Cassel dengan Damien, lalu Raccel dengan Dalena. Dua orang dewasa itu berserta masing-masing anaknya tengah bermusuhan. Bahkan hingga pagi ini Dalena tetap bersama dengan Raccel. Ia baru saja memandikan putrinya, memakaikan dress berwarna kuning cerah berlengan pita, rambut gelombang milik Raccel dikuncir dua dan diberi jepit bunga berwarna senada dengan dress yang dia pakai. "Hupp yaa!" Raccel lompat dari satu anak tangga ke bawahnya.Dalena tersenyum menggenggam satu tangan mungil putri cantiknya. "Jangan lompat, Sayang. Nanti jatuh," ujar Dalena. "Iya Mommy..." Raccel berjalan ke lantai satu. Dengan langkah ceria, bocah manis itu berjalan menuju dapur. Raccel langsung naik ke atas kursi di ruang makan, ia mengambil satu gelas susu cokelat hangat di atas meja. "Selamat pagi Non Raccel, wahh... Sudah cantik sekali," sapa para pelayan pada Raccel yang asik duduk di sana."Raccel memang cantik, Mommy-nya Raccel juga cantik!" Dia menunjuk ke arah Dalena. Semua pelayan di sana sed
Cassel memperhatikan Papinya yang nampak sibuk menjelaskan tentang isi materi meeting siang ini. Sedangkan anak itu berdiri di depan pintu mengintip ke dalam sana, ia dijaga oleh Thom yang berada di belakangnya setiap waktu membawakan camilan dan air minumnya. "Paman, itu Papi ngapain?" tanya Cassel menunjuk ke dalam sana. "Papi sedang meeting. Cassel di sini saja dengan Paman, okay?!" Thom menekuk kedua lututnya ikut mengintip ke dalam sana. "Papinya Cassel ternyata keren ya, kenapa pula Cassel baru bertemu sama Papi sekarang? Coba saja bertemu Papi sejak dulu, pasti Cassel tidak akan dibilang anak haram sama teman-temannya Mami..." Ocehan Cassel didengarkan baik-baik oleh Thom. Betapa sedihnya Cassel hidup berdua dengan Dalena dengan perekomian yang pas-pasan. Berbeda dengan Raccel yang super kemewahan. Cassel melambaikan tangannya saat Damien menoleh ke arahnya. "Papi...!" pekik anak itu tersenyum lebar dan manis. Sontak saja semua orang di dalam ruangan meeting menoleh ke
"Nyonya Dalena, tunggu sebentar. Tuan menitipkan ini untuk Nyonya..." Suara Pelayan Mery menghentikan langkah Dalena. Wanita muda berparas ayu itu menatap sebuah paper bag yang diberikan oleh Mery. "A-apa ini, Bi?" tanya Dalena meraih tas kertas tersebut. "Tuan meminta saya memberikan ini pada Nyonya, beliau bilang Nyonya Dalena pakai ini untuk nanti malam." Barulah Delana menganggukkan kepalanya, ia menerima paper bag tersebut. "Iya Bi, terima kasih ya..." "Iya Nyonya, sama-sama. Kalau begitu saya permisi..." Pelayan Mery bergegas meninggalkan Dalena yang kini berdiri di depan kamar Raccel. Wanita itu berjalan masuk ke dalam, di mana dua buah hatinya baru saja mandi, mereka berisik heboh memilih memakai baju mana untuk mereka pakai malam ini. Dalena masuk ke dalam kamar, ia membuka paper bag pemberian Damien. "Wahhh," lirih Dalena berdecak kagum. "Cantik sekali..." Sebuah dress panjang berwarna merah muda, berlengan panjang dan sangat mewah. Baju ini pasti sangat mahal, seb
Setelah beberapa jam mereka menikmati makan malam bersama. Raccel dan Cassel pulang bersama Thom atas perintah Damien. Dan kini, Damien memulai rencana utamanya membuat Dalena mabuk untuk mengungkit suatu hal. Laki-laki itu memesan minuman mahal, dan mereka berdua minum bersama meskipun awalnya Dalena menolak. Tapi kini Dalena sudah mabuk dan meracau sedih merintih menyuarakan isi hatinya. "Sudah..." Damien beranjak dari duduknya dan melepaskan tuxedo yang ia pakai, ia selimutkan pada tubuh Dalena. "Hiks... Damien," lirih Dalena meluruskan tangannya di atas meja dan menangis tertunduk. "Sudah cukup, jangan minum lagi. Kau sudah mabuk," ujar laki-laki itu kini duduk merangkulnya. Dalena mengangkat wajahnya, ia menatap Damien dengan tatapan kiyip. Dalena hanya minum beberapa gelas, tak ia sangka dirinya langsung mabuk. "Aku minta maaf padamu," ucap Dalena mencengkeram bagian dada pada kemeja yang Damien pakai. "Untuk apa?" Damien bertanya datar. Wanita itu mendongakkan kepalan
Keesokan paginya, Damien merasakan lengan kanannya sangat pegal. Laki-laki itu membuka kedua matanya perlahan. Ia merasakan embusan napas hangat menyapu kulit lehernya, seorang wanita cantik meringkuk seperti bayi memeluknya dengan erat dan mendusal mencari kehangatan. Damien tersenyum tipis. "Wanita ini..." Ia mengecup pipi Delana dan menarik lengannya pelan-pelan. Damien beranjak dari atas ranjang perlahan-lahan. Laki-laki itu melepaskan kemeja putihnya dan berjalan menuju kamar mandi. Damien memutuskan untuk membersihkan tubuhnya dan menyegarkan pikirannya pagi ini. Sementara di dalam kamar, Dalena terbangun dari tidurnya. Tidak nyaman setelah merasakan kehangatan yang menempel sejak semalam tiba-tiba tidak ada. "Emmm, ini di mana?" lirihnya membuka mata, kepalanya terasa amat pening. Suara gemericik air di dalam kamar mandi terdengar di telinga Delana. Wanita itu langsung duduk dan diam memegangi kepalanya. Lamat-lamat Dalena teringat tentang semalam, sebelum dia mabuk. Ac
Damien meminta Thom dan Mery untuk menjaga Raccel. Selama anak itu tidak rewel, maka akan baik-baik saja. Sedangkan dirinya kini mengantarkan Dalena dan Cassel pulang. Sebelumnya Damien mengajak Cassel mondar-mandir ke toko buku, berharap ada yang cocok, bukannya beli tapi putranya malah mengamuk. "Sudah, sudah... Tidak papa kok, iya, iya kita pulang Cassel. Jangan menangis lagi, Cassel tidak kasihan sama Mami kalau Mami pusing?" Dalena menunduk mengusap punggung kecil Cassel. "Ma-mami hiks... Mami nakal!" pekiknya memeluk erat-erat tubuh Dalena sembari mencengkeram erat boneka dinosaurus berwarna biru yang baru Damien belikan barusan. "Sudah nak, iya iya Papi antarkan Cassel dan Mami pulang sekarang," ujar Damien menoleh dan mengusap kepala sang putra. Cassel menangis sesenggukan bercampur mengantuk. Tak berselang lama pun anak laki-laki itu terlelap dengan wajah sembab dalam dekapan Dalena. Udara di luar yang kini cukup dingin membuat Dalena menyelimutkan jaket bulu-bulu milik
"Pulanglah, kasihan Raccel kalau ditinggal di rumah. Aku dan Cassel baik-baik saja kok..." Dalena mengusap pucuk kepala Cassel sembari menatap Damien yang masih berdiri di teras, laki-laki terasa enggan untuk pulang. Namun di rumah ada Raccel yang ia tinggalkan. Thom belum mendapatkan bukunya hingga menjelang malam. Damien menghela napasnya pelan. "Kalau ada apa-apa segera hubungi aku, kau mengerti!"Anggukan diberikan oleh Dalena disertai senyuman di sudut bibirnya. "Iya. Aku sudah terbiasa hidup berdua dengan Cassel. Jangan khawatir," balas Dalena. Barulah Damien mengangguk, laki-laki itu kini menekuk kedua lututnya di hadapan Cassel. Damien mengulurkan tangannya mengusap pipi gembil Cassel dengan lembut. "Cassel jagain Mami dengan baik ya Sayang, kalau sudah malam nanti cepat tidur, jangan menangis, jangan nakal, jangan rewel, okay?" Damien menatap wajah tampan Cassel dengan tatapan yang sangat dalam. "Iya Papi..." Cassel mendekat dan merentangkan kedua tangannya di hadapa
"Eum, Papi kok bobo sini sama Cassel?" Suara kecil Cassel membangunkan Damien. Laki-laki itu mengusap wajahnya dan menatap Cassel yang sudah bangun, putra kecilnya itu duduk bersila dengan kaos kaki panjang yang ia pakai dan menoleh mencari-cari. "Maminya Cassel mana, Papi?" tanya anak itu ingin menangis. "Mami ada di bawah, Mami tidur dengan adik. Kita ke sana ya," ajak Damien. Cassel langsung turun dari atas ranjang sembari menggandeng tangan Damien. Mereka berdua turun ke lantai satu. Damien mengangkat tubuh Cassel saat merasakan lantai di bawah terasa sangat dingin. Cassel membuka pintu kamar di depannya, nampak Dalena tidur memeluk Raccel di sana. "Ihhh, Mamiku!" Cassel turun buru-buru dari gendongan Damien dan berlari naik ke atas ranjang kesusahan. Damien terkekeh dengan tingkah anaknya. Ia membantu Cassel naik ke atas ranjang. "Mami... Peluk Cassel, Mami..." Anak itu membangunkan Dalena, dengan manja Cassel tidur menumpang di atas tubuh Dalena seperti anak koala. Dam
Sejak pagi hingga sore hari, di kediaman Keluarga Escalante sangat sibuk. Mereka menyiapkan pesta keluarga untuk malam ini. Hingga siang berganti malam, rumah megah berlantai dua itu nampak dihiasi dengan meriah lampu-lampu di luar rumah, maupun di dalam rumah. Dalena tersenyum melihat anak-anaknya berkumpul bersama. "Baru kali ini acara akhir tahun menjadi sangat meriah, iya kan, Sayang?" Dalena menoleh pada sang suami yang berdiri di sampingnya."Iya. Mungkin itu semua karena kita bisa melihat anak-anak kita, menantu kita, cucu kita berkumpul bersama. Sangat membahagiakan, Sayang." Damien merangkul pundak Dalena memperhatikan pemandangan ruangan di dalam rumah yang sudah dihias dengan indah oleh Cassel dan Nicholas sejak siang tadi. Sampai tiba-tiba saja, Elsa dan Gissele muncul dari arah lantai dua. Di sana nampak Gissele cemberut dan bersedekap dengan wajah kesalnya. "Ada apa, Sayang? Sini..." Damien melambaikan tangannya pada Gissele. Dalena juga ikut melambaikan tangannya
Salju turun cukup tebal kemarin, dan siang ini Cassel mengajak anak istrinya untuk pergi membelikan beberapa makanan, dan juga hadiah. Mereka akan menghabiskan beberapa hari di musim dingin bersama dengan keluarga Cassel. Mereka bertiga datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Di sana, Gissele sibuk memilih mainan, camilan, dan hiasan-hiasan yang menarik perhatiannya. "Sayang, jangan mengambil gantungan banyak-banyak, nanti mau ditaruh di mana lagi?" Elsa merebut beberapa boneka gantung yang Gissele ambil. "Gissele mau itu, Ma!" seru bocah itu menunjuk ke sebuah lonceng-lonceng kecil. "Astaga ... untuk apa, Sayang?" Elsa mengusap wajahnya. "Sana, Gissele sama Papa saja. Minta gendong Papa." Anak itu cemberut. Kalau sudah bersama Papanya, dia tidak akan diturunkan dari stroller. Namun, meskipun dengan wajah protes, Gissele pun patuh dengan Elsa dan anak itu mendekati Cassel, meminta gendong dan meminta didudukkan di atas stroller miliknya. "Sudah ... Gissele duduk di sana saja, se
"Mommy dan Daddy ingin kalian menginap di sini. Kapan kalian bisa? Daddy ingin membuat party bersama kalian juga..." Suara di balik panggilan itu adalah suara Dalena yang kini bertanya pada Elsa dan Cassel. Setelah hampir tiga mingguan Cassel dan Elsa tidak datang ke kediaman orang tuanya karena sibuk. "Mungkin besok malam kita akan ke sana Mom, besok kan sudah mulai libur akhir tahun," jawab Cassel tersenyum."Iya. Janji ya, Nak ... Mommy sudah sangat kangen dengan Cucu cantik Mommy," ujar wanita itu. Cassel beranjak dari duduknya, laki-laki itu melangkah masuk ke dalam kamar. Dia menunjukkan kamera ponselnya ke arah Gissele yang kini tengah mengacau pekerjaan Elsa. Karena Elsa mempunyai banyak pesanan hingga menyentuh hampir seribu bouquet selama musim dingin ini, dia pun membawa beberapa bunga dan membentuknya di rumah. "Sayang, dicari Oma, katanya Oma kangen," ujar Cassel menyerahkan ponselnya pada Gissele.Anak cantik dengan rambut pirang cerah itu langsung melebarkan kedua
Pagi setelah menginap di tempat orang tua Cassel, esok harinya Elsa nampak sibuk di rumah. Gadis itu kini tampak bergelut dengan beberapa pekerjaan rumah, termasuk membuat banyak kue yang akan ia antarkan ke panti asuhan seperti biasa. "Mama buat kue banyak sekali? Mau dibawa ke panti, ya?" tanya Gissele yang kini membantu Mamanya memasukkan beberapa kue dalam sebuah box. "Iya Sayang. Tapi Gissele tidak usah ikut, ya ... Gissele di rumah saja dengan Tante Raccel dan Oma," ujar Elsa menatap putrinya. Dan dengan patuh Raccel menyetujui hal itu. Bukan tanpa alasan Raccel melarang putri kecilnya untuk ikut, melainkan sejak awal, pengurus panti meminta Elsa untuk tidak sering-sering lagi membawa Gissele ke panti, mereka takut Gissele ingat masa dulu dan tidak mau pulang lagi ke rumah. Anak perempuan itu mengangguk patuh, namun dia cemberut, seolah-olah dia memang tidak setuju dengan apa yang Mamanya pinta padanya. "Mama, hari ini Gissele mau pergi beli sepatu baru kata Papa," ujar an
Setelah kondisi Elsa kembali sehat, Cassel pun memutuskan untuk mengajak istrinya pergi jalan-jalan bersamanya dan putri mereka.Setelah puas menemani Gissele bermain di taman dan game zone, mereka bertiga kini pergi ke rumah orang tua Cassel. Kedatangan mereka disambut dengan sangat hangat, terlebih lagi di sana ada Raccel dan anak kembarnya. "Wahh, Cucu Oma akhirnya ke sini juga!" seru Dalena mengendong Gissele dan mengecup pipi gembul anak itu. "Gissele...!" Suara Raccel membuat Gissele menoleh, anak perempuan dengan dress merah muda itu langsung berlari ke arah Raccel di ruang tengah. Sementara Elsa, gadis itu meletakkan paper bag berisi makanan di atas meja, dan Cassel juga berjalan ke dapur mengambil minuman dingin. "Raccel di sini sejak kapan, Mom? Nicho ke mana?" tanya Cassel menatap sang Mama. "Nicholas sedang ada urusan kantor dengan Daddy, mereka ke luar kota, Sayang. Raccel memang sekarang Mommy minta untuk pindah ke sini, merawat Lovia dan Livia sendirian itu sangat
"Dokter Cassel, apakah ada jadwal yang lain lagi hari ini?" Cassel menoleh ke belakang saat rekannya bertanya, begitu Cassel keluar dari ruangan operasi. Cassel menggelengkan kepalanya. "Tidak dok. Aku akan pulang cepat hari ini karena istriku sedang sakit," jawab Cassel sembari tersenyum. "Oh begitu, baiklah..." Tanpa menjawab apapun lagi, Cassel segera bergegas keluar dari dalam ruangan itu dan ia berjalan ke arah ruangannya sendiri.Laki-laki dengan jas putih itu membuka ruangan pribadinya. Di sana, Cassel langsung meraih ponsel miliknya dan ia melihat apakah dirinya mendapatkan pesan dari Elsa atau tidak?Cassel menghela napasnya panjang dan tersenyum. Baru saja dia ingin melihat pesan, Elsa sudah memberikan kabar lebih dulu padanya."Hemm, tumben sekali dia memintaku membawakan makanan? Biasanya juga selalu menolak," gumam Cassel. Segera Cassel menghubungi Elsa. "Halo Sayang, kau ingin menitip makanan apa, hem?" tanya laki-laki itu. "Bukan aku. Tapi Gissele, dia ingin mela
Tak biasanya Gissele bangun saat hari masih petang. Anak kecil perempuan dengan rambut cokelat terang itu, sudah bermain di karpet tebal di bawah ranjang. Ocehannya yang sedang asik mengajak bonekanya berbincang itu membuat Cassel terbangun dari tidurnya tiba-tiba. Cassel yang memeluk Elsa pun sontak melepaskannya dan ia menoleh ke samping. "Loh, Gissele!" pekiknya lirih. "Papa ... Gissele di sini, Pa!" seru anak perempuan itu mengacungkan tangannya. Cassel menyergah napasnya pelan mengetahui putri kecilnya berada di bawah sana. Segera Cassel menyibak selimutnya dan berjalan mendekati Gissele yang duduk memegang mainannya. "Sayang, kenapa di sini? Ini masih petang, Gissele tidak mengantuk, hem?" tanya Cassel mengusap pucuk kepala putri kecilnya. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepalanya. Sebelum akhirnya Gissele merangkak mengambil botol susu miliknya dan menyerahkan pada Cassel."Apa Sayang?" tanya Cassel menatap sang putri."Buatkan susu, Pa. Gissele mau minum susu," u
Elsa dan Cassel menuhi permintaan Luna untuk datang ke sebuah rumah makan mewah di sebuah hotel berbintang malam ini. Tentunya Elsa membawa Gissele yang kini tidak mau berjalan kaki, setelah punya stroller baru, dia ingin memamerkan stroller miliknya pada semua orang. Termasuk pada Nenek dan Kakeknya.Mereka bertiga pun kini baru saja masuk ke dalam restoran tersebut. "Emmm ... di mana, Ma?" tanya Gissele menoleh ke kanan dan ke kiri dalam kereta kecilnya. "Gissele Sayang!" pekik Luna melambaikan tangannya ke arah Elsa dan Cassel. Mereka pun menoleh. "Oh, ternyata di sana!" seru Elsa terkekeh.Segera Cassel mendorong stroller milik Gissele dan mereka berjalan mendekati meja di mana kedua orang tua Elsa berada. Luna dan suaminya pun berada di sana."Ya ampun, Cucu Nenek lucu sekali," seru Vania mengangkat tubuh mungil Gissele dari atas stroller."Naik kereta baru, Sayang? Punya kereta warnanya merah muda, bagus sekali..." Teddy ikut gembira dengan kedatangan Gissele. Elsa bersala
Elsa mengantarkan makan siang yang ia siapkan untuk Cassel siang ini. Bersama dengan Gissele, mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah sakit. Semua rekan-rekan Cassel menyapa Elsa dengan ramahnya, karena mereka semua tahu siapa Elsa sebenarnya, yang tak lain adalah istri dari calon direktur rumah sakit. "Selamat siang Nyonya Elsa," sapa salah satu rekan kerja suaminya, dia adalah Dokter Agnes. "Selamat siang, Dokter Agnes ... emm, apa suami saya masih ada jadwal operasi?" tanya Elsa bertanya pada wanita si depannya itu. "Oh, sepertinya sudah selesai. Saya melihat beliau tadi berada di ruangannya," jawab Agnes. "Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu..." "Iya Nyonya, silakan..."Elsa pun bergegas kembali mendorong stroller di mana Gissele duduk di dalam tempat itu sambil meminum susunya di dalam botol. Mereka berdua berjalan menuju ke arah ruangan kerja Cassel. Di sana, Elsa mengetuk pintu ruangan tersebut. Pintu itu tidak sepenuhnya ditutup. Hingga Cassel yang sedang beris