Selena menatapi Damian yang sekarang sedang bekerja sementara dirinya sedang membaca sebuah novel untuk meredakan rasa bosannya. Dia juga mulai bosan dengan novel yang sedang dia baca. Ketertarikannya bukan sedang pada buku, tapi pada hal lain. Dia mendengus, dan suaranya berhasil menarik perhatian Damian yang langsung melirik ke arahnya sebagai bentuk perhatiannya.
“Ada apa lagi? Apa kau masih merasa bosan? Jika kau tetap memaksa untuk keluar, bukankah kau sedang bersembunyi dari ayahmu saat ini?” tanya Damian.“Aku sudah tidak ingin keluar tapi aku benar-benar bosan karena tidak melakukan apa pun. Novel ini juga bercerita tentang politik, aku tidak tertarik sama sekali pada politik,” keluhnya.“Lalu, apa yang kau inginkan? Tanganku sedang pegal sekarang, aku akan mendengarkanmu dalam lima belas menit, setelahnya aku akan melanjutkan pekerjaanku, bagaimana?” Damian mengangkat alisnya, kali ini dia akan menemani Selena bicara aga dia tidak bosan.<Arsella berjalan bersama seorang pelayan menuju ke taman bunga. Dia hendak menikmati teh di taman bunga sambil belajar, terlihat dari buku tiga tebal yang dibawakan pelayan. Dan kebetulan sekali, di sana ada Axel yang sedang mengerjakan sesuatu juga. Itu membuat Arsella meneguk ludahnya, antara gugup dan ada kegembiraan saat bertemu dengannya. “Apa yang kau lakukan di sini?” Arsella menghampirinya dan menatapi Axel yang masih fokus. Axel menoleh, menatapnya sejenak dan kemudian menghela nafasnya sambil mengambil barangnya. Dari nada bicara Arsella, kelihatannya Arsella ingin menggunakan tempat itu untuk dirinya sendiri. Dan sebagai pria yang peka, dia segera minggat sebelum diusir secara kasar olehnya. “Aku bertanya padamu, bukan menyuruhmu pergi,” tekan Arsella seraya melirik pelayannya. Arsella memberikan isyarat agar pelayan itu menaruh buku bawaannya di meja yang sama. Meja itu luas, jadi masih ada banyak tempat tersisa meski digunak
Selena menatapi handphonenya dengan bingung saat melihat Axel meneleponnya. Setelah dirinya bersama Damian selama beberapa hari, Axel sama sekali tidak berusaha menghubunginya. Namun, secara tiba-tiba, dia menghubunginya. Padahal Axel bisa saja menghubunginya di awal-awal. Tanpa pikir panjang, Selena mengangkat teleponnya. Toh, sekali pun dilacak, dia sekarang di mansion Damian yang sedang dijaga ketat. Dan Damian juga sedang sama sekali tidak jauh darinya.“Halo?” Selena memulai obrolan terlebih dahulu. “Selena...” “Ya?” Selena mengerutkan dahinya, saat mendengar suara Axel lebih lirih saat memanggilnya. “Bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja?” “Mm, aku baik.” Selena sedikit bingung tapi menanyakan kabar setidaknya bukan hal aneh. “Aku yakin kau menghubungiku bukan hanya untuk menanyakan kabarku. Apa yang kau inginkan? Apa ini perintah ayahku? Apa kau melakukan ini karena ayahku?” tanya Selena. Axel terd
“Apa? Apa yang dikatakan padamu?” Damian mengerutkan keningnya. Tanpa sadar tangan pria itu sudah berada di bahu Selena, meraihnya untuk menenangkan Selena yang kelihatannya syok. Selena tampak tak mempercayai sesuatu, yang membuatnya terlihat linglung. “Ibuku... benar adanya dia sedang bersembunyi dan tak menunjukkan kehadirannya sama sekali. Ayahku mungkin pernah bertemu dengannya sekali atau dua kali. Hingga ayahku merasa tak nyaman dan gelisah tentang keberadaan ibuku. Makanya, dengan terungkapnya keberadaan aku, ayahku sengaja membujukku agar tinggal bersamanya hingga aku berada di bawah pengawasannya. Ayahku akan memancing ibuku keluar dan melakukan sesuatu yang aku belum tahu apa itu.” Selena menghela nafasnya. Dia sedikit tegang, menyadari jika selama bersama ayahnya, saat dia menikmati kekayaan ayahnya, dia sedang mendorong dirinya sendiri ke jurang. Damian mengerutkan keningnya. “Kenapa Axel memberitahumu hal itu? Bukankah seharusnya
“Ayo kita hubungi Selena dan Damian tentang informasi yang kita temukan ini. Selena mungkin akan kaget jika mengetahui Axel sebenarnya adalah saudara angkatnya. Hahaha.” Tawa pria tua itu terdengar renyah. Dia tidak bisa tidak menertawakan fakta itu. Meski agak miris jika harus memberitahu Selena kalau ibunya lebih memilih merawat anak adopsinya dari pada st putrinya. Apa pun alasannya, entah itu bisa diterima Selena atau tidak. Di balik itu semua, Hendry juga agak menyayangkan tentang perilaku Sabrina yang justru telah menghancurkan masa muda anaknya. Pertemuan Selena dengan Damian tetaplah bukan sesuatu yang seharusnya terjadi. Terikat atas apa yang terjadi pada Selena awalnya, sepertinya tetap tidak bisa diperbaiki sama sekali. Di kemudian hari, bersama atau tidaknya mereka adalah suatu masalah. Karena kini, Hendry bisa melihat cinta di mata Damian terhadap Selena. Tapi dari Selena, dia hanya melihat gadis yang dulunya terlihat punya rasa takut pada
“Aku akan pergi menemui Selena dan membawanya ke sini. Kami sudah berjanji hanya akan bertemu berdua. Aku tidak ingin mengkhianati Selena sama sekali. Aku tidak mau membawa siapa pun selain diriku sendiri.” Axel menghadap ke arah Derek, menyatakan apa yang akan dia lakukan malam ini. Derek menganggukkan kepalanya, sepertinya berusaha memahami keputusan Axel tersebut. Yang tentunya semua dia lakukan untuk Selena dan menjaga kepercayaan Selena untuk hubungan mereka di masa depan. Dan Derek akan menyetujui permintaan Axel untuk pergi sendirian. “Ya, kau bisa pergi sendirian jika itu maumu,” jawab Derek. “Anda mempercayaiku, bukan? Aku tidak akan mengkhianatimu karena tidak memiliki siapa pun lagi sebagai fondasi diriku sendiri.” Axel menatap Derek, dari tatapannya tampak meyakinkan. Derek menghela nafasnya dan menatap Axel. Dia menganggukkan kepalanya lagi, berusaha meyakinkan dirinya tentang Axel. Lagi pula, Axel tak akan berani mengkhianati dir
Selena menatap Axel yang sudah menunggunya di restoran. Melihat keadaan sekitar, Selena bisa mengetahui kalau Axel sendirian. Karena beberapa orang yang ada di dalam restoran adalah anak buah Damian yang sudah mengawasi dari sebelum Axel datang dan mereka memberikan informasi jika pria itu datang sendirian. “Axel menepati janjinya,” ucap Selena sambil mengambil tasnya, dia masih di dalam mobil bersama dengan Damian yang saat ini menatapnya dengan tatapan kesal karena Selena harus menemui Axel. Selena awalnya tak begitu memperhatikan hal tersebut, sampai dia menyadarinya dan tersenyum ke arah Damian dengan sedikit ragu. Sebenarnya dia juga agak ngeri kalau-kalau dia membuat Damian marah. Damian masih berpotensi melakukan hal keji padanya, walau kemungkinannya lebih kecil. “Ini hanya akan memakan waktu sebentar. Dan aku yakin dia tidak akan melakukan apa pun selain bicara sesuai janjinya. Aku mengenalnya dengan baik.” Selena berusaha menghibur Damian.
“Aku sedikit kecewa padamu. Tapi apa boleh buat? Karena kau mungkin merasa terancam untuk saat ini. Aku bisa mengerti itu. Sampai-sampai kau mencari bantuan pada Damian, berlindung padanya. Kau memilihnya dari pada aku. Padahal kau bisa bicara denganku,” gumam Axel. Suara rendah Axel membuat Selena merasa sedikit bersalah atas segala tindakannya hari ini. Dia melanggar janjinya untuk datang sendirian, dia juga meragukan Axel lewat minumannya. “Aku tidak bisa mempercayaimu adalah benar adanya. Kau terlalu menunjukkan kedekatanmu dengan ayahku, itu memuakkan. Kau tahu aku ditelantarkan olehnya dulu dan malah berada di sisinya. Itu benar-benar memuakkan,” balas Selena, dia menekan ucapannya sendiri. “Aku berada di sisinya bukan tanpa alasan. Kau sendiri adalah satu-satunya alasan aku berada di sana. Aku berada di pihakmu. Dan ingin selalu berada di pihakmu. Makanya saat kau akhirnya kembali pada ayahmu, aku pun mendekati ayahmu,” jelas Axel. Kedu
“Ya, semirip itu kau dan ibumu. Pada awalnya, aku sama sekali tidak menaruh perasaan apa pun untukmu dan hanya akan menganggapmu sebagai adikku. Namun, lama kelamaan, perasaan itu tumbuh tanpa permisi. Aku sampai memohon pada ibumu untuk mengencanimu. Dan pada akhirnya, di sinilah kita. Hubungan kita sudah berakhir.” Axel mempersingkatnya. Dia terkekeh miris dengan kalimatnya sendiri. Menyinggung dirinya sendiri dan mengingatkan bahwa hubungannya dengan Selena telah usai. Namun, bukan berarti dia akan menyerah juga. Selena mengerjapkan matanya, sedikit tak percaya dengan apa yang dia dengar dari Axel. Raut wajahnya terlihat agak sedih, mengetahui ibunya lebih memilih merawat dan membesarkan orang lain ketimbang putrinya sendiri yang telah melalui banyak hal. “Aku akan menjelaskan sisanya nanti. Bagaimana jika kita pergi sekarang untuk menemui ibumu? Sebenarnya, saat ini posisi kita tidak aman sama sekali,” ucap Axel tiba-tiba.Axel melirik hand
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann