“Kau seharusnya memojokkannya lebih buruk lagi. Belakangan ini kau lebih sering berbaik hati dari biasanya. Ada apa denganmu? Apa kau sedang percaya fakta tentang—”
“Kau bicara informal.” Damian memotong ucapannya Luca, membuat Luca langsung menutup mulutnya dan menggigit bibir atas dan bawahnya sekaligus.“Kau tidak pernah protes jika Selena yang melakukannya. Maksudku, Anda. Selena bahkan tidak memanggilmu tuan atau apa,” balas Luca dengan suara yang lebih rendah.Damian terdiam. Dia bahkan tidak menyadari itu. Dan justru, kalau dipikir-pikir menang dia yang meminta Selena untuk hanya memanggil namanya. Apa lagi saat mereka di atas ranjang dan dia mengetahui jika Selena akan mencapai puncaknya. Dia suka jika Selena menyebut namanya ketika sedang dalam gelora puncaknya.“Ya, kurasa kau bisa melakukannya, jika hanya di antara kita,” balas Damian kemudian. “Tapi, kenapa kau sepertinya sangat emosional tentang Harvest? Bukankah kau sendiri yang b“Tidak heran. Ini lebih baik, dari pada tidak memperhatikan sama sekali. Terima kasih,” ucap Selena seraya tersenyum, lantaran dia sudah lama juga tidak diperlakukan sebaik itu. Luca hanya tersenyum. Dia merasa bersalah karena melibatkan Selena selama ini. Yang mana kelihatannya Selena sendiri sudah lelah atas semua yang harus dia hadapi.Luca memesankan donat untuk Selena. Begitu donat itu tiba, Luca diam-diam mengambil donat itu kemudian menuju ke unit kesehatan. Di mana dia memanggil Grace dan yang lainnya. Mereka semua menuju ke kamar Selena dan itu adalah sebuah kunjungan dadakan yang tak terduga. Selena menatap mereka semua dengan bingung. Apa lagi saat melihat Luca sepertinya sengaja. Karena dia memesan beberapa kotak donat. Itu membuat Selena menatap Luca penuh tanda tanya. “Kau tidak keberatan, kan?” tanya Luca. “Aku tidak keberatan, hanya saja...” Selena mendesis pelan. “Kalau begitu, ayo kita makan saja donatnya!
Damian dan orang-orangnya tiba di markas Axel. Axel sedang menikmati sarapannya sambil membaca sebuah dokumen. Dia terlihat tidak tidur selama beberapa hari, ditunjukkan dengan kantung matanya yang sudah cukup menghitam dan nyaris gosong. “Tuan!” Seorang pria bergerak cepat ke arah Axel. “Anda harus lihat ini!” Axel menoleh ke arah bawahannya itu dan terdiam sejenak. Dia berhenti mengunyah saat itu juga dan bangkit untuk mengikuti bawahannya. Dia menyusuri lorong bangunan tersebut. Dan alarm yang berbunyi membuat Axel menyadari jika ada yang tidak beres saat itu juga. Axel tiba di ruang kontrol pengawas, di mana CCTV seluruh ruangan di gedung ada. Dia menatap ke CCTV bagian lobby, di mana ada banyak orang asing. Axel mendekat dan mengerutkan dahinya, dia menatap salah satu orang dengan pakaian berbeda. Damian. Damian menatap ke arah CCTV, seolah tahu jika Axel sedang mengawasinya di sana. Dia mengeluarkan sebuah senjata api dari bali
“Tidak ada yang perlu kita bicarakan. Menyingkirlah, yang kuinginkan hanya Jovan,” balas Damian. Damian menatap Jovan yang terlihat sedikit panik. Dia tidak perlu bersusah payah menangkapnya karena begitu dia tiba, Jovan sendiri kelihatannya sudah dikurung oleh Axel sebelumnya. Dan tebakan Axel benar. Jika Damian datang untuk Jovan, karena saat ini urusannya hanya bersama Jovan. Damian seolah lupa jika Selena adalah urusan Axel juga saat itu. “Itu berarti ada yang harus kita bicarakan. Aku akan memberikan Jovan padamu, kau ingin dia untuk balas dendam, kan? Tapi sebelum itu, pulangkan Selena kepadaku!” sahut Axel. “Kenapa aku harus melakukan itu?” Damian mengangkat alisnya dengan tenang. “Hey! Jangan bertindak gegabah! Axel, pikirkan baik-baik apa yang kau lakukan! Kau ingin menukarku dengan gadis itu? Gadis itu tidak berguna secara spesial untukmu. Dia seperti gadis ada umumnya jika kau mengencani gadis lain. Tidak seperti kau akan
Selena sedang hamil. Kalimat itu terus berputar di benak Axel. Dia benar-benar tak tahu apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Dunianya terasa runtuh. Bau karbol yang berkeliaran di hidungnya membuat suasana hatinya semakin tidak nyaman. Banyak anak buahnya yang terluka parah karena kunjungan Damian yang tiba-tiba. Untungnya, yang dia inginkan hanya Jovan. Begitu dia mendapatkan apa yang dia inginkan, dia pergi. Sementara Axel sekarang menunggu Jenny yang tengah dirawat karena luka tembak di kakinya. Axel mengusap wajahnya, tertunduk di lorong tunggu. Sementara itu, di malam hari, Selena belum tidur malam itu. Dia sedang membaca beberapa buku yang dibawakan Grace. Grace tidak tahu pasti apa yang dibutuhkan Selena. Namun, saat dia melihat beberapa buku di kamarnya, dan mengetahui Selena selesai membaca semuanya, dia pikir Selena membutuhkan buku baru dan mungkin memang hobi membaca. “Tidak, aku benci membaca sebenarnya. Hanya saja, sejak di si
Damian meninggalkan Selena begitu saja setelah melontarkan kalimat yang menyakitinya. Selena menatap punggung Damian saat Damian pergi keluar dari kamarnya. Hingga Damian menghilang, dia hanya terdiam kaku di tempatnya duduk. Yang dia tahu, Damian tidak menukarnya dengan Jovan, tetapi dia memiliki Jovan sekarang. Lalu apa yang membuat Damian kelihatannya kesal dan marah? Itu masih menjadi pertanyaan di benak Selena malam itu, hingga dia tak bisa tidur karena memikirkan tentang yang dikatakan Damian. Begitu pagi tiba, Selena memperhatikan halaman depan. Dia memandang Damian yang keluar lagi hari itu. Namun, kali ini Damian tak melirik ke arah kamarnya. Terlihat terburu-buru saat itu. “Selena?” Grace membuka pintu kamarnya dan menatapi Selena. “Ya?” Selena segera menyahut.“Ayo! Hari ini, aku akan membawamu ke kebun mansion!” ajak Grace dengan bersemangat. “Eh? Memangnya boleh, ya?” tanya Selena sambil menatap Grace, dia terli
“Anda belakangan ini seperti menghindari Selena. Bukankah seharusnya Anda mulai membicarakan bagaimana ke depannya?” tanya Luca sambil merapikan beberapa berkas. Benar adanya, jika sudah beberapa hari ini, Damian seperti tak lagi tertarik dengan Selena. Dia tak memanggilnya lagi ke kamar, tidak menyapanya saat bertemu dengannya di mansion, dan tak pernah bicara lagi padanya. Padahal, seingat Luca, keduanya baik-baik saja setelah Selena memberikan kejelasan tentang Harvest. “Bisakah kau fokus pada pekerjaan? Kenapa kau terus membicarakan Selena?” balas Damian, dia terdengar tidak senang dengan pertanyaan Luca. “Beritahu aku, apakah ada kabar dari kepala pelayan? Dia tidak kunjung kembali setelah menghilang hari itu, sepertinya dia bersembunyi saat mengetahui Harvest sudah tertangkap basah.” “Tidak ada kabar tentang kepala pelayan. Sementara itu, Harvest terus meminta untuk bicara dengan Anda. Selain itu, Jovan juga sepertinya mulai sekarat,” jawab Luca.
“Pakaian ini yang paling pas di tubuh calon pengguna gaun baru itu nantinya. Buatkan sebuah gaun dengan ukuran ini!” Luca berada di sebuah butik sambil memberikan sepasang pakaian Selena. Garce menepuk keningnya, dia disuruh Luca untuk mencuri salah satu pakaian yang digunakan Selena. Dan sekarang Luca menggunakannya sebagai patokan ukuran untuk gaun Selena. “Kau bisa membawanya ke sini langsung, sepertinya Tuan Damian juga tidak akan masalah. Toh, Selena sudah lama tidak bepergian lagi dan hanya menghabiskan waktunya di mansion, ini bagus untuk suasana hatinya dengan mengajaknya jalan-jalan,” ucap Grace. “Tidak, dia tidak mau melakukannya.” Luca menggeleng sambil mendesis pelan karena tingkah laku Damian yang benar-benar sulit dimengerti. Grace menghela nafasnya. Dia juga mengukur tubuhnya untuk membuat gaun yang baru, dia senang tentunya karena Luca dengan sengaja membuatkan gaun baru untuknya, juga mengajaknya ke sebuah pesta pernikahan yan
Selena tak tahu jawaban pasti yang diinginkan Damian tentang siapa yang akan dia pilih. Namun, dia sedikit khawatir jika jawabannya akan berpengaruh pada Axel atau Jovan sendiri. Walau, pada akhirnya dia tetap akan memilih Damian, mengingat kehamilannya saat itu. “Bagus. Kalau begitu, persiapan dirimu untuk pergi ke sebuah pesta. Kau pastinya belum pernah menghadiri pesta seperti ini sebelumnya. Jangan sampai mengacaukannya. Juga, kau mungkin akan bertemu Axel di sana karena dia pastinya sudah tahu jika aku akan datang ke sana. Dia pasti berharap kau pergi ke sana bersamaku.” Selena mengernyit dan menatap Damian sedikit bingung. Dia ingin mempertemukan dirinya dengan Axel atau justru sengaja membuatnya malu di depan Axel karena kehamilannya? “Baik,” jawabnya. *** Axel menatap informasi yang dia dapatkan dari seseorang terkait jadwal kegiatan Damian. Sesuai perkiraan Damian, jika Axel mengetahui kalau dirinya akan pergi ke sebuah pest
Selena sedang menyiapkan makan malam untuk Damian malam itu. Menggunakan gaun yang menonjolkan perut hamilnya, Selena juga bertelanjang kaki di dapur. Ini sebenarnya pemandangan yang biasa. Namun, Damian merasa ngeri jika melihat Selena aktif melakukan kegiatan.“Kau tahu, bayinya seperti bisa lahir kapan saja dan sialnya itu sangat menggangguku. Bisakah kau diam dan istirahat saja?” tanyanya dengan khawatir. “Aku bosan. Aku sudah terlalu sering memanjakan diriku. Aku ingin tetap produktif. Aku merasa lebih lelah saat aku justru tidak produktif. Pikiran untuk produktif sangat menggangguku.” Damian menghela nafasnya dan mengurut pelan keningnya. Dia benar-benar tidak bisa menghentikan Selena jika memang itu yang Selena inginkan. “Kau ini...”“Mungkin karena ini anakmu, dia menginginkan aku lebih produktif seperti ayahnya. Dia membuatku resah jika diam. Makanya belakangan ini aku jadi sering memasak di dapur dan juga melakukan banyak kegiatan lainnya. Aku yakin anak ini akan jadi ana
“Sebaiknya tidak dihisap, mengerti? Karena itu akan mengundang kontraksi dini. Kau tidak mau itu terjadi, kan?” Dokter langsung menatap Selena, yang menjelaskan tentang air yang berasal dari dadanya. Dokter memperingatkan suaminya agar tidak menghisapnya. Namun, sepertinya itu telah terjadi. Melihat Damian sama sekali tidak menyangkal dan justru hanya diam dengan ekspresi kakunya. Lain dengan Selena yang langsung menyengir mendengar apa yang dikatakan dokter.“Baik, Dokter.” “Kau boleh berbaring di brankar, kita akan memeriksa kondisi bayinya sekarang.” Selena berbaring di brankar dan menatapi layar yang berada tepat di depannya. Dia memperhatikan layar saat dokter mulai menaruh gel dan mengusapkannya di sekitar perutnya, menimbulkan sensasi geli dan dingin yang membuat Selena sempat bergidik sejenak. Terlihat bagaimana bayinya saat ini tengah meringkuk. Dengan USG 3D yang mereka lakukan, mereka sekarang bisa melihat dengan
Selena menatapi perutnya yang semakin besar. Selain perutnya, dia bisa merasakan lengan dan kakinya semakin berisi. Belakangan ini dia memang lebih banyak makan. Selain berusaha memasok nutrisi terbaik untuk calon bayi, keinginan kuat untuk memakan makanan tertentu juga mendorongnya untuk banyak makan. Ditatapnya tubuhnya di cermin. Pipinya yang semakin tembam juga membuatnya semakin cemberut. Dia tidak ingin menyentuh timbangan kecuali diperlukan dan diminta dokter. “Perutku juga gatal,” keluhnya sambil mengusap perutnya dari balik gaun yang dia pakai. Selena belakangan ini juga lebih sering menggunakan gaun yang memang dikhususkan untuk wanita hamil, yang membuatnya merasa sedikit lebih bebas bergerak dan bahannya juga sangat nyaman. Damian yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya di ruang kerja akhirnya kembali ke kamar. Dia menatapi pintu kamar yang terbuka, dan melihat Selena yang tengah bercermin di kamarnya. Damian tersenyum saat menge
Sesuai urutan pernikahan dan kehamilan, setelah Arsella, maka Grace yang melahirkan putri pertama mereka juga. Ini membuat Damian tengah menebak-nebak apa gender anak pertamanya bersama dengan Selena. Hingga mereka sempat membuat taruhan juga. “Jika sekarang tengah banyak anak perempuan yang lahir, maka aku yakin anak pertama kita juga perempuan. Baguslah, aku tinggal berdiskusi dengan mereka tentang bagaimana cara membesarkan anak perempuan. Aku yakin dia akan menjadi secantik dirimu,” ucap Damian. “Tapi dari bagaimana aku mengidam, aku jarang mau makanan pedas. Aku lebih tertarik dengan makanan asin, kelihatannya ini anak laki-laki. Mengingat keturunanmu juga sepertinya dominan laki-laki. Kita tidak tahu riwayat keluarga Axel, tapi Luca punya dua saudara perempuan,” jelas Selena. Damian mendesis pelan. Selena benar tentang riwayat keluarga dari pihak laki-laki juga akan mempengaruhi hasil ini.“Ingat pamanmu? Padahal Gallent mempunyai dua ana
Selena menoleh padanya dengan keheranan melihat semangat yang tiba-tiba pada Damian. Damian menutup pintu di belakangnya dan menatap Selena sambil bersandar ke pintu dan menyilangkan tangannya di depan dadanya. Selena keheranan dengan tingkah laku Damian belakangan ini. “Oh, ya... Itu bagus. Kau bisa mengikutinya kalau itu yang kau mau.” Selena mengangguk setuju. Damian menghela nafasnya dan mendekati Selena. Entah kenapa ini malah terasa seperti dia meminta izin Selena dan Selena mengizinkannya dengan mudah. Damian mendekat dan mendekap Selena dari belakang, membuat Selena hanya memegangi lengan Damian yang ada di lehernya. “Aku penasaran ada apa denganmu sebenarnya. Kenapa kau mendadak seperti ini?” tanya Selena. “Aku hanya merasa sepertinya kau akan suka jika aku bisa melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan Axel. Kau sepertinya sangat bangga dan terharu melihat bagaimana Axel mampu melakukan hal kecil seperti itu,” ucap Damian.
Damian mengobrol dengan Axel serta yang lainnya di ruang tamu. Awalnya, mereka membahas tentang bisnis, namun perlahan obrolan mereka menuju ke arah yang lebih pribadi seperti rumah tangga mereka. Mereka membicarakan tentang istri dan anak-anak mereka bagi yang sudah punya anak. Ini sedikit asyik saat mendengarkan para ayah bicara tentang anak-anak. “Aku sempat berharap aku menikah di usia yang lebih muda lagi. Aku merasa sangat tua dalam pertemuan orang tua anak-anak di sekolah.” Salah satunya terkekeh. “Aku justru sempat berharap agar aku tidak menikah terlalu cepat. Anak laki-lakiku benar-benar sangat nakal. Dia benar-benar mirip aku sewaktu kecil. Dan istriku tidak bisa mengatasinya.”“Ah, ayolah. Dia itu putramu, kau yang seharusnya bisa mengatasinya.”“Aku belum selesai bicara. Aku memang sangat berusaha keras mengatasinya. Aku melakukan berbagai cara, dari yang lembut sampai yang kasar. Sampai dia pernah berteriak kalau aku ayah yang buru
“Jadi, bagaimana rasanya morning sickness? Apakah kau masih berharap kita akan punya banyak anak?” Selena tertawa sambil menatapi Damian yang terbaring di kasurnya itu. Damian hanya memalingkan wajahnya sambil mendengus keras. Kelihatannya dia sangat tersiksa untuk mengalami ini. Dia kemudian hanya tersenyum tipis ke arah Selena yang merawatnya. “Aku rasa dia akan menjadi anak tunggal sepertiku,” balas Damian sambil terkekeh pelan. “Aku juga anak tunggal.” Selena seketika tertawa namun terdiam dengan cepat.Sekarang Damian yang tertawa pelan melihat ekspresi Selena langsung berubah saat menyadari tentang Axel yang adalah kakaknya. Dia bukan anak tunggal dan semua orang tahu itu. “Aku ingin memakan sesuatu yang asin dan pedas,” gumam Selena tiba-tiba. “Apa kau mengidam? Ah, sial. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi keinginanmu,” umpat Damian. “Kita bisa menggunakan layanan pesan antar, jadi kau tidak perlu pergi kelu
“Aku benar-benar tidak sabar melihatnya tumbuh besar di perutmu, lalu kita akan melihatnya dengan mata kepala kita sendiri bagaimana dia tumbuh di luar perutmu. Aku sangat menantikannya,” bisik Damian. Selena hanya terkekeh pelan dan bersandar dengan santai ke dada Damian. Damian menikmati rambut Selena yang menggelitik dadanya. Tangannya masih terus mengusap kulit halus Selena. Damian berdeham, dia merasakan sedikit rasa tidak nyaman di tenggorokannya dan juga perutnya. Kemudian, Damian menegakkan punggung Selena agar tidak bersandar lagi padanya dengan halus. Selena mengerutkan alisnya sambil menoleh ke arah Damian yang sekarang bangkit dari tempat duduknya. Itu membuat Selena keheranan saat Damian sudah keluar dari bak lebih dulu. Namun, Damian malah mengejutkan Selena dengan tiba-tiba muntah di wastafel. Selena langsung bangkit juga dan hendak menghampiri Damian. Selena mengambil jubah mandinya memakainya, lalu mengambilkan punya Damian juga. Itu sa
Damian langsung menatap Selena saat menyadari Selena menatapnya. Dia sedikit gelagapan karena terlalu fokus pada gambar bayi mereka. Damian seharusnya lebih memperhatikan sekarang. “Oh, ya. Biji wijen yang lucu,” ucapnya seadanya. Selena dan dokter tertawa. Damian mengerutkan alisnya, tak tahu apa yang lucu dari ucapannya. Meski begitu, dia kemudian hanya menatap keduanya keheranan saja. Setelah mengobrol dan berkonsultasi, mengajukan banyak pertanyaan dan dokter menjawabnya dengan sabar, Selena dan Damian akhirnya keluar dari ruangan itu. Rumah sakit seharusnya menjadi tempat yang sangat aman dari berbagai kejadian berbahaya sebelumnya. Tapi, tanpa Selena sadari, anak buah Damian sudah berjaga-jaga di luar rumah sakit. Mereka semua sudah seperti mengawal presiden yang melakukan kunjungan ke sebuah rumah sakit. Setelah dari rumah sakit, Damian membawa Selena pulang dan menyuruhnya istirahat saat dia sendiri harus melakukan pekerjaann