Merry memasuki kamar itu dengan penampilan yang agak berantakan. Dia kelihatannya sedang marah dan kesal hingga rambutnya saat itu tak terlihat rapi seperti biasanya. Nafasnya juga terengah-engah seolah dia baru saja berlari dengan jarak yang jauh.
Ditatapnya sosok Damian yang sedang berdiri di dekat Selena. Selena menatapi Merry tanpa tertarik dengan apa yang membuat Merry datang dengan kondisi seperti itu.“Wah, apa ini? Kau menghilang setelah kejadian itu dan justru bersembunyi di sini? Bersama dengan Selena? Betapa romantisnya!” ucap Merry sambil menatap Damian, dia kelihatannya cemburu.Selena menatap ke arah lain dengan datar, dia sama sekali tak ingin terlibat dalam pertengkaran itu namun karena dia harus berada di ruangan itu, mau tidak mau, dia tak bisa menghindari keterlibatannya. Jika bisa, dia ingin menyuruh Damian membawanya keluar dan bertengkar di luar.“Apa yang membuatmu kemari?” Damian menatapi Merry tanpa rasa bersalah samaMimpi buruk menghantui Selena saat dia berusaha beristirahat. Dia kemudian terbangun dari mimpi buruknya yang terus mana dia terus menyaksikan bagaimana Axel disiksa. Dan di dalam mimpinya, sosok Damian justru melakukan hal yang lebih kejam lagi. Yang mana membuatnya tak ingin kembali tidur malam itu, dia benar-benar takut untuk menghadapi mimpi buruk. “Dia iblis...” gumam Selena saat duduk dan memeluk lututnya. Dia memeluk lututnya untuk mendapat rasa aman dan nyaman. Untuk melampiaskan ketidaktenangan hatinya dan rasa gundah di hatinya. Matanya terlihat lelah untuk menangis. Memikirkan tentang apa yang terjadi, padanya dan Axel membuatnya benar-benar sedih. Tak ada peringatan tentang hal ini akan menimpanya. Benar-benar menyedihkan jika teringat bagaimana Axel yang kelihatannya berusaha untuk menjalani hidup normal bersamanya. “Kau akan menikahiku?” Selena menatap Axel, yang duduk di belakangnya, memberikan dadanya untuk bersandar.
Sedetik kemudian, Selena diseret oleh Damian menyusuri koridor yang Selena tak ketahui dia akan dibawa ke mana. Selena terlihat takut dan tegang. Dia menyadari apa yang baru saja dia lakukan, untuk itulah sekarang dia merasa ketakutan dan perasaannya mengatakan akan terjadi sesuatu yang tidak beres. Ini membuatnya sangat gelisah. “Lepas! Lepaskan aku!” rengek Selena, dia terlihat sangat takut untuk apa yang akan dilakukannya. “Wah, aku benar-benar mengapresiasi keberanianmu. Kau tahu, seharusnya kau menggunakan sesuatu yang lebih tajam dari garpu untuk melakukan penyerangan secara cepat. Karena lawanmu adalah aku.” Damian berhenti sejenak dan menatap ke arah Selena dengan senyum sarkas. Selena menatap Damian dengan mendongkak, dia bisa merasakan bagaimana tinggi Damian sangat mampu mengintimidasinya. Dan tangannya yang seperti ranting saat bisa dipatahkan oleh Damian kapan saja. Namun, sepertinya dari tadi Damian cukup menahan diri. “Jika kau
Bibir Damian terus berperang dengan bibir Selena. Dia terus menyerang sementara Selena tampaknya hanya berusaha mengimbanginya, agar Damian tak begitu kesal padanya. Dia terlihat kewalahan dalam menghadapi bagaimana rakusnya Damian terhadap bibirnya. Hingga Damian berhenti dengan sedikit terengah-engah, berbanding terbalik dengan Selena yang nafasnya benar-benar menjadi cepat. Selena menatap ke bawah, tak punya nyali untuk menatap Damian. Sementara Damian kemudian mengangkat rahang Selena agar menatapnya. “Kau siap untuk hukumanmu yang sebenarnya?” tanya Damian sambil terkekeh pelan. “Apa? Bukankah yang tadi itu...?” Selena mengerutkan dahinya dan menatap Damian ragu. “Bukan, itu bukan hukuman. Kau sebut itu hukuman? Bukankah itu terlalu ringan untukmu? Dan juga, kau sangat menikmatinya tadi. Hukuman ada untuk mendisiplinkan, bukan untuk dinikmati.” Damian menggelengkan kepalanya, dia tidak menjauhkan wajahnya dari Selena dan tetap membuat Selena berada di kungkungannya. Damian m
“Tuan? Tuan Damian? Tuan! Tuan!” Luca terus mengetuk pintu kamar Selena itu. Yang mana membuat Damian langsung membuka matanya, begitu pula Selena yang merasa terganggu. Dan begitu membuka mata, Damian bisa melihat rambut Selena yang berada tepat di depan wajahnya. Dia memeluk Selena dengan erat saat itu, dan Selena yang sepertinya baru bangun belum menyadarinya. Selena menggeliat di depannya, saat tangan Damian yang berada di pinggangnya itu membuat tubuh Selena sangat menempel padanya. Dan di waktu Selena menggeliat, bokongnya yang terangkat justru mengenai pinggang bagian tengah Damian, yang membuat sesuatu terbangun. “Hngg...” Selena terus menggeliat dan kelihatannya dia belum sadar sama sekali meski matanya telah terbuka, dia hanya menatap lurus ke depan dan berkedip setelah menggeliat. “Oh, sial,” umpat Damian saat melepaskan Selena dan berusaha menidurkan kembali apa yang bangun. Selena menoleh ke arah Damian. Dia saat itu han
“Lepas! Lepaskan! Lepaskan! Biarkan aku berjalan sendiri! Lepaskan!” Selena meronta dan memberontak saat dipaksa untuk mengikuti anak buah Damian yang diperintahkan untuk membawanya dari kamarnya. Dan Selena diseret menuju ke tempat Axel saat itu juga. Dia benar-benar baru terbangun dari tidurnya saat dua orang pria datang untuk menjemputnya secara paksa. “Ah, aku belum tidur dengan puas tadi.” Cassy mengeluh. Di sebuah ruangan terbuka, Merry bersama yang lainnya berkumpul saat itu. Semuanya tampak lengkap. Sarah, Hera, Yna, Cassy dan Rose juga di sana. Keenamnya sedang menikmati teh untuk menenangkan diri mereka atas keributan yang terjadi pagi-pagi buta di mansion. Suara Selena terdengar oleh keenamnya, yang membuat keenamnya menoleh. Dan Selena bersama dua pria itu muncul dari salah satu lorong. Selena terdiam, saat menatapi mereka semua. Dan mereka menoleh ke arah Selena dengan sedikit bingung, kecuali Merry tentunya. “Selena? Bu
“Apa yang kau lakukan?!” Axel meninggikan suaranya hingga terdengar serak dan kerongkongannya ikut bergetar juga. Harvest mengangkat alisnya saat menatap Damian yang sepertinya sudah memulai apa yang telah dia rencanakan. Harvest hanya terkekeh sambil berbalik dan keluar dari ruangan itu untuk memberikan Damian dan Selena privasi. Dan acara siaran langsung itu hanya akan mendapat satu penonton, Axel. Ketika cengkeraman tangan Damian pada rahang Selena mengeras, menandakan betapa inginnya dia memiliki sesuatu yang bukan miliknya, menyiratkan betapa banyaknya hasrat yang telah dia pendam, ingin rasanya untuk menghancurkan sesuatu yang tak akan bisa dia miliki. Tangan Selena mencengkeram lengan Damian, dan berusaha menarik tangan Damian. Atau setidaknya menjauhkan Damian dari dirinya. Dia yakin, Axel melihat ini dan dia tak ingin itu semua terus berlanjut. Namun, usaha keras Selena tak akan sebanding dengan kekuatan Damian. Melihat Selena berusaha untuk melakukan pemberontakan, Damia
Axel terus memberontak dari tempatnya, dia terus berusaha berteriak walau suaranya telah direndam oleh kain yang menyumpal mulutnya. Keringat dingin bercucuran di keningnya, membasahi rambutnya yang sudah mulai lepek. “Diamlah dan nikmati pemandangannya! Cambuk ini ada padaku sekarang. Aku bisa saja mencambuk gadismu ini.” Damian menatap Axel sambil melirik Selena. Selena gemetar di tempatnya berdiri berhadapan dengan Damian. Damian kemudian mendudukkan dirinya kembali di kursi dan dia menarik Selena ke pangkuannya. Selena terperanjat sesaat dan duduk di pangkuan Damian dengan gemetar. Tangannya yang berada di bahunya tampak mengepal. Tanpa berkata apa pun lagi, Damian menaruh tangannya di kepala Selena bagian belakang, dan mendorongnya untuk mendekat ke wajahnya hingga dia bisa menciumnya. Dan Selena tak berkutik saat itu. Dia tidak memberikan respons apa pun dan seolah akan membiarkan itu terjadi. Tangan Damian yang satunya berada tepat di pinggang Selena, menyentuhnya dengan le
“Tidak! Kumohon hentikan! Jangan di sini! Lepaskan aku!” Selena yang telah meyakinkan dirinya mulai kehilangan kendalinya. Kali ini dia tidak mengkhianati dirinya sendiri. Dia benar-benar tak menyukai ini. Dia tak suka karena Axel berada di sana, memejamkan mata erat dengan air matanya yang terus menetes membasahi pipinya. Sekuat apa pun Selena menahan suaranya, Damian justru terus memancingnya agar bersuara. Karena dia tahu Axel tak melihat semua ini, dia ingin Axel mendengar hingga bisa membayangkan apa yang bisa terjadi. Dia sendiri sengaja mengeluarkan suaranya, guna membuat Axel lebih tak terkendali. Dia tahu, Axel juga saat ini sedang menahan dirinya. “Kau suka ini, hm? Apa aku berhasil memuaskanmu? Bagaimana di sini?” Damian menatap Selena, dia menggerakkan pinggangnya dari bawah, karena Selena tak kunjung mau bergerak. Selena tak menjawab, dia terus memeluk Damian, berpegangan padanya dengan kuat. Damian melakukannya seperti biasa dan