“Tuan? Tuan Damian? Tuan! Tuan!” Luca terus mengetuk pintu kamar Selena itu. Yang mana membuat Damian langsung membuka matanya, begitu pula Selena yang merasa terganggu. Dan begitu membuka mata, Damian bisa melihat rambut Selena yang berada tepat di depan wajahnya. Dia memeluk Selena dengan erat saat itu, dan Selena yang sepertinya baru bangun belum menyadarinya. Selena menggeliat di depannya, saat tangan Damian yang berada di pinggangnya itu membuat tubuh Selena sangat menempel padanya. Dan di waktu Selena menggeliat, bokongnya yang terangkat justru mengenai pinggang bagian tengah Damian, yang membuat sesuatu terbangun. “Hngg...” Selena terus menggeliat dan kelihatannya dia belum sadar sama sekali meski matanya telah terbuka, dia hanya menatap lurus ke depan dan berkedip setelah menggeliat. “Oh, sial,” umpat Damian saat melepaskan Selena dan berusaha menidurkan kembali apa yang bangun. Selena menoleh ke arah Damian. Dia saat itu han
“Lepas! Lepaskan! Lepaskan! Biarkan aku berjalan sendiri! Lepaskan!” Selena meronta dan memberontak saat dipaksa untuk mengikuti anak buah Damian yang diperintahkan untuk membawanya dari kamarnya. Dan Selena diseret menuju ke tempat Axel saat itu juga. Dia benar-benar baru terbangun dari tidurnya saat dua orang pria datang untuk menjemputnya secara paksa. “Ah, aku belum tidur dengan puas tadi.” Cassy mengeluh. Di sebuah ruangan terbuka, Merry bersama yang lainnya berkumpul saat itu. Semuanya tampak lengkap. Sarah, Hera, Yna, Cassy dan Rose juga di sana. Keenamnya sedang menikmati teh untuk menenangkan diri mereka atas keributan yang terjadi pagi-pagi buta di mansion. Suara Selena terdengar oleh keenamnya, yang membuat keenamnya menoleh. Dan Selena bersama dua pria itu muncul dari salah satu lorong. Selena terdiam, saat menatapi mereka semua. Dan mereka menoleh ke arah Selena dengan sedikit bingung, kecuali Merry tentunya. “Selena? Bu
“Apa yang kau lakukan?!” Axel meninggikan suaranya hingga terdengar serak dan kerongkongannya ikut bergetar juga. Harvest mengangkat alisnya saat menatap Damian yang sepertinya sudah memulai apa yang telah dia rencanakan. Harvest hanya terkekeh sambil berbalik dan keluar dari ruangan itu untuk memberikan Damian dan Selena privasi. Dan acara siaran langsung itu hanya akan mendapat satu penonton, Axel. Ketika cengkeraman tangan Damian pada rahang Selena mengeras, menandakan betapa inginnya dia memiliki sesuatu yang bukan miliknya, menyiratkan betapa banyaknya hasrat yang telah dia pendam, ingin rasanya untuk menghancurkan sesuatu yang tak akan bisa dia miliki. Tangan Selena mencengkeram lengan Damian, dan berusaha menarik tangan Damian. Atau setidaknya menjauhkan Damian dari dirinya. Dia yakin, Axel melihat ini dan dia tak ingin itu semua terus berlanjut. Namun, usaha keras Selena tak akan sebanding dengan kekuatan Damian. Melihat Selena berusaha untuk melakukan pemberontakan, Damia
Axel terus memberontak dari tempatnya, dia terus berusaha berteriak walau suaranya telah direndam oleh kain yang menyumpal mulutnya. Keringat dingin bercucuran di keningnya, membasahi rambutnya yang sudah mulai lepek. “Diamlah dan nikmati pemandangannya! Cambuk ini ada padaku sekarang. Aku bisa saja mencambuk gadismu ini.” Damian menatap Axel sambil melirik Selena. Selena gemetar di tempatnya berdiri berhadapan dengan Damian. Damian kemudian mendudukkan dirinya kembali di kursi dan dia menarik Selena ke pangkuannya. Selena terperanjat sesaat dan duduk di pangkuan Damian dengan gemetar. Tangannya yang berada di bahunya tampak mengepal. Tanpa berkata apa pun lagi, Damian menaruh tangannya di kepala Selena bagian belakang, dan mendorongnya untuk mendekat ke wajahnya hingga dia bisa menciumnya. Dan Selena tak berkutik saat itu. Dia tidak memberikan respons apa pun dan seolah akan membiarkan itu terjadi. Tangan Damian yang satunya berada tepat di pinggang Selena, menyentuhnya dengan le
“Tidak! Kumohon hentikan! Jangan di sini! Lepaskan aku!” Selena yang telah meyakinkan dirinya mulai kehilangan kendalinya. Kali ini dia tidak mengkhianati dirinya sendiri. Dia benar-benar tak menyukai ini. Dia tak suka karena Axel berada di sana, memejamkan mata erat dengan air matanya yang terus menetes membasahi pipinya. Sekuat apa pun Selena menahan suaranya, Damian justru terus memancingnya agar bersuara. Karena dia tahu Axel tak melihat semua ini, dia ingin Axel mendengar hingga bisa membayangkan apa yang bisa terjadi. Dia sendiri sengaja mengeluarkan suaranya, guna membuat Axel lebih tak terkendali. Dia tahu, Axel juga saat ini sedang menahan dirinya. “Kau suka ini, hm? Apa aku berhasil memuaskanmu? Bagaimana di sini?” Damian menatap Selena, dia menggerakkan pinggangnya dari bawah, karena Selena tak kunjung mau bergerak. Selena tak menjawab, dia terus memeluk Damian, berpegangan padanya dengan kuat. Damian melakukannya seperti biasa dan
“Ah, sial...” Axel terengah-engah, karena harus berjalan dengan kondisinya yang tidak prima dan dia diseret dengan kasar oleh orang-orang Damian itu. Jovan dan dua orang wanita mendekati Axel, mereka memastikan kondisinya. Selena menatap Axel dengan khawatir juga tentang luka tembaknya. Jovan mendesis, sepertinya Axel masih beruntung karena bertahan dan hidup. Dan selebihnya, yang membuatnya bertahan adalah gadis yang sekarang masih bersama Damian, yang tak berkutik di tempatnya. “Kami membawa barangnya.” Salah satu dari wanita itu bangkit dan melepaskan tas ransel yang dia gunakan, menaruhnya di bawah dan terlihat hendak mengambil barang tersebut. “Berikan gadis itu ketika kami memberikan chipnya!” ucap Jovan sambil menatap Damian serius.“Aku harus mengecek keasliannya dulu dan mematikannya tetap bisa bekerja,” balas Damian. Damian melirik Selena yang terlihat lebih rapi dan cantik setelah didandani dengan lebih baik. Meski begitu,
Selena menatap Rose yang tertembak di depannya. Rose sempat berbaik hati dengannya. Ada rasa sesal karena telah bersikap kurang baik padanya hanya karena dia merasa minder dan tidak pantas untuk mendapatkan segala perhatian itu. Axel mengangkat kepalanya saat mendengar suara tembakan. Dia benar-benar tak menyangka atas apa yang dilakukan Jovan. Dan dia juga ingin memastikan jika Selena ada bersama mereka saat ini. “Selena, ayo!” Dua wanita yang berada di sisinya segera menarik Selena pergi dari sana. Orang-orang Damian segera mengarahkan senjatanya juga, mereka segera mengambil posisi untuk melindungi Damian, ketika Damian tidak bisa berkutik sama sekali melihat keenam wanitanya itu tertembak di hadapannya. Dia tak tahu kondisi keenamnya, apakah tewas atau masih bisa diselamatkan. Namun saat itu, tak ada yang segera mengecek kondisi mereka karena darurat. Orang yang membawa Axel mempercepat langkahnya menuju ke helikopter mereka. Di mana terny
Axel menatap Selena dengan tatapan putus asa lagi. Setelah apa yang telah dia lakukan, apa yang telah dia perjuangkan selama ini, berakhir dengan tragis di mana harus ada banyak orang yang tewas dan juga usaha penyelamatan Selena tak berlangsung dengan baik. Selena menatap Axel balik, dia bisa melihat jika tak ada yang bisa dilakukan Axel dengan kondisi seperti itu. Tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menyelamatkannya yang kembali tertangkap Damian. Damian yang kini menyodorkan senjata ke arah kepalanya. Ada banyak kemarahan yang terlihat di mata Damian. Di matanya saat ini, kematian orang-orang terdekatnya membuatnya merasakan sakit yang luar biasa. Marah yang besar hingga dia tak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Ditatapnya sosok Selena yang hanya duduk tak bergeming. “Bawa dia masuk lagi!” ucap Damian dengan dingin, terdengar banyak kesedihan di nadanya. Bawahannya yang ada di sekitarnya segera menarik lengan atas Selena, menyeretnya hi
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann