Kaki Selena yang melingkar di pinggang Damian menjadi lebih erat. Tangan Selena yang berada di bahunya yang lebar juga terlihat punya keraguan pada kekuatan Damian yang menopang tubuhnya. Menyadari hal tersebut, Damian hanya mengangkat salah satu ujung bibirnya.
“Tenang. Kau meragukanku? Jika kau meragukanku, aku benar-benar bisa melepaskanmu. Jangan meragukanku! Tenang...” ujar Damian seraya mengusap pelan pinggang belakang Selena.“Bagaimana bisa aku tenang? Perhatikan tanganmu! Jangan menyentuhku sembarangan!” protes Selena, seraya berusaha menghentikan tangan Damian dengan salah satu tangannya, dia juga sedikit menggeliat kegelian karena sentuhan dari tangan Damian.Damian terkekeh pelan dan menghentikan tangannya. Damian melirik film yang sedang ditonton Selena. Dan melihat bagaimana sofa yang luas dibuat nyaman untuk dirinya sendiri bersama selimut, beserta camilan dan minuman di meja. Dia benar-benar sedang menikmati waktunya sendiri.“HDamian mendorong Selena hingga Selena terbaring di sofa. Dengan tangannya mengusap halus bahu Selena. Sentuhan lembutnya yang memberikan rasa nyaman membuat Selena terbuai dalam permainannya untuk ke sekian kalinya. Selena menikmati sentuhan bibir Damian yang cukup lama tidak dia rasakan lagi. Dan Damian melampiaskan rasa rindunya dengan sedikit brutal. Malam itu dihabiskan keduanya dengan menonton televisi. Selena menolak melakukannya meski Damian terlihat jelas menginginkannya. Meski begitu, entah apa yang merasuki Damian, Damian juga menghormati keputusan Selena untuk tidak melakukan apa pun selain menonton bersama. Selena dan Damian berbaring di sofa, menikmati film yang sedang ditonton Selena sebelumnya. Tangan Damian merangkul bahu Selena, sementara Selena hanya diam di pelukan Damian. Pagi tiba. Keduanya tertidur bersama di depan televisi. Damian memeluk Selena cukup erat, dalam posisi seperti sendok. Tangan Damian melingkari pinggang Selena, dan
Setelah kejadian pagi itu, Selena akhirnya meminta untuk pulang. Selena meminta kembali ke negaranya secepat mungkin. Dan Jian tentunya harus ikut pulang juga dengan Selena, yang membuatnya sedikit murung karena harus berpisah dengan pria yang dia temui di pesta topeng. Pria itu datang ke bandara untuk berpisah dengan Jian. Dia mengusap kepala Jian dengan halus, dan Jian bersandar padanya seperti gadis umum biasanya, yang manja. Dia tidak terlihat seperti Jian yang biasanya saat bersama pria itu, membuat Selena menatapi mereka sambil menghela nafasnya. “Jika kau memang masih mau di sini, kau tidak perlu memaksakan diri untuk pulang bersamaku. Kau bisa tinggal di sini beberapa hari lagi,” ucap Selena, dia merasa bersalah padanya. “Tidak, tidak bisa. Tujuanku di sini hanya untuk menemanimu sebelumnya. Dan jika kau pulang, maka tentu aku harus pulang. Itu berarti pekerjaanku selesai,” balas Jian. “Kau bisa tinggal bersamaku, jika kau mengkhawatir
Jantung Selena seketika berdebar kencang ketika mendengar perkataan Damian tentang dirinya yang sedang menstruasi atau tidak, dan ada hal baru yang ingin dia coba. Sangat mencurigakan. “Aku tidak mengangka kau akan menghubungiku. Kupikir kau akan mengabaikanku lagi. Ini benar-benar mengejutkan, kau menghubungiku lebih dulu.” “Tidak ada yang aneh untuk itu. Kau yang memberikan nomorku. Kau tidak akan mendapatkan nomorku sama sekali jika aku tidak menghubungimu,” balas Selena sedikit ketus. “Ya, meski begitu, aku tetap tidak menyangkanya. Kau bisa saja langsung menghapus lagi nomorku, kan? Aku penasaran, apa yang membuatmu terdorong untuk menghubungiku sekarang.” Selena meneguk ludahnya. Entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat dan dopamin memenuhi tubuhnya saat ini. Ada perasaan yang menggelitik di perutnya, seperti dia sedang jatuh cinta. “Tidak ada. Seperti yang kubilang, aku hanya iseng.” Selena berusaha menjawabnya dengan tena
“Apa yang sebenarnya aku lakukan?” Selena menyembunyikan wajahnya di balik bantal sambil menatapi kasurnya yang basah. Dia seperti baru saja dihipnotis oleh Damian untuk melakukan hal seperti itu, yang tidak pernah dia lakukan sama sekali sebelumnya. Ini membuatnya meneguk ludah dan merinding. “Dasar pria mesum...” umpatnya seraya memijat pelan ujung keningnya sendiri. Yang benar saja. Orang yang pertama kali menghubungi adalah Selena. Dan Selena dengan sengaja mengangkat telepon Damian. Dia sendiri yang mendatangi pria iru seperti sedang membutuhkannya. Dan bahkan mereka berakhir dalam panggilan telepon yang sangat menggairahkan bagi keduanya. “Bagaimana sekarang? Aku harus mencucinya sendiri. Aku harus mencuci seprainya sekarang. Bagaimana jika ini dilihat pelayan? Tunggu, sebenarnya selama ini, jika aku membasahi seprai, siapa yang merapikannya? Aku rasa ini pertama kalinya bagiku...” “Ah, sial! Selama ini pelayan Damian yang mela
Derek saat itu sedang menikmati camilan di ruang rekreasi kantor. Derek tersenyum saat melihat Selena tiba. Selena memaksakan dirinya untuk tersenyum juga saat bertemu dengan ayahnya lagi. Dia jarang bertemu dengannya walau untuk interaksi cukup sering. Dan dalam interaksi mereka, biasanya Selena yang meminta sesuatu pada ayahnya tersebut. “Bagaimana kabarmu?” Derek memperhatikan saat Selena mendekat dan duduk di depannya. Sekretaris Derek yang mengantarkan Selena sekarang pergi lagi. Dan Selena yang sebenarnya kesal dengan wanita tadi, tidak berniat untuk mengatakan apa pun pada ayahnya. Toh, dia tahu wanita itu tampak terkejut dan syok saat dia menyebut atasannya sebagai ayah. “Aku baik,” jawab Selena, tanpa berniat bertanya balik sama sekali. “Terang kejadian itu... Ayah sudah mendengar semuanya dari Axel. Axel meminta ayah menyampaikan maafnya kepadamu, namun ayah sudah memintanya untuk meminta maaf langsung kepadamu. Kau tahu, berada di p
Selena merenungkan ucapan Derek. Yang mana kadang dia juga derung berpikir berlebihan tentang omongan orang lain terhadapnya. Itu membuatnya sedikit memikirkan ucapannya tadi, yang mungkin terlalu kasar pada ayahnya sendiri yang cenderung menyudutkan ayahnya. Toh, ayahnya sudah memberikannya kehidupan yang jauh lebih baik dari kata layak. “Aku harus bicara dengan Jian.” Selena hendak menghubungi Jian untuk sekedar bicara dan melampiaskan semua yang ada di pikirannya. Namun, begitu memegang handphone dan mencari kontak Jian, dia justru bertemu dengan kontak Damian lebih dulu. Yang membuat jantungnya tiba-tiba berpacu lebih cepat dari biasanya lagi. Nafasnya tiba-tiba memberat saat mengingat bagaimana panggilan mereka sebelumnya. Dan tanpa dia sadari, wajahnya memerah lebih dari biasanya, diikuti dengan jantungnya yang berpacu lebih cepat dan kegelisahan tak berujung. Selena menggelengkan kepalanya, berusaha menyangkal. “Bodoh, jangan memikirkan
Selena menatapi handphonenya saat bangun, telepon di antara dirinya dengan Damian sudah terputus. Namun, dia menyadari jika Damian memutuskan sambungannya setelah dia tertidur. Dia tersenyum, karena pria itu begitu memperhatikannya dan membuatnya sedikit salah tingkah. Seperti gadis remaja yang sedang dimabuk asrama, dia menyembunyikan wajahnya di bantal dan memukul bantal dengan tangannya untuk melampiaskan sesuatu yang tidak bisa diutarakan begitu saja olehnya. Perasaan yang entah bagaimana dia bisa mengekspresikannya. Dia bangun dalam keadaan segar. Hatinya berbunga-bunga dan kupu-kupu memenuhi perutnya. Dia turun dari tangga dengan cepat dan ceria. Itu membuat suara gaduh yang tak bisa. Yang berhasil mencuri perhatian para pelayan yang menyiapkan sarapan hari itu. Selena menghampiri dapur untuk mendapatkan sarapannya, dia duduk dengan suasana hati yang lebih ceria. “Ya ampun, apa yang membuat nona begitu terlihat ceria pagi ini?” Pelayan terkekeh me
Hujan turun saat Selena dan Axel bicara saat itu. Yang membuat Selena celingukan dan permintaan maaf Axel yang tulus tak bisa dia dengarkan dengan baik. Dan hujan yang tiba-tiba itu juga membuat Axel melupakan sesaat obrolan mereka dan memilih untuk menghentikannya dulu. “Hujan. Ayo berteduh!” ujar Axel seraya menutup bagian kepala Selena dengan tangan besarnya. Tanpa pikir panjang dan secara spontan, mereka menuju ke minimarket itu dan berteduh di bagian depan minimarket. Selena menepuk jaketnya sendiri, ada beberapa butir air hujan yang belum meresap ke jaketnya dan untuk meminimalisir jaketnya basah. Begitu pula dengan Axel. “Ah, ini karena kau,” gumam Selena seraya cemberut karena harus kehujanan. “Karena aku?” Axel mengerutkan dahinya, tak mengerti atas apa yang diucapkan Selena. “Kita jadi kehujanan, karena aku banyak bicara. Coba saja kau tidak menghentikanku pergi, mungkin sekarang kau dan aku tidak akan terjebak hujan, dan
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann