan sang istri. Ini ke sekian kali ia mencoba tetapi tidak ada satu pun yang pas dengan yang dikehendaki Ava."Yang bagaimana lagi, Sayang?" tanya Kafka dengan wajah yang menunjukkan kekesalan.Tahu apa yang terjadi pada suaminya, bibir Ava mengerucut. Ia melipat tangan di depan dada sembari membuang muka ke samping. "Tapi memang semuanya tidak ada yang sesuai seleraku," ucapnya cemberut."Ini udah pas, Sayang.""Belum." Tahu apa yang diminta Ava pada Kafka pagi ini sebagai menu sarapannya? Telur cep

  • Menjadikanmu Milikku   88. Permintaan Tengah Malam

    88. Permintaan tengah malam.***Waktu menunjukkan pukul setengah satu dini hari. Dua insan tengah berbaring di ranjang ukuran king size pada sebuah kamar. Hanya saja, ada yang membedakan di antara keduanya.Jika salah satu dari mereka tengah terlelap dalam tidur nyenyak, maka salah satu dari mereka masih membuka kelopak matanya dengan lebar. Iris hazzle itu bergerak ke atas, bawah, kanan dan kiri. Memutar beberapa kali. Meneliti setiap apa yang bisa dijangkau pandangan.Baru saja Ava terbangun dari tidur lelap ya. Sesuatu membuat dirinya merasakan rasa ingin yang teramat sangat. Wanita itu menggigit bibir bawah, sesekali melirik keberadaan sang suami yang masih tertidur.Ada keraguan dalam dirinya untuk meminta apa yang diinginkan pada Kafka. Hanya saja, kalau tidak diwujudkan ia merasa gelisah.

DMCA.com Protection Status